10 BAB II KAJIAN TEORI A. Emotion-Focused Coping Pada Pendidik Anak Berkebutuhan Khusus di SMPLB 1. Pengertian Emotion-Focused Coping Teknik strategi coping berasal dari kata cope yang memiliki arti menghadapi, mengatasi, atau menanggulangi. Pengertian dalam terjemahan Bahasa Indonesia belum diberikan penamaan yang secara resmi, sehingga dalam berbagai penelitian masih menggunakan kata asli. Menurut Lazarus dan Folkman (Smet, 1994) mengartikan coping sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh seorang individu dalam mencoba untuk mengatur atau mengendalikan jarak antara tuntutantuntutan (baik itu berasal dari luar individu atau lingkungan sekitar) dengan menggunakan sumber daya yang ada di sekitarnya dalam menghadapi situasi stressful. Aldwin dan Rervenson (1997) mengatakan bahwa teknik coping adalah metode yang dilakukan oleh setiap individu dalam mengatasi situasi atau masalah yang dihadapi dan dipandang sebagai sebuah hambatan, tantangan yang menyakitkan, atau ancaman yang memberikan dampak negatif pada diri. Strategi coping dimaknakan sebagai sebuah konsep yang tidak dapat dipastikan dalam satu hal yang pasti. Setiap penggunaan coping yang dilakukan oleh seorang individu berbeda-beda dengan didasarkan situasi serta bentuk penggunaan yang mereka terapkan. Lazarus dan Folkman (Rustiana, 2003) mengatakan bahwa teknik coping terdiri dari strategi yang bersifat kognitif dan
11 behavioral. Bentuk salah satu teknik coping dalam penyelesaian yang bersifat kognitif adalah Emotion-Focused Coping. Teknik Emotion-Focused Coping adalah bentuk coping yang berfokus pada pengelolaan stres dalam diri individu. Memberikan dukungan dalam penyelesaian masalah pada diri individu dengan memahami sumber permasalahan yang disertai penggunaan ekspresi emosional untuk menekan sumber kondisi negatif dari dalam diri atau sumber permasalahan. Menurut Lazarus dan Folkman (1985) mengatakan bahwa Emotion-Focused Coping adalah bentuk strategi untuk meredakan emosi individu yang muncul akibat pengaruh dari sumber permasalahan atau kondisi yang menimbulkan pengaruh negatif, tanpa harus mengubah kondisi yang menjadi sumber permasalahan individu secara langsung. Teknik Emotion-Focused Coping juga memberikan dukungan pada diri individu untuk menilai suatu kondisi permasalahan atau permasalahan dari sudut pandang yang bersifat positif dalam setiap pengaruh yang ditimbulkan. Sedangkan menurut ahli lain, yaitu Sarafino (1998) mengatakan bahwa teknik Emotion-Focused Coping merupakan teknik yang mengendalikan reaksi emosional pada diri individu dari sebuah kondisi atau situasi yang menimbulkan dampak negatif. Individu dapat mengendalikan respons-respons emosional yang muncul dengan beberapa cara, yaitu mencari dukungan emosi dari sahabat atau teman, atau dengan melakukan kegiatan yang disukai. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik Emotion-Focused Coping adalah bentuk strategi penyelesaian masalah yang memberikan dukungan pada diri individu ketika menghadapi kondisi atau situasi yang menimbulkan pengaruh negatif dengan
12 mengendalikan setiap respons emosi dalam diri individu sehingga pengaruh yang diterima tidak terlalu besar. Penggunaan teknik Emotion-Focused Coping memberikan pertolongan pada individu untuk menghindari penerimaan dampak negatif dari permasalahan dengan mengalihkan perhatian kognitif seperti memberikan sebuah penilaian yang positif pada sumber permasalahan, mengabaikan, atau menghindari permasalahan yang menjadi penyebab tekanan pada emosinya itu meskipun hanya sementara saja (Folkman dan Lazarus, 1985). Situasi pendidik yang memberikan sedikit kendali terhadap sumber kondisi permasalahan serta mencoba untuk menerima damak yang berkelanjutan, maka penggunaan Emotion-Focused Coping itu sendiri akan membantu pendidik dalam menghadapi atau menyelesaikan permasalahannya dengan memberikan penilaian berdasarkan sudut pandang atau mengabaikan permasalahan seolah tak terjadi apapun pada dirinya. Stebbin (2003) mengatakan penyelesaian masalah yang memberikan sedikit kendali dalam kondisi permasalahan serta cara penyelesaian terhadap sumber sangat minim, maka teknik yang dianjurkan penggunaannya adalah Emotion-Focused Coping. Berdasarkan sisi pandang pendidik, tidak semua permasalahan yang ada dapat ditemukan solusi penyelesaiannya. Pada beberapa situasi serta kondisi tertentu pendidik harus menghadapi permasalahan yang terjadi tanpa solusi sama sekali, karena sumber permasalahan tersebut memang tidak mungkin untuk dihilangkan. Teknik Emotion-Focused Coping yang diterapkan oleh pendidik sendiri akan memberikan dampak negatif yang minim, karena penggunaan yang dilakukan pendidik adalah mengurangi resiko permasalahan yang dihadapi menjadi lebih
13 sedikit tanpa harus menimbulkan beban lanjutan terhadap permasalahan yang telah dihadapi sebelumnya. Istono (2002) mengatakan bahwa fungi teknik Emotion- Focused Coping difokuskan untuk meredakan gejolak emosi pada diri seorang individu yang tercipta karena pengaruh dari stressor dalam dirinya yang tercipta akibat permasalahan atau tekanan tanpa harus mengubah atau mencari solusi pasti sumber permasalahan tersebut. Selama penerapannya, teknik Emotion-Focused Coping dibagi menjadi dua cara dalam penerapan fungsinya yang terjadi selama proses pelaksanaannya (Lazarus dan Folkman (2004) yaitu: a. Adaptif adalah bentuk coping yang memberikan dukungan berupa penerapan, perkembangan, pembelajaran, dan pencapaian sebuah tujuan. Misalnya berkomunikasi antar sesama, merelaksasikan diri, menilai atau mengambil sebuah kesimpulan. b. Maladaptif adalah bentuk coping yang memberikan efek sebaliknya dari penerapan sebelumnya, yaitu penerapan, pembelajaran, dan pencapaian sebuah tujuan, karena lebih cenderung dalam menghambat, menurunkan otonomi. Misalnya makan yang berlebihan atau sama sekali tidak makan, melakukan aktivitas dengan tidak teratur, serta lebih bayak berdiam diri. Setiap fungsi memberikan pengaruh tersendiri dalam penerapannya yang bisa menciptakan efek positif atau negatif didasarkan oleh keinginan individu dalam memilih penerapannya yang menurut dirinya memberikan pengaruh yang cocok. Penggunaan yang lebih adaptif dalam menghadapi permasalahan lebih banyak digunakan oleh pendidik, karena fungsi serta penerapannya yang tidak menimbulkan atau membuat munculnya pengaruh buruk pada kondisi fisik atau
14 mental pendidik. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik Emotion-Focused Coping yang ada pada diri pendidik mencerminkan cara penyelesaian masalah yang sesuai pada situasi serta kondisi yang lebih menuntut dalam kesabaran dalam keseharian pendidik. Di sisi lain, setiap penggunaan teknik Emotion-Focused Coping didasarkan oleh aspek-aspek yang telah ditentukan dalam pelaksanaannya agar setiap penyelesaian masalah tersebut mengarah pada penggunaan coping kognitif. Penggunaan teknik Emotion-Focused Coping menunjukkan pengendalian situasi dalam diri yang dihadapkan oleh permasalahan yang telah terjadi atau sebelumnya. Pendidik yang bertugas di sekolah berkebutuhan khusus juga pendidik yang seperti umumnya sehingga mereka merasakan permasalahan baik itu sebelum berangkat ke sekolah atau ketika berada di sekolah, pengaruh telah ditimbulkan saat kejadian tersebut dirasakan atau dialami oleh pendidik dan akan meninggalkan beban berupa pengaruh negatif pada diri pendidik. 2. Aspek-aspek Emotion-Focused Coping Folkman dan Lazarus (1984) mengidentifikasi beberapa aspek Emotion- Focused Coping yang didapatkannya berdasarkan dari hasil penelitiannya. Aspekaspek tersebut adalah: a. Mencari dukungan sosial (Seeking social support), yaitu mencoba untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan bantuan atau dukungan secara emosional pada seorang individu yang menghadapi suatu kondisi permasalahan yang tidak dapat dia selesaikan sendiri adu individu tersebut
15 membutuhkan perhatian dari orang lain yang menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi tidak terjadi pada dirinya seorang. b. Mengabaikan (Distancing), yaitu sebuah upaya melakukan upaya kognitif yang bertujuan untuk melepaskan diri dari permasalahan dengan mencoba tidak memberikan perhatian utama seolah-olah kejadian tersebut tidak pernah terjadi atau tidak ada sama sekali. c. Penghindaran (Escape avoidance), yaitu upaya seorang individu untuk terlepas dari permasalahan atau kondisi yang tidak menyenangkan dengan memberikan gambaran atau membayangkan bahwa kejadian atau permasalahan yang dihadapinya tidaklah memberikan suatu hal yang buruk atau malah hal itu memberikan perasaan yang menyenangkan. d. Pengendalian diri (Self-control), yaitu sebuah upaya seorang individu untuk tidak mengambil tindakan atau perilaku-perilaku yang dapat menciptakan pengaruh negatif yang berkelanjutan pada diri individu tersebut, dan mencoba untuk terus menghadapi kondisi yang di alami. e. Menerima keadaan (Accepting responsibility), yaitu tindakan yang berupaya untuk terus menghadapi atau menerima situasi atau kondisi permasalahan sambil mencari solusi penyelesaian agar terlpeas dari situasi atau kondisi permasalahan tersebut. f. Penilaian secara positif (Positive reappraisal), seorang individu akan memberikan sebuah pandangan atau kesimpulan yang bersifat positif pada sumber permasalahan atau situasi yang dihadapi terkadang dengan
16 memberikan pengaruh dari agama atau mendekatkan diri pada sang Pencipta. Sedangkan aspek-aspek Emotion-Focused Coping berdasarkan pernyataan Aldwin dan Revenson (Bukit, 1999) mengatakan bahwa Emotion-Focused Coping terdiri dari empat aspek yang mempengaruhi tujuan fungsinya, yaitu: a. Penghindaran dari masalah (Escapism), yaitu perilaku yang dimunculkan dengan tujuan menghindari permasalahan yang dihadapi dengan melakukan hal lain yang membantu untuk melupakan permasalahan yang dihadapi individu dengan membayangkan kalau seandainya indvidu tersebut sedang berada dalam kondisi yang menyenangkan baginya, seperti menghindari masalah dengan makan ataupun tidur; bisa juga dengan merokok ataupun meneguk minuman keras. b. Mengurangi beban masalah, yaitu tindakan menghindari masalah dengan menilai bahwa permasalahan yang sedang di alami bukanlah permasalahan berat dan menilai kalau permasalahan tersebut tidak menekan kondisi pikirannya. Sebuah pernyataan yang diungkapkan dalam diri individu tersebut bahwa permasalahan yang ada sedang dia hadapi tidaklah ada, atau dengan mencoba mengabaikan permasalahan tersebut seolah-olah kalau permasalahan tersebut tidak pernah terjadi sama sekali. c. Menyalahkan diri sendiri (Self Blame), yaitu dengan cara menyalahkan diri sendiri atau menghukum diri secara berlebihan sambil menyesali tentang apa yang telah terjadi, dan mencoba menyelesaikan permasalahan yang telah terjadi pada diri individu tersebut.
17 d. Pencarian makna (Seeking Meaning), yaitu suatu proses di mana individu mencari arti dari kegagalan yang dialami bagi dirinya sendiri dan mencoba mencari unsur-unsur bagian yang menurutnya penting dalam hidupnya. Individu mencoba mencari arti nilai atau pelajaran yang bisa dipetik dari masalah yang telah dan sedang dihadapinya. Mencoba mengambil makna atau penilaian yang penting bagi diri individu dari permasalahan yang dia hadapi, dan beranggapan bahwa nilai atas kejadian yang di alaminya ada sisi positif-nya. Berdasarkan uraian di atas, maka aspek Emotion-Focused Coping yang digunakan pada penelitian ini adalah aspek-aspek yang diungkapkan oleh Folkman dan Lazarus (1984) dalam penelitiannya yang menyusun aspek-aspek tersebut menjadi enam bagian terdiri dari; Mencari dukungan sosial (Seeking social support), Mengabaikan (Distancing), Penghindaran (Escape avoidance), Pengendalian diri (Self-control), Menerima keadaan (Accepting responsibility), Penilaian secara positif (Positive reappraisal). Pengambilan keputusan untuk menggunakan aspekaspek dalam penelitian ini, dinilai berdasarkan kesamaan setiap unsur aspek-aspek yang ada di setiap pernyataan dari Aldwin dan Revenson (Bukit, 1999), dengan kesamaan yang berada di dalam setiap aspek, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan aspek dari Folkman dan Lazarus (1984) serta penggunaan aspekaspek yang telah ada dapat mengetahui lebih luas penggunaan Emotion-Focused Coping pada pendidik sekolah berkebutuhan khusus yang dilakukan dalam penelitian ini.
18 3. Faktor-faktor Emotion-Focused Coping Hapsari, Karyani & Taufik (2002) mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan Emotion-Focused Coping, yaitu: a. Usia, penggunaan Emotion-Focused Coping lebih sering digunakan oleh kalangan individu yang berasal dari usia yang tidaklah lagi muda atau lebih tua yang menganggap bahwa diri individu tersebut tidak lagi memberikan bantuan yang tepat dan kuat dalam melakukan perubahan atau perkembangan dari situasi atau kondisi yang menekan, dan lebih cenderung untuk mengendalikan emosi daripada mencari solusi permasalahan. b. Jenis kelamin, perempuan lebih lemah dalam pemecahan masalah yang lebih melibatkan tindakan atau perlakuan dan lebih cenderung dalam penggunaan emosi dalam mengatasi atau menghadapi situasi yang menekan. c. Kepribadian, pada kalangan individu yang memiliki tingkat kesehatan mental yang lemah atau tidak stabil, cenderung kurang efektif dalam penggunaan strategi pemecahan masalah atau pengendalian diri yang memberikan tekanan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik Emotion-Focused Coping pada individu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukung penggunaan tersebut dalam melakukan penyelesaian masalah atau menghadapi tekanan negatif dalam diri, terutama dalam kalangan pendidik perempuan yang lebih mengandalkan emosi daripada tindakan di kalangan pria.
19 4. Sumber Coping Pergament (1997) mengatakan terdapat beberapa faktor-faktor yang menjadi sumber coping yang memiliki pengaruh terhadap penggunaan teknik coping. Sumber coping itu sendiri antara lain sebagai berikut: a. Materi (Makanan, uang) Sumber daya berupa makanan dan uang merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh setiap individu dalam memenuhi kebutuhan dalam kehidupan. Makanan dan uang membantu seseorang untuk tidak merasakan rasa lapar atau bisa memberikan perasaan tenang karena mengalihkan perhatian dengan sesuatu yang dia suka. Sumber materi memberikan kemudahan bagi seorang individu dalam mencari solusi bantuan yang cepat dan pasti. b. Fisik (Vitalitas dan Kesehatan); Sumber daya yang berasal dari Vitalitas dan kesehatan ha yang penting bagi individu dalam membantu menyelesaikan permasalahan atau menghadapinya. Apabila seorang individu memiliki vitalitas atau kesehatan yang lemah, individu tersebut tidak akan mampu mencari solusi atau melakukan tindakan yang membantu menyelesaikan permasalahannya dan kondisi tersebut dapat memperburuk keadaan kesehatannya. c. Psikologis (Kemampuan Mengontrol Emosi); Menjaga atau mengendalikan emosi adalah yang penting bagi individu untuk menghadapi kondisi atau situasi yang tidak mengenakkan, apabila seorang individu tidak dapat mengendalikan atau menjaga emosinya
20 maka ada kemungkinan individu tersebut melakukan hal yang dapat memperburuk keadaan karena setiap tindakan yang dipengaruhi emosi tidak memberikan penyelesaian. d. Dukungan Sosial (Melakukan Komunikasi dengan Lingkungan Sekitar) Menjalin komunikasi dalam lingkungan sosial adalah kebutuhan terpenting seorang individu, dengan saling menjalin komunikasi dengan lingkungan sekitar akan memberikan dukungan dan kepercayaan dengan setiap individu yang ada di sekitar. Kepercayaan yang terjalin dari komunikasi dengan lingkungan sekitar juga memberikan dukungan untuk meminta bantuan kepada orang lain ketika menghadapi situasi atau kondisi yang tidak memungkinkan atau tidak mengenakkan. e. Spiritual (Kedekatan dengan sang Pencipta-Nya). Keyakinan dengan sang Pencipta-Nya merupakan hal yang dimiliki oleh setiap individu, bagi individu yang memiliki keyakinan atau kepercayaan yang kuat akan lebih memilih untuk melakukan tindakan berupa ibadah atau mendekatkan diri dengan sang Pencipta-Nya. Individu yang memiliki keyakinan atau kepercayaan dekat dengan Pencipta-Nya juga menghubungkan bahwa setiap permasalahan yang dihadapi adalah pemberian sang Pencipta-Nya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sumber daya coping yang ada memberikan dukungan pada pendidik dalam penggunaan teknik Emotion-Focused Coping ketika menghadapi situasi atau mengendalikan beban negatif yang ada dalam diri agar tidak menimbulkan beban yang lebih besar. Juga,
21 sumber daya memberikan pengaruh dalam mencapai keputusan yang membantu pendidik dalam mengambil kesimpulan atau solusi penyelesaian permasalahan. B. Emotion-Focused Coping pada Pendidik Berkebutuhan Khusus di SMPLB Pendidik sekolah berkebutuhan khusus adalah profesi yang bertugas untuk memberikan pendidikan pada anak yang memiliki kekurangan serta keterbatasan baik secara fisik atau mental. Anak kebutuhan khusus adalah anak yang terlahir dengan kekurangan dalam dirinya dan membutuhkan perhatian khusus dari orang sekitarnya. Menurut Kirk, Heward, dan Orlansky (Efendi, 2006) Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki kelainan dari kondisi anak normal, baik dalam hal fisik, mental, maupun perilaku sosialnya. Keterbatasan serta kelainan pada kondisi anak didik, mengharuskan pendidik melaksanakan cara pembelajaran yang berbeda dari sekolah umum, setiap pembelajaran yang dilakukan memfokuskan pada pendekatan dalam berkomunikasi dibandingkan dengan perlakuan seperti anak didik normal. Meskipun terdapat perbedaan dalam berbagai aspek-aspek pekerjaan antara pendidikan berkebutuhan khusus dengan pendidikan umum, pendidik yang bertugas tetaplah individu yang kepribadian normal seperti pendidik normal lainnya. Permasalahan yang dihadapi oleh pendidik tidak hanya dari keterbatasan yang ada dalam diri anak didiknya, tetapi juga berasal dari lingkungan pekerjaan pendidik itu sendiri. Terdapatnya ketidakseimbangan dalam pengajaran di dalam kelas akibat kekurangan tenaga pengajar, membuat pendidik harus memberikan pembelajaran dengan jumlah anak didik yang di atas standar umumnya. Kondisi ini
22 menciptakan tekanan permasalahan dalam diri pendidik yang menghadapi banyaknya anak didik harus diberikan pembelajaran. Kepribadian yang berbedabeda antar setiap anak didik mengharuskan pendidik untuk memahami secara keseluruhan setiap perilaku anak didiknya. Keterbatasan pada anak didik bukan berasal dari kehendak anak didik itu sendiri, ketidaktahuan tentang kondisi yang terjadi pada diri anak didik membuat pendidik hanya bisa menerima kejadian yang ada tanpa bisa berbuat apapun. Akibat kekurangan inilah para pendidik sekolah khusus dalam melakukan penyelesaian masalah lebih memilih untuk menerima keadaan serta kondisi dari permasalahan yang terjadi dengan anak didiknya. Penyelesaian masalah merupakan tindakan yang muncul secara alami dari respons dalam diri individu ketika menghadapi permasalahan yang memunculkan berbagai tindakan-tindakan tertentu agar dapat mengembalikan kondisi beban yang diterima. Respons-respons inilah yang dikatakan sebagai teknik coping. Teknik coping yang berfokus pada penerimaan masalah dan melakukan tindakan yang bersifat pengurangan dampak negatif suatu permasalahan, yaitu Emotion-Focused Coping. Teknik Emotion-Focused Coping memberikan pertolongan pada individu untuk menghindari penerimaan dampak negatif dari sumber permasalahan dengan mengalihkan perhatian secara kognitif pada penyebab tekanan emosi meskipun hanya sementara saja (Folkman dan Lazarus, 1985). Situasi serta kondisi pekerjaan pendidik yang bertugas mendidik anak berkebutuhan khusus menjadi dukungan untuk menggunakan teknik coping yang berfokus pada pengalihan saat menghadapi situasi yang tidak mengenakkan bagi diri pendidik, terlebih lagi pendidik harus mengembalikan kondisi menjadi normal dengan waktu yang cepat. Pemecahan
23 masalah yang tidak selesai akan meninggalkan ingatan pada pendidik, kemudian hal itu akan menjadi beban bagi pendidik untuk segera mencari solusi sebelum menghadapi permasalahan yang lainnya. Dampak negatif yang tercipta akan mempengaruhi berbagai kegiatan pendidik baik di rumah atau sekolah, dan menghambat berbagai kegiatan yang lain terutama berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang akan menjadi lebih sedikit karena terfokus pada pencarian solusi. C. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian adalah: 1. Bagaimana gambaran penggunaan Emotion-Focused Coping pada pendidik anak berkebutuhan khusus di sekolah menengah pertama luar biasa? 2. Sub Question a) Bagaimana pandangan para pendidik terhadap perilaku dari para anak didiknya? b) Bagaimana cara pendidik dalam menyikapi perilaku yang dilakukan oleh para anak didiknya? c) Hal-hal apa saja yang dilakukan oleh pendidik dalam menghadapi atau mengatasi permasalahan yang berasal dari perilaku anak didiknya? d) Bagaimana cara pendidik menyikapi situasi persoalan ketika menghadapi perlakuan tak terduga para anak didiknya pada diri pendidik?
24 e) Bagaimana tindakan pendidik dalam menyikapi suasana lingkungan sekolah agar tidak membebani kondisi mereka? f) Hal apa yang dilakukan pendidik untuk melupakan atau meredakan tekanan stres atau kejenuhan yang timbul dalam dirinya di lingkungan sekolah? g) Tindakan apa yang diambil oleh pendidik ketika mereka menghadapi situasi yang menurut mereka akan membebani diri mereka saat bertugas?