BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi di bumi belakangan ini seperti pemanasan global, penumpukan sampah yang tidak bisa di daur ulang, serta polusi udara hingga air, semakin menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Kekhawatiran ini direspon masyarakat dengan berbagai cara, salah satunya adalah masyarakat semakin selektif dalam memilih produk yang akan digunakan, seperti salah satunya apakah produk tersebut melewati tahapan produksi yang aman bagi lingkungan atau tidak. Para pelaku bisnis melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan sekaligus tantangan, dan mulai menyesuaikan perilaku perusahaan dalam usaha untuk menanggapi kepedulian baru dari masyarakat. Beberapa perusahaan kemudian menerima konsep tersebut dan mengadaptasinya dalam budaya perusahaan. Perusahaan melakukan berbagai hal, seperti mengaplikasikan isu lingkungan kedalam citra perusahaan yang meliputi tanggung jawab sosial perusahaan, citra produk, dan reputasi perusahaan. The Body Shop contohnya, menerapkan konsep Green Office Green Behavior yang ditunjukkan dengan pelarangan membawa styrofoam bagi seluruh karyawan, selain itu setiap karyawan juga wajib memilah sampah mereka sendiri sesuai kategori. Sejumlah perusahaan lain yang juga aktif memerangi perubahan iklim dan pemanasan global diantaranya: Apple, Bank of America, Pepco, BT Group, Fiat, Goldman Sachs, L Oreal dan AstraZenec. Sistem manajemen lingkungan yang baik pada aktifitas sebuah perusahaan, hal ini dipercaya akan 1
membawa dampak positif reputasi perusahaan di mata konsumen dan kemudian diharapkan akan meningkatkan niat beli konsumen terhadap produk perusahaan. Pemasaran hijau memiliki beberapa definisi dinyatakan oleh The American Marketing Association bahwa definisi pemasaran hijau adalah usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk memproduksi, mempromosikan, memberi kemasan dan memperbarui produk agar produk menjadi sensitif dan responsif pada masalah-masalah lingkungan. Definisi lain tentang pemasaran hijau adalah suatu kegiatan untuk mendeskripsikan usaha pasar guna mengembangkan strategi pemasaran bagi konsumen yang peduli akan lingkungan (McDaniel dan Rylander, 1993). Perusahaan menerapkan isu-isu lingkungan sebagai salah satu strategi pemasarannya yang di kenal sebagai pemasaran hijau. Pemasaran hijau saat ini banyak digunakan oleh berbagai perusahaan dan menangani semua aktifitas yang didesain untuk menciptakan dan memfasilitasi perubahan apapun yang bertujuan untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan manusia, dengan efek seminimal mungkin pada lingkungan alam (Polonsky, 1994). Sukses-tidaknya sebuah bisnis yang mengusung strategi pemasaran hijau, tergantung pada kemampuan perusahaan untuk memasarkan produk alternatif yang ramah lingkungan tampak normal, mudah diterima, dan inovatif (Grant, 2007). Masyarakat yang mengkonsumsi produk yang dipasarkan atau diproduksi secara hijau, disebut dengan konsumen hijau. Konsumen hijau adalah sebuah fenomena dalam perilaku konsumen yang terkait dengan kesadaran konsumen tentang masalah lingkungan. Konsumen hijau dapat juga diartikan sebagai suatu perilaku konsumen yang dimotivasi tidak hanya oleh keinginan untuk memenuhi 2
kebutuhannya, namun juga karena kepedulian terhadap kesejahteraan sosial secara keseluruhan (Osterhus, 1997; Pelton et.al., 1993; Singhapakadi and LaTour, 1991 dalam Moisander and Pesonen, 2002). Perkembangan konsumen hijau menuntut pemasar untuk lebih jeli dalam mengamati pasar dan konsumen. Industri kosmetik termasuk salah satu industri yang cepat dalam merespon isu tersebut. Persaingan yang tinggi dibidang kosmetik menjadi salah satu faktor para produsen harus semakin kreatif dalam merespon tren terbaru dikalangan masyarakat. Lembaga Riset Pemasaran Euro Monitor International menyebutkan bahwa nilai industri kosmetik Indonesia mencapai lebih dari US$ 5 miliar dengan pertumbuhan rata-rata 12% per tahun (Octama, 2013). Salah satu contohnya adalah kemunculan konsumen hijau yang mengkonsumsi produk yang dipasarkan dengan teknik pemasaran hijau. Pemain-pemain pada industri kosmetik bertema pemasaran hijau di Indonesia seperti Martha Tilaar untuk perusahaan lokal, dan untuk perusahaan asing terdapat The Body Shop yang berasal dari Eropa serta Face Shop yang merupakan merek asal Korea. Merek-merek tersebut adalah contoh kosmetik yang dipasarkan di Indonesia yang mengusung pemasaran hijau. Pasar industri kosmetik indonesia berpotensi mencapai di atas Rp 110 triliun pada tahun 2012 atau tumbuh lebih dari 10% dibandingkan dengan pasar tahun sebelumnya. Berdasarkan data dari Perhimpunan Pengusaha dan Asosiasi (PPA) Kosmetik, produksi lokal diduga mencapai kisaran Rp 40 triliun Rp 45 triliun per tahun, sedangkan impor sebesar Rp50 triliun - Rp60 triliun. Berdasarkan data kementerian perindustrian, penjualan kosmetik di Indonesia tumbuh double digit per tahun. Tahun 2012 penjualan mencapai 9,76 triliun atau tumbuh 14 persen 3
daripada tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 penjualan kosmetik impor mencapai Rp 2,44 triliun atau naik 30 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada 2011 yaitu sebesar 1,87 triliun (Informasi ini berdasarkan data Kementerian Perindustrian - http://www.kemenperin.go.id/). Produk The Body Shop dapat dikatakan sebagai pelopor produk kosmetik dan perawatan tubuh yang mengusung tema alami. Merek ini bahkan juga memperluas gerakan hijaunya dengan melakukan berbagai kampanye yang berhubungan dengan lingkungan, seperti penolakan uji coba kosmetik pada hewan (against animal testing), mendukung perdagangan yang berpihak pada komunitas petani (support community trade), ataupun gerakan penyelamatan bumi (protect our planet). The Body Shop merupakan suatu nama merek dari kosmetik terkenal yang didirikan oleh Anita Roddick pada tahun 1976. Perusahaan ini terkenal oleh produk-produk kosmetik dan perawatan kulit yang menggunakan bahan alami. The Body Shop juga merupakan perusahaan yang secara konsisten membentuk citra perusahaan positif berbasis kesejahteraan lingkungan di mata konsumen. Citra Perusahaan merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Citra dari sebuah perusahaan berawal dari perasaan pelanggan dan para pelaku bisnis tentang organisasi yang bersangkutan sebagai produsen produk tersebut sekaligus sebagai hasil evaluasi individual tentang hal tersebut (Surachman, 2008). Citra perusahaan yang positif, diharapkan akan menjadi faktor pendorong niat beli konsumen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lin (2011) bahwa citra perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap niat beli. 4
Kotler dan Keller (2009) berpendapat bahwa niat beli adalah perilaku konsumen yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian. Niat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum benar-beanr melakukan pembelian (Kinnear, 1995). Durianto (2001) menyatakan untuk meningkatkan niat beli, perusahaan perlu meningkatkan citra perusahaan yang positif. Citra perusahaan dalam penelitian (Eunju, K & Yoo, K. H. 2013) meliputi tiga hal, yaitu: tanggung jawab sosial perusahaan, citra produk, dan reputasi perusahaan. Tanggung Jawab Sosial merupakan sebuah konsep dengan mana perusahaan memutuskan untuk berkontribusi kepada masyarakat agar kehidupan lebih baik, dan kondisi lingukungan tetap terjaga serta tidak dirusak fungsinya. Salah satu Tanggung Jawab Sosial yang digunakan diterapkan Anita Roddick sang pendiri dari The Body Shop ini terkenal dengan green concept nya, dimana Tanggung Jawab Sosial ini merupakan Tanggung Jawab Sosial berbasis lingkungan. Sebagai contohnya, The Body Shop memasang hiasan bunga-bunga rampai gantung yang alami alih-alih menggunakan bahan plastik sebagai hiasan toko. The Body Shop juga ikut aktif berkampanye menyelamatkan hutan tropis di Brasil. The Body Shop berusaha menunjukkan pada target pasarnya, bahwa produknya dibuat dengan dasar kecintaan mereka terhadap dunia pada umumnya, dan lingkungan pada khususnya. Selain itu, The Body Shop telah menanam lebih dari 17.000 pohon untuk mengimbangi penggunaan lokal kertas di Indonesia. Salah satu program terkenal yang dijalankan oleh The Body Shop adalah Bring Back Our Bottles, kampanye untuk mendorong pelanggan untuk 5
membawa botol mereka yang kosong untuk didaur ulang. Sebagai timbal balik, The Body Shop memberikan konsumen berbagai macam souvenir, semisal gratis 1 botol fragrances untuk tiap 5 botol kosong fragrances yang ditukarkan pelanggan, atau tas daur ulang untuk setiap 25 botol kosong yang pelanggan telah kumpulkan di toko The Body Shop. Sampai saat ini, The Body Shop telah mengumpulkan sekitar 30 juta botol selama rentang waktu 2011 dan dana yang terkumpul pada proses daur ulang ini disumbangkan kepada Tzu Chi Foundation, sebuah LSM yang menyediakan beasiswa untuk anak-anak yang membutuhkan dan mengalami bencana. The Body Shop juga menjadi pelopor kampanye bertajuk againts animal testing atau pelarangan uji coba kosmetik terhadap hewan. Sebagai pengguna, selama ini konsumen hanya menggunakan saja dan mungkin tidak pernah tahumenahu mengenai bagaimana proses pembuatan sebuah produk kosmetik. Konsumen mungkin hanya perduli bagaimana supaya produk tersebut bermanfaat untuk diri mereka. Hal ini merupakan bentuk komitmen The Body Shop sejak awal berdirinya pada 1976, yaitu 100% cruelty free dari proses pembuatan dan bahan baku. Produk The Body Shop tidak diuji coba dan mengandung unsur hewan di dalamnya. Hal lain yang merupakan bentuk komitmen terhadap The Body Shop lingkungan. Selain itu, dalam keseharian operasional, The Body Shop juga sudah membatasi penggunaan AC serta cahaya lampu listrik, dan menggunakan ventilasi udara serta ruangan kaca untuk memilimalisir penggunaan pendingin ruangan dan lampu. Serta memanfaatkan berbagai bahan hasil daur ulang untuk menghias 6
gerai-gerai yang mereka miliki. Hingga saat ini, The Body Shop aktif berkampanye dan mendukung gerakan seperti kampanye hijau terutama tentang bahaya pemanasan global. Selain itu, sebagai wujud dukungan The Body Shop terhadap kaum wanita adalah dengan mendukung kampanye Stop Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Bantu kaum Perempuan yang terkena HIV-AIDS. Hal lain yang sangat penting selain Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, sebagai komunikasi antara konsumen dan produk adalah citra produk. Citra merupakan kesan, impresi, perasaan atau persepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, suatu obyek, orang atau lembaga (Alma, 1992). Suatu perusahaan yang berhasil menciptakan citra yang positif dan kuat, maka hasilnya akan dirasakan dalam jangka panjang terlebih bila selalu mampu memeliharanya yaitu dengan selalu konsisten memberikan, memenuhi janji yang melekat pada citra yang sengaja dibentuk tersebut (Pura, 2005). Citra adalah salah satu cara untuk dapat membedakan suatu produk dengan produk yang lainnya. Oleh karena itu bagi sebuah perusahaan memilki citra yang baik menjadi sangat penting. Dengan konsep citra produk yang baik, maka akan dapat melengkapkan identitas yang baik dan pada akhirnya dapat mengarahkan kepada kesadaran yang tinggi, loyalitas, dan reputasi yang baik. Bagi The Body Shop, Citra terhadap produk hijau merupakan seperangkat persepsi yang positif dari suatu produk dalam benak konsumen yang terkait dengan komitmen dan kepedulian terhadap lingkungan (Chen, 2010). Dengan citra produk yang positif, konsumen akan memiliki gambaran persepsi yang positif pada produk itu sendiri, dan akan tertarik mempertahankan konsumsinya. 7
The Body Shop memiliki reputasi yang baik di mata konsumen. Hal ini dikarenakan The Body Shop menggabungkan dua unsur yaitu sebuah produk menawarkan bahan dasar alami yang aman untuk kulit. The Body Shop meyakini, bahwa sesuatu yang alami adalah yang terbaik untuk kulit. Unsur lain yang membuat reputasi positif The Body Shop dimata konsumen adalah filosofi bisnis dan nilai-nilai kemanusiaan, sosial, dan lingkungan yang diusung oleh The Body Shop. Dengan adanya kualitas produk dan reputasi perusahaan yang bagus menurut konsumen, maka merek dari produk tersebut akan menimbulkan kesan positif dalam benak konsumen yang secara tidak langsung menyebabkan citra merek yang positif dari produk tersebut. Values Report 2011 The Body Shop menyebutkan sebesar 64 persen dari pelanggan yang loyal dan hanya 45 persen dari pelanggan reguler bersedia untuk membayar lebih untuk produk. Sedangkan dari 83 persen pelanggan reguler lebih memilih ritel yang menangani serius isu-isu sosial dan lingkungan hidup, namun hanya 44 persen yang siap mengubah gaya berbelanja mereka. Penulis memilih The Body Shop sebagai objek penelitian karena pertumbuhan The Body Shop di Indonesia yang semakin meningkat setiap tahunnya. Jika merek kosmetik lain menjanjikan kulit putih, wajah berseri, dan segala kecantikan dari luar lainnya. The Body Shop terus menciptakan berbagai inovasi yang membuat mereka berbeda dengan merek kosmetik lain. Hal tersebut dilengkapi dengan kampanye bertajuk Beauty With Heart, dimana The Body Shop berusaha menyampaikan pesan kepada seluruh wanita bahwa cantik bukan berasal dari luar namun berasal dari dalam diri kita sendiri. Dalam operasional bisnisnya, The Body Shop tidak 8
hanya berfokus pada keuntungan, melainkan pada nila-nilai yang menjadi komitmen perusahaan mereka. Karena itu penulis ingin meneliti apakah The Body Shop, sebuah perusahaan yang berkomitmen sejak awal dan secara tegas terhadap pemasaran hijau melalui beberapa cara yaitu melalui citra perusahaan yang meliputi tanggung jawab perusahaan, citra produk serta reputasi perusahaan secara keseluruhan berkaitan secara langsung dengan niat beli konsumen terhadap produk The Body Shop. 1.2 Rumusan Masalah Kerusakan lingkungan yang terjadi membuat perubahan pada kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan lingkungan. Perubahan itu juga terjadi dalam dunia bisnis. Banyak perusahaan yang mulai merubah pola bisnis dan proses produksi mereka menjadi lebih ramah lingkungan. The Body Shop Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan prinsip ramah lingkungan dalam menghasilkan produk-produknya. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah dari penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah strategi kesadaran pemasaran hijau yang diterapkan The Body Shop Indonesia terhadap citra perusahaan The Body Shop yang meliputi tanggung jawab sosial, citra produk dan reputasi perusahaan berpengaruh pada niat beli konsumen The Body Shop di Yogyakarta. Bagaimana strategi pemasaran hijau yang diterapkan The Body Shop Indonesia terhadap citra perusahaan The Body Shop Indonesia di kalangan 9
konsumen The Body Shop? Bagaimana strategi pemasaran hijau yang diterapkan The Body Shop Indonesia terhadap niat beli pada konsumen The Body Shop? 1.3 Tujuan Penelitian Dari latar belakang permasalahan dan perumusan masalah, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) Menganalisis pengaruh kesadaran akan pemasaran hijau pada tanggung jawab sosial perusahaan. 2) Menganalisis pengaruh kesadaran akan pemasaran hijau dan tanggung jawab sosial perusahaan pada citra produk. 3) Menganalisis pengaruh citra produk pada reputasi perusahaan. 4) Menganalisis pengaruh citra produk dan reputasi perusahaan pada niat beli. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: 1) Bagi The Body Shop: Memberikan informasi untuk terus mempromosikan lewat kampanye sosial mengenai masalah-masalah lingkungan sekarang ini sehingga mampu meningkatkan permintaan produk yang berwawasan lingkungan dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. 2) Bagi perusahaan lain yang memasarkan produk ramah lingkungan: Hasil penelitian ini akan memberikan informasi kepada perusahaan-perusahaan yang memasarkan produk ramah lingkungan mengenai pentingnya lingkungan, dengan tidak hanya menciptakan produk tetapi juga proses produksi yang ramah terhadap lingkungan. Perusahaan dapat menciptakan 10
citra umum yang positif bagi diri mereka sendiri dengan bertindak dengan cara-cara yang secara sosial bertanggung jawab (Mowen dan Minor, 2001). 1.5 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis membatasi pada sikap konsumen terhadap produk kosmetik The Body Shop yang mengusung konsep pemasaran hijau. Apakah tanggung jawab sosial perusahaan, citra produk, dan reputasi perusahaan mempengaruhi niat beli konsumen pada produk tersebut. 1.6 Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II: TINJAUAN KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS Bab ini berisi teori-teori yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian, hasil dari penelitian sebelumnya serta hipotesis yang ada didalam penelitian. Dasar teoritik tersebut merupakan teori yang berhubungan dengan kosmetik ramah lingkungan yang mengusung konsep pemasaran hijau yaitu The Body Shop. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, data dan sumber data, metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode pengukuran skala, definisi operasional, pengukuran instrumen serta metode analisis data dalam penelitian. 11
BAB IV: ANALISIS DATA Pada bab ini data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian dengan menggunakan alat analisis yang telah ditentukan. BAB V: KESIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL Bab ini merupakan penutup yang memuat kesimpulan dari hasil penelitian dan implikasi manajerial yang diharapkan dapat berguna bagi pihak yang berkepentingan serta saran yang dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. 12