III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DA PEMBAHASA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

Lampiran 1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Data SR Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus DIPELIHARA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984).

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Udang Galah

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii

Lampiran 1 Prosedur pengukuran osmolaritas media dan osmolaritas cairan tubuh(hemolim) juvenil udang galah 1. Kabel disambungkan ke sumber listrik

Kinerja pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) yang dipelihara pada media bersalinitas dengan paparan medan listrik

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

Hasil Penelitian. setelah 100%. Percobaan ke-ii. 38 dan C. Hasil. Sintasan (%) ntasan (%)

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil yang didapat pada penelitian ini berupa kualitas air, frekuensi molting udang, laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan mutlak, konversi pakan, efisiensi pemberian pakan, kelengkapan organ udang, dan tingkat kelangsungan hidup. 3.1.1 Kualitas Air Nilai kualitas air yang diukur dalam penelitian ini yaitu oksigen terlarut, ph, alkalinitas, kesadahan, amoniak, nitrit, suhu, dan kekeruhan. 3.1.1.1 Oksigen Terlarut Nilai oksigen terlarut atau selama perlakuan dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Grafik di bawah menunjukan bahwa konsentrasi oksigen terlarut pada hari ke-0 (awal pemeliharaan) yaitu perlakuan K (30 ppt), perlakuan P1 (10 ppt), perlakuan P2 (5 ppt) dan perlakuan P3 (0 ppt) sebesar 5,90 mg/l, 6,19 mg/l, 6,38 mg/l, dan 6,41 mg/l. Sedangkan pada hari ke-40 (akhir pemeliharaan), konsentrasi oksigen terlarut pada setiap perlakuan menurun yaitu 3,30 mg/l pada perlakuan K dan 3,45 mg/l, 3,54 mg/l, 4,74 mg/l pada perlakuan P1 (10 ppt), perlakuan P2 (5 ppt), dan perlakuan P3 (0 ppt). Data rata-rata harian oksigen terlarut selama pemeliharaan udang vaname terdapat pada Lampiran 2. Gambar 1. Konsentrasi oksigen terlarut selama masa pemeliharan 9

3.1.1.2 ph Kisaran ph selama perlakuan yaitu 7,66 sampai 8,16. Nilai ph sampai akhir perlakuan dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Gambar 2. Nilai ph selama masa pemeliharaan Grafik di atas menunjukan bahwa nilai ph selama perlakuan berkisar 7,66 8,16. Nilai ph pada hari ke-0 (awal pemeliharaan) udang vaname yaitu 7,86 pada perlakuan K (30 ppt) dan 7,94, 7,84, 7,98 untuk perlakuan P1 (10 ppt), perlakuan P2 (5 ppt), perlakuan P3 (0 ppt). Sedangkan pada hari ke-40 (akhir pemeliharaan) nilai ph pada perlakuan K, perlakuan P1, perlakuan P2, dan perlakuan P3 adalah 7,84, 7,77, 7,82, dan 7,99. Data rata-rata harian ph selama pemeliharaan udang vaname terdapat pada Lampiran 3. 3.1.1.3 Alkalinitas Alkalinitas pada penelitian ini diukur sebanyak tiga kali yaitu hari ke-0, hari ke-20, dan hari ke-40 masa pemeliharaan. Nilai alkainitas pada masa pemeliharaa udang vaname dapat dilihat pada Gambar 3. 10

Gambar 3. Nilai alkalinitas selama masa pemeliharaan Nilai alkalinitas pada hari ke-0 (awal pemeliharaan) sebesar 72 mg/l, 42,46 mg/l, 29,33 mg/l, dan 21,67 mg/l untuk perlakuan K (30 ppt), perlakuan P1 (10 ppt), perlakuan P2 (5 ppt), dan perlakuan P3 (0 ppt). Pada hari ke-20 (pertengahan masa pemeliharaan) nilai alkalinitas tertinggi pada perlakuan K yakni 44 mg/l selanjutnya perlakuan P3, perlakuan P1, dan perlakuan P2 sebesar 34,67 mg/l, 33,33 mg/l, dan 24 mg/l. Sedangkan dihari ke-40 (akhir pemeliharaan) nilai alkalinitas setiap perlakuan yaitu 26,67 mg/l, 14.67 mg/l, dan 6,67 mg/l pada perlakuan K, perlakuan P1, dan perlakuan P2. Untuk perlakuan P3 tidak diukur alkalinitasnya karena pada akhir pemeliharaan udang pada perlakuan ini sebelumnya udang vaname sudah mati semua dipertengahan pemeliharaan. 3.1.1.4 Kesadahan Nilai kesadahan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. Pengukuran nilai kesadahan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu hari ke-0, hari ke- 20, dan hari ke-40 masa pemeliharaan. 11

Gambar 4. Nilai kesadahan selama masa pemeliharaan Gambar 4 di atas menunjukan nilai kesadahan dari hari ke-0, hari ke-20, dan hari ke-40. Nilai kesadahan perlakuan K (30 ppt) berkisar 4455 6116 mg/l, perlakuan P1 (10 ppt) berkisar 1644 2221 mg/l, perlakuan P2 (5 ppt) berkisar 987 1487 mg/l, dan perlakuan P3 (0 ppt) berkisar 170 238 mg/l. Tabel 1. Klasifikasi nilai kesadahan suatu perairan (Sawyer dan McCarty, 1976 dalam Boyd, 1982) Kesadahan (mg/l CaCO 3 ) Klasifikasi 0-75 Rendah 75-150 Moderat 150-300 Sadah > 300 Sangat Sadah 3.1.1.5 Amoniak (NH 3 ) Konsentrasi amoniak (NH 3 ) disajikan dalam Gambar 5 dibawah ini. Nilai amoniak diukur sebanyak tiga kali yaitu pada hari ke-0, hari ke-20, dan hari ke- 40. Pada hari ke-0 konsentrasi amoniak perlakuan K (30 ppt), perlakuan P1 (10 ppt), perlakuan P2 (5 ppt), perlakuan P3 (0 ppt) sebesar 0,0246 mg/l, 0,0329 mg/l, 0,0282 mg/l, dan 0,0472 mg/l. Pada hari ke-20 masa pemeliharaan yakni perlakuan K (0,0423 mg/l), perlakuan P1 (0,0594 mg/l), perlakuan P2 (0,0449 mg/l), dan perlakuan P3 (0,0871 mg/l). Sedangkan dihari ke-40 (akhir 12

pemeliharaan) nilai amoniak setiap perlakuan yaitu 0,0539 mg/l, 0,0725 mg/l, dan 0,0732 mg/l pada perlakuan K, perlakuan P1, dan perlakuan P2. Pada perlakuan P3 tidak di hitung nilai NH 3 karena sebelumnya udang vaname sudah mati semua dihari ke-20 masa pemeliharaan. Gambar 5. Nilai amoniak selama pemeliharaan 3.1.1.6 Nitrit Nilai nitrit diukur sebanyak tiga kali yaitu pada hari ke-0, hari ke-20, dan hari ke-40. Gambar 6 di bawah ini menunjukan nilai nitrit pada hari ke-0 (awal pemeliharaan) mengalami penurunan sampai hari ke-20, namun dihari ke-40 (akhir pemeliharaan) mengalami kenaikan. Nilai nitrit pada hari ke-0 yaitu perlakuan K (1,1798 mg/l), perlakuan P1 (1,3604 mg/l), perlakuan P2 (1,3677 mg/l), dan perlakuan P3 (0,9108 mg/l). Pada hari ke-20 masa pemeliharaan, nilai nitrit mengalami penurunan yakni perlakuan K (0,1625 mg/l), perlakuan P1 (0,2239 mg/l), perlakuan P2 (0,2136 mg/l), dan perlakuan P3 (0,6044 mg/l). Namun, pada hari ke-40 (akhir pemeliharaan) nilai nitri mengalami kenaikan yaitu perlakuan K (0,6871 mg/l), perlakuan P1 (0,8737 mg/l), dan perlakuan P2 (1,0706 mg/l). Perlakuan P3 tidak dihitung nilai nitrit karena sebelumnya udang vaname sudah mati semua dihari ke-20 masa pemeliharaan. 13

Gambar 6. Konsentrasi nitrit pada tiap perlakuan selama masa pemeliharaan 3.1.1.7 Suhu Kisaran suhu pada penelitian ini yaitu 31,92 o C - 33,88 o C. Nilai suhu selama perlakuan dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Gambar 7. Nilai suhu selama masa pemeliharaan Grafik di atas menunjukan bahwa nilai suhu selama perlakuan berkisar 31,92 33,88 o C. Nilai suhu tertinggi pada hari ke-0 (awal pemeliharaan) yaitu perlakuan P1 (10 ppt) dilanjutkan pada perlakuan K (30 ppt), perlakuan P3 (0 ppt) dan perlakuan P2 (5 ppt) sebesar 33,42 o C, 33,42 o C, 33,38 o C. Sedangkan dihari ke- 40 (akhir pemeliharaan) nilai suhu pada setiap perlakuan adalah 32,5 o C, 32,67 o C, 14

32,5 o C, dan 32,63 o C untuk perlakuan K, perlakuan P1, perlakuan P2, dan perlakuan P3. Data rata-rata harian suhu selama pemeliharaan udang vaname terdapat pada Lampiran 4. 3.1.1.8 Kekeruhan Nilai kekeruhan selama penelitian diukur sebanyak tiga kali yaitu hari ke-0, hari ke-20, dan hari ke-40. Kekeruhan pada masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini. Gambar 8. Nilai kekeruhan selama masa pemeliharaan Gambar 8 di atas menunjukan kenaikan nilai kekeruhan dari hari ke-0 (awal masa pemeliharaan) sampai hari ke-40 (akhir pemeliharaan). Nilai kekeruahan di hari ke-0 pada perlakuan K (30 ppt), perlakuan P1 (10 ppt), perlakauan P2 (5 ppt), dan perlakuan P3 (0 ppt) yaitu 7,3 NTU, 6,77 NTU, 4,53 NTU, dan 4,43 NTU. Nilai kekeruhan pada hari ke-20 yaitu perlakuan K (13,67 NTU), perlakuan P1 (11,43 NTU), perlakuan P2 (16,2 NTU), dan perlakuan P3 (18,8 NTU). Sedangkan nilai kekeruhan di hari ke-40 (akhir masa pemeliharaan) adalah perlakuan K, perlakuan P1, dan perlakuan P2 sebesar 23,33 NTU, 23,67 NTU, dan 21,00 NTU. Pada perlakuan P3 tidak diukur nilai kekeruhannya karena sebelumnya udang vaname sudah mati semua dihari ke-20 masa pemeliharaan 15

3.1.2 Frekuensi Molting Udang Jumlah udang vaname yang mengalami molting setiap hari selama masa pemeliharaan disajikan pada Gambar 9 di bawah ini. Nilai molting tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 0.73% per hari dan terendah pada perlakuan K yaitu 0,33 % per hari. Gambar 9. Frekuensi molting udang vaname 3.1.3 Laju Pertumbuhan Spesifik Nilai laju pertumbuhan spesifik atau Spesific Growth Rate (SGR) udang vaname selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa perlakuan berupa perbedaan salinitas berpengaruh nyata terhadap nilai laju pertumbuhan harian udang vaname (Lampiran 5). 16

Gambar 10. Laju pertumbuhan spesifik Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh nilai laju pertumbuhan spesifik udang vaname pada hari ke-20 pada perlakuan P1 (10 ppt) dan P2 (5 ppt) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan K (30 ppt), namun berbeda nyata terhadap perlakuan P3 (0 ppt). Sedangkan pada hari ke-40, menunjukan perlakuan P1 (10 ppt), dan P2 (5 ppt) tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap perlakuan K (0 ppt). 3.1.4 Pertumbuhan Mutlak Pertumbuhan mutlak atau Growth Rate (GR) udang vaname selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah ini. Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa perlakuan berupa perbedaan salinitas berpengaruh nyata terhadap nilai pertumbuhan bobot (Lampiran 6). 17

Gambar 11. Pertumbuhan mutlak udang vaname Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh nilai laju pertumbuhan bobot udang vaname pada hari ke-20 pada perlakuan K (30 ppt), P1 (10 ppt), dan P2 (5 ppt) tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap perlakuan P3 (0 ppt). Pada hari ke-40 perlakuan K (30 ppt) berbeda nyata terhadap perlakuan P1 (10 ppt), P2 (5 ppt). 3.1.5 Konversi Pakan Nilai konversi pakan atau Feed Feed convertion ratio (FCR) selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini. Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa perlakuan berupa perbedaan salinitas berpengaruh nyata terhadap nilai konversi pakan (Lampiran 7). 18

Gambar 12. Feed convertion ratio (FCR) Berdasarkan hasil uji lanjut Tuckey pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh nilai konversi pakan udang vaname pada hari ke-20 pada perlakuan P1 (10 ppt), P2 (5 ppt), dan P3 (0 ppt) tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap perlakuan K (30 ppt). Sedangkan pada hari ke-40 setiap perlakuan menunjukan perbedaan yang nyata antara perlakuan yang lainnya 3.1.6 Efisiensi Pemberian Pakan Nilai efisiensi pemberian pakan (EPP) selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini. Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa perlakuan berupa perbedaan salinitas berpengaruh nyata terhadap nilai efisiensi pemberian pakan (Lampiran 8). 19

Gambar 13. Efisiensi pemberian pakan Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh nilai efisiensi pemberian pakan udang vaname pada hari ke-20 pada perlakuan P1 (10 ppt), P2 (5 ppt), dan P3 (0 ppt) tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap perlakuan K (30 ppt). Sedangkan pada hari ke-40 efisiensi pemberian pakan udang vaname menujukan hasil yang berbeda nyata antara setiap perlakuan. 3.1.7 Kelengkapan Organ Udang Jumlah udang vaname yang kelengkapan organ udang tidak lengkap dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Jumlah udang yang kelengkapan organnya tidak normal Perlakuan Anatomi Mata Sungut Rostum Kaki jalan Kaki renang Ekor (2 buah) (2 buah) (1 buah) (6 pasang) (5 pasang) (5 buah) Udang normal Jumlah sampel (ekor) K 10 % 13,33 % - - - - 76,67 % 30 P1 3,33 % 10 % - - - - 86,67 % 30 P2 6,67 % 6,67 % - - - - 86,67 % 30 P3 16,67 % 10 % - - - - 73,33 % 30 Dari Tabel 2 di atas menunjukan jumlah udang yang kelengkapan organnya tidak lengkap selama masa pemeliharaan. Ketidaklengkapan organ udang pada semua perlakuan terdapat pada organ mata dan sungut. 20

3.1.8 Tingkat Kelangsungan Hidup Udang Vaname Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) udang vaname pada hari ke-20 dan hari ke-40 hari dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah ini. Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa perlakuan berupa perbedaan salinitas berpengaruh nyata terhadap nilai kelangsungan hidup udang vaname (Lampiran 9). Data rata-rata harian tingkat kelangsungan hidup udang vaname terdapat pada Lampiran 10. Gambar 14. Tingkat kelangsungan hidup udang vaname Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil tingkat kelangsungan hidup udang vaname pada hari ke-20 pada perlakuan K (30 ppt) tidak berbeda nyata antara perlakuan P1 (10 ppt) namun berbeda nyata antara perlakuan P2 (5 ppt) dan perlakuan P3 (0 ppt). Pada hari ke- 40 tingkat kelangsungan hidup udang vaname menunjukan hasil yang berbeda nyata antara setiap perlakuan. 21

3.2 Pembahasan Tabel 3. Hasil analisis statistik beberapa parameter selama penelitian Parameter SGR (%) GR (gram/ekor/hari) FCR EPP (%) SR (%) Hari ke- Perlakuan K (30 ppt) P1 (10 ppt) P2 (5 ppt) P3 (0 ppt) 20 5,29±0,53 ab 4,10±0,49 a 4,21±0,67 a 6,34±0,92 b 40 4,09±0,32 a 3,15±0,32 b 3,23±0,43 b - 20 0,0031±0,0001 a 0,0024±0,0001 a 0,0024±0,0003 a 0,0045±0,0007 b 40 0,0034±0,0001 a 0,0024±0,0001 b 0,0024±0,0003 b - 20 1,06±0,03 a 1,37±0,07 b 1,41±0,16 b 1,39±0,15 b 40 1,14±0,03 a 1,82±0,07 b 2,21±0,29 c - 20 94,64±3,11 a 72,88±4,03 b 71,52±8,05 b 72,64±7,39 b 40 87,87±2,58 a 55,08±2,22 b 45,71±6,17 c - 20 95,40±1,25 a 93,20±1,66 ab 91,77±0,51 b - 40 77,04±0,48 a 58,54±2,85 b 33,13±6,22 c - Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05) Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Perubahan salinitas akan menyebabkan perubahan tekanan osmotik, dimana semakin rendah salinitas maka akan semakin rendah tekanan osmotiknya (Vernberg and Vernberg, 1972). Tekanan osmotik air bergantung pada ion yang terlarut dalam air tersebut, semakin besar jumlah ion yang terlarut dalam air maka tekanan osmotik larutan akan semakin tinggi. Osmoregulasi merupakan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses fisiologis tubuh berjalan normal (Rahardjo, 1980). Tekanan osmotik juga berhubungan dengan frekuensi molting udang. Tekanan osmotik ikan air laut berbeda dengan ikan air tawar. Ikan-ikan air laut mempunyai tekanan osmotik cairan dalam tubuh lebih kecil dari tekanan osmotik cairan di lingkungan, sehingga cairan dalam tubuh cenderung keluar sedangkan garam-garam dari lingkungan masuk ke dalam tubuh. Sebaliknya untuk ikan-ikan air tawar. Hal ini menjadikan tubuh udang banyak menyerap air dari lingkungan sehingga tubuh menjadi besar dan merangsang udang untuk molting. Dalam kondisi molting, kondisi udang sangat lemah sehingga sensitif terhadap kanibalisme. Semua golongan arthopoda, termasuk udang mengalami proses pergantian kulit atau molting secara periodik, sehingga ukuran tubuhnya bertambah besar. 22

Pada penelitian ini jumlah udang yang paling banyak mengalami molting yaitu perlakuan P3 (0,73 %) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 9). Hal ini diduga udang banyak menyerap air dari lingkungan yang menyebabkan tubuh udang seamkin besar dan harus berganti kulit. Ketika molting, tubuh udang sangat rentan terhadap serangan udang-udang lainnya. Disamping kondisinya masih sangat lemah dan kulit luarnya belum mengeras, udang pada saat molting mengeluarkan cairan molting yang mengandung asam amino, enzim dan senyawa organik hasil dekomposisi parsial eksoskeleton (cangkang) yang baunya sangat merangsang nafsu makan udang. Hal tersebut bisa membangkitkan sifat kanibalisme udang yang sehat, sehingga dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup udang. Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik panjang, berat maupun volume sehubungan dengan perubahan waktu (Wootton, 1995). Menurut Watanabe (1988), pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internal seperti genetik dan fisiologis misal kesehatan sedangkan faktor eksternal seperti pakan dan fisika-kimia air (suhu, oksigen terlarut, amoniak, kesadahan, dan salinitas). Untuk mengetahui pertumbuhan udang dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan spesifik (SGR) dan pertumbuhan mutlak (GR). Perbedaan salinitas antar perlakuan memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan spesifik (SGR) dan pertumbuhan mutlak (GR) (Lampiran 5 dan 6). Dari uji statistik dengan selang kepercayaan 95% (p<0,05) menunjukan bahwa perlakuan P3 (6,34%) pada hari ke-20 berbeda nyata terhadap perlakuan P1 (4,10%) dan perlakuan P2 (4,21%). Untuk laju pertumbuhan spesifik di hari ke-40 perlakuan K (4,09%) berbeda nyata terhadap perlakuan P1 (3,15%) dan P2 (3,23%). Sedangkan pertumbuhan (GR) di hari ke-20 yaitu perlakuan P3 (0,0045 gram/ekor/hari) berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Pada hari ke-40, perlakuan K (0,0034 gram/ekor/hari) berbeda nyata antar setiap perlakuan. Laju pertumbuhan spesifik pada hari ke-20, perlakuan P3 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena udang lebih banyak makan untuk mendapatkan energi sebagai pertumbuhan. Selain untuk pertumbuhan energi digunakan untuk kegiatan molting udang. Molting udang memerlukan energi yang cukup besar untuk pergantia kulit udang. Sehingga 23

konsumsi pakan pada perlakuan P3 lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selain itu, perlakuan P3 merupakan perlakuan air bersalinitas 0 ppt yang memberikan pengaruh terhadap penyerapan air dari lingkungan ke dalam tubuh udang vaname. Sehingga bobot tubuh udang vaname menjadi bertambah dan tekstur dagingnya lebih lunak. Ini juga disebabkan perubahan tekanan osmotik udang dari air laut menjadi air tawar. Nilai konversi pakan atau Feed convertion ratio (FCR) dapat menggambarkan efisiensi pakan untuk pertumbuhan. Menurut Zonneveld et al (1991) menyatakan bahwa konversi pakan menunjukan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk membuat daging (pertumbuhan). Di hari ke-20 masa pemeliharaan, nilai FCR perlakuan K berbeda nyata terhadap perlakuan P1, P2, dan P3. Namun pada hari ke-40 setiap perlakuan menunjukan perbedaan yang nyata antar perlakuan yang laiannya. Pada salinitas rendah udang vaname mengkonversi pakan menjadi energi untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan, dan molting, sehingga udang banyak membutuhkan suplai makanan. Selain itu konversi pakan merupakan indikator untuk menetukan efektifitas pakan. Semakin kecil nilai konversi pakan yang dihasilkan menunjukan penggunaan pakan tersebut semakin efisien (Gambar 12). Nilai efisiensi pemberian pakan (EPP) berhubungan dengan nilai FCR. Semakin tinggi nilai FCR maka efisiensi pemberian pakan akan semakin kurang baik. Sebaliknya jika nilai FCR rendah maka efisiensi pemberian pakan akan semakin baik (Gambar 13). Aktifitas udang dalam melakuakan kegiatan mencari makan tidak lepas dari organ yang ada pada tubuhnya seperti mata, antena, kaki jalan, kaki renang, dan ekor. Jika organ tersebut tidak lengkap maka udang akan kesulitan dalam mencari makan ataupun bereproduksi. Pada penelitian ini dilakukan pengecekan kelengkapan udang vaname selama masa pemelihraan. Hasil pengamatan menunjukan bahwa semua perlakuan terdapat udang yang organnya tidak lengkap seperti mata dan antena hanya satu buah (Tabel 2). Hal ini bisa terjadi akibat kelainan genetik ataupun akbat sifat kanibalisme udang. Kanibalisme udang sering terjadi pada saat udang melakuan molting. Saat udang molting tubuh udang sangat lemah dan rentan terhadap serangan dari udang lain. 24

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air media pemeliharaan udang vaname, diperoleh kisaran oksigen terlarut 3,30 mg/l - 6,41 mg/l (Gambar 1). Pada hari ke-0 oksigen terlarut baik untuk kegiatan budidaya udang vaname yaitu 6,41 mg/l, namun diakhir hari ke-40 oksigen terlarut menurun sampai 3,30 mg/l. Saat awal pemeliharaan oksigen terlarut hanya digunakan untuk aktifitas respirasi udang saja, namun diakhir pelakuan oksigen terlarut digunakan untuk pernafasan dan perombakan bahan organik oleh bakteri aerob. Kelarutan oksigen dalam air menurun dengan meningkatnya kadar salinitas air. Menurut Poernomo (1989) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut dalam air yang dapat mendukung kehidupan udang ninimum 3 mg/l, sedangkan untuk pertumbuhan yang normal bagi udang yaitu 4-7 mg/l. Pada kadar oksigen terlarut 3 mg/l, walaupun tidak mempelihatkan gejala abnormal tetapi sebenarnya bepengaruh pada pertumbuhan udang (Poernomo, 1989). Nilai alkalinitas berhubungan dengan sistem buffer untuk mempertahankan ph air. Nilai alkalinitas akan mempengaruhi pertumbuhan udang. Karena alkalinitas akan mempengaruhi proses pertukaran ion antara tubuh dengan lingkungannya. Berdasarkan hasil pengukuran, kisaran nilai alkalinitas perlakuan K lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai alkalinitas yang baik untuk pemeliharaan ikan adalah diatas 40 mg/l CaCO 3 (Boyd, 1982). Kisaran nilai alkalinitas perlakuan K 26,66 72 mg/l CaCO 3 (Gambar 3). Nilai ini termasuk baik untuk pemeliharaan udang, sehingga sistem buffer dalam media perairan bekerja dengan baik, sehingga udang yang dipelihara pada perlakuan K tidak banyak melakukan usaha untuk proses homeostatis. Hal tersebut mengakibatkan kelebihan energi dalam tubuh digunakan untuk pertumbuhan udang. Kesadahan diidentifikasikan sebagai konsentrasi ion-ion logam kovalen dalam air yang digambarkan sebagai milligram per liter kalsium karbonat (Boyd, 1982). Kesadahan total biasanya berhubungan dengan alkalinitas total karena anion dari alkalinitas dan kation dari kesadahan berasal dari peluruhan mineral karbonat. Nilai kesadahan perlakuan K lebih tinggi dibandingkan nilai kesadahan pada perlakuan lainnya (Gambar 4). Hal ini karena perlakuan K merupakan air yang bersalinitas 30 ppt sehingga menagndug banyak ion-ion seperti kalsium, 25

magnesium, karbonat, dan sulfat. Swingle (1986) dalam effendi (2003) menyatakan, kesadahan yang kurang dari 15 mg/l CaCO 3 kovalen akan menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat dan bahkan menyebabkan kematian. Kesadahan yang berkisar 20-150 mg/l CaCO 3 kovalen dalam perairan baik untuk menunjang kehidupan organisme perairan. Perananan kualitas air yang dapat menyebabkan kematian massal udang yaitu kandungan amoniak (NH 3 ) yang tidak terionisasi dalam perairan. Semakin tinggi nilai amoniak maka menyebabkan toksik bagi udang (Gambar 5). Amoniak di perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan, merusak insang, menambah energi untuk keperluan detoksifikasi, menggangu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan (Boyd, 1990). Nilai ph dan suhu media pemeliharaan memberikan pengaruh terhadap konsentrasi amoniak. Amoniak dalam bentuk tidak terionisasi (NH 3 ) bersifat racun bagi kehidupan ikan (Boyd, 1982). Dari hasil pengukuran konsentrasi NH 3 pada hari ke-0 berkisar 0,0246 mg/l - 0,0472 mg/l. Pada hari ke-20 konsentrasi NH 3 berkisar 0,0423 mg/l - 0,0871 mg/l. Sedangkan pada hari ke-40 nilai konsentrasi NH 3 sebesar 0,0539 mg/l - 0,0732 mg/l. Selama masa pemeliharaan, konsentrasi amoniak selalu meningkat dari hari ke-0 sampai hari ke-40. Konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 0,0871 mg/l (Gambar 7). Hal ini diduga yang menyebabkan kematian masal pada perlakuan P3. Amoniak di dalam air berasal dari sisa-sisa metabolisme, sisa pakan yang tidak dimakan dan pembusukan senyawa-senyawa organik (Boyd, 1982). Walaupun menurut Tiensongrusme (1980) bahwa udang dapat mentoleransi kandungan amoniak dalam perairan sebesar 0,5 mg/l. Amoniak di perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan, merusak insang, menambah energi untuk keperluan detoksifikasi, menggangu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan (Boyd, 1990). Nitrit merupakan perliahan antara amoniak dan nitrat melalui proses nitrifikasi (Effendi, 2000). Nilai nitrit dalam wadah pemeliharaan udang vaname berkisar 0,1625 1,367 mg/l (Gambar 6). Pada awal pemeliharaan sampai awal akhir pemeliharaan menalami fluktuasi. Hai ini diduga karena adanya pengaruh pergantian air yang dilakukan setiap hari. Keberadaan nitrit diperairan akibat 26

ketidakseimbangan reaksi nitrifikasi dengan keberadaan oksigen (Boyd, 1982). Menurut Tiensongrusme (1980) menyarankan agar air yang digunakan untuk pemeliharaan udang tidak mengandung nitrit lebih dari 0,8 mg/l. Nilai kekeruhan selama masa pemeliharaan mengalami peningkatan dari hari ke-0 sampai hari ke-40 (Gambar 8). Hal ini karena setiap hari udang diberi pakan berupa pellet dan mengakibatkan air menjadi keruh. Selain iu kekeruhan juga dapat disebabkan oleh bahan organik seperti sisa metabolisme udang dan pakan yang tidak termakan. Nilai kekruhan selama masa pemeliharaan udang berkisar 4,43 23,67 NTU. Tingkat kelangsungan hidup (SR) perlakuan P1 udang vaname hari ke-20 pada selang kepercayaan 95% (p<0,05) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan K dan perlakuan P2. Namun perlakuan P3 berbeda nyata untuk semua perlakuan. Untuk hari ke-40, nilai SR berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (Gambar 14). Hal ini berarti perbedaan salinitas mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup udang vaname. Kematian udang pada masa pemeliharaan diduga akibat perbedaan tekanan osmotik tubuh udang dengan tekanan osmotik lingkungan. Selain itu, frekuensi molting udang, kanibalisme, dan kualitas air juga berperan dalam tingkat kelangsungan hidup udang. 27