IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Lahan pertanian intensif

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2)

DASAR-DASAR ILMU TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

DASAR-DASAR ILMU TANAH

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI TERHADAP SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 1 (2016), Hal ISSN :

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

IV. SIFAT FISIKA TANAH

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH Acara I. Penetapan Kadar Air Tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan jagung. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein 30-50%, lemak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat.

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kebun Percobaan Cikabayan adalah salah satu kebun percobaan yang dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor sebagai pusat penelitian dan penanaman berbagai jenis tumbuhan, tanaman holtikultura, serta tanaman pangan. Kebun Percobaan Cikabayan memiliki luas 50 ha dari total luas lahan Institut Pertanian Bogor 250 ha. Kebun Percobaaan Cikabayan ini memiliki ciri-ciri seperti terletak di ketinggian antara 184-234 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan areal antara 0-30 %, beriklim basah (bulan kering 2-3 bulan sekitar bulan Maret sampai Mei dan bulan basah 9-10 bulan sekitar bulan Juni sampai Februari) dengan curah hujan rata-rata per tahun di atas 3000 mm, jumlah hari hujan rata-rata 187, bersuhu berkisar antara 23-32ºC dengan suhu rata-rata 29ºC, memiliki kelembaban udara antara 55% - 95% dan memiliki jenis tanah yang didominasi oleh tanah Latosol yang memiliki ciri fisik utama, seperti warna coklat kemerahan, tekstur liat, struktur remah, memiliki solum dalam (>100 cm), memiliki reaksi tanah yang tergolong agak masam dengan nilai ph berkisar 4,5-6,1. Pada Kebun Percobaan Cikabayan terdapat beberapa lahan yang menerapkan sistem pengolahan tanah yang berbeda diantaranya: lahan dengan pengolahan tanah konservasi dan lahan dengan pengolahan tanah intensif. Lahan pengolahan tanah konservasi merupakan salah satu lahan yang berada di dalam kebun percobaan Cikabayan. Lahan ini telah menerapkan sistem pengolahan tanah konservasi selama 11 tahun sejak tahun 2000. Lahan pengolahan tanah konservasi ini terletak pada koordinat 6º 33 8,1 S dan 106º 42 56,4 E dengan ketinggian ± 187 meter di atas permukaan laut. Lahan ini memiliki luas 500 m² dari total 50 ha kebun percobaan Cikabayan. Lahan pengolahan tanah konservasi ini merupakan lahan yang diperuntukkan sebagai lahan penelitian mahasiswa Institut Pertanian Bogor khususnya Fakultas Pertanian. Sistem pengolahan tanah yang diterapkan pada lahan ini secara umum menerapkkan sistem pengolahan tanah konservasi secara khusus menerapkan pengolahan tanah strip yang dipadukan dengan pengolahan tanah minimum yang termasuk ke dalam katagori pengolahan tanah konservasi. 17

Pengolahan tanah strip merupakan pengolahan tanah yang mengolah tanah seperlunya saja hanya pada strip-strip atau alur-alur yang akan ditanami yang dibuat mengikuti kontur. Bagian lahan di antara dua strip dibiarkan tidak diolah/terganggu dan sisa-sisa tanaman serta gulma disebar atau diletakkan di antara dua strip sebagai mulsa dan menyisakan zona sekitar strip tanpa adanya mulsa. Pengolahan tanah pada lahan ini pun sangat sedikit sekali dilakukan dengan maksud tetap menjaga kondisi tanah agar tidak terganggu dan tetap mempertahankan agregat tanah dengan baik. Pada lahan ini jenis tanaman yang ditanam bervariasi dari tanaman pangan hingga tanaman holtikultura. Pada saat ini tanaman yang di tanam di lahan pengolahan tanah konservasi adalah jagung dan kacang tanah. Pola penanaman yang dilakukan pada lahan konservasi ini ratarata 3 kali tanam dan tergantung dari jenis tanaman yang dibudidayakan. Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi pada lokasi penelitian ditampilkan dalam Gambar 3. Gambar 3. Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi Karakteristik umum tanah (tekstur dan bahan organik) pada lahan pengolahan tanah konservasi ini memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 76%, kadar bahan organik 3% serta kandungan C-Organik 1,74% pada kedalaman tanah 0 30 cm. Pada kedalaman tanah 0-30 cm kadar kandungan bahan organik lebih tinggi daripada kedalaman tanah 30-60 cm (Tabel 5). Pada kedalaman tanah 30-60 cm memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 81 %, kadar bahan organik 1,9 % dan kandungan C-Organik 1,1 %. 18

Tabel 5. Tekstur dan Bahan Organik di Lahan Pengolahan Tanah Konservasi dan Lahan Pengolahan Tanah Intensif Lahan pengolahan tanah Lahan pengolahan tanah Sifat tanah intensif konservasi Kedalaman tanah (cm) Kedalaman tanah (cm) 0-30 30-60 0-30 30 60 Tekstur Pasir (%) 4,6 5,05 6,98 6,48 Debu (%) 13,28 12,79 16,94 12,37 Liat (%) 82,11 82,16 76,17 81,15 Kelas Liat Liat Liat Liat Bahan Organik (%) 2,3 1,5 3 1,9 C-Organik (%) 1,33 0,87 1,74 1,1 Lahan pengolahan tanah intensif merupakan salah satu lahan yang berada di dalam kebun percobaan Cikabayan. Lahan ini telah menerapkan sistem pengolahan tanah secara intensif selama 15 tahun sejak tahun 1996. Lahan pengolahan tanah intensif ini terletak pada koordinat 6º 33 6,2 S dan 106º 42 54,5 E dengan ketinggian ± 192 meter di atas permukaan laut dan berjarak 30 meter dari lahan pengolahan tanah konservasi. Lahan ini memiliki luas 600 m² dari total 50 ha kebun percobaan Cikabayan. Lahan pengolahan tanah intensif ini merupakan lahan yang diperuntukan sebagai lahan penelitian mahasiswa Institut Pertanian Bogor khususnya Fakultas Pertanian. Sistem pengolahan tanah yang diterapkan pada lahan ini adalah sistem pengolahan tanah yang intensif yang memiliki arti lahan tersebut dalam persiapan lahan tanamnya selalu meggarap tanah secara maksimal dengan membalik-balikkan/membongkar tanah hingga kedalaman ± 20 cm, dilakukan berulang-ulang setiap sebelum penanaman dan tanpa adanya pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa dan sumber bahan organik. Jenis tanaman yang ditanam di lahan ini bervariasi dari tanaman pangan hingga tanaman holtikultura. Pada saat ini tanaman yang di tanam di lahan pengolahan tanah intensif adalah sorghum dan cabai. Pola penanaman yang dilakukan pada lahan pengolahan tanah intensif ini rata-rata 3 kali tanam. Kondisi lahan pengolahan tanah intensif pada lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 4. 19

Gambar 4. Kondisi Lahan Pengolahan Tanah Intensif Karakteristik umum tanah (tekstur dan bahan organik) pada lahan pengolahan tanah intensif ini memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 82 %, kadar bahan organik 2,3 % serta kandungan C-Organik 1,33% pada kedalaman tanah 0 30 cm. Pada kedalaman tanah 0-30 cm kadar bahan organik lebih tinggi daripada kedalaman tanah 30-60 cm (Tabel 5). Pada kedalaman tanah 30-60 cm memiliki tekstur liat dengan kadar liat lebih dari 82 %, kadar bahan organik 1,5 % dan kandungan C-Organik 0,87 %. 4.2 Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah di Lahan Penelitian 4.2.1 Bobot Isi dan Porositas Total Tanah Bobot isi tanah merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah tersebut dalam suatu unit volume tanah pada keadaan utuh. Hasil bobot isi dan porositas total tanah akibat pengolahan tanah koservasi dan pengolahan tanah intensif pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa lahan pengolahan tanah konservasi memiliki bobot isi tanah yang lebih rendah dan porositas total tanah yang lebih tinggi pada kedalaman 0-20 cm mau pun 20-40 cm dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. 20

Tabel 6. Bobot Isi dan Porositas Total Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan dan Kedalaman Tanah Bobot isi (g/cm³) Porositas Total (%) Perlakuan Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20 40 cm Kedalaman 0 20 cm Kedalaman 20 40 cm Pengolahan tanah konservasi 0,95 a 0,99 a 64,11 a 62,64 a Pengolahan tanah intensif 1,12 b 1,15 b 58,37 b 57,48 b Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05) Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa bobot isi tanah pada kedalaman tanah 0-20 cm secara umum lebih rendah dibandingkan pengamatan di kedalaman 20-40 cm baik pada lahan pengolahan tanah konservasi mau pun lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini karena pada kedalaman tanah 0-20 cm aktivitas perakaran dan bahan organik lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 20-40 cm sehingga bobot isi tanah menjadi lebih rendah. Lahan pengolahan tanah konservasi memiliki bobot isi yang lebih rendah dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini karena pada lahan pengolahan tanah konservasi dilakukan pemanfaatan gulma dan sisa-sisa tanaman yang dijadikan mulsa serta pupuk organik kepada tanah yang berfungsi sebagai penutup tanah atau pelindung tanah dari butir-butir hujan yang jatuh ke tanah yang berpotensi menyebabkan terjadinya dispersi agregat dan penyumbatan pori sehingga terjadi pemadatan tanah. Akibat pemanfaatan gulma dan sisa-sisa tanaman yang dijadikan mulsa maka kadar bahan organik di lahan pengolahan tanah konservasi menjadi tinggi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Bahan organik berperan sebagai perekat antara partikel tanah, menciptakan struktur tanah (granulasi tanah) yang baik dan juga meningkatkan porositas total tanah. Oleh karena itu, kepadatan tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi menjadi rendah dan bobot isi tanah menjadi rendah akibat ketersediaan bahan organik yang tinggi. Seperti yang dikatakan Arsyad (2006), bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat mengakibatkan penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat, serta ruang pori drainase lambat. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tahah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isinya. Tingkat dan cara mengolah tanah yang dilakukan pada suatu lahan pun mempengaruhi nilai bobot isi tanah tersebut. Tanah yang diolah 21

pada lahan pengolahan tanah konservasi dilakukan seminimum mungkin hanya pada area atau alur yang akan di tanami saja. Sedangkan pada lahan pengolahan tanah intensif dilakukan secara maksimum yaitu dengan membalik-balikkan tanah secara maksimal hingga kedalaman ±20 cm dan dilakukan kepada seluruh lahan sehingga akan terjadi penghancuran agregat tanah. Hancur dan rusaknya agregat tanah akan menyebabkan terjadinya dispersi agregat, penyumbatan pori, rusaknya struktur tanah, dan menurunnya porositas tanah. Hal ini akan menciptakan kepadatan dan bobot isi tanah yang tinggi pada lahan tersebut. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi oleh bahan padatan tanah tetapi terisi oleh udara dan air. Besarnya porositas ditentukan oleh gabungan butiran primer dan sekunder tanah. Partikel-partikel tanah yang tidak teratur menyusun tanah menyebabkan susunan yang tidak benarbenar saling berdekatan, sehingga terbentuk ruang diantaranya yang berisikan udara dan air. Bobot isi tanah yang rendah menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki tingkat kegemburan yg baik dan tidak terjadinya pemadatan pada tanah sehingga ruang pori yang terbentuk menjadi tinggi. Ketersediaan bahan organik juga mempengaruhi porositas tanah karena bahan organik membantu dalam pembentukan agregat tanah dengan membentuk granul-granul dan memperbesar volume dan pori-pori tanah yang ada, sehingga porositas tanah menjadi tinggi. Oleh karena itu, porositas total tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. 4.2.2 Pori Drainase Tanah Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro dan pori makro. Poripori mikro sering dikenal sebagai pori pemegang air dan pori makro merupakan pori drainase. Pori makro (pori drainase) berperan dalam pergerakan air tanah. Pergerakan air tanah akan makin mudah jika pori drainase makin banyak. Distribusi pori drainase tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa pori drainase total pada tanah yang diolah secara konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang diolah secara intensif baik pada kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm. Hasil pengukuran ini 22

juga menunjukkan bahwa kemudahan air untuk dapat bergerak di dalam tanah dimiliki oleh lahan pengolahan tanah konservasi. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan tanah yang rendah, struktur tanah yang baik dan ketersediaan bahan organik yang tinggi yang dimiliki oleh lahan pengolahan tanah konservasi. Gambar 5. Distribusi Pori Drainase Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan Kedalaman Tanah Lahan pengolahan tanah intensif memiliki pori drainase total yang rendah. Hal ini karena ketersediaan bahan organik yang rendah dan terjadinya penyumbatan pori akibat pengolahan tanah yang berlebihan. Ketersediaan bahan organik mempengaruhi terbentuknya struktur tanah yang lebih baik serta volume dan pori-pori tanah yang ada. Bahan organik juga mempengaruhi terciptanya aktivitas mikroorganisme tanah yang dapat membentuk biopori di dalam tanah sehingga pori drainase total tanah menjadi meningkat. Penyumbatan pori juga terjadi pada lahan pengolahan tanah intensif ini, karena dilakukannya pembongkaran atau pembalikkan tanah secara maksimal hingga kedalaman tanah ± 20 cm sehingga terjadi destrukturisasi yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah serta tertutupnya pori makro tanah oleh butir-butir halus tanah. Oleh karena itu, lahan pengolahan tanah intensif memiliki pori drainase total yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah konservasi. 23

4.2.3 Kemampuan Tanah Memegang Air 4.2.3.1 Kurva pf Kemampuan tanah memegang air dapat dilihat dari kurva pf. Hasil penetapan kurva pf pada kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm menunjukkan bahwa pada nilai pf yang sama, lahan pengolahan tanah konservasi selalu memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif (Gambar 6). Gambar 6. Kurva pf berdasarkan jenis pengolahan tanah dan kedalaman tanah Hal ini mengindikasikan bahwa tanah yang diolah secara konservasi mempunyai kemampuan menahan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang diolah secara intensif. Walaupun kadar air pada setiap pf tinggi, kapasitas air tersedia (KA pf 2,54 KA pf 4,2) juga lebih tinggi pada lahan pengolahan tanah konservasi. Kondisi tersebut membuktikan bahwa tanah dengan pengolahan tanah konservasi mempunyai distribusi ukuran pori yang lebih baik. 4.2.3.2 Kadar Air Kapasitas Lapang dan Air Tersedia Kadar air kapasitas lapang adalah batas maksimum air yang dapat dipegang oleh tanah pada kondisi tidak terjadi lagi drainase internal di dalam tanah dan umumnya penetapan kadar air pada kapasitas lapang di laboratorium dilakukan pada tegangan air nilai pf 2,54. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa 24

kadar air kapasitas lapang (pf2,54) pada lahan pengolahan tanah konservasi secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif (Gambar 6). Air tersedia adalah kadar air yang tersedia bagi tanaman dan dapat diambil oleh tanaman. Batas kadar air tersedia terletak diantara kadar air kapasitas lapang (pf2,54) dan kadar air titik layu permanen (pf4,2). Lahan pengolahan tanah konservasi memiliki air tersedia yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini dipengaruhi oleh porositas total dan bahan organik tanah pada lahan tersebut. Porositas total tanah yang lebih banyak akan menyimpan air yang lebih tinggi. Bahan organik tanah juga berperan terhadap ketersediaan air di dalam tanah, karena bahan organik dapat memegang air dengan baik serta dapat meningkatkan porositas total tanah. Oleh karena itu, dengan memiliki porositas total tanah dan bahan organik tanah yang lebih tinggi maka lahan pengolahan tanah konservasi memiliki air tersedia lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Ketersediaan air di dalam tanah juga berdampak pada pertumbuhan tanaman, karena tanaman akan sangat membutuhkan air untuk mendukung segala proses pertumbuhannya. 4.2.3.3 Kadar Air Lapang Kadar air lapang adalah kadar air yang menggambarkan kandungan air yang ada di lapang pada saat itu juga (pengukuran). Kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif setelah beberapa hari selama tidak hujan pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa setelah beberapa hari (1-5) tidak terjadi hujan, kadar air pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tanah dalam menahan/memegang air pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih baik dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kemampuan menyimpan air pada tanah ditentukan oleh porositas dan kandungan bahan organik yang ada pada tanah tersebut. Semakin meningkatnya porositas tanah maka kemampuan tanah dalam menyimpan air akan lebih tinggi. Bahan 25

organik juga berperan dalam membantu pengikatan air dan menjaga kelembaban tanah dari evaporasi yang terjadi pada tanah. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan Poerwowidodo (1987), bahwa bahan organik yang telah terurai akan mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air yang tinggi, merangsang pembentukan agregat dan menurunkan sifat fisik dari liat. Tabel 7. Kadar Air Lapang Pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan Kadar air lapang (% volume) Hari setelah hujan Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah intensif Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) 0-10 10-20 0-10 10-20 H+1 51,42 53,24 44,49 45,15 H+2 46,36 47,27 39,29 40,38 H+3 40,70 45,8 37,64 38,83 H+4 40,03 42,31 36,10 37,58 H+5 38,58 41,92 34,23 36,54 Keterangan : H+1 artinya 1 hari setelah hujan berhenti dan seterusnya Secara umum pada kedua lahan tersebut, kadar air tanah di kedalaman tanah 10-20 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman tanah 0-10 cm. Hal ini dikarenakan potensi terjadinya evaporasi pada kedalaman tanah 0-10 cm lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 10-20 cm. Lapisan tanah atas (0-10 cm) akan bersinggungan langsung dengan sinar matahari, udara dan suhu, sehingga nilai evaporasinya menjadi besar dan kadar air tanahnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tanah bawah (10-20 cm). Grafik penurunan kadar air tanah selama beberapa hari tidak terjadi hujan berdasarkan jenis pengolahan tanah dan kedalaman tanah disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan penurunan kadar air dari hari ke hari selama tidak ada hujan pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif. Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi terlihat tetap lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif walau terjadi penurunan kadar air tanah dari hari ke hari pada kedua lahan tersebut. 26

Gambar 7. Kadar Air Lapang, pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan. Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-10 cm pada hari ke-5 berada di bawah batas kadar air titik layu permanennya. Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah intensif pada hari ke-5 sebesar 34,23% sedangkan batas kadar air titik layu permanennya (pf4,2) adalah 35,11%. Hal ini dapat mengakibatkan akar tanaman pada lahan pengolahan tanah intensif pada hari ke-5 setelah tidak ada hujan, tidak akan dapat lagi mengambil air di kedalaman tanah 0-10 cm. Karena pada kedalaman tanah tersebut air sangat kuat dipegang oleh tanah sehingga air tidak tersedia bagi tanaman. Akar tanaman dipaksa harus mencari air tanah pada kedalaman tanah yang lebih dalam agar dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhannya. Usaha yang perlu dilakukan untuk meminimalisir keadaan tanah sebelum mencapai kadar air titik layu permanen adalah dengan melakukan irigasi kepada lahan. Upaya ini dilakukan agar tanaman tidak mengalami layu permanen dan menghambat pertumbuhannya. Berdasarkan hasil pengamatan sebaiknya irigasi dilakukan setelah hari ke-4 setelah tanah berada pada kondisi kapasitas lapang yang artinya irigasi pada lahan pengolahan tanah intensif sebaiknya dilakukan dalam 4 hari sekali. Pada lahan pengolahan tanah konservasi selama 5 hari tidak hujan, kondisi kadar air tanahnya relatif masih tinggi belum mencapai kadar air titik lau permanen (pf4,2), sehingga waktu untuk melakukan irigasi kepada tanah lebih lama dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. 27

4.2.4 Tahanan Penetrasi Tanah Tahanan penetrasi tanah merupakan salah satu parameter sifat fisik tanah yang menggambarkan kepadatan atau kekuatan suatu tanah. Nilai tahanan penetrasi tanah akan berimplikasi kepada aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah (pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif) terhadap nilai tahanan penetrasi tanah disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Tahanan Penetrasi Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah, Kedalaman Tanah dan Beberapa Hari Setelah Hujan. Tahanan penetrasi tanah (kg/cm²) Hari setelah hujan Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah intensif Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) 0-10 10-20 0-10 10-20 H+1 0,6 1,0 2,5 3,5 H+2 0,7 1,3 3,8 3,9 H+3 0,8 1,6 4,0 4,5 H+4 0,9 1,8 5,0 5,1 H+5 1,1 2,0 6,0 7,0 Keterangan : H+1 artinya 1 hari setelah hujan berhenti dan seterusnya Tabel 8 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh terhadap tahanan penetrasi tanah, yang ditunjukkan oleh peningkatan kepadatan tanah setiap harinya setelah tidak ada hujan baik di kedalaman tanah 0-10 cm mau pun 10-20 cm. Kadar air lapang semakin menurun dari hari pertama hingga hari ke lima selama tidak ada hujan. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin kering dan padat, sehinggga nilai tahanan penetrasi tanah menjadi meningkat. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa nilai tahanan penetrasi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm lebih rendah dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif yang begitu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lahan pengolahan tanah intensif memiliki kepadatan yang tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah konservasi. Tahanan penetrasi tanah dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, porositas dan juga struktur tanah. Seperti yang dikemukakan Brady dan Weil (2002), bahwa cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi hasil pengolahan tanah, struktur, bobot isi, dan ruang 28

pori tanah. Oleh karena itu, cara mengolah tanah akan mempengaruhi tingkat kepadatan suatu tanah. Nilai tahanan penetrasi tanah, baik pada lahan pengolahan tanah konservasi mau pun pengolahan tanah intensif pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm sama-sama menunjukkan grafik peningkatan dari hari ke hari selama tidak ada hujan. Grafik peningkatan yang menunjukkan nilai tahanan penetrasi tanah pada kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Tahanan Penetrasi Tanah Berdasarkan Kedalaman Tanah dan Waktu (Hari) Selama Tidak Ada Hujan Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai tahanan penetrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm memiliki peningkatan nilai yang terus menerus setiap harinya selama tidak ada hujan. Hal ini karena tahanan penetrasi tanah berkorelasi dengan kadar air tanah yang dimilikinya. Semakin hari kadar air tanah menurun, sehingga tahanan penetrasi tanah menjadi meningkat. Namun nilai tahanan penetrasi tanah dari hari ke hari pada lahan pengolahan tanah intensif lebih besar dibandingkan lahan pengolahan tanah konservasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin hari setelah tidak ada hujan, kepadatan tanah yang tinggi akan terjadi pada lahan pengolahan tanah intensif. Menurut Davidson (1965), tahanan penetrasi merupakan kekuatan tanah yang bersifat komposit, artinya kekerasan tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat fisik tanah lainnya; kadar air, struktur tanah, indeks plastisitas, adhesi atau kombinasinya. 29

Kepadatan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan bahan organik dan porositas tanah yang ada di lahan tersebut. Bahan organik berperan dalam menciptakan kegemburan tanah. Pemberian bahan organik akan mempengaruhi terciptanya peningkatan porositas tanah yang tinggi. Sehingga kepadatan tanah dapat diatasi. Pada lahan pengolahan tanah intensif pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai penutup lahan dan bahan organik tidak dilakukan. Penghancuran agregat tanah pun terjadi pada pengolahan tanah intensif ini sehingga akan menimbulkan dispersi agregat dan merusak struktur tanah. Halhal tersebut akan menciptakan kepadatan suatu tanah yang tinggi. Berbeda dengan lahan pengolahan tanah konservasi, dengan adanya pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai penutup lahan dan bahan organik serta tidak dilakukanya penghancuran agregat tanah yang dapat menimbulkan terjadinya dispersi agregat dan rusaknya struktur tanah, maka tahanan penetrasi tanah di lahan tersebut tidak akan tinggi. Pada kedua lahan baik lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-10 cm secara umum memiliki tahanan penetrasi lebih rendah dibandingkan di kedalaman 10-20 cm. Hal ini karena terdapatnya aktivitas perakaran tanaman yang tinggi, tersedianya bahan organik yang tinggi, serta struktur tanah yang lebih remah di kedalaman 0-10 cm dibandingkan di kedalaman 10-20 cm. Nilai tahanan penetrasi ini akan berimplikasi kepada aktivitas perakaran tanaman. Aktivitas perakaran tanaman berhubungan dengan daya penetrasi akar untuk dapat menembus tanah. Seperti kita ketahui bahwa akar berperan dalam penyerapan air dan hara yang ada di dalam tanah. Oleh karena itu, ketika kepadatan tanah sangat tinggi maka akar akan sulit menembus tanah tersebut. Sehingga air dan hara akan sulit diambil oleh akar. Pada lahan pengolahan tanah intensif, nilai kepadatan tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah konservasi. Artinya akar akan lebih mudah menembus tanah dan mengambil air dan hara tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi. Menurut Mazurak dan Pohlman (1968), akar tanaman kedelai dan jagung akan sangat terhambat pada ketahanan penetrasi 1Mpa (10 kg/cm²), di atas 1 Mpa akar jagung dan kedelai hampir tidak ditemukan. Pada hari ke-4 dan ke-5 di lahan pengolahan tanah 30

intensif memiliki nilai antara 5 kg/cm² - 7 kg/cm² pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm. Hal ini menunjukkan adanya potensi menjadi sangat terhambatnya perakaran tanaman yang terjadi pada lahan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penanganan seperti pemberian bahan organik atau melakukan irigasi agar aktivitas akar tanaman untuk menembus tanah menjadi lebih baik dan mudah. 4.2.5 Infiltrasi Infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Infiltrasi merupakan komponen yang penting dalam hidrologi tanah, karena infiltrasi menentukan jumlah air yang dapat masuk ke dalam tanah. Nilai infiltrasi tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Infiltrasi pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah Perlakuan Infiltrasi (cm/jam) Kelas Infiltrasi Pengolahan tanah konservasi 28 a Sangat cepat Pengolahan tanah intensif 7,33 b Agak cepat Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05) Tabel 9 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap infiltrasi tanah. Pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki laju infiltrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kelas infiltrasi pada lahan pengolahan tanah konservasi berdasarkan nilai kecepatanya termasuk kelas sangat cepat, sedangkan kelas infiltrasi pada lahan pengolahan tanah intensif termasuk kelas agak cepat. Hal ini karena pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki bahan organik yang lebih tinggi (Tabel 5), kepadatan tanah (bobot isi) lebih rendah dan porositas total lebih tinggi (Tabel 6), dan pori drainase yang lebih tinggi (terutama pori drainase sangat cepat) (Gambar 5). Infiltrasi tanah dipengaruhi oleh struktur tanah, bahan organik, kepadatan tanah, dan juga porositas tanah. Bahan organik berperan dalam menciptakan struktur tanah yang lebih baik. Hal ini akan mempengaruhi masuknya air ke dalam tanah menjadi lebih cepat. Berkurangnya bahan organik, maka berakibat 31

kurang terikatnya butir-butir primer menjadi agregat sehingga porositas tanah menurun, yang berakibat pada penurunan laju infiltrasi tanah. Sesuai dengan pernyataan Sarief (1989), bahwa permukaan tanah yang ditutupi oleh sisa-sisa tanaman atau serasah sebagai penutup tanah dari bahan organik biasanya akan memiliki laju infiltrasi lebih besar dari pada permukaan tanah yang terbuka. Pada lahan pengolahan tanah konservasi, permukaan lahan tidak dibiarkan begitu saja terbuka tetapi terdapat sisa-sisa tanaman dan gulma yang dimanfaatkan sebagai tutupan tanah dan sumber bahan organik sehingga ketersediaan bahan organik tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif yang dibiarkan terbuka. Bahan organik tidak hanya berperan dalam menciptakan struktur tanah menjadi lebih baik dan porous tetapi juga berperan dalam meningkatkan porositas tanah dan menurunkan kepadatan (bobot isi). Tanah yang lebih porous memiliki ruang pori yang cukup untuk pergerakan air di dalam tanah, sehingga laju infiltrasi tanah menjadi lebih cepat. Kepadatan (bobot isi) tanah juga berpengaruh terhadap kemudahan air masuk ke dalam tanah. Kepadatan tanah yang terjadi adalah akibat dari cara mengolah tanah dengan membalik-balikkan tanah hingga kedalaman 20 cm secara maksimal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penghancuran agregat, dispersi agregat, sehingga terjadi penyumbatan pori tanah yang mengakibatkan tanah akan menjadi padat. Tanah yang memiliki kepadatan (bobot isi) tanah yang tinggi, air akan sulit bergerak masuk ke dalam tanah tersebut, sehingga laju infiltrasi tanah menjadi rendah. Kepadatan tanah yang tinggi ini berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah dan berakibat terjadinya penyumbatan pori, sehingga air sulit untuk dapat bergerak di dalam tanah. Pada lahan pengolahan tanah intensif juga terjadi gangguan terhadap kontinuitas pori akibat dari destrukturisasi struktur dan juga dispersi agregat yang tercipta pada lahan tersebut sehingga pori makro menjadi tersumbat oleh butir halus dan kontinuitas pori menjadi terganggu, sehingga mengakibatkan pergerakan air yang masuk ke dalam tanah menjadi lambat. Oleh karena itu, lahan pengolahan tanah konservasi yang memiliki bahan organik yang tinggi, kepadatan (bobot isi) tanah rendah, porositas yang tinggi, serta kontinuitas pori yang baik 32

akan memiliki laju infiltrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. 4.2.6 Permeabilitas Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah melewatkan atau meneruskan air pada media berpori (tanah) dalam keadaan jenuh. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah terhadap permebilitas tanah disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Permeabilitas Tanah pada Berbagai Jenis Pengolahan Tanah dan Kedalaman Tanah Permeabilitas (cm/jam) Perlakuan Kedalaman 0-20 cm 20-40 cm Pengolahan tanah konservasi 11,7 a 5,1 b Pengolahan tanah intensif 1,15 c 0,25 c Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05) Tabel 10 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap permeabilitas tanah. Lahan pada pengolahan tanah konservasi memiliki permeabilitas tanah yang lebih tinggi dibandingkan pada lahan pengolahan tanah intensif, baik pada kedalaman tanah 0-20 cm mau pun 20-40 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan pengolahan tanah konservasi, kecepatan air untuk bergerak dalam kondisi jenuh lebih cepat dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif. Pada lahan pengolahan tanah konservasi yang memanfaatkan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa maupun sumber bahan organik dan tidak adanya penghancuran agregat akan memiliki porositas yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif, sehingga permeabilitas tanahnya tinggi, karena kecepatan air untuk dapat bergerak di dalam tanah dipengaruhi oleh porositas dan kondisi ruang pori di dalam tanah itu sendiri. Tingginya porositas tanah dan tidak terhambatnya ruang pori tanah, air akan dapat bergerak dengan baik dan tidak terhambat. Kepadatan tanah juga mempengaruhi permeabilitas tanah, dengan padatnya tanah maka porositas akan menjadi kecil dan kontinuitas pori menjadi terhambat, maka tidak ada ruang yang dapat dilewati air sehingga air menjadi 33

terhambat dan tidak dapat bergerak. Pada lahan pengolahan tanah intensif terjadi penghancuran agregat akibat dari pengolahan tanahnya, sehingga terjadi dispersi agregat, menurunnya porositas tanah dan tanah menjadi padat. Oleh karena itu, pada lahan pengolahan tanah intensif yang memiliki kepadatan (bobot isi) tanah tinggi dan porositas total tanah yang rendah yang juga didominasi oleh pori mikro akan memiliki permeabilitas tanah yang rendah. 4.2.7 Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik merupakan sifat permebilitas tanah yang diiukur langsung pada penampang tanah di lapang. Pada hantaran hidrolik ini diukur hingga kedalaman tanah 80 cm. Hantaran hidrolik tanah menggambarkan bagaimana pergerakan air yang dapat dilalukan atau dilewatkan tanah pada keadaan jenuh dan pada kedalaman tanah tertentu dalam hal ini 80 cm. Pengaruh berbagai jenis pengolahan tanah (pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif) terhadap hantaran hidrolik tanah disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Hantaran Hidrolik Tanah Berdasarkan Jenis Pengolahan Tanah Hantaran hidrolik Perlakuan Kelas (cm/jam) Pengolahan tanah konservasi 0,98 a Agak lambat Pengolahan tanah intensif 0,25 a Lambat Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5% (α=0,05) Tabel 11 menunjukkan bahwa pengolahan tanah tidak berpengaruh nyata terhadap hantaran hidrolik. Walau hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pengolahan tanah terhadap hantaran hidrolik, namun nilai hantaran hidrolik yang dimiliki pada kedua lahan tersebut menunjukkan hasil yang berbeda. Hantaran hidrolik yang dimiliki oleh lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kelas nilai hantaran hidrolik berdasarkan kecepatan air yang bergerak, pada lahan pengolahan tanah konservasi termasuk pada kelas agak lambat. Sedangkan pada lahan pengolahan tanah intensif memiliki nilai kelas hantaran hidrolik yang lambat. 34

Nilai hantaran hidrolik yang agak lambat pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lambat pada lahan pengolahan tanah intensif menunjukkan adanya pengaruh dari pengolahan tanah terhadap hantaran hidrolik. Hantaran hidrolik dipengaruhi oleh tekstur, struktur, porositas, dan kepadatan tanah. Lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif sama-sama memiliki tekstur liat, sehingga faktor tekstur tidak mempengaruhi perbedaan nilai hantaran hidrolik keduanya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai hantaran hidrolik pada kedua lahan tersebut adalah struktur, porositas dan kepadatan tanah. Struktur pada lapisan atas tanah di lahan pengolahan lahan konservasi lebih baik (lebih gembur) dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif, sehingga laju masuknya air lebih cepat di lahan pengolahan tanah konservasi. Porositas dan kepadatan tanah keduanya sangat berhubungan erat, semakin padat tanah maka porositas tanah akan menjadi menurun. Porositas tanah yang menurun akan berakibat kepada tidak adanya hubungan antar pori tanah yang baik, sehingga air yang bergerak di dalam tanah akan sangat sulit dan terhambat. Oleh karena itu, pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki nilai hantaran hidrolik lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif, karena terkait dengan porositas total yang tinggi, pori drainase total yang tinggi, struktur tanah yang baik, serta kepadatan tanah yang rendah yang dimiliki pada lahan tersebut. 35