5 KERAGAAN AGROINDUSTRI GULA TEBU

dokumen-dokumen yang mirip
STABILISASI HARGA GULA MENUJU SWASEMBADA GULA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Sejarah berdirinya Pabrik Gula Lestari (PG. Lestari) tidak lepas dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. peralatan untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Permasalahan umum yang ada di

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

DRAFT LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENYUSUNAN NERACA PRODUK TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH SEMARANG, 24 NOVEMBER 2011

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PABRIK GULA SEMBORO

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bahan Rapat High Level Meeting TPID Provinsi Jawa Tengah 28 Januari 2015 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

NASKAH SEMINAR HASIL. Oleh : Vinna Nour Windaryati NIM

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. impor gula. Kehadiran gula impor ditengah pangsa pasar domestik mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

MANAJEMEN RISIKO KINERJA AGROINDUSTRI GULA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

I. PENDAHULUAN. Kondisi krisis perekonomian yang berlanjut pada kr~sis multi dimens~ di

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

POSKO INFORMASI KETERSEDIAAN DAN HARGA PANGAN PERIODE HBKN PUASA DAN IDUL FITRI 1438 H

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi

I. PENDAHULUAN. bekerja pada bidang pertanian. Menurut BPS tahun 2013, sekitar 39,96 juta orang

EKONOMI LOSSES PENGOLAHAN TEBU DAN IMPLIKASI TERHADAP KINERJA DAN EFISIENSI PABRIK GULA Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara X

I. PENDAHULUAN. jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tahun Produksi Impor

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor yang menjadi. andalan lndonesia untuk rnengail devisa dari luar dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Transkripsi:

44 5 KERAGAAN AGROINDUSTRI GULA TEBU Penelitian ini akan menganalisis dinamika perkembangan pelaku agroindustri gula tebu di bawah naungan BUMN yang terdiri dari 51 pabrik gula. Hal ini disebabkan karena pabrik gula BUMN bersifat lebih relevan sebagai obyek kajian yang berdasarkan fakta bahwa pabrik gula BUMN jauh banyak menghadapi berbagai persoalan. Secara umum kinerja pabrik gula BUMN yang menempati lahan 66% dari total luas lahan tanam hanya dapat menghasilkan 54% dari total produksi gula nasional. Selebihnya penggunaan sisa luas lahan tanam dan kontribusi produksi gula nasional dilakukan oleh pabrik gula swasta yang berjumlah 9 pabrik (Revitalisasi Pabrik Gula BUMN 2011). Dengan analisis keragaan ini diharapkan penelitian dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang perilaku elemen pembentuk sistem dan kekhasan tentang hubungan saling keterkaitanya. 5.1 Penjelasan pelaku produsen agroindustri gula tebu Indonesia Pabrik gula tebu di bawah naungan kepemilikan dan pengelolaan BUMN tersebar di berbagai lokasi dan terdiri dari berbagai ukuran kapasitas produksi. Pengelolaanya dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara, antara lain sebagai berikut: a. PT. Perkebunan Nusantara II, PTPN II (2 PG) PTPN II berlokasi di kawasan Sumatra Utara, dan menurut perubahan legalitas pada tahun 1996 PTPN II berstatus sebagai BUMN yang merupakan hasil merger dari perusahaan-perusahaan di bawah naungan PTPN II dan PTPN IX. Bidang usaha PTPN II meliputi perkebunan kelapa sawit, karet, kako, gula dan tembakau. Keseluruhan konsiesi lahan mencapai 103,860 ha. Komoditas tanaman musiman tebu dilakukan di atas lahan kering seluas 16,046 ha yang terbagi ke dalam tebu sendiri (TS) seluas 14,474 ha dan tebu rakyat (TR) seluas 1,572 ha. Hasil perkebunan tebu diproses di 2 (dua) pabrik gula Kuala Madu (1984)dan Sei Semayang (1983). Pada tahun 2010 hanya mampu memproduksi 31,000 Ton gula dengan rata-rata rendemen 6%.

45 b. PT. Perkebunan Nusantara VII ( 2 PG ) PTPN VII berlokasi di kawasan Lampung. Sebagai perusahaan perkebunan BUMN hasil penggabungan PTP X, PTP XI, PTP XXIII dan PTP XXXI, perusahaan ini mengelola berbagai perkebunan seperti kelapa sawit, karet, teh, kakao, hortikultura, dan tebu. Khusus perkebunan tebu, PTPN VII mengalokasikan lahan seluas 29,114 ha. Pada tahun 2010, PTPN VII berhasil memproduksi 132,060 ton gula dengan tingkat rendemen rata-rata mencapai 6.7% yang dihasilkan oleh dua pabrik gula yaitu Bunga Mayang (1982) dan Cinta Manis (1982). c. PT. Perkebunan Nusantara IX ( 8 PG ) PTPN IX berlokasi di kawasan Jawa Tengah dengan kantor utama di kota Semarang dan merupakan penggabungan perusahaan dari PTP XV, XVI, dan XVII. Perusahaan perkebunan ini mengelola berbagai jenis komoditas seperti: teh, karet, kopi, kakao, kapok randu dan tebu. Khusus perkebunan tebu, perusahaan ini mengalokasikan lahan sendiri seluas 7,422 ha atau sekitar 19% dari total konsesi lahan seluas 39,137 ha. Sementara total tanaman tebu yang dikelola dengan tebu rakyat menempati lahan seluas 31,694 ha. Pada tahun 2010, PTPN IX berhasil memproduksi 129,355 ton gula dengan tingkat rendemen rata-rata sebesar 5.8% yang diproduksi oleh 8 (delapan) pabrik yang relatif sudah sangat tua. Pabrik gula tersebut adalah: PG Modjo (1833), PG Jatibarang (1860), PG Pangka (1860), PG Rendeng (1840), PG Sumberjarjo (1911), PG Tasik Madu (1855), PG Sragi (1928) dan PG Gondang Baru (1860) d. PT. Perkebunan Nusantara X ( 11 PG ) PTPN X merupakan penggabungan perkebunan yang berada di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan kantor pusat di Surabaya dan merupakan penggabungan beberapa perusahaan yaitu PTP XIX, XXI, XXII dan XXVII. Perusahaan ini mengelola komoditas tanaman tembakau dan tebu. Tanaman tebu ditanam di atas lahan basah dan kering seluas kurang lebih 74,670 ha. Pada tahun 2010, PTPN X berhasil memproduksi 410,817 ton gula dengan tingkat rendemen rata-rata sebesar 6.5%. PTPN X mengelola 11 pabrik gula yaitu PG Djombang Baru (1859), PG Lestari (1910), PG Tjoekir (1884), PG Gempol Krep (1827), PG

46 Watoetoelis (1838), PG Kremboong (1847), PG Toelangang (1858), PG Modjo Panggoong (1852), PG Ngadiredjo (1912), PG Pesantren Baru (1849), dan PG Meritjan (1926). e. PT. Perkebunan Nusantara XI ( 16 PG ) PTPN XI berstatus BUMN yang beroperasi di wilayah Jawa Timurdan merupakan penggabungan dari perusahaan di bawah PTP XX, XXIV, dan XXV. Perusahaan ini mengelola khusus komoditas tebu dan pabrik gula di atas lahan tanam seluas 66,374 ha. Pada tahun 2010 PTPN XI memproduksi total 318,514 ton gula dengan tingkat rendemen rata-rata 5.7%. PTPN XI mengelola 16 pabrik gula, yaitu: PG Poerwodadi (1832), PG Soedhono (1888), PG Redjosari (1890), PG Kanigoro (1894), PG Pagotan (1884), PG Asembagoes (1891), PG Olean (1846), PG Pandhe (1887), PG Wringin Anom (1881), PG Pradjekan (1883), PG Semboro (1928), PG Djatiroto (1905), PG Padjarakan (1885), PG Wonolangan (1897), PG Gendhing (1927), dan PG Kedhawoeng (1898). f. PT. Perkebunan Nusantara XIV ( 3 PG ) PTPN XIV merupakan perseroan hasil penggabungan PTP VII, XXVIII, XXXII,dan PT. Bina Mulia Ternak. PTPN XIV berwilayah kerja di kawasan Sulawesi, Maluku dan NTT. Perusahaan ini mengelola perkebunan kelapa sawit, karet, kakao, kelapa hibrida, kelapa tinggi/ Nias, pala, kopi, dan tanaman semusim tebu. Pada tahun 2010, luas lahan tanaman tebu mencapai 11,470 ha dan hasil produksi gula sebanyak 27,312 ton dengan tingkat rendemen rata-rata relatif sangat rendah 4.8%. PTPN XIV mengelola 3 (tiga) pabrik gula, yaitu: PG Takalar (1984), PG Bone (1975), dan PG Camming (1985). g. PT. Rajawali Nusantara Indonesia ( 10 PG) PT. RNI mula-mula merupakan perusahaan perdagangan hasil bumi Oei Tiong Ham Concern yang beroperasi di Semarang. Pada tahun 1961 perusahaan ini diambil alih oleh Pemerintah dan perusahaan berganti status sebagai perusahaan BUMN yang pada tahun 1964 bernama PT. Rajawali Nusantara Indonesia. Bidang usaha PT. RNI adalah agroindustri, farmasi, alat kesehatan, dan distribusi. Pada tahun 2010, bidang usaha agroindustri PT. RNI mengelola areal lahan tebu seluas 64,897 ha dan mampu menghasilkan gula sebanyak 334,916 ton dengan tingkat

47 rendemen rata-rata 5,9. PT. RNI mengelola 10 pabrik gula, yaitu: PG Krebet Baru (1906), PG Rejo Agung Baru (1894), PG Candi Baru (1983), PG Sindang Laut (1896), PG Karang Suwung (1854), PG Tersana Baru (1937), PG Jati Tujuh (1977), PG Subang (1981), dan PG Madukismo (1958). h. Pabrik gula swasta dan pabrik gula rafinasi Di samping 51 buah pabrik gula di bawah kepemilikan dan pengelolaan BUMN, pelaku agroindustri gula tebu di Indonesia yang lain adalah pabrik gula milik swasta berjumlah 9 buah dan pabrik gula rafinasi berjumlah 8 buah. Dengan pertimbangan bahwa pabrik gula swasta dan pabrik gula rafinasi telah memiliki kinerja yang jauh lebih baik dari pada pabrik gula BUMN, maka dalam penelitian ini diperlakukan sebagai acuan dan tidak perlu didiskripsikan secara khusus. 5.2 Distribusi dan perdagangan gula tebu Sebagai komoditas yang berkarekteristik musiman, maka pada saat periode musim giling bulan Mei hingga Desember pasokan gula melimpah di pasar dan sebaliknya di luar musim giling pasokan gula akan mencapai titik minimum. Keadaan ini membawa konsekuensi langsung terhadap kelangsungan distribusi gula. Apabila kelancaran distribusi terganggu maka akan mempengaruhi harga, yaitu berupa harga relatif sangat rendah saat berada pada musim giling dan sebaliknya. Gambar 11 Kebijakan dana talangan

48 Sejak awal tahun 2000 kebijakan pemerintah Indonesia cenderung mengkondisikan pasar gula diserahkan kepada mekanisme pasar sesuai hukum supply-demandsehingga harga gula mengikuti harga internasional yang merujuk pada pasar berjangka London. Kebijakan pasar bebas ini mengakibatkan semakin terpuruknya beberapa pelaku usaha gula nasional yang tidak dapat bersaing dengan pasar internasional. Pemangku penentu kebijakan menyadari hal ini, sehingga mulai tahun 2010 pemerintah menempuh kebijakan jaminan kepastian harga berupa dana talangan yang bersaing dan mekanismenya seperti pada Gambar 11 dengan penjelasan sebagai berikut: a. Apabila harga pasar terjadi di bawah harga talangan, maka petani akan dijamin memperoleh harga sesuai dengan harga talangan. b. Apabila harga pasar terjadi di atas harga talangan, maka petani akan menikmati tambahan harga sesuai kesepakatan antara pemerintah dan petani. Sebagai contoh penerapan mekanisme kebijakan harga talangan di atas, misal terjadi kesepakatan harga minimal yang akan dijamin penalangan oleh PTPN (PG BUMN) sebesar Rp 5,000 per kg, dan kondisi pasar menunjukan harga Rp 6,500 per kg, maka bila disepakati distribusi proporsi Petani:PTPN = 60% : 40% masing-masing pihak akan menerima kelebihan harga sebesar Rp 1,500 sebagai berikut: a. Petani : 60% x Rp 1,500 = Rp 900 b. PTPN : 40% x Rp 1,500 = Rp 600 Apabila harga pasar jatuh di bawah harga talangan (harga minimal Rp 5,000), maka pihak PTPN tetap akan memberikan talangan seharga Rp 5,000 per kg. 5.3 Aspek supply-demand dan pasar gula tebu di Indonesia Hingga tahun 2010, kondisi neraca gula di Indonesia masih timpang pada posisi kekurangan supply sehingga bila kondisi defisit ini tidak dikendalikan maka akan mengakibatkan kenaikan harga gula tanpa kendali. Pemerintah melaksanakan kebijakan pemenuhan kekurangan supply dalam jangka pendek dengan melakukan importasi gula, yang mekanismenya dapat dijelaskan pada Gambar 12.

49 Gambar 12 Mekanisme kebijakan cadangan penyangga Kebijakan cadangan penyangga dimaksudkan untuk menjaga stabilitas supply-demand dan harga, sehingga dengan terpeliharanya stabilitas pasok dan harga akan mengakibatkan pemasok dan konsumen dapat melakukan perencanaan dengan mudah. Adapun mekanisme kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: a. Apabila cadangan gula cenderung berlimpah sehingga harga pasar cenderung di bawah harga wajar, pemerintah melalui Perum BULOG akan membeli kelebihan gula di pasar. b. Apabila harga pasar berada di atas harga wajar, pemerintah melalui Perum BULOG akan melepas cadangan dan apabila cadangan tidak mencukupi maka akan dilakukan importasi gula dari pasar internasional. 5.4 Tantangan agroindustri gula tebu ke depan Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 236 juta. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula, Indonesia memerlukan pasokan gula sebanyak 5 juta ton yang terdiri dari 2.75 juta ton bagi pemenuhan konsumen langsung rumah tangga dan 2.25 juta ton untuk keperluan industri. Merujuk pada Gambar 13 mengenai importasi gula, meskipun pola importasi sempat menurun setelah puncak importasi tertinggi tahun 2007, namun kecenderungan ke depan diperkirakan akan semakin menaik sejalan dengan kenaikan permintaan konsumen. Produk gula nasional baru mampu memenuhi kebutuhan sebesar 53% saja sehingga masih perlu impor sebesar 47% dari total kebutuhan.

50 4,000 3,000 2,000 1,000-790 1,510 2,990 1,820 1,600 1 2 3 4 5 6 Importasi Gula 2005-2010 Sumber: DGI 2010 2,040 Gambar 13 Importasi gula tebu 2005 2010 Dengan asumsi angka yang dikeluarkan oleh Kementerian BUMN bahwa kebutuhan gula konsumsi langsung rumah tangga meningkat per tahun sebesar 1.83% dan gula keperluan industri naik sebesar 5% per tahun maka pada tahun 2014 akan diperlukan gula sebesar 5.7 juta ton. Suatu tantangan yang berat mengingat kondisi kemampuan produksi dalam negeri yang jauh tertinggal dari kelajuan pertumbuhan permintaan. Gambar 14 Strategi generik kebijakan impor - ekspor Melihat strategi generik kebijakan impor-ekspor seperti pada Gambar 14 (Jamaran, 2009), dalam kondisi defisit pasokan gula di dalam negeri, bila pemerintah belum dapat melakukan kebijakan substitusi impor gula secara total, maka pemerintah dapat mendorong adanya foreign home investment atau mendorong pengolahan gula mentah di wilayah

51 Indonesia. Berkenaan dengan ini, pemerintah telah memberikan ijin baru pembangunan pabrik gula rafinasi untuk meningkatkan kapasitas produksi gula. Namun demikian kebijakan ini tidak semudah yang diharapkan karena terkandung kesulitan dalam penataan kondisi harmonis antara dua pabrik gula kristal putih berbahan baku tebu dan pabrik gula kristal rafinasi berbahan baku gula mentah impor. Di samping itu kebijakan meningkatkan kinerja pabrik gula rafinasi mengandung resiko ketergantungan pihak asing, mengingat hingga saat ini kebutuhan bahan baku gula mentah untuk pabrik gula rafinasi sepenuhnya diimpor dari luar negeri. Selain itu pabrik gula rafinasi tidak mengakibatkan multiplier effect di sektor hulu, seperti penyerapan tenaga kerja dan usaha terkait lainya.