BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Koping. Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan menggunakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Koping. Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan menggunakan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Koping 1. Definisi Strategi Koping Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan stres yang sedang diderita atau dihadapi. Ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini membuat invidu menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu demi mengurangi stres. Usaha yang dilakukan oleh individu tersebut disebut dengan koping. Koping adalah suatu proses di mana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan (demands) dan pendapatan (resources) yang dinilai dalam suatu kejadian maupun keadaan yang penuh tekanan (Hawari, 2006). Menurut Taylor (2009), koping adalah kecenderungan umum yang digunakan individu untuk menangani peristiwa stres dengan cara-cara tertentu. Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994) menjelaskan bahwa individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan baik tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan dengan sumber-sumber daya yang digunakan dalam menghadapi situasi menekan. Hal ini serupa dengan penjelasan Sarafino (2012) yang menjelaskan bahwa koping adalah suatu proses individu mencoba untuk mengelola perbedaan yang dirasakan antara tuntutan dan sumber daya yang mereka nilai dalam situasi stres. Lazarus dan Folkman (dalam Maryam, 2009) mengatakan dalam embangun perilaku koping diperlukan sumberdaya koping baik yang bersifat fisik maupun non 17

2 18 fisik. Sumberdaya koping cenderung bersifat subjektif sehingga perilaku koping dapat bervariasi pada setiap orang. Cara seseorang melakukan strategi koping didasarkan pada sumberdaya yang dimiliki. Adapun sumberdaya koping yang begitu penting adalah dukungan sosial. Dukungan sosial meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diperoleh atau diberikan oleh orangtua, saudara atau anggota keluarga lain, teman, dan lingkungan masyarakat sekitar. Dengan adanya dukungan sosial, maka individu akan semakin mampu dan yakin dalam memecahkan masalah yang dihadapi serta dapat membantu individu dalam melakukan koping yang tepat. Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 2009) menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses koping. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi individu sebelum akhirnya menentukan cara merespon masalah dan strategi koping yang akan dipilih antara lain sumber kemampuan yang dimiliki individu seperti uang dan waktu, dukungan sosial yang diperoleh, serta ada atau tidaknya stresor lain dalam kehidupan, seperti peristiwa yang mempengaruhi kehidupan atau masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Cara koping yang berbeda antara individu satu dengan individu lain dan faktor kepribadian dapat pula mempengaruhi individu dalam memberikan respon koping dan memilih strategi koping. Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 2009) melanjutkan bahwa kejadian yang menimbulkan stres serta tahapan-tahapannya dan cara individu melakukan antisipasi juga akan turut mempengaruhi individu terutama dalam memberikan penilaian dan interpretasi terhadap stresor yang dirasakan. Setelah memberikan penilaian dan interpretasi, kemudian individu akan memberikan respon dan memilih strategi koping yang paling sesuai, misalnya dengan mencari informasi, melakukan aksi langsung, dan mencari dukungan dari orang lain. Setelah memberikan respon dan memilih strategi

3 19 koping, individu akan melakukan tugas-tugas koping yang berguna untuk mengurangi kondisi lingkungan yang dirasakan mengancam sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan yang terjadi. Dari tugas-tugas koping yang dilakukan individu, maka akan muncul sebuah hasil koping (coping outcomes), misalnya pulihnya fungsi psikologis sehingga mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Dari penjelasan mengenai strategi koping di atas, dapat dikatakan bahwa strategi koping adalah sebuah cara atau proses yang dilakukan individu untuk mengelola perbedaan antara yang dirasakan dengan tuntutan lingkungan atau situasi yang mengancam. 2. Jenis-jenis Strategi Koping Lazarus dan Folkman (1984) secara umum membedakan bentuk strategi koping ke dalam dua klasifikasi, yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Carver, Weintraub, dan Scheier (dalam Maryam, 2009) menjelaskan bahwa problem focused coping digunakan untuk mengontrol hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungan yang berorientasi pada pemecahan masalah, pembuatan keputusan maupun dengan menggunakan tindakan langsung serta strategi penyelesaian. Pada emotional focused coping, tekanan emosional yang dialami individu dikurangi atau diminimalkan tanpa mengubah kondisi objektif dari peristiwa yang terjadi. Reaksi dari tekanan emosional tersebut dapat berupa upaya menghindari, meminimalkan tekanan, membuat jarak, memberi perhatian pada hal tertentu saja (selektif) atau memberi makna positif terhadap situasi negatif. Selain itu, dapat pula berupa usaha untuk mencari halhal terbaik dari masalah yang dihadapi, memperoleh simpati dan pengertian dari orang lain, atau dengan cara mencoba untuk melupakan peristiwa (Lazarus & Folkman, 1984).

4 20 a. Problem focused coping Problem focused coping adalah bentuk koping yang cenderung diarahkan dalam upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan, dalam arti koping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika individu percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah (Sarafino, 2006). Problem focused coping memungkinkan individu membuat rencana dan tindakan lebih lanjut serta berusaha menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi untuk memperoleh apa yang telah direncanakan dan diinginkan sebelumnya. Problem focused coping digunakan untuk mengontrol hal yang terjadi antara individu dengan lingkungan melalui pemecahan masalah, pembuatan keputusan, dan tindakan langsung. Problem focused coping juga dapat berupa pembuatan rencana tindakan, melaksanakan, dan mempertahankan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Dalam mengatasi permasalahan, individu yang menggunakan problem focused coping akan berpikir logis dan berusaha memecahkan permasalahan dengan positif (Lazarus & Folkman, 1984). Penelitian yang dilakukan oleh Rotondo, Carlson, dan Kincaid (2003) menunjukkan hasil bahwa problem focused coping sebagai cara yang efektif untuk mengelola masalah dalam peran kerja dan keluarga. Langkah-langkah penting yang diambil untuk memenuhi tanggung jawab di rumah dan di pekerjaan secara efisien akan dapat membantu para individu untuk memiliki banyak waktu dalam keterlibatan di kedua peran, yaitu peran keluarga dan peran kerja. Studi lain yang dilakukan oleh Cucuani (2013) menemukan hasil bahwa perempuan bekerja cenderung menggunakan problem focus coping dalam menghadapi konflik peran ganda. Perempuan bekerja melakukan problem focus coping dalam menghadapi konflik peran ganda dengan cara seperti

5 21 melakukan manajemen waktu, berolahraga agar fisik selalu sehat untuk dapat menghadapi konflik serta melakukan kontrol diri agar terhindar dari stressor. Dari uraian pendapat beberapa ahli di atas, dapat dikatakan bahwa problem focused coping adalah bentuk koping yang digunakan individu dalam menghadapi situasi yang menekan dengan cara mempelajari keterampilan-keterampilan baru, melakukan perencanaan tindakan, membuat keputusan yang baik serta tindakan langsung untuk mendapatkan hasil yang positif. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), pengklasifikasian bentuk perilaku koping yang berorientasi pada problem focused coping yaitu: 1. Confrontative coping Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap sumber tekanan dengan cara melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku walaupun terkadang mengalami resiko yang cukup besar. 2. Planfull problem solving Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan. 3. Seeking social support Suatu cara yang dilakukan individu dalam menghadapi masalah dengan cara mencari dukungan pada keluarga atau lingkungan sekitar, dapat berupa informasi, bantuan nyata, simpati, maupun perhatian. Carver (dalam Taylor, 2009) menjelaskan dimensi-dimensi dari problem focused coping, yaitu:

6 22 1. Active coping Individu menggunakan langkah-langkah untuk mencoba menghilangkan stresor atau memperbaiki akibat yang ditimbulkan dari stresor. Yang termasuk dalam active coping adalah memulai tindakan langsung, meningkatkan usaha-usaha untuk menghadapi masalah, dan berusaha melalukan upaya mengatasi masalah secara bertahap. 2. Planning Berpikir mengenai cara menghadapi stresor. Planning atau peencanaan meliputi mengajukan strategi tindakan, berpikir mengenai langkah yang harus diambil, dan bagaimana memilih cara terbaik dalam mengatasi masalah. 3. Using instrumental support Individu mencari dukungan sosial karena alasan instrumental, antara lain dengan mencari nasehat, bantuan, maupun informasi guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. 4. Behavioral disengagement Individu mengurangi usaha dalam menghadapi situasi yang menimbulkan stres bahkan menyerah atau tidak melakukan apapun terhadap sumber stres tersebut. Perilaku behavioral disengagement muncul pada seseorang yang merasa bahwa apapun yang dilakukan tidak akan menimbulkan hasil atau sering disebut Helplessness. Perilaku koping yang berorientasi pada problem focused coping dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dari Lazarus dan Folkman (1984), yaitu confrontative coping, planfull problem solving, dan seeking social support.

7 23 b. Emotion focused coping Emotion focused coping adalah bentuk koping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosional dengan pendekatan behavioral dan kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah mencari dukungan emosional dari teman teman dan mengikuti berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan. Dalam pendekatan kognitif, individu melakukan pendefinisian terhadap situasi yang menekan seperti membuat perbandingan dengan individu lain yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari masalah. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang menekan (Sarafino, 2006). Emotion focused coping merupakan strategi untuk meredakan emosi individu yang ditimbulkan oleh stressor atau sumber stres tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber stres secara langsung. Emotion focused coping dapat dikatakan pula sebagai upaya untuk mengurangi atau mengatur ketidaknyamanan emosi yang berhubungan atau diakibatkan oleh suatu situasi. Emotion focused coping memungkinkan individu mencoba melihat sisi kebaikan dari sesuatu yang terjadi, mengharapkan simpati dan pengertian dari orang lain atau mencoba melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang menekan emosinya. Individu belajar mencoba dan mengambil hikmah atau nilai dari segala usaha yang telah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai latihan pertimbangan untuk menyelesaikan masalah berikutnya (Lazarus & Folkman, 1984). Hasil penelitian yang dilakukan Khoiroh (2011) menjelaskan bahwa individu yang menggunakan emotion focused

8 24 coping dalam penyelesaian masalah cenderung menunjukkan perilaku dengan lebih mengutamakan introspeksi diri daripada sibuk menyalahkan orang lain dan memandang positif masyarakat atau lingkungan di sekitar. Dari uraian pendapat beberapa tokoh di atas, dapat dikatakan bahwa emotion focused coping adalah bentuk koping yang digunakan individu dalam menghadapi situasi yang menekan dengan cara mengontrol atau mengatur respon emosi yang muncul sehingga individu mampu menilai secara positif situasi yang terjadi. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), pengklasifikasian bentuk perilaku koping yang berorientasi pada emotion focused coping yaitu: 1. Distancing Individu menunjukkan sikap kurang peduli terhadap persoalan yang dihadapi bahkan mencoba melupakan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. 2. Self-controlling Individu melakukan penyelesaian masalah dengan cara mengendalikan dri, menahan diri, mengatur perasaan, teliti dan tidak tergesa dalam mengambil tindakan. 3. Escape-Avoidance Individu berusaha menghindar dari masalah yang dihadapi atau individu berusaha menyanggah atau mengingkari dan melupakan masalah-masalah yang ada pada dirinya. 4. Accepting responsibility Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba menerima untuk membuat semua keadaan menjadi lebih baik.

9 25 5. Positive reappraisal Individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut serta mengembangkan diri termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius. Carver (dalam Taylor, 2009) menjelaskan dimensi-dimensi dari emotional focused coping, yaitu: 1. Using emotional support Individu mencari dukungan sosial karena alasan emosional, antara lain dengan mencari dukungan moral, simpati, kepercayaan, atau pengertian. Dukungan yang dicari hanya untuk menenangkan diri atau mengeluarkan perasaan saja. 2. Positive reframing Individu cenderung melepaskan emosi yang dirasakan atau individu mengatur emosi yang berkaitan dengan stres yang dialami. Kecenderungan ini sering disebut dengan penilaian kembali secara positif. 3. Self-distraction Individu melakukan tindakan-tindakan alternatif untuk melupakan stresor atau masalah yang dihadapi dengan menghayal, tidur, menonton televisi, atau berolahraga. 4. Denial Individu cenderung menolak untuk percaya bahwa suatu stresor itu ada atau mencoba bertindak seolah-olah stresor tersebut tidak nyata. Terkadang penolakan menjadi pemicu masalah baru jika tekanan yang muncul diabaikan karena dengan menyangkal suatu kenyataan dari masalah yang dihadapi seringkali mempersulit upaya menghadapi masalah yang seharusnya lebih mudah untuk diselesaikan.

10 26 5. Acceptance Individu menerima kenyataan akan situasi yang penuh stres serta menerima bahwa kenyataan tersebut pasti terjadi. Penerimaan dapat memiliki dua makna, yaitu sikap menerima tekanan sebagai suatu kenyataan dan sikap menerima karena belum adanya strategi menghadapi masalah secara aktif yang dapat dilakukan. 6. Religion Individu mencoba mengalihkan permasalahan yang dihadapi dengan melakukan kegiatan yang berhubungan pada agama, antara lain rajin beribadah, melakukan meditasi, dan memohon pertolongan Tuhan. 7. Venting Kecenderungan individu untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang dirasakan sebagai distress dan kemudian melepaskan perasaan-perasaan tersebut. Venting sering juga dikatakan sebagai kecenderungan individu untuk melepaskan emosi yang dirasakan. 8. Humor Individu membuat lelucon atau sesuatu hal yang lucu mengenai masalah yang dihadapi. 9. Substance use Individu menggunakan minuman beralkohol atau obat-obatan tertentu untuk melepaskan diri dari masalah yang dihadapi. 10. Self-blame Kecenderungan individu untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri terhadap hal-hal yang telah terjadi. Perilaku koping yang berorientasi pada emotional focused coping dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dari Lazarus dan Folkman (1984), yaitu

11 27 distancing, self-controlling, escape-avoidance, accepting responsibility, dan positive reappraisal. Aldwin dan Brustrom (dalam Gallagher & Nelson, 2003) menjelaskan bahwa individu dapat menggunakan problem focused coping dan emotion focused coping secara bersamaan. Menurut Tennen et al., (dalam Sarafino, 2012), individu jarang menggunakan hanya satu metode untuk mengatasi stresor. Metode yang digunakan biasanya melibatkan kombinasi dari problem focused coping dan emotional focused coping. Illfeld, Perlin, dan Schooler (dalam Sarafino, 2012), mengatakan tidak ada metode koping tunggal seragam untuk diterapkan atau efektif pada semua situasi stres. Hal ini dikarenakan koping adalah sebuah proses dinamis yang terus berubah seperti halnya seseorang menemukan informasi baru dan mencoba teknik-teknik baru untuk menangani situasi. Menurut Cantor, Baum, dan Vitaliano (dalam Gallagher & Nelson, 2003), fleksibilitas dalam jenis strategi koping yang digunakan dan penggunaan relatif dari problem focused coping dan emotion focused coping dapat membuat individu menjadi lebih adaptif. 3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Strategi Koping Taylor (2009) menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi individu dalam melakukan strategi koping. Kedua faktor tersebut terbagi ke dalam faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti karateristik sifat kepribadian dan metode koping yang digunakan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, seperti: waktu, uang, pendidikan, kualitas hidup, dukungan keluarga, dan sosial serta tidak adanya stresor lain. Maryam (2009) menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam melakukan koping, antara lain:

12 28 a. Kondisi kesehatan Definisi sehat menurut WHO (1984) adalah suatu keadaan sejahtera atau status kenyamanan menyeluruh yang meliputi fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kondisi kesehatan yang baik sangat diperlukan agar seseorang dapat melakukan koping dengan baik sehingga berbagai permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik. b. Konsep diri Menurut Maramis (1998), apabila individu memiliki konsep diri yang positif, maka masalah-masalah yang dihadapi dapat disikapi dengan cara yang positif di mana individu memiliki kesadaran bahwa setiap masalah dapat diselesaikan dengan cara yang baik atau bersangka baik. Namun, jika konsep diri yang negatif muncul, maka hal yang dapat terjadi adalah adanya pikiran, perasaan maupun perbuatan yang negatif dalam menyikapi semua masalah yang dialami sehingga individu dengan konsep diri negatif cenderung terlibat dengan orang-orang yang dapat memunculkan masalah. c. Kepribadian Jung (dalam Feist & Feist, 2010) menjelaskan bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung memiliki penyesuaian kurang baik dengan dunia luar, memiliki jiwa tertutup, sulit bergaul atau sulit berhubungan dengan orang lain, serta kurang dapat menarik hati orang lain. Individu introvert cenderung menunjukkan sikap pesimis, lebih bermasalah dengan fokus,cenderung menggunakan koping avoidance atau penyangkalan dalam mengahadapi masalah. Sedangkan individu tipe kepribadian extrovert cenderung lebih terbuka, mudah bergaul, dan hubungan dengan orang lain lancar. Individu extrovert adalah individu yang memiliki rasa optimis. Individu yang optimis akan lebih berantusias untuk

13 29 mencari pemecahan masalah karena yakin bahwa semua masalah pasti ada jalan keluar asalkan mau berpikir dan berusaha untuk mencoba. Beberapa faktor yang mempengaruhi strategi koping pada individu juga dikemukakan oleh Smet (1994), yaitu: a. Usia Usia mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memerangi rasa sakit. Kemampuan tubuh memerangi rasa sakit sudah ada pada masa kanak-kanak, tetapi kemampuan ini menurun pada masa tua. b. Pendidikan Individu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan menilai segala sesuatu secara realistis dan koping akan lebih aktif dibanding dengan individu yang mempunyai pendidikan lebih rendah. c. Status Sosial Ekonomi Seseorang yang memiliki status sosial ekonomi rendah akan menyebabkan tingkat stress yang tinggi terutama dalam masalah ekonomi, jika dibandingkan dengan yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi. d. Dukungan Sosial Dukungan sosial yang positif berhubungan dengan berkurangnya kecemasan dan depresi. Dukungan sosial diperoleh dari orang-orang di sekitar individu, seperti orang tua, saudara, teman dekat, dan masyarakat. e. Karakteristik Kepribadian Suatu model karakteristik kepribadian yang berbeda akan mempunyai coping yang berbeda. Karakteristik kepribadian mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas emosi, kepribadian ketabahan atau hardiness, locus of control, kekebalan dan ketahanan.

14 30 f. Pengalaman Pengalaman sebagai suatu kejadian yang pernah terjadi dan dialami oleh individu sebelumnya. Pengalaman akan mempengaruhi tindakan-tindakan individu dalam menghadapi suatu kejadian yang hampir sama. Dari beberapa penjelasan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping di atas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan strategi koping adalah kondisi kesehatan, kepribadian, konsep diri, usia, pendidikan, status sosial ekonomi, dukungan sosial, dan pengalaman. B. Perempuan Hindu Bali 1. Perempuan Bekerja Dewasa ini, kesadaran akan kesejajaran jender semakin meningkat. Perempuan telah banyak merambah kehidupan publik, yang selama ini didominasi laki-laki. Perempuan telah banyak bekerja di luar rumah dan berkarier. Perempuan bekerja berarti perempuan yang berkecimpung dalam kegiatan profesi seperti bidang usaha, perkantoran, dan sebagainya, dilandasi pendidikan keahlian seperti keterampilan, kejujuran, dan sebagainya, yang menjanjikan untuk mencapai kemajuan (Muri ah, 2011). Menurut Kartono (2006), ibu bekerja adalah perempuan yang sudah menikah, mempunyai anak, dan bekerja di luar rumah. Pengertian bekerja disini adalah kegiatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapat penghargaan dalam bentuk uang atau barang, mengeluarkan energi, dan nilai waktu. Oleh karena itu, perempuan yang sudah menikah selalu dihadapkan pada dilema menjadi istri dan ibu rumahtangga yang baik atau memajukan kariernya.

15 31 Menurut Wikarta (2005), faktor yang mendorong perempuan bekerja adalah kebutuhan ekonomi. Pendapatan tunggal tidak dapat lagi cukup untuk menghidupi sebuah keluarga. Banyak perempuan Indonesia sekarang mengambil peran dalam usaha untuk menghidupi keluarga. Kebanyakan perempuan bekerja untuk menambah gaji suami atau menopang keuangan keluarga. Selain karena kebutuhan ekonomi, faktor selanjutnya yang mendorong perempuan bekerja adalah aktualisasi diri. Wikarta (2005) menambahkan bekerja bagi kaum perempuan lebih dari sekedar mencari uang. Banyak keuntungan yang diperoleh dari bekerja selain mendapatkan tambahan keuangan, misalnya memiliki tempat yang dituju setiap hari, mengembangkan keterampilan, menjadi anggota dari komunitas tertentu, memiliki persahabatan dan menjadi diri sendiri. Pendidikan pun dapat menjadi faktor pendorong perempuan bekerja. Semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, maka semakin besar keinginannya untuk memasuki dunia kerja dan menjadi perempuan karier. Penjelasan lain dikemukakan oleh Kartono (2006) mengenai hal-hal yang melatarbelakangi perempuan untuk bekerja, yaitu: a. Motif ekonomi Seseorang karena penghasilan orang tua atau suami tidak mencukupi, terpaksa harus turut bekerja. b. Ingin membina karier Seorang perempuan yang meskipun memiliki kondisi ekonomi cukup tetapi demi karier yakin mempergunakan dan mengembangkan keahlian yang dimiliki. c. Kesadaran bahwa pembangunan memerlukan tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan Motif ini mendorong seseorang yang tidak perlu bekerja karena alasan ekonomi, tetapi masuk dalam angkatan kerja hanya sebagai relawan.

16 32 Dari uraian pendapat beberapa tokoh di atas, dapat dikatakan bahwa perempuan bekerja atau ibu bekerja adalah perempuan yang telah menikah, memiliki anak, dan memiliki aktivitas lain di luar rumah atau kegiatan profesi seperti bidang usaha, perkantoran, dan sebagainya, dengan tujuan untuk memperoleh penghargaan berupa uang, barang, ataupun nilai waktu. 2. Perempuan Tidak Bekerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), ibu rumah tangga diartikan sebagai seorang perempuan yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau dengan pengertian lain ibu rumahtangga merupakan seorang istri sekaligus ibu yang hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumahtangga atau tidak bekerja di kantor. Menurut Gunarsa (2008), ibu rumahtangga menurut konsep tradisional adalah perempuan yang mempersembahkan waktunya untuk memelihara, melatih, serta mengasuh anak-anak menurut pola-pola yang dibenarkan oleh masyarakat. Jadi, perempuan yang tidak bekerja adalah perempuan yang mempersembahkan waktunya untuk mengurus, memelihara rumah (keluarga) tanpa suatu aktivitas atau pekerjaan di luar rumah. Dengan kata lain, perempuan yang tidak bekerja adalah perempuan yang hanya menjalankan fungsinya sebagai ibu rumahtangga dan lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah tanpa terkait pekerjaan lain di rumah. Ibu rumahtangga adalah suatu peran yang otomatis diterima seorang perempuan di saat mulai berkeluarga. Ibu rumahtangga melukiskan kegiatan yang berpusat pada suatu kegiatan melayani. Perempuan menjadi sumber untuk membahagiakan orang lain. Sebagai istri, perempuan menjadi pengasuh rumah tangga dan memberi pelayanan yang sangat menyenangkan kepada suami, mengurus rumahtangga, mendidik anak, dan sebagian besar waktunya berada di dalam rumah (Kartono, 2006).

17 33 Dari uraian pendapat beberapa tokoh di atas, dapat dikatakan bahwa perempuan tidak bekerja atau ibu rumah tangga adalah seorang istri sekaligus ibu yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumahtangga serta mempersembahkan waktunya hanya untuk mengurus dan memelihara keluarga tanpa memiliki aktivitas atau pekerjaan lain di luar rumah. 3. Perempuan Hindu Bali yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja Kehidupan berumahtangga sebagai masyarakat kecil merupakan tempat yang paling baik untuk menanamkan segala bentuk kebajikan. Kehidupan berumahtangga seorang ibu mempunyai dua fungsi yaitu sebagai seorang istri dan sebagai seorang ibu. Kedua tugas ini harus dilaksanakan dengan seimbang tanpa berat sebelah. Sebagai seorang istri, perempuan harus berusaha agar selalu nampak indah, bersih, ramah tamah serta bergairah dihadapan suami. Seorang istri harus memelihara kesatuan yang harmonis dalam keluarga karena seorang istri yang didambakan suami adalah istri yang penuh kesetiaan dan pengabdian, saling menghormati serta penuh pengertian terhadap situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada suami (Suhardi, 2015). Selain sebagai seorang istri yang selalu mendampingi suami dalam melayani baik lahir maupun batin, juga sebagai seorang ibu yang memiliki tanggung jawab kepada anak-anak. Seorang istri mempunyai kedudukan untuk mengandung anak dan diharapkan ketika anak lahir, maka akan menyemarakkan rumah tangga. Ketika anak tumbuh dan memasuki masa belajar, maka seorang ibu, khususnya, akan memiliki andil besar dalam pembinaan perkembangan anak. Seorang ibu sebagai pengasuh dan pendidik anak haruslah mengajari anak dengan budi pekerti yang sehat dan moral yang tinggi, karena pendidikan yang harmonis adalah pendidikan yang meliputi kecerdasan akal, pikiran dan mental spiritual (Suhardi, 2015).

18 34 Adanya perkembangan teknologi dan informasi membuat perempuan Bali tidak hanya berperan sebagai ibu rumahtangga saja. Bekerja bagi orang Bali adalah perbuatan dharma yaitu berbuat baik. Perempuan Bali yang ikut bekerja mencari nafkah mampu meningkatkan ekonomi rumahtangga. Sasongko (2009) mengatakan bahwa perempuan ikut bekerja mencari nafkah karena bekerja bagi orang Bali baik laki-laki maupun perempuan, di samping karena faktor ekonomi juga karena budaya. Selain karena adanya kebutuhan atau pengeluaran rumahtangga, juga adanya kewajiban untuk beryadnya di mana semua yadnya yang dilakukan di Bali membutuhkan biaya tersendiri. Dalam lingkungan masyarakat, perempuan Bali juga memiliki tugas, seperti ngayah banjar, yaitu kegiatan sosial yang berupa kerja sosial di wilayah tempat tinggal. Ngayah merupakan suatu aktivitas kemasyarakatan yang tidak mengharapkan imbalan berupa materi. Kegiatan ngayah disebut juga kegiatan kolektif masyarakat yang bersifat sosial yang berhubungan dengan kegiatan spiritual. Perempuan sebagai bagian integral dari komunitas masyarakat Bali tidak dapat terlepas dari tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana dan penyelenggara ritual Hindu yang berlangsung di lingkup keluarga dan sosial masyarakat. Upacara-upacara yang umumnya berlangsung di Bali terdiri dari: Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, dan Butha Yadnya. Masing-masing upacara memiliki tujuan yang berbeda-beda dan memerlukan banten atau sajen yang berbeda pula (Mukhyananda, 1996). Persiapan seluruh rangkaian upacara didominasi oleh kaum perempuan sebagai sarati (tukang banten). Upacara tidak mungkin terlaksana tanpa adanya banten atau persembahan. Proses persiapan sarana banten dan pengerjaannya dilakukan oleh perempuan, bahkan maturan atau ritual mempersembahkan banten juga dilakukan oleh perempuan (Titib, 1993). Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa perempuan Bali yang memutuskan untuk bekerja karena ingin membantu perekonomian keluarga. Selain untuk

19 35 perekonomian, perempuan Bali bekerja karena adanya budaya. Kegiatan-kegiatan adat di Bali yang memerlukan biaya tersendiri membuat perempuan Bali ikut berperan dalam mencari nafkah sehingga ekonomi keluarga menjadi meningkat dibantu dengan penghasilan suami. Pada perempuan Bali yang tidak bekerja tentu hanya memiliki peranan sebagai istri sekaligus ibu yang mendampingi suami, mengurus rumah tangga, mendidik anak dengan budi pekerti yang sehat dan moral yang baik, serta memelihara kesatuan harmonis dalam keluarga. Namun, dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, misalnya upacara piodalan di tempat-tempat suci, perempuan mempunyai peranan lebih menonjol dalam mempersiapkan perlengkapan sesajen yang diperlukan. C. Dinamika Antar Variabel Perempuan yang telah menikah atau berkeluarga secara otomatis memiliki peran sebagai istri sekaligus ibu rumahtangga. Bagi perempuan yang memilih untuk bekerja setelah menikah, maka peran menjadi bertambah yakni sebagai ibu rumahtangga dan perempuan karier. Dalam menjalankan kedua peran tersebut, adakalanya perempuan dihinggapi berbagai masalah yang apabila tidak diatasi dengan baik akan dapat berakibat timbulnya gangguan. Gangguan yang sering dihadapi adalah berupa stres. Ibu rumahtangga dapat mengalami stres yang disebabkan oleh beban rumah tangga yang rutin dan overload. Overload adalah sebuah kondisi di mana ibu rumah tangga merasa terlalu banyak hal yang harus dihadapi dan diselesaikan. Seorang ibu rumahtangga akan memiliki masalah dengan anak dan pekerjaan rumahtangga yang sangat mungkin menyebabkan seorang ibu rumahtangga mengalami overload. Menurut Frieze (1978), ibu rumahtangga cenderung tidak dapat secara bebas memilih pekejaan dan cenderung untuk terisolasi di rumah karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Terlebih bila tidak ada yang membantu mengerjakan pekerjaan rumah

20 36 tangga. Isolasi ini cenderung memperkuat perasaan tidak berdaya pada perempuan yang pada akhirnya menyebabkan perempuan lebih mudah mengalami masalah masalah psikologis. Ibu rumahtangga yang berada dalam kondisi stres akan mencari cara untuk mengatur stres yang dialami agar dapat menjalankan tugas-tugas rumahtangga dengan optimal. Usaha mencari cara-cara untuk mengatur stres biasa disebut dengan strategi koping. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2009) menunjukkan bahwa strategi koping yang digunakan ibu rumahtangga yang tidak bekerja adalah emotion focused coping, problem focused coping, dan maladaptive coping. Untuk emotion focused coping, bentuk yang paling sering digunakan antara lain positive reinterpretation and growth dan turning to religion. Untuk problem focused coping dengan cara active coping dan suppression of competing activities. Untuk maladaptive coping dengan melakukan mental disengagement. Selanjutnya, bagi ibu yang memilih bekerja akan berdampak pada bertambahnya peran yang dijalani yaitu peran reproduktif, peran produktif, dan peran sosial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli psikologi, Rice (dalam Rini, 2002) menjelaskan bahwa ibu bekerja cenderung mengalami stres lebih tinggi daripada pria. Hal ini dikarenakan perempuan yang bekerja menghadapi konflik peran. Di satu pihak, perempuan berperan sebagai ibu rumahtangga yang harus terlebih dahulu mengatasi urusan keluarga, suami, anak, dan hal lain yang menyangkut rumahtangga. Tetapi di pihak lain perempuan sebagai pekerja yang harus menyelesaikan pekerjaan di tempat kerja. Tuntutan peran tersebut sangat berpotensi menyebabkan perempuan bekerja mengalami stres. Konflik peran ganda tidak dapat dihindari oleh perempuan yang telah menikah dan memutuskan untuk bekerja di luar rumah. Untuk itu, perlu adanya perilaku

21 37 pengatasan masalah atau sering disebut dengan strategi koping bagi perempuan bekerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cucuani (2013) menunjukkan bahwa dalam menghadapi konflik peran, ibu bekerja cenderung menggunakan problem focus coping. Bentuk problem focused coping tersebut antara lain mempekerjakan pekerja rumah tangga dan/atau meminta bantuan anggota keluarga yaitu anak, suami, orang tua, kakak, adik, atau keponakan untuk membantu mengasuh anak dan menyelesaikan tanggungjawab rumahtangga, melakukan penjadwalan, menyusun skala prioritas, merencanakan waktu keluarga bersama-sama dengan anggota keluarga lain, mengubah sikap dalam berinteraksi dengan anggota keluarga dan mencari dukungan sosial dari anggota keluarga maupun rekan sekerja. Dalam budaya Bali, adanya kegiatan yang berkaitan dengan adat dan agama yang tertuang sesuai dalam awig-awig (aturan adat) yang dibuat dan disepakati bersama warga, menyebabkan perempuan khususnya yang berpartisipasi di sektor publik sering terjadi konflik. Selain faktor budaya dan adat istiadat, adanya faktor sosial, ekonomi dan lingkungan dapat memengaruhi perempuan bekerja juga mengalami konflik dalam menentukan pilihan apakah mengorbankan pekerjaan publik demi melaksanakan kegiatan domestik (rumah tangga, adat dan agama), yang berdampak pada punishment (hukuman) atau mengorbankan kegiatan domestik untuk kegiatan publik yang menghasilkan uang yang berdampak pada terkena sanksi sosial (Sirta, 2004). Menurut Handayani dan Sugiarti (2008), beban kerja sangat dirasakan oleh kaum perempuan Bali karena harus menjalankan tiga peran dalam kehidupan, yaitu peran reproduktif, peran produktif, dan peran sosial. Surpha (2006) menjelaskan bahwa adanya pikiran tradisional pada masyarakat Bali menjadi dasar terbentuknya hukum pelanggaran adat sebagai bentuk pemulihan keseimbangan yang berupa sanksi sosial seperti beban mental dan psikologis. Beban kerja yang dirasakan kaum perempuan bali

22 38 menjadi beban psikis yang tidak mampu diungkapkan secara terbuka karena pengaruh budaya dan kontrol sosial yang kuat sehingga hanya dapat diterima begitu saja walaupun dengan rasa berat hati. Smet (1994) mengatakan bahwa ketidakberhasilan individu menghadapi masalah atau stresor mengakibatkan gangguan psikofisiologis yaitu perubahan fungsi tubuh, munculnya reaksi yang maladaptif, menjadi tidak bergairah, tidak bersemangat, sehingga dapat mempengaruhi kesehatannya. Untuk berhasil menghadapi tekanan, baik ibu rumahtangga maupun ibu bekerja membutuhkan strategi koping yang baik agar gangguan psikofisiologis tidak terjadi. Strategi koping yang sesuai dapat mengarahkan seorang ibu, baik ibu rumahtangga maupun ibu bekerja untuk berhasil menghadapi stres. Bagan dinamika strategi koping pada perempuan Hindu Bali yang bekerja dengan yang tidak bekerja sebagai berikut: Perempuan Hindu Bali Tidak Bekerja Bekerja Dua Peran Perempuan Hindu Bali: - Peran Reproduktif - Peran Sosial Tiga Peran Perempuan Hindu Bali: - Peran Reproduktif - Peran Produktif - Peran Sosial Gambar 1 Dinamika Antar Variabel Merasa terisolasi dan pekerjaan rumah tangga dirasakan terlalu menumpuk (overload) Mengalami konflik Peran Mengontrol stres Strategi Koping Aspek-aspek: 1. Confrontative coping 2. Planfull problem solving 3. Seeking social support 4. Distancing 5. Selfcontrolling 6. Escape- Avoidance 7. Accepting responsibility 8. Positive reappraisal

23 39 Keterangan gambar: : Variabel penelitian : : Faktor yang tidak diteliti : garis pengaruh yang akan diteliti : garis pengaruh yang tidak diteliti D. Hipotesis Penelitian Ho : Tidak ada perbedaan strategi koping pada perempuan Hindu Bali yang bekerja dan yang tidak bekerja. Ha : Ada perbedaan strategi koping pada perempuan Hindu Bali yang bekerja dan yang tidak bekerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan menghadang, melawan ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental Mengatasi Stress/Coping Stress Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana pada setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda. Belakangan ini tak jarang dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia seperti sekarang ini, tatkala persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu BAB II LANDASAN TEORI A. STRATEGI COPING 1. Pengertian Coping Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang hidup di dunia ini tidak pernah lepas dari permasalahan. Berbagai permasalahan datang silih berganti mulai dari yang ringan sampai yang berat. Pada awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia memiliki banyak kebutuhan yang selalu ingin dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia memiliki banyak kebutuhan yang selalu ingin dipenuhi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki banyak kebutuhan yang selalu ingin dipenuhi dalam hidup. Kebutuhan itu dapat berupa kebutuhan fisik, psikis dan sosial. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Lazarus dan Folkman (Sugianto, 2012) yang mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stress Stres merupakan akibat dari interaksi (timbal-balik) antara rangsangan lingkungan dan respons individu. Stres seringkali dianggap sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek alamiah di mana peneliti

Lebih terperinci

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha L1. Aktivis Gereja Pengertian Aktivis Gereja Yang dimaksud aktivis gereja adalah jemaat aktif dan memiliki kehidupan kristiani yang baik (baik yang sudah anggota/terdaftar dalam gereja lokal maupun simpatisan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seorang wanita dalam kehidupan berkeluarga memiliki peran sebagai seorang istri dan sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu modal utama yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang sehat, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga bahagia merupakan dambaan bagi semua keluarga. Untuk menjadi keluarga bahagia salah satu syaratnya adalah keharmonisan keluarga. Keharmonisan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Focused Coping Pada umumnya setiap individu memiliki banyak kebutuhan yang ingin selalu dipenuhi dalam kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan sepatu. PT. Pratama Abadi Industri adalah PMA Korea yang berdiri semenjak tahun 1989 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia industri di Indonesia kini tumbuh dan berkembang dengan pesatnya, seiring dengan rencana pembangunan pemerintah yang saat ini lebih menitikberatkan pada

Lebih terperinci

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan menjaga kelangsungan kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar 1. Layanan Bimbingan Belajar Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Mahasiswa Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah sebuah negara berdaulat yang telah diakui secara internal maupun

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat umum akhir-akhir ini. Stres dapat diartikan sebagai perasaan tidak dapat mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya oleh masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Indonesia mewajibkan anak-anak bangsanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait 9 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah kemacetan, stressor, stres, penyesuaian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres LAMPIRAN Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres Petunjuk pengisian : Kuesioner ini terdiri dari 80 pernyataan mengenai cara Anda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penderita penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian kini mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker, HIV/AIDS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi oleh dunia bisnis yang semakin kompleks. Ditandai dengan adanya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Lansia Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan stress lingkungan.

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Coping stress menurut Lazarus dan Folkman (1984) adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan partisipasi wanita dalam dunia kerja telah menjadi fenomena yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kehadiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik secara umum adalah bertemunya dua kepentingan

BAB II LANDASAN TEORI. dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik secara umum adalah bertemunya dua kepentingan BAB II LANDASAN TEORI A. Konflik Peran Ganda 1. Pengertian Konflik Menurut Robbin (1996) konflik adalah suatu proses dimana terjadi pertentangan dari suatu pemikiran yang dirasa akan membawa suatu pengaruh

Lebih terperinci

COPING STRESS PADA WANITA YANG MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

COPING STRESS PADA WANITA YANG MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 COPING STRESS PADA WANITA YANG MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Sendy Puspitasari F 100 040 029 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. OPTIMISME 1. Defenisi Optimis, Optimistis dan Optimisme Optimis dalam KBBI diartikan sebagai orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal sedangkan

Lebih terperinci

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan BAB V PEMBAHASAN Setiap individu pasti menginginkan pekerjaan yang memiliki masa depan yang jelas, seperti jenjang karir yang disediakan oleh perusahaan, tunjangan tunjangan dari perusahaan berupa asuransi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap pasangan suami istri, akan tetapi untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. Untuk membangun keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan memuat pengertian perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH (COPING) DALAM PEMECAHAN KASUS PADA ANGGOTA RESERSE KRIMINAL DI KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR SEMARANG

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH (COPING) DALAM PEMECAHAN KASUS PADA ANGGOTA RESERSE KRIMINAL DI KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR SEMARANG STRATEGI PEMECAHAN MASALAH (COPING) DALAM PEMECAHAN KASUS PADA ANGGOTA RESERSE KRIMINAL DI KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR SEMARANG (Studi Kasus di Polrestabes Kota Semarang) Tri Yuli Arfianto Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama masa hidupnya, individu mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas perkembangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang menjelaskan tentang pengertian psychological well-being, faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (kesejahteraan psikologis) merupakan suatu kondisi tertinggi yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

Lebih terperinci

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS Oleh: Nia Agustiningsih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berbagai masalah ekonomi yang terjadi menjadi salah

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD) INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD) A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama/inisial : 2. Umur : 3. Riwayat Pendidikan : 4. Pekerjaan : 5. Alamat : B. PEDOMAN OBSERVASI 1. Kesan umum, gambaran fisik dan penilaian kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, serta merupakan sarana untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik Indonesia seringkali mendapat ancaman baik dari luar maupun dari dalam seperti adanya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN C. Hasil Penelitian 3. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis penelitian ini, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi menyangkut normalitas dan homogenitas. Uji normalitas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda.

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda. BAB V PEMBAHASAN A. Rangkuman Hasil Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda. Anak subyek 1 didiagnosis epilepsi pada saat usia empat tahun, anak subyek 2 pada usia lima tahun, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dunia dihadapkan pada masalah krisis global. Akibat dari krisis global yang melanda sebagian besar negara di dunia ini adalah banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO pada tahun 1995, penderita non psikotis di Indonesia seperti stres

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO pada tahun 1995, penderita non psikotis di Indonesia seperti stres BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur budaya universal yang menjadi cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian anak sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, setiap anak berhak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan menggambarkan secara sistematis dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Coping. tekanan (Siswanto, 2007). Copingyaitu proses untuk menata tuntutan yang dianggap

BAB II LANDASAN TEORI. A. Coping. tekanan (Siswanto, 2007). Copingyaitu proses untuk menata tuntutan yang dianggap BAB II LANDASAN TEORI A. Coping 1. Pengertian Coping Coping adalahbagaimana reaksi seseorang ketika menghadapi stres ataupun tekanan (Siswanto, 2007). Copingyaitu proses untuk menata tuntutan yang dianggap

Lebih terperinci

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI PENGERTIAN Dasar pemikiran: hubungan pikiran/mind dengan tubuh Merupakan bidang kekhususan dalam psikologi klinis yang berfokus pada cara pikiran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam bab ini diuraikan: metode dan pendekatan penelitian, definisi operasional, lokasi, populasi dan sampel penelitian,

Lebih terperinci

Pendahuluan. Oleh: Hijriyati Cucuani 1

Pendahuluan. Oleh: Hijriyati Cucuani 1 Oleh: Hijriyati Cucuani 1 Pendahuluan Wanita bekerja bukanlah sebuah pemandangan masyarakat Riau. Pergeseran nilai budaya, tuntutan wanita untuk dapat disejajarkan dengan pria, peluang untuk mengembangkan

Lebih terperinci