BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam plak melalui metabolisme anaerob dari karbohidrat. Pada waktu gula atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang dapat menyerang manusia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Empat Sehat atau dikenal dengan istilah Kuartet Nabati yang dijalankan oleh

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES GIGI ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN BAKTI/ TK ANNISA / TK AN-NIDA. 1) Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang utuh dari kesehatan

Fase pembentukan gigi ETIOLOGI Streptococcus mutans,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang difermentasikan. 1 Karies terjadi melalui proses demineralisasi jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam organik yang dibentuk oleh bakteri di dalam plak melalui metabolisme anaerob dari karbohidrat. Pada waktu gula atau karbohidrat lainnya dicerna/dimakan, terjadi penurunan ph plak yang disebabkan oleh asam organik. Hal ini akan meningkatkan daya larut kalsium hidroksiapatit pada jaringan keras gigi. 9 Proses karies didefinisikan sebagai larutnya mineral (demineralisasi) ketika ph plak berada di bawah nilai ph kritis yaitu 5,5, yang mana nilai kritis pelarutan enamel adalah 5-6 dan ph rata-rata adalah 5,5. Proses remineralisasi terjadi ketika ph plak naik. Karies dapat berkembang apabila proses demineralisasi dan remineralisasi tidak seimbang yaitu proses remineralisasi lebih singkat dibanding proses demineralisasi. 10 Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menyebabkan nyeri. 3 2.1.1 Faktor Etiologi Karies gigi disebabkan oleh faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm. 1 Karies

gigi adalah suatu penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu: faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, dan ditambah faktor waktu. Hal ini digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpangtindih (Gambar 1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai, dan waktu yang lama. 1,3,4 Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu 1 1. Faktor host atau tuan rumah Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia, dan kristalografi. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Di samping itu,

bentuk lengkung gigi yang tidak normal dengan adanya gigi berjejal akan membantu perkembangan karies gigi. Permukaan akar yang terbuka merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien yang mengalami resesi gingiva karena penyakit periodonsium. Tepi tumpatan yang tidak tepat juga dapat mempermudah perlekatan plak. 1,3,4 Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1%, dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. 1,4 2. Faktor substrat Substrat merupakan faktor penting dalam proses demineralisasi dan remineralisasi gigi. Sukrosa dimetabolisme menjadi asam oleh plak bakteri. ph yang rendah akan menyebabkan berkembangnya bakteri S. mutans, sebaliknya, konsumsi rendah karbohidrat dan tinggi kalsium akan meningkatkan proses remineralisasi. Sukrosa memudahkan S. mutans berkolonisasi pada permukaan gigi dan berkembang. 10 Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, faktor substrat dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang

banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang yang mengonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies. 1 Kecepatan pembentukan plak tergantung pada konsistensi, macam, dan keras lunaknya makanan. Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan mempunyai sedikit atau sama sekali tidak mempunyai efek membersihkan pada gigi geligi. 3 Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul rendah seperti sukrosa akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung sukrosa akan menurunkan ph plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke ph normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan ph plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi enamel. 3 Sintesis polisakarida ekstra sel sukrosa lebih cepat dibandingkan glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Oleh karena sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab utama karies. 3

Penumpukan plak pada konsumsi sukrosa disebabkan adanya pembentukan ekstraseluler matriks (dekstran) yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dengan bantuan S. mutans akan membentuk dekstran yaitu matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi. Fruktosa juga dipecah dengan bantuan mikroorganisme plak menjadi levan yang menjadi sumber bahan makanan mikroorganisme plak apabila kekurangan karbohidrat dalam mulut. 4 (Gambar 2). glukosa enzim glukosil transfer dekstran Sukrosa Mikroorga- nisme plak fruktosa enzim fruktosil transfer levan Gambar 2. Skema pembentukan dekstran dan levan 4 3. Faktor agen atau mikroorganisme Di dalam rongga mulut terdapat bakteri yang secara fisiologis normal. Bakteri utama sebagai penyebab terjadinya karies adalah S. mutans dan Laktobasillus. 1,3,4 Hal ini disebabkan karena bakteri tersebut berada dalam plak gigi yang memegang peranan penting dalam proses karies gigi. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. 1,4 Dalam

pembentukan plak tersebut, S. mutans memiliki peran utama karena bakteri ini memiliki sifat-sifat tertentu 4, yaitu: a. S. mutans memfermentasi berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga menurunkan ph. b. S. mutans membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis karbohirat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut jika karbohidrat eksogen kurang sehingga menghasilkan asam terus-menerus. c. S. mutans mempunyai kemampuan membentuk polisakarida ekstraseluler (dekstran) sehingga menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. d. S. mutans mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi. 4. Faktor waktu Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. 1 2.1.2 Faktor Risiko Faktor risiko karies adalah hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan

fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, serta faktor risiko demografi atau faktor modifikasi karies, seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi. 1,3,5 1. Pengalaman karies Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanennya. 1,5 2. Penggunaan fluor Berbagai macam konsep tentang mekanisme kerja fluor yang berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah gigi erupsi. 1,5 Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis. 1 3. Oral higiene Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. 1,5 Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Plak yang berada di daerah interdental dan sulit dibersihkan melalui penyikatan gigi dapat

disingkirkan dengan menggunakan pembersih interdental. Penyingkiran plak dapat juga dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur (oral rinse). 1 4. Jumlah bakteri Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun laktobasillus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak. 1,5 5. Saliva Saliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu: 3 a. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari permukaan rongga mulut. b. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH - dan F - ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi. c. Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat serta kandungan ammonia dan urea dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan ph yang terjadi saat bakteri plak sedang memetabolisme gula. d. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi seperti lisozyme, lactoperoxydase, dan lactoferrin mempunyai daya anti bakteri langsung terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya dapat berkurang.

e. Molekul immunoglobulin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat dalam kelenjar liur, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya karies. 6. Pola makan Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies. 1 7. Umur Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orangtua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar. 1

8. Jenis kelamin Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M (missing) yang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMF. 1,5 9. Sosial ekonomi Karies dijumpai lebih banyak pada kelompok sosial ekonomi rendah daripada kelompok sosial ekonomi tinggi. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan. 1,5 Menurut Tirthankar, pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. 1 2.1.3 Pemeriksaan Pengalaman Karies Gigi Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam.

Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks DMFT Klein dan indeks WHO. 1 Indeks DMFT Klein diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang), dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Rerata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi jumlah orang yang diperiksa. 1 2.2 Makanan Jajanan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jajan diartikan sebagai membeli makanan (nasi, kue, dsb.) di warung atau berjajan. Berjajan artinya membeli panganan dsb. di warung atau yang dijajakan orang, sedangkan jajanan diartikan sebagai panganan yang dijajakan atau kudapan. 11 Definisi pangan jajanan menurut Food and Agriculture Organization (FAO) adalah makanan dan minuman yang disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di pinggir jalan, tempat umum atau tempat lainnya, yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi/di rumah atau di tempat berjualan. Umumnya pangan jajanan merupakan pangan siap saji. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 mendefinisikan pangan siap saji sebagai makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar

tempat usaha atas dasar pesanan. 12 Dengan demikian, makanan yang disiapkan dan dihidangkan dalam rumah tidak termasuk makanan jajanan. Pada umumnya makanan jajanan terdiri atas: 13 1. Makanan berat, seperti hamburger, fried chicken, mie bakso, nasi goreng 2. Makanan ringan, seperti berbagai jenis kue kecil, basah, maupun kering 3. Makanan semi basah, seperti jenis bubur 4. Minuman Berdasarkan potensi menyebabkan karies, makanan dapat dibedakan atas, makanan berpotensi tinggi, sedang, rendah, tidak berpotensi menyebabkan karies, dan makanan yang mampu menghambat karies (Tabel 1). 14 Tabel 1. Jenis makanan berdasarkan potensi menyebabkan karies 14 Potensi Tinggi Sedang Rendah Tidak berpotensi Mampu menghambat karies Jenis makanan Buah kering, permen, kue, crackers, dan chips Jus buah, manisan, buah kalengan, minuman ringan, dan roti Sayur, buah, dan susu Daging, ikan, unggas, lemak, dan minyak Keju, xilitol, dan kacang. Pangan jajanan sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah dan umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak usia sekolah. Ada 2 (dua) kategori penjaja makanan di sekitar sekolah yaitu yang ditunjuk oleh sekolah (umumnya menyatu dengan kantin dan dikelola oleh koperasi sekolah) dan penjual makanan jajanan di sekitar sekolah. Jajanan anak sekolah tersebut sangat beragam jenisnya, dapat berupa makanan dan minuman. 12

2.3 Makanan Jajanan dan Pengalaman Karies Gigi Makanan jajanan yang dikonsumsi diantara makan pagi, siang, dan malam bersifat kondusif terhadap terjadinya karies gigi. Hal itu disebabkan karena kandungan karbohidratnya, khususnya sukrosa yang terkandung dalam jenis makanan. 15 Anak-anak cenderung lebih suka mengonsumsi makanan dan minuman manis. 7 Hasil penelitian Hadnyanawati menunjukkan bahwa siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jember lebih suka mengonsumsi jenis makanan manis seperti biskuit, permen coklat, permen biasa, dan permen karet. Sebaliknya, mereka kurang menyukai buah-buahan atau sayuran. Beliau juga melaporkan bahwa kelompok siswa yang lebih suka mengonsumsi jenis makanan manis memiliki skor DMFT yang lebih tinggi daripada siswa yang lebih suka mengonsumsi buah-buahan atau sayuran. 7 Hasil penelitian Akarslan dkk. menunjukkan bahwa skor DMFT bertambah dengan bertambahnya akumulasi plak, adanya kebiasaan jajan, dan penyikatan gigi yang tidak teratur. Jumlah sampel yang memiliki kebiasaan jajan sangat besar yaitu 76,9% dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Mereka memiliki skor DMFT yang lebih tinggi dibanding sampel yang tidak memiliki kebiasaan jajan. 8 Konsumsi sukrosa dalam jumlah besar ditemukan pada banyak daerah di dunia. Bukti adanya hubungan diet dengan karies terlihat dari keadaan karies masyarakat sebelum dan sesudah peningkatan ketersediaan gula. Salah satu contoh adalah keadaan karies penduduk Tristan da Cunha, suatu pulau karang terpencil di Atlantik Selatan. Pada tahun tiga puluhan, keadaan gigi masyarakatnya baik sekali,

oleh karena diet mereka hanya terdiri atas daging, ikan, kentang, dan sayuran lain, namun sejak tahun 1940 terjadi peningkatan konsumsi makanan impor bergula yang diikuti dengan peningkatan karies. 3 Diet sukrosa terbatas di beberapa negara selama perang dunia kedua diikuti dengan menurunnya prevalensi karies pada penduduknya. 3,9 Masyarakat yang hidup terpencil dengan diet tradisional (rendah sukrosa) memiliki level karies yang sangat rendah (meskipun diet tradisional kaya akan zat pati/starch). Sebaliknya, populasi yang mengalami perubahan pola diet menjadi kaya sukrosa mengalami peningkatan karies. Hal ini dilaporkan pada penduduk di Alaska, Etiopia, Ghana, Nigeria, Sudan, dan Tristan da Cunha. 9 Kekariogenikan sukrosa dipengaruhi oleh frekuensi, jumlah, bentuk, dan konsistensi sukrosa. 9,10 1. Frekuensi dan jumlah konsumsi sukrosa Frekuensi mengonsumsi gula dan jumlah gula yang dikonsumsi mempengaruhi timbulnya karies pada gigi seseorang. 9,10 Penelitian Vipeholm tentang hubungan prevalensi karies gigi dengan frekuensi konsumsi gula, menunjukkan perkembangan karies gigi rendah ketika konsumsi gula empat kali perhari pada jam makan. Demikian juga penelitian Holbrook dkk. pada anak-anak usia 5 tahun di Iceland menemukan dampak frekuensi konsumsi gula terhadap perkembangan karies pada anak-anak. Anak yang mengonsumsi gula empat kali atau lebih per hari atau anak yang jajan tiga kali atau lebih per hari menyebabkan skor karies meningkat. Anak-anak usia 5 tahun dengan asupan gula rata-rata 5,1 kali per hari memiliki tiga atau lebih lesi karies, sedangkan anak-anak yang asupan gulanya 2,1 kali per hari

memiliki lesi karies kurang dari tiga. Pada penelitian sebelumnya terhadap anak-anak usia 4 tahun di Iceland, Hollbrook menunjukkan peningkatan level karies saat gula dikonsumsi lebih dari 30 kali seminggu (kira-kira empat kali sehari). 9 Penelitian Holt pada anak-anak usia prasekolah di Inggris, menemukan deft lebih tinggi (1,69) pada anak-anak yang memakan snack dan minum minuman bergula empat kali atau lebih dalam sehari dibandingkan dengan mereka yang hanya mengonsumsi sekali sehari (1,01). Penelitian tersebut menunjukkan jika asupan gula kurang dari empat kali sehari, level karies akan menurun. 9 Penelitian pada hewan percobaan telah dilakukan untuk membuktikan hubungan antara jumlah gula yang dikonsumsi dengan pertumbuhan karies. Mikx dkk. menemukan hubungan konsentrasi gula pada makanan yang diberikan pada tikus dan insidens kariesnya. Hefti dan Schmid menyatakan karies semakin parah seiring dengan peningkatan konsentrasi sukrosa pada diet sampai 40%. 9 Penelitian yang dilakukan oleh Jamal dkk. menunjukkan adanya hubungan jumlah gula yang ditambahkan ke dalam minuman teh dan frekuensi konsumsi teh manis dengan pengalaman karies gigi pada anak-anak dan dewasa muda di Iraq. Jumlah pergelas konsumsi teh dan penambahan jumlah gula ke dalam teh memiliki hubungan yang positif dengan DMFT. Penelitian ini memberi pandangan bahwa frekuensi dan jumlah konsumsi gula penting dalam insidens karies gigi. Ismail dkk. juga menemukan hubungan yang kuat antara frekuensi konsumsi minuman bergula di antara jam makan dan jumlah gula yang dikonsumsi pada anak-anak di Amerika dengan risiko karies yang tinggi. Oleh karena itu, frekuensi dan jumlah konsumsi

gula dan makanan yang mengandung gula memiliki hubungan dengan insidens karies gigi. 9 2. Bentuk dan konsistensi fisik sukrosa Kekariogenikan suatu makanan bergula dihubungkan dengan retensinya pada permukaan gigi. 10 Bentuk makanan hasil fermentasi karbohidrat secara langsung mempengaruhi lamanya retensi dan kontak makanan pada gigi. 1 Lamanya sisa makanan berasam dalam mulut merupakan faktor penting dalam perkembangan karies. 17 Semakin lama komponen kariogenik berada dalam rongga mulut, semakin lama waktu produksi asam dan demineralisasi. 10 Makanan yang melekat erat pada permukaan gigi sulit dibersihkan dari mulut dan akan menyebabkan penurunan ph dalam waktu yang lama. 9 Beberapa penelitian melaporkan makanan yang dapat mencegah terjadinya karies gigi, yaitu: 1. Keju Keju dapat mencegah karies. 3,15-17 Penelitian ph plak menunjukkan bahwa keju yang ditambahkan dalam makanan bergula dapat mencegah penurunan ph plak. 3,9 Keju menstimulasi sekresi saliva dan menambah konsentrasi kalsium dalam plak. 9,16,17 Konsentrasi kalsium dalam plak mempengaruhi keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi enamel. Dengan adanya keju, ph plak dapat meningkat (terjadi proses remineralisasi). 3,16 Penelitian epidemiologi melaporkan bahwa konsumsi keju lebih tinggi pada anak yang bebas karies selama lebih 2 tahun dibandingkan anak yang mengalami karies. Gedalia dkk. pada test uji klinik kontrol mendemonstrasikan konsumsi 5g potongan keju keras tiap hari, termasuk makan

pagi, selama 2 tahun menunjukkan adanya pengurangan perkembangan karies yang signifikan. 9 2. Susu Susu formula yang mengandung laktosa, kalsium, fosfor, dan kasein dapat menghambat karies. 9,15,17 Komposisi susu formula tersebut dapat meningkatkan ph plak sehingga memudahkan terjadinya remineralisasi. 17 Beberapa bukti penelitian yang dilakukan percobaan pada hewan menunjukkan bahwa susu sapi yang ditambahkan ke dalam diet kariogenik dapat menurunkan terjadinya karies. Rugg- Gun menemukan hubungan negatif antara konsumsi susu sapi dengan peningkatan insidens karies pada penelitiannya yang dilakukan pada anak remaja di Inggris. 9 3. Makanan yang berserat, kacang-kacangan, dan permen karet Makanan yang berserat, kacang-kacangan, dan permen karet bersifat sebagai pelindung gigi terhadap karies karena makanan ini menstimulasi sekresi saliva. 9,17 Sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair bersifat membersihkan karena harus dikunyah sehingga dapat merangsang sekresi saliva. Kacang-kacangan mengandung fosfat sehingga dapat mengahambat karies. 9,15 Konsumsi permen karet dapat merangsang sekresi saliva dan meningkatkan kecepatan aliran saliva. 7 Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi buah tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan karies gigi. Penelitian epidemiologi lainnya tentang kebiasaan makan buah melaporkan bahwa buah bersifat kariogenik rendah. Savara dan Suher dalam penelitiannya pada anak-anak di US menemukan tidak ada hubungan antara pengalaman karies gigi dengan frekuensi mengonsumsi buah. 9