JURNAL LAKON SOKASRANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENUTUP. kulit purwa yaitu Wisnu Ratu, Arjunasasra lahir dan Sumantri Ngenger.

BAB IV PENUTUP. wayang yang digunakan, yaitu wayang kulit purwa dan wayang kulit madya.

CITRA TOKOH RAMA BARGAWA DALAM LAKON BANJARAN RAMA BARGAWA

PENERAPAN TLUTUR DALAM PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA VERSI KI TIMBUL HADIPRAYITNA, KI SUTEDJO, KI SUGATI, DAN KI MARGIONO.

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan)

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. wayang. Sebuah pemikiran besar yang sejak dahulu memiliki aturan ketat sebagai

RAMABARGAWA. Fani Rickyansyah NIM:

DESKRIPSI SENDRATARI KOLOSAL BIMA SWARGA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang terjadi pada zaman kerajaan masa lampau, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. jika UNESCO menjadikan wayang sebagai salah satu masterpiece 1 dunia karena

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

Kajian Nilai Moral Dalam Serat Pejahipun Patih Suwanda Seri Arjunasasrabau Jilid V karya Raden Ngabehi Sindusastra

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB IV PENUTUP. Hadiprayitna dapat dipahami sebagai sikap kreatif dalang sebagai pelaku seni

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

ANALISIS NILAI-NILAI MORAL NOVEL RAMAYANA KARYA SUNARDI D.M. DAN IMPLEMENTASI PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

ANOMAN MUKSWA. Catur Cang Pamungkas Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia Yogyakarta ABSTRAK

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

TONTONAN, TATANAN, DAN TUNTUNAN ASPEK PENTING DALAM AKSIOLOGI WAYANG

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ketoprak atau dalam bahasa Jawa sering disebut kethoprak adalah

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP

Pagelaran Wayang Ringkas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

SMA/MA IPS kelas 11 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 1. MEMAHAMI CERPEN DAN NOVELLatihan Soal 1.3

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

SILABUS MATA PELAJARAN : BAHASA JAWA

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BHISMA DEWABHARATA (BABAK I)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Dalam survey lapangan yang dilakukan di Museum Wayang Jakarta, dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan. Norma norma dan nilai nilai yang mencerminkan jati diri

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (Teeuw, 1981: 1). Artinya bahasa

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Mistik Nawaruci dan Mistik Bimasuci dalam Perjumpaannya dengan Yesus, Sang Air Kehidupan

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

Bab VI Simpulan & Saran

RAMAYANA FULL STORY DALAM RANGKA FESTIVAL RAMAYANA INTERNATIONAL DI INDIA

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia mempunyai kebudayaan dan adat istiadatnya sendiri. Dari

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

DESKRIPSI DUKUH SILADRI. Dipentaskan pada Festival Seni Tradisional Daerah se- MPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat 1 Agustus 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Wujud Garapan pakeliran Jaya Tiga Sakti Kiriman I Gusti Ngurah Nyoman Wagista, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan ISI Denpasar. Wujud garapan pakeliran

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan

Volume 4, Oktober 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB I PENDAHUUAN. orang Jawa. Sikap hidup masyarakat Jawa yang memiliki identitas dan

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta PAKELIRAN WAYANG KULIT PURWA LAKON RESI SUBALI

EKSISTENSI SANGGAR TARI KEMBANG SORE PUSAT - YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA TIRTA AMERTA

AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA. Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa

1 Tata Ungkapan Luar (TUL) adalah bagaimana mambuat perbedaan antara TUD di satu gambar dengan

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

KD Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca

BAB I PENDAHULUAN. emosional (Nurgiyantoro: 2007:2). Al-Ma ruf (2010:3) berpendapat bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

ARTIKEL KARYA SENI RINDUKU

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan

Transkripsi:

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta JURNAL LAKON SOKASRANA Oleh : Anang Suwondo 1010091016 JURUSAN PEDALANGAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2017 1

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta ABSTRAK Lakon Sokasrana ini dimaksudkan untuk menyampaikan pesan moral Bakti. Agar gagasan, atau pesan moral yang akan dapat disampaikan dapat terwadahi, maka pesan tersebut harus dimunculkan melalui tokoh-tokoh, peristiwa, dan permasalahan yang ada pada cerita. Sokasrana dalam penyajian ini merupakan penggambaran seorang dengan kondisi fisik yang serba terbatas, tetapi ia tetap berusaha untuk menunjukkan kewajibannya sebagai seorang adik dari kakaknya yaitu Sumantri. Sokasrana selalu membantu setiap kesulitan dan rintangan yang dihadapi oleh Sumantri untuk mewujudkan cita-citanya. Di akhir kisah ini Sokasrana rela mengorbankan nyawanya agar Sumantri tetap menjadi patih di Negara Maespati. Kata Kunci : Lakon, Sokasrana, Bakti 1. Pengantar 1.1 Latar Belakang Pengkarya tertarik menggarap lakon ini karena terdapat banyak pesan moral yang dapat disampaikan melalui karya lakon Sokasrana. Salah satu pesan moral yang ingin pengkarya sampaikan adalah bakti. Bakti dalam artian luas yaitu rasa hormat, setia, taat, sikap merendahkan diri kepada orang lain dengan kasih sayang. Bakti merupakan salah satu perilaku hidup untuk mengabdikan dan mendekatkan diri secara setia dengan Tuhannya. Mengabdi pada Tuhan dapat dilakukan melalui pengabdian kepada sesama, guru, raja 2

atau pemerintah, ataupun kepada orang tua yang melahirkan kita (Ketut Wiana, 1995: 153-154). Lakon Sokasrana pada karya ini merupakan perpaduan dari tiga lakon yaitu lakon Wisnu Ratu, Arjuna Sasrabahu Lahir dan Sumantri Ngenger. Pada pertunjukan wayang kulit purwa lakon Wisnu Ratu karya Ki Sri Mulyono (2013) dan (Alm) Ki Timbul Hadi Prayitno (2010) menceritakan dua bersaudara yaitu Sang Hyang Soka dan Suwanda. Dalam lakon tersebut diceritakan bahwa Sang Hyang Soka dan Suwanda adalah dua dewa bersaudara yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Suatu waktu Sang Hyang Soka dan Suwanda berkeinginan untuk merasakan hidup di dunia dengan cara me-nitis. Cerita kelahiran Arjuna Sasrabahu terdapat dalam Serat Pustaka Raja Purwa tulisan Ranggawarsita. Diceritakan, Dewi Danuresmi istri Resi Suwandagni-seorang pertapa di pertapaaan Jatisarana mempunyai dua anak laki-laki. Anak pertama diberi nama Sumantri yang berparas tampan, sedangkan anak yang kedua diberi nama Sukasrana. Sukasrana sebenarnya adalah ari-ari atau plasenta dari Sumantri yang diungkuli senjata Cakra Baskara oleh Resi Suwandagni. 1.2 Penokohan Penokohan dalam sebuah pertunjukan wayang adalah penyampaian gagasan pokok dan tema dalam cerita, disamping itu penokohan juga merupakan proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran watak dalam suatu UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 3

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta pementasan lakon (Satoto, 1985:24). Agar gagasan pokok dan tema cerita dapat disampaikan maka haruslah ditentukan karakter dari tokoh yang akan ditampilkan. Karakter dari setiap tokoh tersebut nantinya akan menentukan alur dan membentuk kualitas tindakan (Wahyudi, 2014:59). Berpijak dari pemikiran tersebut, keberadaan tokoh sangat penting dalam penyusunan alur cerita yang akan dikisahkan, sehingga penentuan tokoh-tokoh yang terlibat perlu diperhatikan kapasitas dan keterkaitannya pada sebuah peristiwa yang terjadi. Adapun dalam karya lakon Sokasrana tokoh-tokoh yang terlibat adalah sebagai berikut : 1. Sokasrana Sokasrana adalah putra Wiku Suwandagni di pertapaan Jatisarana dengan istrinya yang bernama Dewi Darini. Ia memiliki saudara yang bernama Sumantri. Walaupun satu ayah dan ibu, keduanya mempunyai wujud yang berbeda. Sumantri dikaruniai rupa yang tampan, sedangkan Sokasrana berwujud raksasa kerdil yang berwajah menakutkan. Sokasrana bekerja sebagai juru taman di Taman Sri Wedari milik Bathara Wisnu. Sokasrana memiliki perwatakan baik, sabar, jujur, bertanggung jawab, tidak meremehkan orang lain, dan suka menolong (Sunarto dan Sagio : 408). Tokoh Sokasrana pada karya menjadi tokoh pelaku hidup dan sebagai media untuk menyampaikan pesan bakti. 4

Gambar 1. Bambang Sokasrana Koleksi Ki Giyatno (Foto : Anang Suwondo 2017) 1.3 Sinopsis Lakon Sokasrana Lakon Sokasrana ini pada dasarnya diadaptasi dari tiga lakon wayang kulit purwa yaitu Wisnu Ratu, Arjunasasra lahir dan Sumantri Ngenger. Pengadaptasian tiga lakon menjadi satu lakon dengan struktur yang utuh memerlukan kecermatan dan ketelitian tersendiri dalam proses penggubahannya. Hal ini dikarenakan, satu lakon wayang merupakan satu dari ratusan cerita yang saling berkaitan, dan membentuk satu alur cerita yang panjang. Sehingga dalam penggubahan tiga lakon menjadi satu lakon yang berstruktur utuh, perlu memperhatikan dan mempertimbangkan penentuan peristiwa, maupun rangkaian dan jalinan peristiwa yang dibuat, beserta penentuan tokoh dalam kapasitasnya. Jalinan antar peristiwa dan persoalan yang dibuat dalam adegan maupun antar adegan harus terjalin secara logis sesuai dengan judul lakon dengan tokoh-tokoh yang dipilih dalam lakon ini. Lakon Sokasrana ini dimaksudkan untuk menyampaikan pesan moral Bakti. Agar gagasan, atau pesan moral yang akan dapat disampaikan dapat UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 5

terwadahi, maka pesan tersebut harus dimunculkan melalui tokoh-tokoh, peristiwa, dan permasalahan yang ada pada cerita. 2. Konsep Karya Lakon Sokasrana Menurut Kasidi (1990 : 16-18) cerita lakon wayang adalah karya sastra yang kurang lengkap sebelum dipentaskan. Hal tersebut memiliki cara penciptaan seperti karya sastra lainnya. Objek karya sastranya adalah peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat, karena seorang pengarang secara subjektif menafsirkan sendiri berbagai peristiwa yang diperoleh dari pengalaman, meskipun hal tersebut tidak sama persis dengan kenyataannya. Dengan demikian, seorang dalang tidak ubahnya seperti pengarang yang berhak mengubah, menambah, atau mengurangi setiap lakon wayang yang dibacanya, selama kerangka cerita tetap dipertahankan. Cerita wayang dapat menjadi sarana bagi dalang untuk menyampaikan buah pikiran, perasaan, dan tanggapan mengenai suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan uraian di atas pengkarya mencoba mencermati, mengamati, dengan pertimbangan agar gagasan atau pesan moral yang ingin pengkarya sampaikan dapat terwadahi, serta dapat dipahami oleh masyarakat maka dipilihlah tiga lakon yaitu Wisnu Ratu, Arjuna Sasrabahu Lahir, dan Sumantri Ngenger untuk mewadahi gagasan pengkarya. Penggubahan karya berjudul Sokasrana dikaitkan antara peristiwa yang terjadi di dalam lakon wayang dengan fenomena yang terjadi di masyarakat UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 6

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta (Wicaksono, 2012: 47). Melalui karya Sokasrana ini, pengkarya ingin menyampaikan pesan moral kepada masyarakat, tentang konsep bakti. Karya pakeliran Sokasrana ini, memfokuskan tokoh Sokasrana sebagai tokoh pelaku hidup. Sokasrana dikisahkan menjalani bakti dari sebelum lahir dan setelah lahir sebagai seorang anak bungsu dari seorang pertapa sakti yang tinggal di pertapaan Jatisrana. Dengan keterbatasan fisiknya ia menyumbangkan segenap daya dan ciptanya agar keinginan Sumantri mengabdi di Negara Maespati dapat tercapai. Penekanan karya dengan judul Sokasrana ini mencoba untuk melukiskan sikap batin Sokasrana sebagai seorang adik yang berkewajiban untuk berbakti kepada saudara tuanya. Sikap tersebut sesuai dengan tindakan dan perbuatan yang dilakukannya terhadap Sumantri. Adapun kerangka dasar dari lakon Sokasrana ini pengkarya membagi enam peristiwa yang memfokuskan tokoh Sokasrana di antaranya yaitu : 1. Adegan Sang Hyang Soka yang melakukan samadi di lereng Gunung Tengguru dengan tujuan ingin bertemu dengan saudaranya, Sang Hyang Suwanda, segera terpenuhi. 2. Proses penjelamaan Sang Hyang Soka dan proses kelahiran Sokasrana. Resi Suwandagni memerintahkan kepada cantrik Sidik Permana membawa bayi Sokasrana untuk bertapa di hutan. 3. Sokasrana menjadi mangsa macan di hutan, bayi Sokasrana tidak mati. Macan badhar Bathara Narada dan memberi kesaktian. Bathara Narada memberi tahu kepada Sokasrana bahwa nama ayahnya adalah Resi 7

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta Suwandagni dan ibunya Dewi Darini yang tinggal di pertapaan Jatirsrana. 4. Sumantri diberi senjata Cakra dan memohon pamit untuk mengabdi ke Negara Maespati. Sokasrana sedih karena Sumantri pergi tanpa pamit. 5. Sumantri diterima mengabdi pada Raja Maespati prabu Arjunasasra dengan syarat mampu memboyong Dewi Citrawati dari Negara Magada untuk dijadikan permaisurinya. Sokasrana membantu Sumantri mengalahkan raja sèwu-negara dan berhasil memboyong Dewi Citrawati ke negara Maespati. 6. Raja Sèwu-negara yang dikalahkan Sumantri meminta bukti bahwa rajanya di Negara Maespati sakti pilih tanding. Sumantri menghadap dan memohon ijin kepada Arjunasasra untuk mencoba kesaktiaannya. Arjunasasra mengalahkan Sumantri. Sumantri diperintah untuk memindahkan Taman Sri Wedari ke Negara Maespati. 7. Sumantri meminta bantuan Sokasrana untuk memindahkan Taman Sri Wedari. Sukasrana berhasil memindahkan Taman Sri Wedari. Dewi Citrawati takut dan jatuh pingsan ketika melihat Sokasrana berada di Taman Sri Wedari. Arjunasasrabahu memerintahkan Sumantri untuk membunuh Sokasrana yang berada di dalam Taman Sri Wedari. Sokasrana menancapkan keris di jantungnya sendiri. Sumantri merasa sedih setelah mengetahui bahwa Sokasrana mati oleh kerisnya. 8

Pengkarya menggunakan bentuk pakeliran wayang kulit purwa dengan durasi kurang lebih tiga jam. Konsep tradisi menjadi pertimbangan pokok, sehingga nanti akan terlihat pada penyajian karya. 3. Kesimpulan Lakon Sokasrana ini pada dasarnya diadaptasi dari tiga lakon wayang kulit purwa yaitu Wisnu Ratu, Arjunasasra lahir dan Sumantri Ngenger. Pengadaptasian tiga lakon menjadi satu lakon dengan struktur yang utuh memerlukan kecermatan dan ketelitian tersendiri dalam proses penggubahannya. Hal ini dikarenakan, satu lakon wayang merupakan satu dari ratusan cerita yang saling berkaitan, dan membentuk satu alur cerita yang panjang. Sehingga dalam penggubahan tiga lakon menjadi satu lakon yang berstruktur utuh, perlu memperhatikan dan mempertimbangkan penentuan peristiwa, maupun rangkaian dan jalinan peristiwa yang dibuat, beserta penentuan tokoh dalam kapasitasnya. Jalinan antar peristiwa dan persoalan yang dibuat dalam adegan maupun antar adegan harus terjalin secara logis sesuai dengan judul lakon dengan tokoh-tokoh yang dipilih dalam lakon ini. Lakon Sokasrana ini dimaksudkan untuk menyampaikan pesan moral Bakti. Agar gagasan, atau pesan moral yang akan dapat disampaikan dapat terwadahi, maka pesan tersebut harus dimunculkan melalui tokoh-tokoh, peristiwa, dan permasalahan yang ada pada cerita. Sokasrana dalam penyajian ini merupakan penggambaran seorang dengan kondisi fisik yang serba terbatas, tetapi ia tetap berusaha untuk menunjukkan UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 9

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta kewajibannya sebagai seorang adik dari kakaknya yaitu Sumantri. Sokasrana selalu membantu setiap kesulitan dan rintangan yang dihadapi oleh Sumantri untuk mewujudkan cita-citanya. Di akhir kisah ini Sokasrana rela mengorbankan nyawanya agar Sumantri tetap menjadi patih di Negara Maespati. 10

KEPUSTAKAAN D.M, Sunardi. 1982. Arjuna Sasrabahu. Jakarta: Balai Pustaka. Hadiprayitna, Kasidi. 1990. Ragam Lakon Dalam Sastra Pewayangan Laporan Penilitian. Yogyakarta: Balai Penelitian ISI Yogyakarta. Mangkunegara VII. 1965. Serat Pedhalangan Ringgit Purwa Jilid III. Yogyakarta: U.P Indonesia Yogya. Mudjanattistomo. R.M. 1979. Pedhalangan Ngayogyakarta Jilid I. Yogyakarta: Yayasan Habirandha. Prasetya, Hanggar Budi. 2004. Muter Taman Sri Wedari: Tafsir Sri Mangkunegara IV dan Ki Manteb Sudarsono. Ekspresi Jurnal Penelitian dan Penciptaan Seni. Volume 11. Tahun 4: 169-190. Yogyakarta: ISI Yogyakarta. Sagio dan Sunarto. 2004. Wayang Kulit Gaya Yogyakarta Bentuk dan Ceritanya. Yogyakarta. Satoto, Sudiro. 1985. Wayang Kulit Purwa Makna dan Struktur Dramatiknya. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Sindusastra. 1932. Serat Harjuna Sasrabahu Jilid IV. Batawisentrem: Balai Pustaka.. 1932. Serat Harjuna Sasrabahu Jilid V. Batawisentrem: Balai Pustaka. Teddy Rusdy, Sri. 2012. Ruwatan Sukerta dan Ki Timbul Hadiprayitno. Jakarta: Yayasan Kertagama. Tjiptawardaja, A. Sangkana. 1978. Kandha Janturan Wayang Kulit Purwa. Yogyakarta: SMKI. Wahyudi, Aris. 2011. Bima dan Drona Dalam Lakon Dewa Ruci, Ditinjau dari Analisis Strukturalisme Levi-Strauss.(Desertasi). Wiana, Ketut. 1995. Yajna dan Bhakti : Dari Sudut Pandang Hindu. Denpasar: Pustaka Manikgeni. Wicaksana, Andi. 2012. Lakon Dhanaraja. (Tugas Akhir Program S-1 Seni Pedalangan) Yogyakarta: Institut Seni Indonesia Yogyakarta. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 11

Sumber Audio dan Audio Visual Sudarsono, Manteb Ki. 2016. Banjaran Sumantri. https://www.youtube.com/watch?v=3e8q9wvuz3u&t=5s Asmoro, Purbo Ki. 2014. Sumantri https://www.youtube.com/watch?v=phgk70kbmss Ngenger. Sri Mulyono, Sri Ki. 2013. Pagelaran Wayang Kulit Purwa Sukra Kasih. Wisnu Ratu. Dinas Kebudayaan Yogyakarta. Hadiprayitno, Timbul Ki. 2010. Wisnu Ratu mp3: 06-07. Narasumber Ki Margiyono. Seniman dalang senior Yogyakarta beralamat di Kowen, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta Ki Sutejo. Seniman dalang senior Yogyakarta beralamat di Gedhong Kuning, Bantul, Yogyakarta. Ki Giyatno. Seniman dalang senior Yogyakarta beralamat di Wiyoro Lor, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Ki Radyo Harsono. Seniman dalang senior Magelang beralamat di Magelang, Jawa Tengah. Ki Sri Mulyono. Seniman dalang muda Yogyakarta beralamat di Kasihan, Bantul, Yogyakarta UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 12