Executive Summary LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN DISTRIBUSI TENAGA KESEHATAN DI DAERAH PERBATASAN

dokumen-dokumen yang mirip
DUKUNGAN DAN PERAN BADAN PPSDM KESEHATAN DALAM PENINGKATAN MUTU PROFESI KESEHATAN MASYARAKAT

INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN. Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016

Untuk menunjang proses pembangunan kesehatan, pemerintah & pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan, baik dalam Jumlah, Jenis dan

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN KEBUTUHAN SDM KESEHATAN. Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan Tahun 2013

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG

SEKILAS TENTANG NUSANTARA SEHAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL

KEBUTUHAN DATA DAN INFORMASI UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN SDMK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

HASIL KAJIAN INSENTIF TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS DAN SELF ASSESSMENT TIM NUSANTARA SEHAT BATCH 1 DAN 2

LATAR BELAKANG KESEHATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA DAN INVESTASI KEBERHASILAN PEMBANGUNAN BANGSA VISI KEMENTERIAN KESEHATAN

UPAYA PEMENUHAN JUMLAH, JENIS DAN KUALIFIKASI TENAGA KESEHATANDI FASYANKES MELALUI PERENCANAAN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN BIAYA PENDIDIKAN PROGRAM DOKTER LAYANAN PRIMER

SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN (SDMK) DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN

PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2013

Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

Rancangan 5 September 2011 RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN

PENYELENGGARAAN PENUGASAN KHUSUS TENAGA KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

KEBIJAKAN NASIONAL PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENINGKATAN KUALIFIKASI PENDIDIKAN SDM KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENUGASAN KHUSUS TENAGA KESEHATAN DALAM MENDUKUNG PROGRAM NUSANTARA SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PENGUATAN MANAJEMEN SDM KESEHATAN DALAM PEMBAGIAN KEWENANGAN PUSAT - DAERAH OLEH: KEPALA BADAN PPSDM KESEHATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rencana Pelaksanaan Program Percepatan Pendidikan Diploma III Bidang Kesehatan. Kepala Pusdik SDM Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDMK. Kepala Badan PPSDM Kesehatan Jakarta, 26 September 2012

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER DAN DOKTER GIGI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan PPSDM Kesehatan tahun 2014 Page 1

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2016

PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER DAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG

ARAH, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN TAHUN Oleh: Kepala Badan PPSDM Kesehatan

Rapat Kerja Kesehatan Nasional Regional Timur Makassar, 9 12 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. Persebaran tenaga kesehatan di wilayah-wilayah Indonesia masih menjadi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT EDARAN NOMOR : DM.01.03/I/V.3/4382/2013

WORKSHOP ANALISA JABATAN DAN ANALISA BEBAN KERJA TINGKAT KABUPATEN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

SUBSISTEM SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN JAKARTA, APRIL 2018

BAB I. PENDAHULUAN A.

No Pengaturan mengenai program Internsip diperlukan untuk menjamin penyelenggaraan program Internsip yang bermutu. Mengingat program Internsip

KAJIAN STANDAR KEBUTUHAN SDM KESEHATAN DI FASYANKES

RENCANA KEBUTUHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN TERKAIT UU NAKES. Oleh : Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDMK

Disampaikan Oleh : BADAN PPSDM KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN. Jakarta 12 Maret Materi 1. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penyelenggaraan Program Percepatan Pendidikan Tenaga Kesehatan. Disampaikan 0leh : Kepala Pusat Pendidikan SDM Kesehatan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

LAPORAN AKUNTABILITAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA AKSI KEGIATAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA KESEHATAN TAHUN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS BELAJAR SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1277/MENKES/SK/VIII/2003 TENTANG TENAGA AKUPUNKTUR MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes. KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDMK 1

Oleh SUHARDJONO, SE. MM. BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

No. Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian 1 Jumlah Dokumen Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria PPSDM Kesehatan 20 Dokumen 21 Dokumen 105%

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

b. bahwa upaya pemerataan dokter spesialis dilakukan melalui wajib kerja dokter spesialis

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

b. Tantangan Eksternal 1) Kelembagaan : Dukungan sektor lain terhadap bidang kesehatan masih belum optimal karena masih ada anggapan bahwa

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 156/Menkes/SK/I/2010

BAB I PENDAHULUAN. salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN & PEMBERDAYAAN SDMK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS BELAJAR SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN DI INDONESIA

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \0 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN PEGAWAI DAN FORMASI

Transkripsi:

Executive Summary LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN DISTRIBUSI TENAGA KESEHATAN DI DAERAH PERBATASAN (Studi di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara dan Kota Jayapura Provinsi Papua) Oleh: Tri Rini Puji Lestari BADAN KEAHLIAN DPR RI JAKARTA 2017

I. PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan di daerah perbatasan masih sangat memprihatinkan. Program jaminan kesehatan nasional yang diluncurkan pemerintah pusat, belum dimanfaatkan masyarakat secara optimal. Ketersediaan tenaga kesehatan di daerah perbatasan kurang berkembang dibanding daerah lain maupun dalam skala nasional. Hal ini dikarenakan di daerah perbatasan memiliki keterbatasan dalam pemenuhan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan termasuk tenaga kesehatan. 1 Kondisi ini tidak sejalan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 22 yang intinya menyatakan bahwa pendayagunaan tenaga kesehatan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat di dalam negeri dan luar negeri dengan memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan. Ketersediaan tenaga kesehatan pada dasarnya sangat penting bagi pembangunan kesehatan yang lebih baik. Karena tenaga kesehatan berperan sebagai penggerak dan memberikan pelayanan dalam pembangunan kesehatan. Sehingga dapat mempercepat capaian tujuan pembangunan kesehatan. Hal ini sejalan dengan hasil laporan Bappenas (2005), bahwa keterbatasan ketersediaan tenaga kesehatan berdampak pada kualitas dan aksesbilitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Sehingga, secara mikro operasional tidak jarang muncul persepsi di masyarakat bahwa rendahnya kualitas pelayanan di suatu fasilitas kesehatan karena sikap dan prilaku tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Sedangkan sikap dan perilaku tenaga kesehatan berhubungan erat dengan beban kerja dan ketersediaan sarana dan prasarana yang tersedia dalam memberikan pelayanan kesehatan tersebut. 2 Menurut BPSDM Kesehatan, secara umum pertumbuhan, jumlah, dan distribusi tenaga kesehatan masih belum cukup memenuhi tuntutan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan produk tenaga kesehatan juga masih tidak berimbang, produksi antar jenis tenaga kesehatan yang satu dengan lainnya dan pertumbuhan jumlah tenaga kesehatan cenderung masih berkumpul pada daerah yang memiliki kapasitas ekonomi kuat dan padat penduduk. Sedangkan di daerah dengan kapasitas ekonomi rendah dan memiliki sedikit penduduk kurang diminati. Berdasarkan data BPSDM Kesehatan tahun 2016, keberadaan tenaga kesehatan lebih banyak berada di pulau jawa, yaitu Jawa Barat (117.674 orang), Jawa Timur (116.303 orang), dan Jawa Tengah (113.872) orang. Sedangkan provinsi dengan jumlah tenaga kesehatan paling sedikit adalah provinsi-provinsi yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal, terdepan, dan terluar/perbatasan seperti, Kalimantan Utara (3.148 orang), Papua Barat (4.693 orang) dan Sulawesi Barat (5.202 orang). 3 Kepadatan penduduk yang berbeda antar daerah karena perbedaan geografis, menjadi tantangan dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang merata termasuk 1 Karolin. Layanan Kesehatan Perbatasan Masih Memprihatinkan. Online. http://www.politikindonesia.com/index.php?k=wawancara&i=30956. diakses 25 Maret 2017. 2 Riyadi, Dedi M. Masykur, dkk. 2005. Laporan Kajian Kebijakan Perencanaan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 3 ibid 1

penyediaan tenaga kesehatan. Demikian juga dengan penyediaan tenaga kesehatan yang kompeten di daerah perbatasan. Jumlah tenaga kesehatan di provinsi yang memiliki daerah perbatasan, menurut BPSDM Kesehatan tahun 2016, paling banyak ada di provinsi Nusa Tenggara Timur (18.583 orang), Papua (14.506 orang), Aceh (4.087 orang), dan paling sedikit di provinsi Kalimantan Utara (1.328 orang). Kurangnya minat tenaga kesehatan untuk bekerja di daerah perbatasan mempunyai andil yang cukup besar terhadap semakin rumitnya permasalahan berkaitan dengan pemerataan tenaga kesehatan di Indonesia. Kondisi ini merupakan tantangan serius pada pengembangan kesehatan dan percepatan pencapaian pembangunan kesehatan. 4 Beberapa studi terkait distribusi tenaga kesehatan sudah pernah dilakukan antara lain: penelitian yang dilakukan oleh Herman dan Mubasysyir pada tahun 2008, tentang Evaluasi Kebijakan Penempatan Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Sangat Terpencil Di Kabupaten Button. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan penempatan tenaga kesehatan belum dapat mengatasi kekurangan tenaga kesehatan di puskesmas sangat terpencil. Sedangkan penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menganalisis dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan distribusi tenaga kesehatan baik di rumah sakit maupun puskesmas di daerah perbatasan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah masih kurangnya distribusi tenaga kesehatan di daerah perbatasan. Beberapa pertanyaan yang akan digali lebih lanjut adalah: a. Bagaimana pelaksanaan distribusi tenaga kesehatan di daerah perbatasan selama ini? b. Faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengatasi permasalahan distribusi tenaga kesehatan di daerah perbatasan? II. TUJUAN DAN MANFAAT Secara umum penelitian ini ditujukan untuk menggali berbagai data dan informasi terkait pelaksanaan kebijakan distribusi tenaga kesehatan dan upaya untuk mengatasi masalah distribusi tenaga kesehatan di daerah perbatasan. Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan informasi dan menganalisis beberapa hal terkait: a. Pelaksanaan distribusi tenaga kesehatan di daerah perbatasan selama ini. b. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengatasi permasalahan distribusi tenaga kesehatan di daerah perbatasan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi terhadap kajian dan wacana mengenai distribusi tenaga kesehatan. Selain itu hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi bagi implementasi Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga kesehatan. 4 Pusat Data Dan Informasi. 2017. Data dan Informasi, Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kemenkes. 2

III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metode untuk mendapatkan data dan informasi secara komprehensif tentang distribusi tenaga kesehatan di daerah perbatasan di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara dan Kota Jayapura Provinsi Papua. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang dan perilaku yang diamati. 5 Analisis pada penelitian ini menggunakan teknik analisis yang menggunakan poin kunci yaitu reduksi data dan intepretasi. Analisis penelitian ini akan dilakukan melalui kedua proses tersebut sehingga ditemukan jawaban dari permasalahan yang ingin dicari dari penelitian. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Distribusi Tenaga Kesehatan Kebijakan terkait upaya pemenuhan tenaga kesehatan tertuang dalam RPJMN 2005 2025 sebagai arah dalam pembangunan kesehatan. Adapun institusi yang bertanggung jawab melaksanakan pemenuhan tenaga kesehatan adalah Badan Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan (BPPSDMK). Secara khusus kebijakan pengadaan sumber daya manusia kesehatan (SDMK) didasarkan pada Peraturan Menkes Nomor 33 Tahun 2015 tentang pedoman penyusunan perencanaan kebutuhan SDMK dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81/MENKES/SK/I/2004 tentang pedoman pemerintah daerah disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan hukum. Pengadaan tenaga kesehatan tahun 2011-2025 dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Perencanaan tenaga kesehatan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi masyarakat harus disusun secara menyeluruh, baik untuk fasilitas kesehatan milik pemerintah secara lintas sektor termasuk pemerintah daerah dan swasta, serta mengantisipasi keadaan darurat kesehatan dan pasar bebas di era globalisasi. Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan jenis pelayanan yang dibutuhkan, sarana kesehatan, serta jenis dan jumlah yang sesuai. Perencanaan nasional tenaga kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan ada empat metoda yang digunakan yaitu: 1). Health Need Method, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan yang didasarkan atas epidemiologi penyakit utama yang ada pada masyarakat; 2). Health Service Demand, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan yang didasarkan atas permintaan akibat beban pelayanan kesehatan; 3). Health Service Target Method yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan yang didasarkan atas sarana pelayanan kesehatan yang ditetapkan, misalnya puskesmas, dan rumah sakit; dan 4). Ratios Method, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan yang didasarkan pada standar/rasio terhadap nilai tertentu. 6 5 Arif Sumantri, 2011, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Kencana. 6 Kementerian Kesehatan, 2011, Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 3

2. Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan digunakan untuk membentuk keahlian dan keterampilan tenaga kesehatan di bidang-bidang teknologi yang strategis serta mengantisipasi timbulnya kesenjangan keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi. Dalam upaya pengembangan sistem pendidikan tenaga kesehatan, maka perlu perpaduan antara Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan. Sesuai dengan Undang-Undang Sisdiknas, jenjang pendidikan dibidang kesehatan yang diperlukan untuk profesi tenaga kesehatan minimal lulusan D3 sedangkan jenjang pendidikan dibidang kesehatan yang lulusannya di bawah D3 disebut asisten tenaga kesehatan. Dengan demikian, kewenangannyapun akan semakin jelas pembedaannya. Sebagai contoh kewenangan antara tukang gigi dengan dokter gigi mudah dibedakan. Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ditujukan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas, berdaya saing tinggi, serta profesional, yaitu tenaga kesehatan yang mengikuti perkembangan IPTEK, menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ditingkatkan melalui pengembangan standar pendidikan tenaga kesehatan guna memenuhi daya saing baik secara nasional maupun internasional.penambahan jumlah institusi pendidikan juga diperlukan sesuai kebutuhannya. 3. Pendayagunaan tenaga kesehatan merupakan upaya pemerataan, pembinaan, dan pengawasan tenaga kesehatan melalui penempatan tenaga kesehatan dengan cara pengangkatan sebagai PNS, anggota TNI/Polri, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, atau penugasan khusus (melalui seleksi untuk dokter pasca internsip, residen senior, pascapendidikan spesialis dengan ikatan dinas dan tenaga kesehatan lainnya yang diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan). Dalam rangka pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, setiap lulusan dari perguruan tinggi Pemerintah harus mengikuti seleksi penempatan. Namun demikian, seleksi penempatan ini dapat juga diikuti oleh tenaga kesehatan lulusan perguruan tinggi selain Pemerintah. Peningkatan pendayagunaan tenaga kesehatan diupayakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kesehatan di semua lini, dari daerah sampai pusat secara lintas sektor, termasuk swasta, serta memenuhi kebutuhan pasar dalam menghadapi pasar bebas di era globalisasi. Pendayagunaan tenaga kesehatan di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu mendapat perhatian khusus. Pendayagunaan tenaga kesehatan untuk manajemen kesehatan, institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, institusi penelitian dan pengembangan kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, juga perlu mendapatkan perhatian yang memadai. Dalam rangka penghargaan Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang bertugas di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), maka mereka berhak 4

mendapatkan kenaikan pangkat istimewa dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas. Sedangkan, dalam keadaan khusus dapat diberlakukan ketentuan wajib kerja dan pola ikatan dinas pada tenaga kesehatan yang memenuhi kualifikasi akademik dan potensi serta mendapatkan fasilitas dan tunjangan khusus. Pengembangan tenaga kesehatan termasuk peningkatan karirnya dilakukan melalui peningkatan motivasi tenaga kesehatan untuk mengembangkan diri dan memermudah tenaga kesehatan memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan dilakukan melalui pengembangan standar pelatihan tenaga kesehatan guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan oleh pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia. Peningkatan pelatihan tenaga ksehatan juga dilakukan melalui akreditasi institusi pelatihan tenaga kesehatan, serta sertifikasi tenaga pelatih. 4. Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan sesuai kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan praktik profesi tenaga kesehatan dilakukan melalui sertifikasi, registrasi, uji kompetensi, dan pemberian lisensi. Uji kompetensi ditujukan untuk menjaga dan menjamin mutu tenaga kesehatan dan dilakukan pada masa akhir pendidikan vokasi dan profesi. Standar kompetensi disusun oleh organisasi profesi dan Konsil dengan disahkan oleh Kemenkes. Pembinaan dan pengawasan juga dilakukan untuk memastikan terpenuhinya kesejahteraan dan kesempatan yang seluas-luasnya peningkatan dan pengembangan karir tenaga kesehatan. Berdasarkan Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, terutama dengan mengacu pada metode perhitungan tenaga kesehatan berdasarkan pendekatan rasio terhadap nilai tertentu, ditetapkan sasaran strategis ketersediaan tenaga kesehatan 2014 2025. Dalam prakteknya di Kementerian Kesehatan lebih banyak menggunakan Ratios Method dengan proses perhitungan sebagai berikut 7 : Menentukan/memperkirakan rasio terhadap suatu nilai, misalnya rasio tenaga kesehatan dengan penduduk, dengan jumlah tempat tidur RS, dengan Puskesmas, Membuat proyeksi nilai tersebut kedalam sasaran/ target tertentu, Menghitung perkiraan, yaitu dengan cara membagi nilai proyeksi dengan rasio. Contoh, ratio tenaga kesehatan: tempat tidur di RS, di Indonesia, misalnya 1:5000, di India 1: 2000, di Amerika 1:500 (Suseno, 2005). 7 Bappenas, 2005, Laporan Kebijakan Perencanaan Tenaga Kesehatan, Jakarta: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 5

Sasaran yang akan dicapai pada RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya ketersediaan dan mutu sumber daya manusia kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Untuk mencapai itu ada 3 indikator kinerja program (IKP) yaitu: 1). Jumlah tertentu puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan, 2) persentase tertentu rumah sakit kabupaten/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang, serta 3). Jumlah tertentu SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya (kumulatif). Kesemua monitoring tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah tenaga kesehatan yang terakreditasi, prosentase program studi/institusi Poltekes yang terakreditasi baik, kebijakan terkait norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), data dan informasi, serta jumlah tenaga kesehatan yang melaksanakan internship. Selain itu dalam pelaksanaannya sebagaimana terlampir dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengenai pembagian urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah usat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota di BPPSDMK dari 34 provinsi ada 5 pembimbing wilayah. B. Pelaksanaan Distribusi Tenaga Kesehatan Pelaksanaan perencanaan tenaga kerja kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, dilakukan berdasarkan PMK No.81/Menkes/SK/I/2004. Guna menganalisis implementasi dari kebijakan pengadaan tenaga kesehatan, dilakukan analisis situasi. Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi proses perencanaan, serta masalah dan tantangan yang dihadapi, sehingga bisa diambil suatu tindakan untuk memperbaiki situasi saat ini. Di era pemerintahan Presiden Jokowi Dodo seperti sekarang ini (yang tertuang dalam RPJMN III tahun 2015-2019) distribusi tenaga kesehatan lebih difokuskan pada daerah tertinggal, perbatasan/terpencil dan kepulauan (DTPK) mengingat aksibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di DTPK masih sangat terbatas karena ketersediaan tenaga kesehatan yang terbatas. Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara dan Kota Jayapura Provinsi Papua merupakan contoh dua daerah perbatasan. Secara umum pengadaan tenaga kesehatan di dua daerah tersebut dilakukan melalui perekrutan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat (melalui BPSDMK) dan pemerintah daerah dalam hal ini dinas kesehatan kabupaten Nunukan (melalui BKD). Mekanisme pengadaan tenaga kesehatan menggunakan metode analisis jabatan (ANJAB) dan analisis beban kerja (ABK) serta standar ketenagaan minimal. Namun demikian, menurut informan dari dinas kesehatan, tidak jarang formasi jenis profesi tenaga kesehatan yang diterima tidak sesuai dengan yang diajukan oleh dinas kesehatan kabupaten. Selain itu, pihak Dinas kesehatan Kabupaten/Kota juga memiliki otoritas yang terbatas dalam merencanakan dan mengelola tenaga kesehatan, akibatnya distribusi tenaga kesehatan tidak merata. Mutasi tenaga kesehatan lebih banyak ke tempat yang dikehendaki (umumnya di perkotaan) terkadang terjadi diluar kontrol pihak dinas 6

kesehatan karena tenaga kesehatan tersebut sudah berbekal surat rekomendasi ( surat sakti ) dari pejabat pemerintah yang berpengaruh tanpa menginfokan ke pihak Dinas Kesehatan terlebih dahulu. Kebijakan pemberlakuan moratorium pegawai negeri sipil (PNS) menjadi hambatan tersendiri bagi pemerindah daerah dalam penyediaan tenaga kesehatan, mengingat anggaran pemerintah daerah sangat terbatas. Akibatnya, pemerintah daerah hanya dapat melakukan perekrutan untuk tenaga kesehatan honorer. Seperti yang dialami di Kabupaten Nunukan dan di Kota Jayapura, dimana jenis tenaga kesehatan hasil perekrutan dari pemerintah pusat masih belum memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di kabupaten Nunukan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas, selama ini pemerintah daerah kabupaten Nunukan telah berupaya menyekolahkan putra putri kabupaten nunukan dari SMA ke Akademi Perawat dan Akademi Kebidanan; pemerintah daerah juga telah menyekolahkan dokter umum yang ada menjadi dokter spesialis; pengangkatan tenaga honorer melalui dinas kesehatan kabupaten nunukan menjadi PNS; dan pengangkatan CPNS melalui kantor BPPSDMK sebagai penyuplay. Ketersediaan tenaga kesehatan non PNS di kabupaten Nunukan terdiri dari tenaga kesehatan yang berasal dari program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), Nusantara sehat (NS), Internsif, tenaga honor/kontrak. Berdasarkan rekap data kepegawaian Dinkes Kabupaten Nunukan tahun 2017 jumlah tenaga kesehatan dengan status PNS yang tersebar di 16 puskesmas terdiri dari dokter umum sebanyak 42 orang, dokter gigi 42 orang, sarjana farmasi 3 orang, D3 farmasi 12 orang, sarjana kesehatan masarakat 33 orang, kesehatan lingkungan 13 orang, perawat 122 orang, bidan 101 orang, gizi 11 orang. Tahun 2015 di Kota Jayapura bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hanya sebagian kecil saja terdiri dari PTT daerah, tenaga kontrak, tenaga nusantara sehat, tenaga sukarela, dan kader kesehatan. Jumlah personil Dinas Kesehatan Kota Jayapura yaitu: 1). Kantor Dinas Kesehatan (struktural berjumlah 88 orang yang meliputi 42 orang dan dukungan manajemen 46 orang). 2). Tenaga Fungsional Puskesmas dan Pustu berjumlah 499 orang. 3). Untuk tenaga non PNS seperti PTT berjumlah 12 orang, tenaga Nusantara Sehat 12 orang dan magang 50 orang yang ditempatkan pada Dinas dan 12 puskesmas serta kader kesehatan sebanyak 950 orang yang terdapat di 195 Posyandu dan 14 Kampung Siaga Aktif di Kota Jayapura. Penyebaran tenaga kesehatan Kota Jayapura baik struktural, manajerial, dan fungsional. Jika dilihat dari tingkat pendidikan tenaga kesehatan, sebagian besar tenaga kesehatan yang ada di Kota Jayapura berpendidikan diploma tiga (56,1%),. Ketersediaan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan di Kabupaten Nunukan dan Kota Jayapura masih belum memadai karena masih ada beberapa puskesmas yang kekurangan tenaga kesehatan terutama puskesmas di wilayah terpencil dan sangat terpencil. 7

Terkait Program Nusantara Sehat, selama ini program tersebut sudah cukup membantu dalam upaya pemenuhan tenaga kesehatan. Program nusantara sehat sudah berjalan sejak tahun 2015 dengan total jumlah peserta hingga tahun 2017 sebanyak 1769 orang yang tersebar di 251 puskesmas, 91 kabupaten, dan 28 provinsi. Jenis profesi pada program nusantara sehat adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Namun karena sifat dari program tersebut yang tidak permanen, maka ketika masa berlaku program tersebut di suatu puskesmas, pihak puskesmas kembali dihadapkan pada kondisi kekurangan tenaga kesehatan. C. Faktor yang Perlu Diperhatikan Kedepan Undang-undang nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 22 telah mengamanatkan yang intinya bahwa pendayagunaan tenaga kesehatan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat di dalam negeri dan luar negeri dengan memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan. Pelaksanaan distribusi tenaga kesehatan sebagaimana diuraikan diatas menghadapi kendala dalam mengindentifikasi saat kegiatan perencanaan dan pengelolaan tenaga kesehatan di daerah, yaitu: - Belum adanya integrasi yang baik dalam sistem perencanaan dan prosedur distribusi tenaga kesehatan. - Kurangnya kapasitas unit perencana SDMK di semua tingkat dalam hal distribusi/alokasi tenaga kesehatan. - Komunikasi masih kurang baik antar unit perencanaan dan penyedia pelayanan kesehatan serta beberapa sektor terkait lainnya, serta adanya perbedaan pemahaman, informasi dan pengetahuan tentang distribusi tenaga kesehatan. - Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan perencanaan yang masih belum terintegrasi di tingkat administrasi pemerintah. Untuk menhadapi hal tersebut ada beberapa Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan tenaga kesehatan yaitu dengan mengupayakan terpenuhinya faktor akses, attractiveness, altruiem, dan amenity. Faktor akses sangat dipengaruhi oleh kondisi geografi, transportasi, dan keterjangkauan masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor attractiveness dipengaruhi oleh insentif jenjang karir, dan kepastian status kepegawaian. Faktor altruism dipengaruhi oleh kondisi jiwa pengabdian dari tenaga kesehatan itu sendiri, kemuliaan, kebanggaan dan tantangan, serta pengakuan dari lingkungan terdekat. Sedangkan faktor amenity dapat dipengaruhi oleh kondisi keamanan suatu wilayah, fasilitas pendukung yang tersedia, komunikasi antar stake holder di daerah, dan kondisi sosial budaya setempat. 8

Sedangkan untuk meningkatkan jumlah, jenis, kualitas dan pemerataan tenaga kesehatan ada beberapa faktor-faktor yang perlu dilakukan antara lain 8 : a. Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan berbasis Tim (Team Based). b. Peningkatan distribusi tenaga yang terintegrasi, mengikat dan lokal spesifik. c. Pengembangan insentif baik material dan non material untuk tenaga kesehatan dan SDM Kesehatan. d. Peningkatan produksi SDM Kesehatan yang bermutu. e. Penerapan mekanisme registrasi dan lisensi tenaga dengan uji kompetensi pada seluruh tenaga kesehatan. f. Peningkatan mutu pelatihan melalui akreditasi pelatihan. g. Pengendalian peserta pendidikan dan hasil pendidikan. h. Peningkatan pendidikan dan pelatihan jarak jauh. i. Peningkatan pelatihan yang berbasis kompetensi dan persyaratan jabatan. Pengembangan D. PENUTUP A. Kesimpulan Arah pembangunan kesehatan yang tertuang dalam RPJMN III tahun 2015-2019 ditujukan untuk mencapai akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Arah kebijakan pemerintah terkait pendistribusian tenaga kesehatan adalah meningkatnya ketersediaan dan mutu sumber daya manusia kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan khususnya di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK). Kebijakan distribusi tenaga kesehatan dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menkes Nomor 33 Tahun 2015 tentang pedoman penyusunan perencanaan kebutuhan SDMK dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81/MENKES/SK/I/2004 tentang pedoman pemerintah daerah disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan hukum. Pelaksanaan distribusi tenaga kesehatan diawali dengan metode analisis jabatan (ANJAB) dan analisis beban kerja (ABK) serta standar ketenagaan minimal untuk mengetahui tingkat kebutuhan tenaga kesehatan disuatu daerah. Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian formasi kebutuhan tenaga kesehatan diusulkan ke BPSDMK untuk perekrutan dari pemerintah tingkat pusat dan BKD untuk perekrutan dari pemerintah daerah. Distribusi tenaga kesehatan di Kabupaten Nunukan dan Kota Jayapura masih belum merata dan tidak jarang, formasi jenis profesi tenaga kesehatan yang diterima tidak sesuai dengan yang diusulkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Akibatnya ada 8 Kementerian Kesehatan, 2015, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, Jakarta: Kementerian Kesehatan. 9

beberapa jenis profesi tenaga kesehatan yang kurang atau tidak tersedia di fasilitas kesehatan. Misalnya di Kabupaten Nunukan, sampai saat ini sebagian besar puskesmas tidak mempunyai tenaga S1 Farmasi dan analis kesehatan. Demikian juga di kota Jayapura dari segi pendidikan masih banyak yang belum berpendidikan D3. B. Saran Penerapan kebijakan distribusi tenaga kesehatan hendaknya disesuaikan dengan kondisi sosio geografis sehingga peluang untuk diterapkannya suatu kebijakan semakin besar. Hendaknya penempatan tenaga kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi puskesmas atas profesi dan pendidikan tenaga kesehatan. Sesuai dengan peran puskesmas yang lebih banyak melakukan upaya promotif dan preventif, maka hendaknya perlu diperbanyak pengadaan tenaga kesehatan masyarakat diidang promosi kesehatan, kesehatan dingkungan/sanitasi, dan surveilams. Kegiatan pelatihan untuk semua tenaga kesehatan dan sesuai dengan profesinya, perlu segera dilakukan. s 10