HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Mikroorganisme

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

Mutu karkas dan daging ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENANGANAN DAGING KURBAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat

Sosis ikan SNI 7755:2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintah, 2004). Sumber pangan yang berasal dari sumber nabati ataupun

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau. maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

HUBUNGAN ANTARA SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN QURBAN DENGAN CEMARAN MIKROBA PADA DAGING KAMBING DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR UMI PURWANTI

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

Kontaminasi Pada Pangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

HIGIENE DAN SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DI WILAYAH DKI JAKARTA THERESIA AURENSIA AURORA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling penting. Air

ANALISIS BAKTERI PADA DAGING DAN JEROAN KERBAU YANG DIJUAL DI PASAR

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

RANCANG BANGUN ALAT PERONTOK BULU AYAM UNTUK MENINGKATKAN KEHIGIENISAN

MENTERI PERTANIAN. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 41/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG

Siomay ikan SNI 7756:2013

PENGARUH JARAK TPA DENGAN SUMUR TERHADAP CEMARAN BAKTERI COLIFORM PADA AIR SUMUR DI SEKITAR TPA DEGAYU KOTA PEKALONGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013)

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Mikroorganisme pada Jamu Gendong Di Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau kegiatan wajib melakukan pengolahan limbah hasil usaha dan/atau

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

ANALISIS KUALITAS DAGING SAPI BERDASARKAN STANDAR ASUH (AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL) PADA TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dengan budaya lokal masyarakat yang diimbangi dengan keahlian meracik

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

Lampiran 1. Kuesioner Higiene Perorangan Pedagang KUESIONER

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING KURBAN DI DKI JAKARTA RIMADINAR AZWARINI

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

Transkripsi:

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Mikrobiologi Pemeriksaan awal terhadap 8 sampel daging kambing dilakukan dengan uji fisik yaitu terhadap warna, bau dan penampakan. Hasil yang diperoleh adalah tidak ada perubahan warna merah muda, bau aromatis dan penampakan kering. Seperti diketahui bahwa warna daging kambing adalah merah muda sedangkan bau adalah aromatis khas daging kambing. Pemeriksaan terhadap rataan jumlah cemaran mikroba, maksimum, minimum dan simpangan baku dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah cemaran mikroba pada sampel daging kambing Jenis Jumlah cemaran Mikroba Rataan Maksimum Minimum Standar Satuan Deviasi TPC 5.5 x 1 6 4.6 x 1 6 3.2 x 1 3 6.5 x 1 6 cfu/g Koliform 1.1 x 1 3 2.4 x 1 3 1. x 1 3 MPN/g S.aureus 2.7 x 1 3 4.3 x 1 3 7.7 x 1 2 cfu/g E.coli 4.1 x 1 2 2.4 x 1 3 7.9 x 1 2 MPN/g Salmonella negatif Negatif Negatif Negatif Dengan hasil tersebut apabila dibandingkan dengan Batas maksimum cemaran mikroba pada daging menurut 1-6366-2 rataan yang dihasilkan dalam penelitian berada diatas batas maksimum, yakni menurut batas maksimum cemaran mikroba adalah jumlah mikroba (TPC) 1 x 1 4 cfu/g; Koliform 1 x 1 2 MPN/g; Escherichia coli 5 MPN/g; Staphylococcus aureus 1 cfu/g dan Salmonella negatif. Cemaran mikroba dalam daging dapat berasal dari berbagai sumber antara lain kontaminasi in vivo terhadap daging, penetrasi mikroba pada saat kematian hewan dan kontaminasi saat penanganan karkas (Soejoedono 25).

27 qurban Sanitasi pada Tempat Pemotongan Hewan Qurban Analisa kuesioner yang diambil pada 8 lokasi tempat pemotongan hewan terpilih yaitu Kotamadya Jakarta Timur, tentang sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur (%) Faktor Sanitasi (%) Kategori Sebelum Pemotongan Saat pemotongan Setelah Pemotongan 3.8 27.4 4. 15. 51.3 22.5 81.2 21.3 37.5 Secara umum faktor yang mempengaruhi sanitasi telah dilakukan sebelum pelaksanaan pemotongan hewan qurban, hal ini dapat dilihat dari persentase kategori baik mencapai nilai 81.3 %. Nilai ini diperoleh di tempat pemotongan hewan qurban karena menggunakan sumber air berasal dari PAM dan sumur. Selain itu di tempat pemotongan hewan qurban telah dilengkapi dengan ketersediaan air untuk mencuci tangan bagi petugas/panitia hewan qurban. Penerapan sanitasi dilaksanakan setelah pemotongan mencapai nilai 37.5%, hal ini disebabkan adanya pemisahan tempat pembagian daging dan jeroan serta pengemasan. Kategori baik saat pemotongan sangat rendah yaitu 21.3%. hal ini dapat disebabkan karena masih jarangnya dilakukan pengikatan pada pangkal oesophagus dan pangkal ekor (debolling) saat pengeluaran jeroan. Selain itu masih banyak yang melaksanakan penyembelihan hewan qurban di atas tanah/rumput yaitu sebanyak 62.5% tempat pemotongan hewan qurban, sehingga terjadi cemaran kotoran/tanah pada kulit dan karkas. Cemaran Mikroba pada Daging Kambing Tingkat cemaran mikroba pada daging kambing qurban dari 8 lokasi tempat pemotongan qurban di Kotamadya Jakarta Timur dapat dilihat pada Tabel 4 dengan membandingkan jumlah mikroba pada sampel dengan standar batas

28 maksimum cemaran mikroba ( 1-6366- 2), sehingga diperoleh nilai persentase cemaran di atas dan di bawah standar 1 6366-2. Tabel 4 Cemaran mikroba pada daging kambing (%) Batas maks cemaran mikroba Jenis Mikroba TPC Koliform E.coli S. aureus Salmonella (%) (%) (%) (%) (%) Dibawah 26.2 26.2 58.8 62.5 1 Diatas 73.8 73.8 41.2 37.5 Persentase jumlah mikroba pada daging kambing (metoda TPC) dari 8 lokasi dengan hasil diatas standar 1-6366-2 yaitu 73.8%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi sanitasi pada tempat pemotongan hewan qurban belum diterapkan secara benar, terutama pada saat dan setelah pemotongan sebagaimana terlihat pada Gambar 8. Tabel 4 menyatakan bahwa tidak ditemukannya Salmonella pada sampel daging kambing dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah sampel yang diamati dan sampel yang diambil berasal dari bagian karkas yang beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Amin dan Borah (22) di Kota Guwahati mengatakan bahwa dari 4 sampel daging kambing yang berasal dari rumah potong hewan tidak ditemukan bakteri Salmonella. Menurut Riemann dan Bryan (1979) Salmonella spp terutama ditemukan pada daerah disekitar anus. Mengingat Salmonella spp merupakan salah satu mikroba yang dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, diharapkan masyarakat tetap harus waspada dengan melakukan pemasakan daging secara benar. Persentase cemaran mikroba tertinggi adalah koliform 73.8% dan jumlah mikroba (TPC) 73.8% berada di atas ketentuan 1-6366-2 (Tabel 4). Menurut Supardi dan Sukamto (1999) serta Hanson (21) adanya mikroba koliform pada bahan pangan menyatakan bahwa bahan pangan tersebut telah terkontaminasi oleh kotoran/feses. Kontaminasi feses dapat terjadi secara langsung di saat pemotongan, proses pengeluaran jeroan tanpa melakukan proses debolling. Faktor lain penyebab tingginya cemaran koliform adalah tanah/rumput

29 sebagai tempat pemotongan hewan qurban adalah 62.5%. Gambar 8 menunjukkan bahwa penanganan sanitasi saat pemotongan memiliki kategori baik sangat rendah yaitu 21.3%. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa E. coli melebihi batas maksimum ketentuan 1-6366-2 adalah 41.3%. Menurut Dewanti (23) E.coli merupakan salah satu indikator sanitasi dan termasuk golongan koliform. Koliform umumnya ditemukan dalam usus manusia dan hewan hidup juga dalam air yang tercemar. Tingginya persentase cemaran E. coli pada daging kambing adalah 41.3% dapat disebabkan oleh adanya pencemaran melalui air. Persentase cemaran S. aureus diatas batas maksimum 1-6366-2 adalah 37.5%, dapat berasal dari saat proses penanganan daging antara lain dari peralatan, wadah dan tangan serta pakaian para pekerja. Pada Gambar 8 memperlihatkan sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur. % 9 8 81,3 7 6 51,3 5 4 3 27,5 21,3 4 22,5 37,5 2 15 1 3,8 Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 8 Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur Presentase cemaran mikroba pada daging kambing di tempat pemotongan hewan qurban melebihi batas maksimum ketentuan berdasarkan penghitungan dengan pendugaan selang adalah jumlah cemaran mikroba 73.8%

3 (64.2-83.4%), koliform 73.8% (64.2-83.4%), E.coli 41.3% (3.5-52.1%) dan S. aureus 37.5% (26.9-48.1%). Hal tersebut menunjukkan pencemaran mikroba yang terjadi di tempat hewan qurban Kotamadya Jakarta Timur masih berada diatas batas maksimum 1-6366-2, sehingga pada pelaksanaan pemotongan hewan qurban harus lebih memperhatikan aspek sanitasi. Cemaran mikroba dengan penghitungan pendugaan selang dapat dilihat pada Tabel 5 dan tingkat cemaran mikroba pada Gambar 9. Tabel 5 Jenis mikroba diatas batas maksimum dari 1-6366-2 pada daging kambing qurban Jenis mikroba Diatas batas maks (%) Selang kepercayaan 95% (%) Jumlah mikroba (TPC) 73.8 64.2 83.4 Koliform 73.8 64.3 83.4 E. coli 41.3 3.5 52.1 S. aureus 37.5 26.9 48.1 1 1 9 8 73,8 73,8 Persen (%) 7 6 5 4 58,7 41,3 62,5 37,5 Dibawah batas 3 2 26,2 26,2 Diatas batas 1 TPC Koliform E. coli S. aureus Salmonella Jenis mikroba Gambar 9 Tingkat cemaran mikroba pada daging kambing.

31 Pengaruh Faktor Sanitasi terhadap Jumlah Cemaran Mikroba (TPC) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi dengan tingkat cemaran mikroba pada daging kambing qurban, maka dilakukan pengelompokan dalam 3 (tiga) kategori yaitu sebelum, saat dan setelah pemotongan, sedangkan tingkat cemaran mikroba dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu dibawah batas maksimum dan diatas batas maksimum 1-6366-2. Untuk mengetahui tingkat cemaran mikroba dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Tingkat cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori sanitasi TPC (%) Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas Diatas batas Total sampel Sebelum pemotongan (%) 3 (1%) 3 4 (33.3%) 8 (66.7%) 12 17 (26.1%) 48 (73.9%) 65 Saat pemotongan 7 (31.8%) 15 (68.2%) 22 8 (19.5% 33 (8.5%) 41 6 (35.3%) 11 (64.7%) 17 Setelah pemotongan 9 (28.1%) 23 (71.9%) 32 3 (2.%) 15 ( 8. %) 18 9 (3.%) 21 (7.%) 28 Perlakuan sanitasi kelompok faktor sebelum pemotongan terhadap jumlah cemaran mikroba (TPC) berada diatas batas maksimum standar ketentuan 1-6366-2 yaitu kategori jelek (1%), sedang (66.7%) dan baik (73.1%). Kelompok faktor saat pemotongan lebih besar di atas batas maksimum yaitu kategori jelek (68.2%), sedang (8.5%) dan baik (64.7%). Demikian juga pada kelompok setelah pemotongan, kategori jelek (71.9%), sedang (8.%) dan baik (7.%) berada di atas batas maksimum standar 1-6366-2. Pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa ketiga kelompok faktor sebelum, saat dan setelah pemotongan, jumlah cemaran mikroba (TPC) berada diatas batas maksimum standar lebih besar dibandingkan dengan cemaran mikroba dibawah batas maksimum standar. Hal ini terjadi karena pelaksanaan pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur tidak memperhatikan penerapan sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban. Untuk melihat gambaran jumlah cemaran mikroba berdasarkan kategori sanitasi dapat dilihat pada Gambar 1.

32 1 1 9 8 7 66,7 73,1 68,2 8,5 73,1 71,9 8 7 Persen (%) 6 5 4 3 2 1 33,3 26,1 31,8 19,5 26,1 28,1 2 3 Dibawah Batas Maks Diatas Batas maks Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 1 Jumlah cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori sanitasi Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Koliform Pengaruh sanitasi terhadap tingkat cemaran koliform pada sampel daging kambing qurban memperlihatkan bahwa pada ketiga kelompok faktor sebelum, saat dan setelah pemotongan berada di atas batas maksimum standar pada semua kategori jelek, sedang dan baik. Tabel 7 memperlihatkan pada kelompok faktor sebelum pemotongan memiliki kategori jelek 1%, sedang 75% dan baik 72.3%. Kelompok faktor saat pemotongan tingkat cemaran koliform berada di atas batas standar lebih besar yaitu pada kategori jelek 72.7%, sedang 73.2% dan baik 76.5%. Demikian juga pada kelompok setelah pemotongan semua kategori berada di atas batas maksimum standar yaitu kategori jelek 78.1%, sedang 77.8% dan baik 66.7%. Hal ini menunjukkan bahwa di tempat pemotongan hewan qurban telah terjadi cemaran koliform baik sebelum pemotongan, saat pemotongan maupun setelah pemotongan.

33 Tabel 7 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi Koliform (%) Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas Diatas batas Total Sampel Sebelum pemotongan (%) 3 (1%) 3 3 (25%) 9 (75%) 12 18 (27.7%) 47 (72.3%) 65 Saat pemotongan 6 (27.3%) 16 (72.7%) 22 11 (26.8%) 3 (73.2%) 41 4 (23.5%) 15 (76.5%) 19 Setelah pemotongan 7 (21.9%) 25 (78.1%) 32 4 (22.2%) 14 (77.8%) 18 1 (33.3%) 2 (66.7%) 3 Tingkat cemaran koliform terhadap sanitasi digambarkan pada Gambar 11, yang memperlihatkan bahwa nilai diatas batas maksimum cemaran mikroba lebih besar dibandingkan dibawah batas maksimum 1-6366-2. Cemaran yang berasal dari kelompok koliform lebih dominan berkembang, sedangkan cemaran mikroba lainnya belum terlihat. 1 1 9 8 7 75 72,3 72,7 73,2 76,5 78,1 77,8 66,7 Persen (%) 6 5 4 3 2 1 25 27,7 27,3 26,8 23,5 21,9 22,2 33,3 Dibawah Batas Maks Diatas Batas maks Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 11 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi

34 Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Staphylococcus aureus Tabel 8 memperlihatkan perlakuan sanitasi kelompok faktor sebelum, saat dan setelah pemotongan terhadap tingkat cemaran S. aureus cenderung berada di bawah batas maksimum standar 1-6366-2. Untuk kelompok sebelum pemotongan kategori jelek sebesar 1%, sedang 58.3% dan baik 61.5%. Kelompok saat pemotongan kategori jelek 63.6%, sedang 58.5% dan baik 7.%. Demikian juga pada kelompok faktor setelah pemotongan terlihat kategori jelek 59.4%, sedang 61.1% dan baik 66.7%. Berdasarkan hasil pemeriksaan tingkat cemaran S. aureus terhadap sanitasi tempat pemotongan hewan qurban dengan nilai persentase dibawah batas maksimum standar lebih besar, maka dapat dikatakan cemaran S. aureus mempunyai pengaruh kecil terhadap sanitasi tempat pemotongan hewan qurban. Tabel 8 Tingkat cemaran S. aureus berdasarkan kategori sanitasi S. aureus (%) Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas Diatas batas Total Sampel Sebelum pemotongan 3 (1%) (.%) 3 7 (58.3%) 5 (41.7%) 12 4 (61.5%) 25 (38.5%) 65 Saat pemotongan 14 (63.6%) 8 (36.3%) 22 24 (58.5%) 17 (41.5%) 41 12 (7.6%) 5 (29.4%) 22 Setelah pemotongan 19 (59.4%) 13 (4.6%) 32 11 (61.1%) 7 (38.9%) 18 2 (66.7%) 1 (33.3%) 3 Untuk mempertegas gambaran tingkat cemaran S.aureus berdasarkan sanitasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

35 1 1 9 Persen (%) 8 7 6 5 4 3 2 1 61,5 58 41,7 38,5 7,6 63,6 58,5 41,5 36,6 29,4 66,7 59,4 61,1 4,6 38,9 33,3 Dibawah Batas Maks Diatas Batas maks Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 12 Tingkat cemaran Staphylococcus aureus berdasarkan kategori sanitasi. Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Escherichia coli Pengaruh sanitasi terhadap cemaran E. coli pada sampel daging kambing qurban dengan batas maksimum 1-6366-2 dapat dilihat pada Tabel 9. Pengamatan pada kelompok sebelum pemotongan memiliki tingkat cemaran E.coli dengan kategori jelek 33.3% berada dibawah batas maksimum standar, sedangkan pada kategori sedang 58.3% dan baik 6.% dibawah batas maksimum standar.kelompok faktor saat pemotongan hewan qurban pada kategori jelek 63.6% dan sedang 61.% berada dibawah batas maksimum 1-6366-2, lebih besar jika dibandingkan dengan persentase diatas batas maksimum. kan pada kategori baik persentase cemaran E.coli dibawah batas terdapat lebih kecil (47.1%). kan pada kelompok faktor setelah pemotongan kategori jelek 43.8%, sedang 44.4% dan baik 16.7% berada di bawah batas maksimum standar. Berdasarkan hasil pemeriksaan tingkat cemaran E.coli lebih besar pada kelompok setelah pemotongan hewan qurban.

36 Tabel 9 Tingkat cemaran Escherichia coli berdasarkan sanitasi E. coli (%) Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas Diatas batas Total Sebelum pemotongan 1 (33.3%) 2 (66.7%) 3 7 (58.3%) 5 (41.7%) 12 39 (6.%) 26 (4.%) 65 Saat pemotongan 14 (63.6%) 8 (36.4%) 22 25 (61.%) 16 (39.%) 41 8 (47.1%) 9 (52.9%) 17 Setelah pemotongan 14 (43.8%) 18 (56.2%) 32 8 (44.4%) 1 (55.6%) 18 5 (16.7%) 25 (83.3%) 3 Untuk melihat tingkat cemaran E.coli berdasarkan sanitasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini: 9 83,3 8 Persen (%) 7 6 5 4 33,3 3 2 1 66,7 58,3 6 41,7 4 63,6 63,4 61 52,9 47,1 39 56,2 43,8 44,4 55,6 16,7 Dibawah Batas Maks Diatas Batas maks Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 13 Tingkat cemaran Escherichia coli berdasarkan kategori sanitasi.

37 Untuk mengetahui hubungan antara kelompok faktor yang mempengaruhi sanitasi terhadap cemaran mikroba dilakukan dengan pengujian statistik dengan Chi-square dan nilai V-cramer dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai? 2 dan V-cramer hubungan antara faktor sanitasi dengan cemaran mikroba Kelompok factor Sebelum pemotongan? 2 dan V Cramer? 2 V Cema ran mikroba TPC Koliform S. aureus E. coli 1.379 1.147 1.915.842.131.12.155.13 Saat pemotongan? 2 V 2.32.159.84.32.761.98 1.259.125 Setelah pemotongan? 2 V 1.13.119 1.245.125.37.68 11.72*.387 * Berbeda nyata pada a =.5 Pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa cemaran E. coli memiliki hubungan nyata dengan sanitasi tempat pemotongan hewan qurban pada kegiatan setelah pemotongan. Setelah pemotongan hewan qurban dilakukan pembagian daging karkas dikumpulkan di suatu tempat untuk dipotong-potong. Sebagai alas tempat pembagian daging dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu di atas lantai beralaskan plastik atau di atas meja/kayu. Hasil pemeriksaan setelah pemotongan hewan qurban di tempat pembagian daging terhadap cemaran E. colimenunjukkan bahwa yang dilakukan di atas lantai beralas plastik berada dibawah batas maksimum standar 57.1%, sedangkan di atas meja/papan kayu 59.%. Hasil ini mengindikasikan bahwa pembagian daging yang dilakukan di atas meja/papan kayu relative lebih baik. Pembagian daging yang dilakukan di atas lantai beralas plastik sangat mudah terinjak oleh petugas pembagian daging, sehingga menyebabkan timbulnya cemaran mikroba antara lain oleh E. coli. Sebagai gambaran cemaran E. coli di tempat pembagian daging dapat dilihat pada Tabel 11.

38 Tabel 11 Cemaran Escherichia coli di tempat pembagian daging. Tempat pembagian daging Di atas lantai beralas plastik Dibawah batas maks Escherichia coli (%) Diatas batas maks Total sampel 4(57.1%) 3 (42.9%) 7 Di atas meja/ Papan kayu 43 (59%) 3 (41%) 73 Untuk membuktikan bahwa cemaran E. coli. terjadi di tempat pemotongan hewan qurban maka dilakukan pengujian terhadap penanganan jeroan dengan sanitasi di tempat pambagian daging dengan jeroan serta pengemasan. Tempat pembagian daging dan jeroan dilakukan dengan cara tempat yang terpisah atau dilakukan ditempat yang sama (dicampur), demikian juga untuk pengemasan yang diberikan kepada masyarakat. Tabel 12 Hubungan antara tempat pembagian daging dan jeroan dengan cemaran Escherichia coli Pembagian daging dan jeroan Dicampur Dipisah Dibawah batas 15 (44.1%) 32 (69.6%) Escherichia coli (%) Diatas batas Total? 2 dan V- Cramer Sample 19 (55.9%) 34? 2 : 5.224* V :.256 14 (3.4%) 46 * Berbeda nyata pada a =.5 Tabel 12 memperlihatkan terdapat hubungan nyata antara sanitasi tempat pembagian daging dan jeroan dengan cemaran E. coli, dan pada pembagian daging yang dipisah antara daging dan jeroan persentase cemaran E. coli yang berada dibawah batas maksimum ketentuan sebesar 69.9% lebih baik dibandingkan dengan yang dicampur 44.1%.

39 Tabel 13 Hubungan antara pengemasan daging dan jeroan dengan cemaran Escherichia coli. Pengemasan daging dan jeroan Dibawah batas Escherichia coli (%) Diatas batas Total Sampel? 2 dan V- Cramer Dicampur 17 (41.5%) 24 (58.5%) 41? 2 : 1.372* V:.36 Dipisah 3 (77%) 9 (23%) 39 * Berbeda nyata pada a=.5 Pada kelompok pengemasan yang dilakukan dicampur dan dipisah terdapat hubungan nyata dengan cemaran E. coli, dan pada kelompok dicampur persentase cemaran E. coli diatas batas standar maksimum ketentuan 1-63366-2 sebesar 58.5%, lebih tinggi dibandingkan tingkat cemaran E. coli pada kelompok dipisah (23.%). Menurut Sudarwanto (24), Riemann dan Bryan (1979) bahwa E.coli tumbuh dan berkembang biak pada usus manusia dan hewan. Hal ini menunjukkan bahwa E. coli telah ada pada usus kambing dan menimbulkan cemaran di saat pembagian dan pengemasan daging dengan jeroan.