VII. STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

dokumen-dokumen yang mirip
V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

ANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

III. METODA PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI KAJIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN DAN KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN WISATA CETACEAN WATCHING DI KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN

III METODE PENELITIAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Pengembangan Sistem Agribisnis Ikan Lele

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI, SOSIAL, EKONOMI DAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA. Aceng Hidayat, Zukhruf Annisa, Prima Gandhi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diterima: 4 Februari 2009; Disetujui: 20 Agustus 2009 ABSTRACT

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Produktivitas, Pendapatan, Keberlanjutan

ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA

Governance of Dagho fishing port, Sangihe Islands Regency, Indonesia

3 METODE UMUM PENELITIAN

Jurnal Geografi. Media Informasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

ANALISIS INDEKS DAN STATUS KEBERLANJUTAN SISTEM PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR

STATUS KEBERLANJUTAN IKAN LOMPA (THRYSSA BAELAMA) PADA KAWASAN SASI NEGERI HARUKU KABUPATEN MALUKU TENGAH

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi

BAB V. kelembagaan bersih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN DI PESISIR KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN YULISTA NOVELIYANA

STATUS KEBERLANJUTAN USAHA GARAM RAKYAT DI KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP

Ringkasan Eksekutif. i i

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI

2 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB V STATUS KEBERLANJUTAN DAS CILIWUNG HULU

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

EVALUASI STATUS KEBERLANJUTAN AGROPOLITAN PONCOKUSUMO, MALANG, JAWA TIMUR A. Faruq Hamdani 1, Benny Joy 2, dan E.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Karakteristik Keberlanjutan Mentok Rimba (Cairina Scutulata) Di Taman Nasional Berbak Jambi

6 STATUS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DI PULAU TARAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

ABSTRACT. Key words : sustainability index, sustainability status, agropolitan, border area ABSTRAK

ABSTRAK PENDAHULUAN ABSTRACT R. WIDIRIANI 1, S. SABIHAM 2, S. HADI SUTJAHJO 3, DAN I. LAS 4 ISSN

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

METODE PENELITIAN. 4.1 Metode Penelitian

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

PENILAIAN KESIAPAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL Evaluation of Readiness for Maluku as Lumbung Ikan Nasional

ANALISIS KEBERLANJUTAN PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI KAWASAN PERBATASAN PULAU SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB III METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

PENILAIAN KESIAPAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL Evaluation of Readiness for Maluku as Lumbung Ikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

Endang Karlina, Cecep Kusmana, Marimin & M. Bismark Alamat Instansi. Diterima 30 Maret 2016; direvisi 2 April 2016; disetujui 22 September 2016

IV. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

Status Keberlanjutan Wilayah Peternakan Sapi Potong untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Bondowoso

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

Status Keberlanjutan Tipologi Rumah Panggung pada Lahan Bergambut di Kawasan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS INDEKS DAN STATUS KEBERLANJUTAN SISTEM KETERSEDIAAN BERAS DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

III METODE PENELITIAN. 3.2 Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

PEMANFAATAN LAHAN BEKAS PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK USAHA BUDIDAYA IKAN YANG BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

III. KERANGKA PEMIKIRAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

STATUS KEBERLANJUTAN DIMENSI EKOLOGI BUDIDAYA IKAN PATIN (PANGASIANODON HYPOPHTHALMUS) DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan

KAJIAN KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOWISATA BERBASIS DAERAH PERLINDUNGAN LAUT (DPL) DI PESISIR DESA BAHOI, MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Ruang Lingkup, Tahapan Penelitian dan Variabel yang Diamati Ruang Lingkup Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 Desember 2008)

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN AIR BAKU DAS BABON (Studi Kasus di Kota Semarang)

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB Departemen Tanah dan Pengelolaan Sumber Daya Lahan IPB. Departemen Ekonomi Manajemen IPB.

6. KEBERLANJUTAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR

Transkripsi:

VII. STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE Penilaian terhadap status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat dilakukan dengan menggunakan analisis Rapid Appraisal of status for Forestry Mangrovet (Rap-Mforest). Analisis ini akan menghasilkan nilai indeks status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove pada masing-masing dimensi ekologi, ekonomi dan sosial. Masing-masing dimensi memiliki indikator yang mencerminkan status keberlanjutan dari dimensi yang bersangkutan. Nilai indeks yang dihasilkan meliputi nilai indeks status keberlanjutan multidimensi dan masing-masing dimensi yang merupakan gambaran tentang kondisi pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat yang terjadi saat ini. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rap-Mforest diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk multidimensi sebesar 36,08 dengan status kurang berkelanjutan; dimensi ekologi sebesar 79,95 dengan status berkelanjutan; dimensi ekonomi 33,56 dengan status kurang berkelanjutan dan dimensi sosial sebesar 22,96 dengan kategori tidak berkelanjutan. Agar nilai indeks ini di masa yang akan datang dapat terus meningkat sampai mencapai status berkelanjutan, maka perbaikanperbaikan terhadap indikator-indikator yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi ekonomi dan sosial. indikator-indikator yang dinilai oleh para pakar didasarkan pada kondisi eksisting wilayah. 7.1. Status Keberlanjutan Multidimensi Hasil analisis Rap- Mforest multidimensi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat menunjukkan nilai indeks keberlanjutan sebesar 36,08 dan termasuk dalam status kurang berkelanjutan. Nilai ini diperoleh berdasarkan penilaian 22 indikator dari tiga dimensi berkelanjutan. Hasil analisis multidimensi dengan Rap-Mforest terlihat seperti pada Gambar 14. 98

60 Ordinasi Rap-Mforest Up 40 20 Bad 36,08 Good 0 0 20 40 60 80 100 120-20 -40-60 Down Status hutan mangrove Gambar 14. Analisis Rap-Mforest Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat Indikator-indikator sensitif yang memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan multidimensi berdasarkan analisis leverage sebanyak 7 indikator, yaitu : (1) struktur relung komunitas, (2) perubahan keragaman habitat, (3) hasil inventarisasi pemanfaatan mangrove, (4) zonasi pemanfaatan lahan mangrove, (5) keterlibatan stakeholder, (6) kerusakan sumberdaya hutan oleh masyarakat dan (7) akses masyarakat lokal terhadap hutan mangrove. Indikator-indikator ini perlu dilakukan perbaikan ke depan untuk meningkatkan status keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove. Perbaikan yang dimaksud adalah meningkatkan kapasitas indikator yang mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan dan sebaliknya menekan sekecil mungkin indikator yang berpeluang menurunkan nilai indeks keberlanjutan. Gambar 15 menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi berbeda-beda. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua nilai indeks harus memiliki nilai yang sangat besar, tetapi dalam berbagai 99

kondisi daerah tentu memiliki prioritas dimensi yang lebih dominan untuk menjadi perhatian. 79.95 % EKOLOGI 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 SOSIAL 22.96 % EKONOMI 33.56 % Gambar 15. Diagram Layang (kite diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat Beberapa parameter statistik yang diperoleh dari analisis Rap-Mforest dengan menggunakan metode MDS berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di wilayah studi. Tabel 11 menunjukkan nilai stress dan koefisien determinasi (R 2 ) untuk setiap dimensi dan multidimensi. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan indikator untuk mencerminkan dimensi yang dikaji mendekati kondisi sebenarnya. Tabel 11. Hasil Analisis Rap- Mforest untuk Beberapa Parameter Statistik Nilai statistik Multi dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Stress 0.13 0.14 0.14 0.13 2 R 0.95 0.95 0.93 0.95 Jumlah iterasi 2 2 2 2 Sumber : hasil analisis data (2009) Berdasarkan Tabel 11, validasi hasil analisis Rap-Mforest menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang diperoleh berkisar antara 0,93 dan 0,95, yang berarti bahwa semua indikator yang dikaji terhadap status pengelolaan ekosistem hutan mangrove memiliki peran yang cukup besar dalam menjelaskan keragaman dari nilai indeks dimensi. Sedangkan nilai stress yang berkisar antara 13 dan 14 % atau lebih rendah dari 0,25 yang berarti ketepatan konfigurasi titik (goodness of fit) model yang dibangun untuk keberlanjutan dimensi dapat mempresentasikan model yang baik (Alder et al., 2003). 100

Kavanagh dan Pitcher (2004) menyatakan bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25 (25 %) dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) mendekati nilai 1,0. Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas analisis yang dilakukan. Berbeda dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ), kualitas hasil analisis akan semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar (mendekati 1). Dengan demikian dari kedua parameter menunjukkan bahwa seluruh indikator yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove relatif baik dalam menerangkan ketiga dimensi pembangunan yang dianalisis. Analisis Monte Carlo digunakan untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks total dan setiap dimensi. Analisis Monte Carlo membantu melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap indikator pada setiap dimensi yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap indikator, variasi pemberian skor karena perbedaan pendapat, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukkan data atau data hilang dan nilai stress yang terlalu tinggi. Hasil analisis Monte Carlo tidak banyak mengubah nilai indeks multidimensi dan masing-masing dimensi. Hasil analisis Monte Carlo yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat dapat dilihat pada Tabel 12. Hal ini berarti bahwa kesalahan dalam analisis dapat diperkecil baik dalam hal pemberian skoring setiap indikator, variasi pemberian opini relatif kecil dan proses analisis data yang dilakukan berulang-ulang stabil serta kesalahan dalam menginput data dan data hilang dapat dihindari. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Rap-Mforest dan Monte Carlo dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis Monte Carlo dengan Analisis Rap-Mforest Dimensi Hasil Hasil Monte Perbedaan Rap-Mforest (%) Carlo (%) (%) Ekologi 79.95 77.83 2.12 Ekonomi 33.56 33.18 0.38 Sosial 22.96 25.01 2.05 Multidimensi 36.08 37.97 1.89 Sumber : hasil analisis (2009) 101

Perbedaan hasil analisis yang kecil seperti pada Tabel 12 menunjukkan bahwa analisis Rap-Mforest dengan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan sistem yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, dan dapat disimpulkan bahwa metode Rap-Mforest dalam kajian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu alat evaluasi untuk menilai secara cepat (Rapid Appraisal) keberlanjutan dari pengelolaan ekosistem hutan mangrove di suatu wilayah. 7.2. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi Berdasarkan Gambar 16 nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 79,95 termasuk dalam kategori berkelanjutan. Indikator yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap dimensi ekologi terdiri dari enam indikator, yaitu : (1) rantai makanan dan ekosistem, (2) perubahan kualitas air, (3) ukuran populasi dan struktur demografi, (4) tingkat keragaman hutan mangrove, (5) struktur relung komunitas dan (6) perubahan keragaman habitat. 60 Ordinasi Rap-Mforest Up 40 20 Bad Good 0 0 20 40 60 80 100 120-20 79,95-40 -60 Down Status hutan mangrove Gambar 16. Analisis Rap-Mforest Nilai Indeks Keberlanjutan Ekologi Dimensi Analisis leverage bertujuan untuk melihat indikator yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi. Gambar 17 menunjukkan bahwa semua indikator dimensi ekologi memiliki tingkat sensitivitas yang relatif hampir sama dalam perannya terhadap nilai indeks keberlanjutan. 102

Berdasarkan analisis leverage diperoleh dua indikator yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu ; (1) struktur relung komunitas, dan (2) perubahan keragaman habitat. Struktur relung komunitas menunjukkan adanya perubahan, yang dapat dilihat dari adanya perubahan kelimpahan relatif pada semai dan pancang dari pohon-pohon pembentuk tajuk hutan mangrove jika dibandingkan dengan hutan mangrove yang tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Disamping itu kelimpahan kelompok burung tertentu hanya sebagian dapat dipertahankan dalam variasi alaminya. Untuk mempertahankan struktur relung komunitas agar tidak mengalami perubahan, maka perlu ada kebijakan pemerintah untuk mengatur pemanfaatan ekosistem hutan mangrove. Indikator lain yang perlu diperhatikan adalah perubahan keragaman habitat. Terjadinya perubahan keragaman habitat pada hutan mangrove ditandai dengan adanya keterbukaan tajuk pohon yang besar, akibat kegiatan manusia. Laju pertumbuhan penduduk yang meningkat dari 0,62% pada tahun 2006 menjadi 0,80% pada tahun 2007 diikuti dengan kebutuhan hidup yang terus bertambah, menyebabkan aktivitas manusia memanfaatkan hutan mangrove untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga berdampak pada kerusakan hutan tersebut. Agar perubahan keragaman habitat akibat intervensi manusia tetap dapat dipertahankan dalam batas kritisnya, maka perlu adanya kebijakan pemerintah yang mengatur pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat. 103

Rantai makanan dan ekosistem 5.99 Perubahan kualitas air 5.89 Indikator Ukuran populasi dan struktur demografi Tingkat keragaman hutan mangrove 5.20 4.57 Struktur relung komunitas 11.55 Perubahan keragaman habitat 9.01 0 5 10 15 Gambar 17. Hasil Analisis Sensitivitas Pengelolaan Hutan Mangrove Dimensi Ekologi 7.3. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Berdasarkan Gambar 18 nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi sebesar 33,56 termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Indikator yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan dimensi ekonomi terdiri dari tujuh indikator : (1) peran mangrove terhadap pembangunan wilayah, (2) hasil inventarisasi pemanfaatan hutan mangrove, (3) rehabilitasi hutan mangrove, (4) zonasi pemanfaatan lahan mangrove, (5) keterlibatan stakeholder, (6) rencana pengelolaan hutan mangrove, (7) pemanfaatan mangrove oleh masyarakat. 104

Ordinasi Rap-Mforest 60 Up 40 20 Bad Good 0 0 20 40 60 80 100 120-20 33,56-40 -60 Down Status hutan mangrove Gambar 18. Analisis Rap-Mforest Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Berdasarkan hasil analisis leverage yang terlihat pada Gambar 19, terdapat tiga indikator yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi, yaitu : (1) hasil inventarisasi pemanfaatan mangrove, (2) zonasi pemanfaatan lahan mangrove, dan (3) keterlibatan stakeholder. Indikator yang perlu mendapat perhatian adalah tidak tersedia hasil inventarisasi pemanfaatan mangrove di lokasi penelitian. Belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat, sehingga pemanfaatan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat juga dilakukan secara illegal, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun dalam rangka pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan, maka pemerintah khususnya dinas terkait harus menyiapkan data yang berhubungan dengan hasil inventarisasi pemanfaatan hutan mangrove. Tidak tersedianya zonasi pemanfaatan lahan mangrove di lokasi penelitian merupakan salah satu indikator yang perlu diperhatikan, dalam upaya menghindari konflik pemanfaatan lahan. Oleh karena itu untuk lebih meningkatkan status keberlanjutan, perlu adanya zonasi untuk berbagai tujuan pengelolaan hutan 105

mangrove. Indikator lain yang sensitif adalah keterlibatan stakeholder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya hanya masyarakat yang berperan dalam memanfaatkan mangrove untuk kepentingan hidupnya. Peran mangrove terhadap pembangunan wilayah 6,02 Hasil inventarisasi pemanfaatan mangrove 11,53 Rehabilitasi hutan mangrove 7,41 Indikator Zonasi pemanfaatan lahan mangrove Keterlibatan stakeholder 8,84 10,83 Rencana pengelolaan hutan mangrove 6,91 Pemanfaatan mangrove oleh masyarakat 6,45 0 5 10 15 Nilai Root Mean Square (%) Gambar 19. Hasil Analisis Sensitivitas Pengelolaan Hutan Mangrove Dimensi Ekonomi Belum terlihat peran pemerintah secara nyata dalam pemanfaatan mangrove di lokasi penelitian. Untuk lebih meningkatkan status keberlanjutan, maka upaya perbaikan perlu dilakukan terhadap indikator-indikator yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi, namun indikator lain yang tidak sensitif berdasarkan analisis leverage juga perlu mendapat perhatian serius untuk ditangani. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan atau mempertahankan indikator-indikator yang berdampak positif terhadap peningkatan keberlanjutan dimensi ekonomi. Indikator-indikator yang perlu dipertahankan adalah (1) peran mangrove terhadap pembangunan wilayah dan (2) pemanfaatan mangrove oleh masyarakat. Sesuai dengan hasil analisis ekonomi (nilai manfaat langsung) mangrove bagi masyarakat, maka pemanfaatan mangrove untuk sektor perikanan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga turut mempengaruhi tingkat kesejahteraan. 106

7.4. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Gambar 20 menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial sebesar 22,96 dan termasuk dalam kategori tidak berkelanjutan. Indikator yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan dimensi sosial adalah (1) peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove, (2) pengetahuan masyarakat tentang hutan mangrove, (3) pola hubungan antar stakeholder, (4) kerusakan sumberdaya hutan oleh masyarakat, (5) tingkat pendidikan masyarakat, (6) kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove, (7) akses masyarakat lokal terhadap hutan mangrove, (8) koordinasi antar lembaga, (9) kebijakan dan perencanaan pengelolaan hutan mangrove. Ordinasi Rap-Mforest 60 Up 40 20 Bad Good 0 22,96 0 20 40 60 80 100 120-20 -40-60 Down Status hutan mangrove Gambar 20. Analisis Rap-Mforest Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh dua indikator yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial yaitu : (1) kerusakan sumberdaya hutan oleh masyarakat dan (2) akses masyarakat lokal terhadap hutan mangrove. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 21. Kerusakan sumberdaya hutan oleh masyarakat akibat adanya penebangan pohon untuk kayu bakar dan kebutuhan lainnya sehingga lahan hutan menjadi terbuka. Analisis perubahan penutupan lahan yang didasarkan pada overlay data citra 107

Landsat 7 ETM+ tahun 2003 dan tahun 2005 menunjukkan perbedaan penutupan lahan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat. Pada tahun 2003 luasan lahan mangrove sebesar 2363,3 ha, sedangkan tahun 2005 luasan lahan mangrove menjadi 2189,3 ha. Luasan hutan mangrove di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat dalam waktu dua tahun terjadi penyusutan lahan mangrove sebesar 174 ha atau sekitar 7,4 %. Akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya hutan mangrove tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat untuk mengambil hasil hutan kayu maupun hasil perikanan, seperti : ikan, kepiting dan udang. Peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove Pengetahuan masyarakat tentang hutan mangrove Pola hubungan antar stakeholder 2.56 2.57 3.85 Kerusakan sumberdaya hutan oleh masyarakat 7.11 Indikator Tingkat pendidikan masyarakat Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sumberdaya hutan mangrove Akses masyarakat lokal terhadap hutan mangrove 3.86 4.39 6.59 Koordinasi antar lembaga 2.50 kebijakan dan perencanaan pengelolaan hutan mangrove 1.34 0 2 4 6 8 Gambar 21. Hasil Analisis Sensitivitas Pengelolaan Hutan Mangrove Dimensi Sosial 108