I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomassa jagung merupakan bagian aerial tanaman jagung kecuali akar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan untuk makanan ternak. Sumber hijauan tersebut memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah. Pakan hijauan untuk ternak sapi perah dapat diberikan dalam jumlah 60% bahan kering dalam pemenuhan kebutuhan ternak selebihnya adalah konsentrat. Dilihat dari ketersediaannya, biomassa jagung sangat berlimpah pada musim tanaman jagung. Pemanfaatan biomassa jagung agar dapat terjaga keseimbangannya, maka biomassa jagung tersebut perlu diawetkan dengan cara dibuat silase. Pemberian silase biomassa jagung bersama rumput gajah belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan nutrien, sehingga perlu ditambahkan sumber pakan lain untuk melengkapkannya. Alternatif pakan pelengkap yang dapat diberikan adalah konsentrat. Konsentrat yang diberikan pada ternak untuk sekarang ini memiliki nilai kualitas yang masih belum memenuhi harapan. Kualitas konsentrat dilihat dari bahan baku yang dijadikan sebagai penyusun konsentrat belum sesuai dengan standar pemenuhan kebutuhan nutrisi. Berdasarkan SNI 2009 nomor 3148.1:2009 bahwa persyaratan mutu konsentrat sapi perah laktasi berdasarkan bahan kering diantaranya kadar air maksimal 14%, abu maksimal 10%, PK minimal 16%,
2 LK maksimal 7%, Ca 0,8-1%, P 0,6-0,8%, SK maksimal 35%, dan TDN minimal 70%. Konsentrat yang dijual di KSU Tandangsari memiliki kandungan PK 14% dengan harga Rp 2.750,00. Belum tercapainya kadar protein konsentrat sesuai dengan ketentuan SNI, maka ke dalam konsentrat tersebut diberikan penambahan bahan lain. Bahan pakan yang memiliki kualitas baik dan dapat melengkapi komposisi dari konsentrat sendiri yaitu hay daun kaliandra dan umbi singkong. Hay daun kaliandra sebagai pemasok sumber protein dan umbi singkong sebagai pemasok sumber energi. Pemenuhan kebutuhan pakan pada dasarnya adalah pemenuhan kebutuhan nutrien untuk ternak. Kebutuhan nutrien ternak ruminansia pada dasarnya dibagi dua, yaitu pemenuhan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen dan kedua untuk pemenuhan kebutuhan ternaknya. Jumlah dan kualitas nutrien dalam pakan sangat berpengaruh pada aktivitas mikroba rumen. Aktivitas mikroba memanfaatkan nutrien yang dikonsumsi ternak untuk menghasilkan produk metabolit yaitu volatile fatty acid (VFA) dan NH 3. NH 3 dan VFA adalah metabolit penting yang dibutuhkan mikroba dalam rangka menopang kehidupan dan pertumbuhannya. Pemanfaatan NH 3 yang digunakan untuk sintesis protein mikrobia memerlukan ketersediaan karbohidrat yang mudah difermentasi, sehingga untuk melakukan sintesis protein mikroba yang optimal diperlukan keseimbangan NH 3 dan VFA. Karbohidrat yang mudah difermentasi dapat diperoleh dari umbi singkong. Keseimbangan NH 3 dan VFA yang dihasilkan oleh mikroba melalui substitusi hay daun kaliandra dan umbi
3 singkong dalam konsentrat perlu diteliti lebih lanjut. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai substitusi konsentrat oleh hay daun kaliandra, dan umbi singkong berbasis rumput gajah dan silase biomassa jagung terhadap NH 3 dan VFA cairan rumen sapi perah. 1.2 Identifikasi Masalah (1) Apakah substitusi konsentrat oleh hay daun kaliandra dan umbi singkong pada ransum berbasis rumput gajah dan silase biomassa jagung memberikan pengaruh terhadap kandungan NH 3 dan VFA cairan rumen. (2) Pada tingkat berapa persen substitusi konsentrat oleh hay daun kaliandra dan umbi singkong yang menghasilkan NH 3 dan VFA cairan rumen tertinggi. 1.3 Tujuan Penelitian (1) Mengetahui pengaruh substitusi konsentrat oleh hay daun kaliandra dan umbi singkong pada ransum berbasis rumput gajah dan silase biomassa jagung terhadap kandungan NH 3 dan VFA cairan rumen. (2) Mengetahui tingkat persentase substitusi konsentrat oleh hay daun kaliandra dan umbi singkong yang menghasilkan NH 3 dan VFA cairan rumen tertinggi.
4 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi praktisi bidang peternakan mengenai substitusi konsentrat oleh hay daun kaliandra dan umbi singkong pada ransum berbasis rumput gajah dan silase biomassa jagung. Selain itu, dapat menambah informasi mengenai pemanfaatan bahan pakan tersebut. 1.5 Kerangka Pemikiran Pada umumnya ransum sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat berdasarkan bahan kering ransum. Imbangan konsentrat dengan hijauan yang paling optimal untuk meningkatkan kualitas susu sapi perah adalah 40% konsentrat dan 60% hijauan (Suhendra, 2014). Pemberian biomassa jagung pada tingkat tertentu akan meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen. Berdasarkan penelitian Tanuwiria, dkk (2015), pemberian 45% silase biomassa jagung, 15% rumput lapang, dan 40% konsentrat menunjukan hasil terbaik terhadap nilai fermentabilitas dan kecernaan sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian silase biomassa jagung dan rumput gajah imbangan 45 : 15 adalah yang optimal. Pakan konsentrat umumnya disusun atas biji-bijian dan limbah agroindustri. Konsentrat merupakan pakan pelengkap yang dapat memenuhi kebutuhan ternak diantaranya sebagai sumber protein dan sumber energi. Sumber protein pakan yang terdapat pada tanaman leguminosa memiliki kisaran yang tinggi salah satunya yaitu tanaman kaliandra merah (Calliandra calothyrsus). Namun, kaliandra mengandung anti nutrisi yaitu tanin. Tanin merupakan senyawa yang
5 dapat digunakan untuk melindungi protein dari degradasi mikroba rumen, karena tanin mampu mengikat protein dengan membentuk senyawa komplek yang resisten terhadap protease, sehingga degradasi protein di dalam rumen menjadi menurun. Protein pakan yang lolos degradasi akan dicerna dan diserap di abomasum dan intestinum karena ikatan tanin-protein akan terurai pada ph asam atau basa (Cahyani, dkk., 2012). Adanya tanin dalam ransum ruminansia selain dipandang dapat menguntungkan juga dapat menurunkan kecernaan mengingat bahwa tanin dapat menghambat kerja enzim protease dan selulase dalam saluran pencernaan (Ulin, 2003). Kecernaan kaliandra sendiri harus dilakukan pengolahan untuk mengurangi kandungan tanin pada tanaman tersebut sehingga harus diberikan pengolahan hay. Hay daun kaliandra memiliki kadar tanin lebih rendah namun tanin tersebut akan mengikat protein pada hay daun kaliandra sehingga protein hay daun kaliandra ini akan dicerna sempurna di pasca rumen. Kandungan nutrisi daun kaliandra diantaranya memiliki BK 75,68% ; Abu 7,25% ; PK 24,13% ; LK 2,35% ; SK 18,01% ; BETN 48,26% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Hay daun kaliandra dapat berperan sebagai penyedia protein terproteksi (by pass protein). Protein by pass menyediakan protein sehingga akan meningkatkan suplai asam amino untuk ternak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tanuwiria, dkk (2010) yang menyatakan bahwa penggantian 20% konsentrat oleh daun kaliandra kering menghasilkan susu tertinggi dan konversi ransum terendah. Adanya kaliandra akan menyebabkan jumlah pasokan N tersedia yang akan dirubah oleh mikroba
6 rumen menjadi NH 3 berkurang sehingga penambahan kaliandra akan berdampak pada jumlah NH 3 yang diproduksi menjadi sedikit. Protein dalam daun kaliandra akan sedikit mengalami degradasi dan akan lebih banyak dicerna di pasca rumen. Penggunaan daun kaliandra dalam konsentrat akan menaikan jumlah protein yang tersedia. Protein yang tersedia tersebut akan efektif dicerna di pasca rumen, sehingga lebih sedikit tersedia sebagai sumber N untuk mikroba dalam bentuk NH 3. Oleh karena itu, substitusi hay daun kaliandra sebanyak 10% diharapkan dapat memberikan produksi NH 3 tertinggi dilihat dari keseimbangan bersama pemberian umbi singkong. Bakteri dalam rumen merupakan suatu mikroba yang berperan penting dalam sistem pencernaan pada ternak ruminansia termasuk pada sapi perah. Aktivitas mikroba di dalam rumen harus didukung oleh ketersediaan nutrien yang dibutuhkannya untuk hidup dan berkembang. Perkembangan dan pertambahan sel mikroba merupakan hasil utama dari proses sintesis protein tubuh mikroba. Sintesis protein mikroba sangat dipengaruhi oleh ketersediaan prekursor NH 3 (protein dan NPN) dan ketersediaan energi hasil fermentasi. Aktivitas proteolitik isi rumen tergantung dari biomas mikroba yang berhubungan langsung dengan ketersediaan nutrien atau kecernaannya. Selain itu, efisiensi sintesis protein mikroba dipengaruhi kinetik degradasi karbohidrat yang harus sesuai dengan kecepatan degradasi protein (Widyobroto, 1992). Tingginya konsentrasi NH 3 rumen akan meningkatkan ph rumen dan mengakibatkan dinding rumen bersifat
7 permeabel terhadap penyerapan NH 3 dari rumen sehingga penyerapannya ke dalam darah semakin meningkat (Nolan, 1980). Efisiensi pertumbuhan dan produksi protein mikroba dapat ditingkatkan dengan adanya keseimbangan antara energi dan N yang tersedia dalam pakan, perbaikan sinkronisasi energi dan protein yang dibebaskan dalam rumen dapat meningkatkan sintesis protein mikrobia (Widyobroto, 1992). Dilihat dari sinkronisasi energi dan protein maka harus adanya sumber energi yang dapat mengimbangi protein yang terdapat pada hay daun kaliandra. Pati merupakan zat makanan yang mudah terdegradasi di rumen menghasilkan VFA. Umbi singkong banyak mengandung pati yang terindikasi dari kandungan BETNnya yang tinggi. Kandungan gizi untuk umbi singkong yaitu BK 91,19% ; Abu 11,34% ; PK 1,69% ; LK 1,34% ; SK 12,21% ; BETN 72,08% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Penggunaan umbi singkong dalam konsentrat akan meningkatkan ketersediaan pati, sehingga akan menyebabkan terbentuknya VFA lebih cepat dan lebih banyak. Substitusi umbi singkong sebanyak 10% akan menghasilkan VFA tertinggi karena dapat mengimbangi komposisi dari hay daun kaliandra. Risa dan Umiyasih (2009) menyatakan bahwa perubahan kondisi rumen terjadi ketika umbi singkong digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Pemberian umbi singkong yang semakin tinggi levelnya di dalam ransum sapi potong akan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penurunan ph rumen karena umbi singkong sangat mudah dicerna di dalam rumen dan mudah
8 dihidrolisis menjadi asam-asam lemak terbang. Umbi singkong mempunyai kandungan protein kasar yang rendah. Umbi singkong yang segar masih mengandung senyawa racun berupa HCN, namun racun tersebut akan hilang melalui pengeringan. Umbi singkong merupakan sumber energi potensial. Oleh karena itu, apabila penggunaannya disubstitusi dengan hay daun kaliandra, maka campuran tersebut menjadi serasi. Berdasarkan kerangka berpikir tersebut maka dapat dibuat suatu hipotesis bahwa penggantian 20% Konsentrat oleh 10% Daun Kaliandra dan 10% Umbi Singkong menghasilkan produksi NH 3 dan VFA cairan rumen ternak sapi perah tertinggi. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Desember 2015 di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Kabupaten Sumedang.