II. TINJAUAN PUSTAKA. sepanjang pesisir dan garis pantai (Hong dan San, 1993). Mangrove biasanya

dokumen-dokumen yang mirip
2.2. Struktur Komunitas

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kendal merupakan kabupaten di Jawa Tengah yang secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Perairan

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

TINJAUAN PUSTAKA. satuan dengan kisaran 0 3.Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika nilai H

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967).

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

TINJAUAN PUSTAKA. di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi dan sosialbudaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. Kerang-kerangan yang termasuk dalam Kelas Bivalvia merupakan

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Identifikasi Keanekaragaman Molusca Di Pantai Bama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos

PLANKTONOLOGI. Ir. I Wayan Restu, M.Si

TINJAUAN PUSTAKA. ekologi, biologi, sosial ekonomi dan budaya, sehingga timbul masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

Mangrove Sei Nagalawan (Mangrove Kampoeng Nipah) Serdang Bedagai Sumatera Utara

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

Bencana Baru di Kali Porong

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Aliran sungai dari sumber Kuluhan banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar warga

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Mangrove Mangrove berasal dari kata mangue (Portugis) yang berarti bakau dan kata

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. lain: waduk, danau, kolam, telaga, rawa, belik, dan lain lain (Wibowo, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Kerang tahu (Meretrix meretrix L. 1758)

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Mangrove Mangrove merupakan suatu ekosistem yang produktif serta ditemukan di sepanjang pesisir dan garis pantai (Hong dan San, 1993). Mangrove biasanya tumbuh meluas di pantai yang landai dengan ombak yang kecil dan pasang surut yang kecil (Nontji, 2005). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning dan Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove bergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antara pasang surut air laut, ketersediaan air tawar dan tipe tanah (IUCN, 1993). Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus (deposit feeder), dan bivalvia pemakan plankton (filter feeder) sehingga memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami (Gunarto, 2004). 2.2. Makrozoobentos Makrozoobentos merupakan organisme yang tidak memiliki tulang belakang dan hidup di endapan dasar perairan, baik yang merayap, menggali lubang atau melekatkan diri pada substrat (Odum, 1993). 4

Berdasarkan ukuran tubuhnya ada 3 klasifikasi pada benthos yaitu mikrobenthos (<0,1 mm), meiobenthos (0,1 1 mm) dan makrozoobentos (>1 mm). Sedangkan berdasarkan tempat hidupnya, benthos dapat dikelompokkan sebagai epifauna yaitu hewan yang hidup di atas dasar perairan dan infauna yaitu hewan yang hidup di dalam sedimen (Odum, 1993). Selanjutnya menurut Barnes (1978) berdasarkan pola makannya benthos dibedakan menjadi tiga macan, yaitu : 1. Suspension feeder yang memperoleh makanannya dengan menyaring partikelpartikel melayang di perairan. 2. Deposit feeder yang mencari makanan pada sedimen dan mengasimilasikan material organik yang dapat dicerna dari sedimen. Material organik dalam sedimen biasanya disebut detritus. 3. Detritus feeder tersebut khusus hanya makan detritus saja. Menurut Nybakken (1992) kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak terbagi dalam 4 kelompok yaitu Kelas Polychaeta, Kelas Crustacea, Phyllum Echinodermata dan Phyllum Mollusca. 1. Polychaeta yaitu cacing banyak terdapat sebagai species pembentuk tabung dan penggali. 2. Crustacea yang dominan adalah Ostracoda, Amfipoda, Isopoda, Tanaid, Misid yang berukuran besar dan beberapa Decapoda yang lebih kecil. Umumnya mereka menghuni permukaan pasir dan lumpur. 3. Echinodermata biasanya sebagai bentos subtidal, terutama terdiri dari binatang mengular dan ekinoid (bulu babi dan dollar pasir). 5

4. Mollusca biasanya terdiri dari berbagai species bivalvia penggali dengan beberapa gastropoda di permukaan. Peranan hewan makrozoobentos di perairan sangat penting dalam rantai makanan (food chain), karena merupakan sumber makanan bagi beberapa ikan dan sebagai salah satu pengurai bahan organik (Odum, 1993). Hewan makrozoobentos memanfaatkan sumber makanan primer yang terdiri dari makanan yang bersifat pelagik sebagai makanan tersuspensi dan makanan yang bersifat bentik sebagai makanan terdeposit. Bentuk lain dari deposit yang berbeda dengan makan deposit di atas adalah mikroalga bentik yang ada di sedimen, akan tetapi sumber makanan benthos yang sebenarnya diperoleh melalui sedimentasi pada kolom air, termasuk mineral makanan potensial yang tidak tertangkap oleh organisme pelagik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa input makanan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mikroalga bentik dan guguran dasar atau detritus yang suatu saat juga tersuspensi oleh adanya pergerakan air (Barnes, 1978 dalam Wijayanti, 2007). Dickman (1967) dalam Wijayanti (2007) menyatakan bahwa biota hewan makrozoobentos dapat dikatakan hidup relatif menetap sehingga kemungkinan kecil untuk menghindar dari perubahan lingkungan yang dapat membahayakan hidupnya. Oleh sebab itu hewan makrozoobentos sangat baik digunakan sebagai petunjuk (indikator) terjadi perubahan lingkungan perairan. 2.3. Substrat Dasar, Faktor Fisik dan Kimiawi Perairan Menurut Levinton (1982) bahwa karakteristik sedimen mempengaruhi distribusi, morfologi fungsional dan tingkah laku bentos. Tipe substrat yang 6

berbeda yang dicirikan oleh ukuran partikel merupakan faktor utama yang menentukan adaptasi dan distribusi bentos. Ukuran partikel substrat merupakan salah satu faktor ekologis utama dalam mempengaruhi struktur komunitas makrobentik seperti kandungan bahan organik substrat. Penyebaran makrozoobentos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat. Makrozoobentos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi (Nybakken, 1992). Selanjutnya Welch (1952) menjelaskan bahwa substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan bentos. Selanjutnya Odum (1993) menambahkan bahwa jenis substrat dasar merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme bentos. Suhu perairan merupakan parameter fisik yang sangat mempengruhi pola kehidupan biota akuatik seperti penyebaran, kelimpahan dan mortalitas (Brower et.al, 1990). Menurut Sukarno (1981) bahwa suhu dapat membatasi sebaran hewan makrozoobentos secara geografik dan suhu yang baik untuk pertumbuhan hewan makrozoobentos berkisar antara 25-31 C. Selanjutnya Clark (1986) menambahkan, suhu optimal beberapa jenis Mollusca adalah 20 C dan apabila melampaui batas tersebut mengakibatkan berkurangnya aktivitas kehidupannya. Nilai ph perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam mentoleransi ph perairan. Kematian lebih sering diakibatkan karena ph yang rendah dari pada ph yang tinggi (Pescod, 1973). Nilai ph yang mendukung kehidupan Mollusca berkisar antara 5,7 8,4. Kelompok bivalvia 7

hidup pada batas kisaran ph 5,8-8,3. Nilai ph < 5 dan > 9 menciptakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi kebanyakan organisme Makrozoobentos (Hynes, 1978). 2.4 Deskripsi Area Ekosistem mangrove di Kampung Nipah yang menjadi lokasi penelitian terletak di Dusun III Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbauangan Kabupaten Serdang Bedagai dengan koordinat N:03 o 35 28,1 ; dan E:99 o 05 32,1. Desa ini merupakan satu-satunya desa pesisir yang ada di Kecamatan Perbaungan dengan jumlah penduduk 3008 jiwa dari 710 KK, dan sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan. Desa Sei Nagalawan pada tahun 80-an termasuk salah satu desa yang menjadi target industri udang Indonesia sehingga terjadi alih fungsi lahan sebesar 200 ha lebih menjadi pertambakan yang mengakibatkan kerusakan sebagian besar ekosistem mangrove yang berdampak terjadinya abrasi, instrusi air laut ke lahan pertanian dan menurunnya hasil tangkapan nelayan. Untuk mengatasi kerusakan ekosistem lebih parah maka dibentuk kelompok masyarakat (Kelompok Konservasi Mangrove Muara Baimbai) untuk menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove dengan melakukan rehabilitsi ekosistem mangrove yang rusak, sehingga pada tahun 2005 luas lahan yang berhasil direhabilitasi seluas 5 ha. Pada akhirnya lahan yang telah direhabilitasi tersebut ditetapkan berdasarkan ketetapan bersama sebagai daerah wisata mangrove yang lebih dikenal dengan nama Wisata Mangrove Kampoeng Nipah. 8