2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan

dokumen-dokumen yang mirip
PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Perikanan: Armada & Alat Tangkap

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL)

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

KLASIFIKASI ALAT / METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS

Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana: sarana apung

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

Jaring Angkat

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH DI KABUPATEN PATI MENGGUNAKAN ANALISIS LOCATION QUOTIENT DAN MULTIPLIER EFFECT

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI

rovinsi alam ngka 2011

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

EKSPLORASI SUMBER DAYA PERAIRAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tingkah Laku Ikan (fish behaviour) Oleh: Ririn Irnawati

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelolah berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

Transkripsi:

6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan, hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Selanjutnya, didalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability management). Tindakan manajemen perikanan tangkap adalah mekanisme untuk mengatur, mengendalikan, dan mempertahankan kondisi sumber daya ikan pada tingkat tertentu yang diinginkan. Salah satu kunci perikanan tangkap adalah status dan trend aspek sosial ekonomi dan aspek sumberdaya. Era baru sektor perikanan dalam konteks pembangunan yang ditujukan pada kelestarian perikanan dan ekonomi yang harus mengontrol pengembangan daerah (DKP, 2009). Dalam rangka mencapai pembangunan dan pengembangan perikanan tangkap diperlukan pengarahan kebijakan pembangunan wilayah pesisir secara terpadu. Pengarahan dan kebijakan tersebut menurut Departemen dalam Negeri dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (2006) terdiri atas empat aspek utama, yaitu :

7 1) Aspek teknis dan teknologi Aspek teknis dan teknologi dari setiap kegiatan pembangunan wilayah pesisir harus memperhatikan tiga persyaratan, yaitu keharmonisan spasial (ruang), kapasitas asimilasi (daya dukung lingkungan) dan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan. 2) Aspek sosial, ekonomi, dan budaya Aspek sosial, ekonomi, dan budaya mempunyai ketepatan terhadap masyarakat pesisir sebagai pelaku dan sekaligus untuk tujuan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir disamping untuk menghasilkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Kenyataan yang ada terhadap pendapatan dari sektor perikanan sebagian besar keuntungannya dinikmati oleh masyarakat di luar sektor tersebut. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah tersebut harus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang berhubungan dengan sektor perikanan dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat yang sesuai dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya perikanan serta meningkatkan pengetahuan tentang pembangunan wilayah perikanan lingkungan dengan diikuti oleh peningkatan pendapatan. 3) Aspek sosial politik Pembangunan ekonomi tidak mungkin berjalan jika sumber daya alam baik darat maupun laut tidak mampu lagi untuk menyediakan barang dan jasa apabila lingkungan menjadi rusak. Jika hal tersebut dibiarkan, maka akan menyebabkan semakin terpuruknya pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Kerjasama antara politis dengan pengusaha khususnya pengusaha sektor perikanan serta pelaku ekonomi lainnya sangat dibutuhkan untuk membawa lingkungan hidup khususnya sektor perikanan ke arah yang lebih baik. Langkah politik untuk menjalankan kebijakan yang tegas sehubungan dengan masalah lingkungan perlu diwujudkan dengan memberikan hukuman yang berat bagi perusak lingkungan (Fauzi, 2005). 4) Aspek hukum dan kelembagaan Peran pengaturan hukum dan kelembagaan adalah sebagai sarana penunjang bagi pelaksana kebijakan yang telah menjadi pilihan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu faktor umum yang menjadi hambatan bagi

8 pengembangan perikanan disamping faktor sumberdaya alam itu sendiri berupa hambatan kelembagaan usaha produksi perikanan yang kurang kondusif bagi pelaku perikanan untuk berkembang. 2.2 Ekonomi Wilayah Ekonomi wilayah adalah ilmu yang membahas semua persoalan yang dihadapi oleh suatu wilayah tertentu dari sudut pandang ilmu ekonomi yang menekankan analisanya pada aspek regional. Ekonomi wilayah dimaksudkan agar semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Manfaat perencanaan wilayah adalah untuk pemerataan pembangunan. Apabila perencanaan pembangunan dan pembangunan wilayah berkembang dengan baik, maka diharapkan daerah dapat tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri (Sjafrizal, 2008). Ekonomi wilayah pada umumnya memiliki tujuan yang sama dengan teori ekonomi umum yaitu full employment, economic growth, dan price stability. Namun untuk kestabilan tingkat harga ini pada ekonomi wilayah tidak mungkin dilakukan apabila suatu daerah bekerja sendiri, sehingga ada tujuan pokok tambahan yang diatur dalam ekonomi wilayah yaitu, terjaganya kelestarian lingkungan hidup, pemerataan pembangunan dalam wilayah, penetapan sektor unggulan wilayah, memberikan keterkaitan antar sektor yang lebih serasi dalam wilayah sehingga menjadi sinergis dan berkesinambungan serta pemenuhan kebutuhan pangan wilayah (Tarigan, 2007). 2.3 Pembangunan Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Jadi ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan misalnya geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, dan ilmu lingkungan. Pembangunan wilayah bukan hanya pendisagregasian pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pembangunan wilayah mempunyai filsafat, peranan dan tujuan yang berbeda (Budiharsono, 2001).

9 Menurut Budiharsono (2001), pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia pada umumnya di wilayah pesisir dan lautan pada khususnya, dikarenakan oleh : 1) Indonesia merupakan Negara kepulauan dalam kegiatan pembangunannya terkonsentrasi di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagian Kalimantan; 2) Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada lautan. Sehingga pembangunan wilayah pesisir relatif lebih tertinggal daripada wilayah daratan lainnya; 3) Letak geografis Indonesia yang sangat dipengarui oleh faktor geologis dan ekologis, yang menyebabkan keanekaragaman lingkungan lebih mempengaruhi sumberdaya alam dari aspek kuantitas maupun kualitasnya; 4) Keragaman tata nilai dan norma-norma yang menyebabkan adanya persepsi terhadap pembangunan; 5) Sifat pembangunan politik di Indonesia yang mengakibatkan adanya keinginan dari beberapa daerah yang kaya akan sumberdaya alamnya untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia; 6) Adanya kebijakan otonomi daerah yang diharapkan pemerintah daerah dapat membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sendiri sehingga akan melupakan tuntutannya untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia; dan 7) Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi wilayah dan mempunyai kebijakan implikasi yang luas. Sasaran utama analisa pertumbuhan ekonomi wilayah ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat berkembang dengan cepat dan ada pula yang tumbuh lambat (Sjafrizal, 2008). 2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumberdaya alam dan faktor-faktor produksi lainnya dalam mendapatkan nilai tambah atau jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah tertentu. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi dikurangi dengan biaya antara. Nilai tambah bruto mencakup komponen-

10 komponen faktor pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa, tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. Sehingga dengan menghitung nilai tambah bruto masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar. Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Sehingga kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap (Tarigan, 2007). 2.5 Konsep Basis ekonomi Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor di wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2007). Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang dan jasa termasuk tenaga kerja. Sektor basis dan sektor non basis mempunyai hubungan dengan permintaan diluar wilayah. Sektor basis berhubungan secara langsung. Sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis dulu. Apabila permintaan dari luar meningkat, maka sektor basis akan berkembang. Hal ini pada gilirannya akan mengembangkan sektor non basis. Teori basis ini hanya mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi kedalam dua sektor tersebut. Jadi tenaga kerja sektor basis ditambah tenaga kerja sektor non basis sama dengan total tenaga kerja wilayah (Budiharsono, 2001). Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis yaitu sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sektor non basis yaitu sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor non basis ini tidak

11 mengekspor barang dan jasa maupun tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal (Glasson, 1977). Implisit di dalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya kegiatan basis disuatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Dengan demikian sesuai dengan namanya kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (prime move role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional (Budiharsono, 2001). 2.6 Shift Share Analisis shift share merupakan analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja disuatu wilayah pada dua periode waktu tertentu. Firdaus (2007), menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen dalam analisis shift share yaitu: 1) Komponen pertumbuhan nasional, yaitu perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian sekroral dan wilayah; 2) Komponen pertumbuhan proporsional, yaitu perbedaan sektor dalam hal permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industri dan struktur serta keragaman pasar; dan 3) Komponen pertumbuhan pangsa wilayah, yaitu perubahan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah terhadap wilayah lainnya.

12 2.7 Location Quotient (LQ) LQ adalah perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor disuatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Ada banyak variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah tingkat pendapatan dan jumlah lapangan kerja. Apabila LQ kurang dari satu maka wilayah yang bersangkutan harus mengimpor, sedangkan apabila nilai LQ suatu wilayah lebih dari satu maka wilayah tersebut dapat melakukan ekspor (Tarigan, 2007). Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut. Untuk mengetahui suatu sektor perikanan basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: a) metode pengukuran langsung merupakan sektor basis yang berhubungan secara langsung dapat dengan pengukuran survei untuk mengidentifikasikan sektor mana yang merupakan sektor basis dan b) metode pengukuran tidak langsung merupakan kegiatan sektor pendukung yang dibutuhkan dalam melayani pekerja sebagai sektor basis dan kegiatan sektor basis itu sendiri (Budiharsono, 2001). Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode location quetiont (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan total wilayah dengan pangsa pasar relatif pendapatan sektor perikanan pada tingkat kabupaten terhadap pendapatan kabupaten. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: dimana : vi : Total Pendapatan subsektor perikanan tangkap pada kabupaten vt : Total Pendapatan sektor perikanan kabupaten Vi : Total Pendapatan subsektor perikanan tangkap pada tingkat provinsi Vt : Total Pendapatan sektor perikanan pada tingkat provinsi Perhitungan LQ merupakan perbandingan tingkat pendapatan di suatu wilayah dengan pendapatan yang terakumulasi di kabupaten. Perhitungan tersebut dapat menentukan pelaksanaan pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang ekonomi.

13 2.8 Efek Pengganda (Multiplier effect) Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Menurut Glasson (1977), peningkatan pada kegiatan basis akan mendapat arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya serta menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Selain itu, arus pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan investasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja. 2.8.1 Indikator pendapatan wilayah Multiplier dengan menggunakan indikator pendapatan ini, dilandaskan pada kenyataan bahwa penginjeksian sejumlah uang tertentu ke dalam perekonomian regional akan menaikkan pendapatan regional yang mengakibatkan bertambahnya pengeluaran konsumen (walaupun dalam jumlah yang lebih kecil daripada jumlah uang yang diinjeksikan semula). Bagian pendapatan yang dibelanjakan ini akan menjadi pendapatan bagi pihak lain yang selanjutnya membelanjakan sebagian, dan demikian seterusnya (Glasson, 1977). Glasson (1977) menjelaskan bahwa secara keseluruhan pendapatan wilayah (Y) merupakan penjumlahan pendapatan sektor basis (Yb) dan sektor non basis (Yn). Pendapatan sektor basis akan dibelanjakan kembali di dalam wilayah maupun untuk impor. Pendapatan yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah untuk produksi lokal akan menghasilkan efek pengganda terhadap pendapatan wilayah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Jika proporsi pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah sebesar r, maka total pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali adalah sebesar (r) Yb. Selanjutnya pembelanjaan kembali di dalam wilayah akan menghasilkan total pendapatan sebesar (r 2 ) Yb, kemudian menjadi (r 3 ) Yb dan seterusnya. Keadaan ini dapat ditulis dalam bentuk rumus : Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi :

14 Faktor di atas merupakan economic multiplier yang menimbulkan efek pengganda terhadap perekonomian secara keseluruhan. Secara empiris nilai r sulit ditemukan, maka rumus tersebut dapat diturunkan lebih lanjut untuk mencari nilai r sebagai berikut : Karena Y-Yb = Yn, maka : Dengan demikian economic multiplier dalam jangka pendek adalah : dimana: MSy : koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan Y : Jumlah total pendapatan wilayah Yb : Jumlah pendapatan sektor basis Berdasarkan rumus di atas, perubahan pendapatan wilayah karena adanya peningkatan kegiatan basis adalah : Y dimana : MSy : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan Y : Perubahan Pendapatan Wilayah Yb : Perubahan Pendapatan sektor basis Koefisien pengganda jangka pendek tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi dampak kegiatan atau sektor basis terhadap perekonomian wilayah secara keseluruhan. 2.8.2 Indikator tenaga kerja Multiplier effect yang ditimbulkan dari indikator tenaga kerja adalah perbandingan atau rasio antara total tenaga kerja disuatu wilayah dengan tenaga kerja pada sektor basis (Glasson, 1977). Penurunan rumus untuk indikator ini sama dengan penurunan rumus pada indikator pendapatan yaitu sebagai berikut :

15 dimana : MSe : koefisien pengganda jangka pendek untuk indicator pendapatan E : Jumlah total tenaga kerja Eb : Jumlah tenaga kerja sektor basis Berdasarkan rumus di atas, dapat dilakukan prediksi dampak yang akan ditimbulkan oleh peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor basis terhadap jumlah total tenaga kerja di wilayah tersebut sebagai berikut: dimana : MSe : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indicator tenaga kerja E : Perubahan tenaga kerja kabupaten Eb : Perubahan tenaga kerja sektor perikanan dan kelautan kabupaten 2.9 Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan, yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar baik domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena, 2000). Berbagai pendekatan dan analisis telah banyak digunakan untuk menentukan komoditas ikan unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam memenuhi aspek permintaan dan penawaran (Hendayana, 2003). Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga dalam memilih metode analisis untuk menentukan ikan unggulan ini perlu dilakukan secara hatihati dan bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalasis komoditas hasil tangkapan unggulan adalah metode location quoteiont (LQ). Location quotient (LQ) merupakan suatu indikator sederhana

16 yang menunjukkan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu daerah dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di daerah lain (Budiharsono, 2001). 2.10 Unit Penangkapan Ikan Monintja DR (1989), komponen utama dari perikanan tangkap adalah unit penangkapan ikan yang terdiri atas 1) perahu/kapal; 2) alat tangkap; 3) tenaga kerja/nelayan. 1) Kapal Mengacu Undang-undang Nomor. 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, disebutkan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu, alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Diniah (2008), kapal penangkap ikan merupakan satu unsur yang tak terpisahkan dalam kesatuan unit penangkapan ikan dengan alat tangkap dan nelayan. Kapal penangkap ikan beragam kontruksi dan ukurannya bergantung pada jenis alat tangkap yang dioperasikannya. Secara prinsip, ada perbedaan kontruksi dan penataan diatas kapal ikan dibandingkan dengan jenis kapal ikan. Kapal penangkapan ikan berguna sebagai sarana transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan, serta membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh. 2) Alat Tangkap Menurut Subani dan Barus (1989) banyaknya jenis-jenis ikan, udang dan biota laut lain dengan tingkah laku dan sifat-sifat yang berbeda-beda, jelas memerlukan alat penangkapan dan teknologi penangkapan yang berbeda-beda pula. Walaupun hal tersebut diakui bahwa sebagian dari jenis-jenis biota lain yang termasuk sasaran yang kadangkala secara kebetulan ikut tetangkap pula. Pengelompokan alat penangkap ikan sendiri dipertimbangkan berdasarkan statistik perikanan tangkap Indonesia menjadi sembilan kelompok antara lain:

17 1) Pukat tarik adalah alat tangkap yang terbuat dari bahan jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan dengan menyapu dasar perairan atau menyaring kolom air dan ditarik dengan kapal. Jenis-jenis pukat tarik antara lain: otter trawl, pukat tarik udang tunggal (stern shrimp trawl), pukat tarik udang ganda (double rigs shrimp), pukat tarik ikan (fish net) dan pukat tarik berbingkai (beam trawl); 2) Pukat kantong (seine net) adalah alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk berkantong dan dioperasikan dengan cara menyaring kolam air. Jenis-jenis pukat kantong antara lain payang, jaring lampara, dogol, cantrang; 3) Pukat cincin (purse seine) adalah alat penangkap ikan dari jaring yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk seperti mangkuk pada akhir proses penangkapan. Jenis-jenis pukat cincin antara lain pukat langgar, pukat langgar tanjung balai asahan, pukat senangin, gae, soma giob, soma jiopu, jaring giob daerah ambon, pukat cincin, pukat cincin cakalang; 4) Jaring insang (gillnet) adalah alat penangkap ikan dari jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama. Berdasarkan cara pengoperasiannya dikelompokan menjadi jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tetap (set gillnet). Jaring insang lingkar (encirling gillnet) dan jaring klitik (entangled gillnet). Berdasarkan kontruksinya dikelompokan menjadi jaring insang satu lapis, jaring insang dua lapis dan jaring insang tiga lapis (trammel net). Berdasarkan lokasi pengoperasiannya dikelompokan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang pertengahan (midwater gillnet) dan jaring insang dasar (bottom gillnet); 5) Jaring angkat (lift net) adalah alat penangkap dengan kontruksi tetap yang dioperasikan dengan cara diturunkan ke kolom perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan diatasnya. Jenis-jenis jaring angkat antara lain bagan rakit, bagan apung, bagan perahu;

18 6) Pancing (hook and lines) terdiri atas rawai horizontal (horizontal longline), vertikal longline (vertical longline), huhate (pole and line), pancing tonda (troll), pancing ulur (handline), pancing cumi-cumi (squid handline); 7) Perangkap dan penghadang (trap and barrier) adalah alat tangkap yang menjebak ikan untuk masuk ke dalam alat tangkap atau menghadang ruaya ikan agar ikan sasaran tertangkap. Jenis alat tangkap menurut Subani dan Barus (1989) dikelompokkan menjadi empat yaitu bubu, perangkap setengah lingkaran, sero dan perangkap pasang surut; 8) Alat penangkap ikan dengan penggiring menggiring ikan agar masuk ke dalam perangkap yang sudah dipasang. Jenis alat tangkap ini yaitu muroami dan somamalalugis; dan 9) Alat pengumpul yaitu pengumpul kerang dan rumput laut. 3) Nelayan Nelayan yang diklasifikasikan berdasarkan kegiatan atau waktu yang digunakan dalam melakukan operasi penangkapan ikan yaitu: 1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air; 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan/binatang air, disamping itu juga nelayan ini mempunyai pekerjaan lain; dan 3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan melakukan pekerjaan operasi penangkapan.