BAB IV DATA DAN ANALISA Bab ini membahas tentang kinerja dari turbin tipe drag dengan variasi sudut kelengkungan sudu baik secara simulasi maupun dengan eksperimen. Data dari eksperimen disajikan dalam bentuk grafik yang membandingkan antara pengaruh sudut kelengkungan sudu rotor terhadap daya listrik yang dihasilkan. Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk melihat pengaruh sudut kelengkungan sudu rotor terhadap koefisien daya. Pada bab ini juga membahas tentang kerugian aliran akibat tahanan fluida oleh rotor. 4.1. Simulasi Drag-type Turbine dengan Variasi Sudut Kelengkungan Sudu Studi ini membahas tentang performa dari Drag-type Turbine secara simulasi. Simulasi Drag-type Turbine ini dilakukan untuk melihat pengaruh sudut kelengkungan sudu terhadap torsi yang dihasilkan. (a) Gambar 4. 1 Simulasi Drag-type Turbine dengan variasi sudut kelengkungan sudu 120 (a) Streamline kecepatan (b) Kontur tekanan 22 (b)
23 Dalam simulasi tersebut diteliti berbagai macam variasi sudut kelengkungan sudu dari Drag-type Turbine mulai dari sudut kelengkungan sudu 100 sampai 150 yang salah satunya ditunjukkan pada Gambar 4.1. Gambar tersebut menjelaskan hasil dari simulasi Drag-type Turbine dengan variasi sudut kelengkungan sudu 120. Streamline kecepatan dari fluida air dengan kecepatan maksimal sebesar 44,7 m/s ditunjukkan pada Gambar 4.1.a. Kontur tekanan diperlihatkan pada Gambar 4.1.b dengan tekanan maksimal sebesar 0,902 MPa pada daerah dengan warna merah. Pada simulasi tersebut, tekanan rata-rata dari rotor secara keseluruhan adalah 0,307 MPa. Adapun tekanan rata-rata pada blade surface A adalah 0,868 MPa. Tekanan dengan warna merah juga terjadi pada blade surface B sebesar 0,871 MPa dengan arah yang berbeda dengan tekanan pada blade surface A sehingga akan mengurangi torsi yang didapat. Tekanan dengan arah yang berbeda ini disebabkan karena arus fluida setelah menghantam sudu A kemudian berbalik arah menuju sudu B. Torsi yang dihasilkan pada sudut kelengkungan sudu 120 ini adalah sebesar 12,7 Joule. Selain itu, terdapat 3 buah tekanan dengan warna merah pada daerah sekitar poros yang disebabkan oleh aliran fluida yang masuk melalui celah-celah dari blade B. Untuk kecepatan aliran setelah melewati blade A merupakan kecepatan dengan nilai terbesar seperti yang ditunjukkan dengan warna merah. Hal ini disebabkan aliran fluida melewati celah yang sempit sehingga kecepatannya akan bertambah besar. Perletakan posisi sudu dalam simulasi dilakukan dengan menempatkan ujung salah satu sudu (tip chord) pada posisi paling dekat dengan ujung dari blocking system. Ketika posisi sudu diubah-ubah, maka perubahan posisi sudu tersebut akan menghasilkan nilai torsi mirip dengan kurva cosinus. Gambar 4.2 adalah nilai torsi yang dihasilkan dari tiap-tiap perubahan posisi sudu pada blade curvature angle 120. Perubahan posisi sudu dilakukan mulai dari rotor angle 0 sampai 90. Dari gambar tersebut dijelaskan bahwa nilai torsi yang sama terdapat pada posisi sudu 0, 45, dan 90. Awalnya, torsi yang dihasilkan pada rotor angle 0 sebesar 12,7 Joule. Pada rotor angle 5, nilai torsi menurun menjadi 12,3 Joule. Nilai torsi semakin menurun pada rotor angle 0 sampai 25.
24 Gambar 4. 2 Nilai torsi pada tiap-tiap posisi sudu dari proses simulasi Pada rotor angle 25 dihasilkan torsi sebesar 4,7 Joule. Nilai torsi mulai naik lagi pada rotor angle 30 sebesar 5,7 Joule. Hingga pada rotor angle 45 dihasilkan nilai torsi yang sama pada rotor angle 0. Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa pada rotor angle 0 menghasilkan torsi terbesar dibandingkan dengan rotor angle yang lain. Dengan dasar torsi pada rotor angle 0, maka seluruh simulasi Drag-type Turbine dengan pengaruh sudut kelengkungan sudu diposisikan pada rotor angle 0. Hasil keseluruhan dari proses simulasi terdapat dalam Lampiran 5. Seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa variasi sudut kelengkungan sudu dari Drag-type Turbine yang diteliti dalam proses simulasi adalah 100, 110, 120, 130, 140, dan 150. Dari hasil simulasi didapatkan nilai torsi dari tiap-tiap variasi sudut kelengkungan sudu, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. Torsi dicari menggunakan formula yang terdapat dalam ANSYS CFX-Post dengan formula torque_y()@default Fluid Solid Interface Side 1. Torque_y diartikan sebagai nilai torsi pada poros rotor dengan sumbu y. Sedangkan Default Fluid Solid Interface 1 merupakan nama dari wall boundary dari rotor.
25 Tabel 4. 1 Nilai torsi dari tiap-tiap variasi sudut kelengkungan sudu Blade Curvature Angle [ ] 100 110 120 130 140 150 Torque [Joule] 8,7 10,7 12,9 14,7 16,4 17,2 Dalam Tabel 4.1 diketahui bahwa nilai torsi tertinggi terdapat pada sudut kelengkungan sudu 150. Nilai torsi terus meningkat pada sudut kelengkungan sudu 100 sampai 150. Awalnya torsi yang dihasilkan pada sudut kelengkungan sudu 100 hanya sebesar 8,7 Joule. Pada sudut kelengkungan sudu 110 dihasilkan torsi sebesar 10,7 Joule. Nilai torsi terus meningkat sampai pada sudut kelengkungan sudu 150 dengan nilai sebesar 17,2 Joule. Dalam simulasi Dragtype Turbine ini, sudut kelengkungan sudu maksimal yang bisa dibuat hanya sampai pada sudut kelengkungan 150 dengan ketebalan sudu 2 mm. Sudut kelengkungan sudu 160 tidak disimulasi karena sudah tidak bisa didesain. Dengan masalah yang sama, sudut kelengkungan sudu maksimal yang dipakai dalam proses eksperimen hanya sampai pada sudut kelengkungan sudu 140 dengan ketebalan sudu 3 mm. Dalam proses eksperimen tidak menggunakan rotor dengan ketebalan sudu 2 mm karena rawan patah. 4.2. Aliran Fluida Masuk Aliran fluida masuk (inlet flowrate) diilustrasikan dalam Gambar 4.3 dibawah ini. Sebuah tangki diisi air oleh pompa dengan kapasitas 600 lpm. Setelah air mencapai head yang ditentukan, air akan mengalir melalui saluran overflow dan saluran fluida masuk ke turbin. Aliran fluida masuk ke turbin didapatkan dengan pengurangan antara kapasitas dari pompa dan debit yang keluar dari saluran overflow. Debit yang keluar dari saluran overflow dihitung dengan jumlah volume yang tertampung dalam gelas ukur per satuan waktu.
26 Gambar 4. 3 Ilustrasi aliran fluida masuk Dari percobaan yang telah dilakukan, suatu fenomena terlihat dari efek rotor turbin terhadap aliran fluida masuk seperti disajikan dalam Tabel 4.2 dibawah ini. Tabel 4. 2 Efek rotor terhadap aliran fluida masuk Q i x 10 3 Variation [m 3 /s] Without Rotor 19,17 With Rotor (Blade Curvature Angle) 100 110 120 130 140 8,62 8,77 8,87 9,06 9,22
27 Perbedaan yang signifikan antara aliran fluida masuk tanpa rotor dengan aliran fluida masuk dengan rotor diperlihatkan dalam Tabel 4.2. Aliran fluida masuk tanpa penambahan rotor menghasilkan debit 19,17 x 10-3 m 3 /s untuk mengantarkan fluida mencapai head yang telah ditentukan. Sedangkan aliran fluida masuk dengan penambahan rotor hanya menghasilkan debit rata-rata 8,91 x 10-3 m 3 /s. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kerugian fluida yang dialami adalah 10,26 x 10-3 m 3 /s atau sekitar 53 %. Di lain pihak, penambahan rotor dengan berbagai variasi sudut kelengkungan ternyata juga mempengaruhi aliran fluida masuk. Sebuah grafik yang menyatakan hubungan antara sudut kelengkungan sudu dengan debit dari aliran fluida masuk diperlihatkan pada Gambar 4.4. Gambar tersebut menjelaskan bahwa debit dari aliran fluida masuk mempunyai nilai yang terus meningkat sebanding dengan bertambahnya sudut kelengkungan sudu dari rotor turbin. Awalnya, pada sudut kelengkungan 100 diperoleh aliran fluida masuk sebesar 8,62 liter/s. Aliran fluida masuk semakin bertambah besar hingga pada sudut kelengkungan sudu 140 sebesar 9,22 liter/s. Gambar 4. 4 Grafik hubungan sudut kelengkungan sudu terhadap aliran fluida masuk
28 4.3. Tip Speed Ratio Tip speed ratio (TSR) merupakan salah satu parameter penting yang digunakan untuk menggambarkan performa sebuah turbin. Tip speed ratio didefinisikan sebagai rasio dari kecepatan tangensial pada blade tip dengan kecepatan aktual fluida. Untuk menghitung TSR digunakan persamaan dibawah ini (Sarma et al., 2014).... (2.6) Dimana, adalah kecepatan putar rotor, rad/s ; adalah diameter rotor, m ; adalah kecepatan fluida masuk, m/s. Aliran fluida masuk telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Pada subbab tersebut menyatakan bahwa sudut kelengkungan sudu mampu mempengaruhi aliran fluida masuk. Aliran fluida masuk yang didapat antara sudut kelengkungan sudu 100 sampai 140 adalah semakin bertambah besar seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.2. Hal ini berlaku sama dengan kecepatan fluida masuk karena aliran fluida masuk merupakan fungsi yang sebanding dengan kecepatan fluida masuk. Hubungan antara aliran fluida masuk dan kecepatan fluida masuk dinyatakan dalam persamaan dibawah ini.... ( 4.1) Dimana, adalah aliran fluida masuk, m 3 /s; adalah luas penampang pipa, m 2 ; dan adalah kecepatan fluida masuk, m/s. Diketahui bahwa luas penampang pipa adalah 0,001305 m 2 (Lampiran 3) dan aliran fluida masuk terdapat pada Tabel 4.2. Maka, kecepatan fluida masuk didapat sesuai dengan Tabel 4.3 dibawah ini. Tabel 4. 3 Kecepatan fluida masuk pada variasi sudut kelengkungan sudu Blade Curvature Angle 100 110 120 130 140 [m/s] 6,6 6,7 6,8 6,9 7,1
29 Berdasarkan data-data diatas, maka nilai TSR pada setiap variasi sudut kelengkungan sudu dapat dilihat dalam Tabel 4.4. Tabel 4. 4 Kecepatan putar dan Tip Speed Ratio pada masing-masing variasi sudut kelengkungan sudu Blade Curvature Angle Angular Velocity [rpm] TSR 100 110 120 130 140 475,20 484,18 514,50 541,12 645,00 0,301 0,302 0,317 0,326 0,382 Gambar 4. 5 Grafik hubungan antara variasi sudut kelengkungan sudu dengan kecepatan putar dan TSR Gambar 4.5 menjelaskan tentang hubungan sudut kelengkungan sudu terhadap kecepatan putar dan tip speed ratio. Kecepatan putar dan TSR maksimum terdapat pada sudut kelengkungan sudu 140. Awalnya, rotor dengan sudut kelengkungan sudu 100 hanya mampu menghasilkan kecepatan putar dan TSR masing-masing 475,2 rpm dan 0,301. Pada sudut kelengkungan sudu 110 manghasilkan nilai kecepatan putar dan TSR masing-masing 484,18 rpm dan 0,302. Kecepatan putar dan TSR terus mengalami kenaikan pada sudut kelengkungan sudu berikutnya hingga pada sudut kelengkungan sudu 140 menghasilkan nilai kecepatan putar dan TSR masing-masing 645 rpm dan 0,382.
30 4.4. Daya Input Daya input merupakan daya maksimal yang dihasilkan akibat potensial fluida. Daya dari aliran fluida merupakan fungsi dari density air ( ), gravitasi ( ), ketinggian/head ( ) dan debit pada aliran fluida masuk ( ). Diketahui bahwa density air ( ) adalah 997,01 kg/m 3 (Lampiran 6). Gravitasinya adalah 9,81 m/s 2. Head diukur dari level permukaan air tanki atas sampai pada air yang mengenai sudu rotor yaitu dengan ketinggian 2 m. Sementara itu, besarnya debit tergantung pada variasi sudut kelengkungan sudu sesuai pada Tabel 4.2. Data-data tersebut digunakan untuk menghitung daya yang dihasilkan fluida dengan persamaan:... (2.1) Dimana, adalah daya input/ daya dari aliran fluida. Maka, dengan persamaan 4.3 tersebut didapatkan besaran daya input yang tercantum dalam Tabel 4.5 dibawah ini. Tabel 4. 5 Daya input dari setiap variasi sudut kelengkungan sudu Blade Curvature Angle [ ] 100 110 120 130 140 Power Input ( ) [Watt] 168,6 171,5 173,5 177,3 180,3 Dengan head yang sama, daya input yang dihasilkan oleh tiap-tiap sudut kelengkungan sudu ternyata berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5. Awalnya, daya input pada sudut kelengkungan sudu 100 adalah 168,6 Watt. Pada sudut kelengkungan sudu 110 didapat daya input sebesar 171,5 Watt. Nilai daya input terus meningkat pada sudut kelengkungan berikutnya hingga pada sudut kelengkungan sudu 140 dihasilkan daya input sebesar 180,3 Watt.
31 4.5. Performa Rotor Performa rotor digambarkan oleh besarnya tegangan, daya listrik dan koefisien daya yang dihasilkan dari variasi sudut kelengkungan sudu. Daya listrik didapatkan dengan persamaan 4.4.... (2.4) Dimana, adalah daya output [Watt], adalah tegangan [Volt], dan adalah arus listrik [Ampere]. Setelah itu, daya output digunakan untuk mencari koefisien daya dengan persamaan berikut. adalah koefisien daya.... (2.5) Berikut adalah data-data tegangan, daya listrik dan koefisien daya yang dihasilkan dari variasi sudut kelengkungan sudu dijelaskan dalam Tabel 4.6. Tabel 4. 6 Performa rotor dilihat dari besaran tegangan, daya listrik dan koefisien daya Blade Curvature Voltage Power Output ( ) Power Coefficient Angle [ ] [Volt] [Watt] ( ) 100 8,4 1,9 0,012 110 9,2 2,4 0,014 120 10,1 3,0 0,017 130 10,9 3,6 0,020 140 11,5 4,2 0,023
32 Gambar 4. 6 Hubungan antara sudut kelengkungan sudu terhadap performa rotor Penerapan turbin Savonius sekarang ini tidak hanya diaplikasikan pada fluida angin. Bahkan, penggunaan turbin Savonius pada media air mampu menghasilkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan media angin. Hal ini disebabkan karena fluida air mempunyai momentum yang lebih besar dari pada fluida angin. Berbagai variasi dari sudut kelengkungan sudu memberikan pengaruh terhadap kinerja rotor baik pada Savonius Hydrokinetic Turbine maupun Savonius Wind Turbine. Seperti percobaan yang pernah dilakukan oleh Ahmed (2013). Dalam penelitian tersebut, rotor dengan berbagai variasi sudut kelengkungan sudu diuji pada wave channel test untuk dicari kecepatan putar yang dihasilkan dari masing-masing variasi tersebut. Adapun variasi sudut kelengkungan sudu yang diuji adalah 60, 65, 70, 76, 80, 85, dan 90. Kecepatan putar terus bertambah pada sudut kelengkungan sudu 60 sampai 70. Kemudian, kecepatan putar mulai menurun pada sudut kelengkungan sudu 76 sampai 85. Sedangkan pada sudut kelengkungan sudu 90, kecepatan putar rotor sudah tidak konsisten. Dan rotor mencapai performa yang maksimal pada sudut kelengkungan sudu 70 dengan nilai non-dimensioned rpm 1,3. Non-dimensioned rpm adalah rasio antara kecepatan putar yang dihasilkan oleh tiap-tiap rotor dengan kecepatan putar terkecil dari seluruh variasi. Penelitian yang lain dilakukan oleh Kamoji (2009) dimana meneliti tentang pengaruh blade arc angle
33 terhadap koefisien daya yang dihasilkan pada Savonius Wind Turbine yang sudah dimodifikasi. Variasi blade arc angle yang digunakan adalah 110, 124, 135, dan 150. Dalam penelitian tersebut, performa yang paling optimal terdapat pada blade arc angle 124. Koefisien daya yang dihasilkan pada blade arc angle 124 adalah 0,20. Dua penelitian diatas menjelaskan bahwa performa yang dihasilkan dari variasi sudut kelengkungan sudu rotor turbin akan mengalami titik optimal pada sudut kelengkungan tertentu. Namun, pada penelitian tentang Horizontal Axis Water Turbine (HAWT) ini dihasilkan performa yang terus meningkat dari tiaptiap variasi sudut kelengkungan sudu yang dikenakan. Gambar 4.6 menjelaskan tentang performa rotor dengan variasi sudut kelengkungan sudu pada penelitian tentang HAWT. Variasi sudut kelengkungan sudunya adalah 100, 110, 120, 130, dan 140. Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa performa rotor digambarkan dengan nilai tegangan, daya listrik/ daya output, dan koefisien daya yang dihasilkan dari setiap variasi sudut kelengkungan sudu. Hubungan dari ketiga variabel tersebut adalah semakin besar tegangan yang dihasilkan, daya listrik dan koefisien daya juga semakin besar. Hal ini terlihat pada sudut kelengkungan sudu 100 menghasilkan tegangan 8,4 Volt, daya listrik 1,9 Watt, dan koefisien daya 0,012. Pada sudut kelengkungan 110, tegangan bertambah menjadi 9,2 Volt dan menghasilkan daya listrik serta koefisien daya masingmasing 2,4 Watt dan 0,014. Nilai dari tegangan, daya listrik dan koefisien daya terus bertambah dari sudut kelengkungan sudu 100 sampai 140. Performa maksimal terdapat pada sudut kelengkungan sudu 140 dengan nilai tegangan, daya listrik dan koefisien daya masing-masing sebesar 11,5 Volt, 4,2 Watt, dan 0,023. Bila melihat data dari simulasi, nilai torsi terbesar terjadi pada sudut kelengkungan sudu 140. Sama halnya dengan data dari hasil eksperimen, daya output terbesar yang dibangkitkan oleh generator terjadi pada rotor dengan sudut kelengkungan sudu 140. Kesesuaian antara data hasil simulasi dengan data hasil eksperimen dapat dilihat pada Gambar 4.7.
34 (a) Experimental result (b) Simulation result Gambar 4. 7 Kesesuaian antara hasil simulasi dengan data eksperimen Gambar 4.7. merupakan perbandingan performa antara data yang didapat dari simulasi dengan data dari eksperimen. Dari gambar tersebut diketahui bahwa torsi yang dihasilkan dari simulasi dan power output dari eksperimen mempunyai tren yang sama. Dengan sudut kelengkungan sudu yang sama antara 100 sampai 140, performa rotor baik dari hasil simulasi maupun eksperimen menunjukkan tren yang terus meningkat.