BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak era reformasi tahun 1998 paradigma pembangunan di Indonesia telah bergeser dari model pembangunan yang sentralistik menjadi desentralistik. Pembagian kewenangan menjadi bagian dari arah kebijakan untuk membangun daerah yang dikenal dengan istilah kebijakan Otonomi Daerah. Hal tersebut ditandai dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua Undang-Undang ini direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004; dan selanjutnya diringkas menjadi Undang-Undang tentang Otonomi Daerah. Pada tahun 2014 Pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, Daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Pelimpahan kewenangan tersebut mempunyai pengaruh terhadap caracara mempertanggungjawaban keuangan pusat, dan khususnya daerah. 1
Menurut Kamila (2016) setiap pemerintah daerah berlomba-lomba untuk dapat meningkatkan perekonomian daerahnya sendiri termasuk meningkatkan perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD sebagai salah satu penerimaan daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD menunjukkan bahwa daerah itu mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang. PAD diartikan sebagai penerimaan dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri, yang dipungut berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Untuk itu diperlukan adanya kreativitas, inovasi dan pemikiran yang dinamis untuk mendukung peningkatan pendapatan daerah dari masing-masing potensi daerah yang dimiliki. Grafik 1.1 Realisasi PAD Provinsi di Indonesia Tahun 2015 Sumber: Data BPS, diolah Berdasarkan grafik 1.1 dapat diketahui bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 adalah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp33.686.176.815, sedangkan Provinsi Jawa Barat menempati urutan kedua dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp16.032.856.414, 2
Tahun dan Provinsi Jawa Timur menempati urutan ketiga sebagai provinsi yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi sebesar Rp15.402.647.675. Adapun tiga provinsi yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) terendah pada tahun 2015 adalah Provinsi Maluku Utara, Provinsi Sulawesi Barat, dan Provinsi Gorontalo sebesar Rp236.054.154, Rp273.507.239, dan Rp289.557.151. Hal ini berarti Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi karena semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka semakin rendah tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat, sedangkan Provinsi Maluku Utara, Provinsi Sulawesi Barat, dan Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang memiliki tingkat kemandirian yang rendah. 2015 16.263.235.947 2014 15.038.153.310 2013 12.360.109.870 2012 9.982.917.415 2011 8.502.643.155 0 5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 PAD (Rupiah) Grafik 1.2 Realisasi Penerimaan PAD di Jawa Barat Tahun 2011-2015 Sumber: Data BPS Provinsi Jawa Barat, diolah Berdasarkan grafik 1.2 dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan PAD di Jawa Barat tahun 2011-2015 mengalami peningkatan. Realisasi penerimaan PAD tertinggi adalah pada tahun 2015 sebesar Rp16.032.856.414. Pada tahun 2011 3
jumlah realisasi penerimaan PAD di Jawa Barat sebesar Rp8.502.643.155 dan terjadi peningkatan sebesar 17,41 persen pada tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 dan 2014 terjadi peningkatan sebesar 23,81 persen dan 21,67 persen. Menurut Abimanyu (2005) pelaksanaan otonomi daerah yang menghendaki daerah memiliki kemandirian khususnya dalam hal keuangan direspon secara agresif oleh pemerintah daerah. Daerah berusaha untuk meningkatkan PAD-nya diantaranya dengan saling berlomba agar investor mau masuk dan berinvestasi di daerahnya. Dengan bertambahnya investor yang masuk maka akan meningkatkan PAD (Harianto dan Adi: 2007). Pada tahun 2016 Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terbaik yang mendapat Indonesia s Attractiveness Award 2016: Bidang Investasi, Infrastruktur, Pariwisata, dan Layanan Publik dari Frontier Consulting Group dan Tempo Media Group. Dalam Indonesia s Attractiveness Awards 2016, Jawa Barat menjadi Provinsi Terbaik dengan indeks 80.83. Sementara Kabupaten Terbaik di Jawa Barat yang berhasil meraih kategori ini yaitu, Kabupaten Bogor (87.40), Bekasi (85.10), Purwakarta (80.95), Bandung (80.36), Sukabumi (79.55), Indramayu (78.19), dan Kabupaten Karawang (78.05). Nominasi untuk Kota Terbaik diraih Kota Bandung (92.00), Bekasi (79.85), dan Kota Depok (77.60). Nominasi Kota Terbaik Kategori Pariwisata yaitu Kota Bandung (peringkat 1, dengan indeks 95.63). Nominasi Kabupaten Terbaik Kategori Investasi diraih Kabupaten Purwakarta (peringkat 3, dengan indeks 91.92), Kota Terbaik Kategori Investasi yaitu Kota Bandung (peringkat 1, dengan indeks 91.70), Kabupaten Terbaik Kategori Infrastruktur yaitu Kabupaten Bekasi 4
(peringkat 1, dengan indeks 97.80) dan Kabupaten Bogor (peringkat 2, dengan indeks 94.90). Nominasi Kota Terbaik Kategori Infrastruktur yaitu Kota Bandung (peringkat 2, dengan indeks 99.03). Tabel 1.1 Realisasi Penanaman Modal (Investasi) Dalam Negeri dan Asing Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2015 No. Tahun PMA Pertumbuhan (Persen) Sumber: Data BKPM, diolah PMDN Pertumbuhan (Persen) 1 2011 41.445.630.519.000-7.305.546.091.000-2 2012 36.656.553.903.000-11,56 16.023.966.764.000 119,34 3 2013 67.500.904.581.000 84,14 26.018.005.187.000 62,37 4 2014 70.986.388.210.000 5,16 37.907.601.198.000 45,70 5 2015 71.733.988.750.000 1,05 23.510.158.515.000-37,98 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri (PMA dan PMDN) di Jawa Barat dalam lima tahun (2011-2015) mengalami fluktuasi. PMA paling banyak di Jawa Barat adalah tahun 2015 sebesar Rp71.733.988.750.000. Pada tahun 2011 PMA di Jawa Barat adalah sebesar Rp41.445.630.519.000, kemudian pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 11,56 persen. Pada tahun 2013, 2014 dan 2015 PMA di Jawa Barat mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 84,14 persen, 5,16 persen dan 1,05 persen. Realisasi PMDN paling banyak di Jawa Barat adalah pada tahun 2014 sebesar Rp37.907.601.198.000. Pada tahun 2011 sampai tahun 2012 PMDN di Jawa Barat mengalami peningkatan yang sangat baik sebesar 119,34 persen. Pada tahun 2012 sampai 2013 dan 2013 sampai 2014 pertumbuhan PMDN berturut-turut sebesar 62,37 persen dan 45,70 persen. Akan tetapi, pada tahun 2015 realisasi PMDN mengalami penurunan sebesar 37,98 persen. Hal ini menjadi pendorong bagi perkembangan iklim investasi dalam kurun tiga tahun terakhir (2013-2015). Upaya 5
PDRB Per Kapita (Ribu Rupiah) perbaikan dan penambahan infrastruktur, efisiensi birokrasi, dan kebijakan yang mendukung merupakan beberapa kunci peningkatan investasi di Jawa Barat (BPS Jawa Barat 2016). Dengan demikian, investasi diharapkan mampu membantu meningkatkan pembangunan di Jawa Barat. Menurut Hidayat (2009), tujuan pembangunan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraaan masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. PDRB per kapita merupakan rata-rata nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh setiap penduduk di suatu wilayah pada satu satuan waktu. Semakin tinggi PDRB per kapita maka masyarakat berada pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Dengan tingkat kesejahteraan yang baik, masyarakat mempunyai kemampuan untuk membayar pajak dan retribusi daerah. Semakin tinggi PDRB per kapita memberikan indikasi semakin tingginya penerimaan PAD suatu daerah. 27.000,00 26.000,00 25.000,00 24.000,00 23.000,00 22.000,00 21.976,53 23.036,00 24.118,31 24.967,19 25.840,54 21.000,00 20.000,00 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun Grafik 1.3 PDRB Per Kapita ADHK Tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2015 (Ribu Rupiah) Sumber: Data BPS Provinsi Jawa Barat, diolah 6
Pertumbuhan (Persen) Grafik 1.3 menunjukkan bahwa jumlah PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011-2015 mengalami peningkatan. Akan tetapi, pertumbuhannya tidak terlalu signifikan. Pertumbuhan tertinggi PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 adalah pada tahun 2012 sebesar 4,82 persen, sedangkan pertumbuhan terendah PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 adalah pada tahun 2015 sebesar 3,50 persen. Pada tahun 2013 dan 2014 pertumbuhan PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 berturut-turut adalah sebesar 4,70 persen dan 3,52 persen, Hal ini berarti pada tahun 2011-2015 pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. 120 100 80 60 40 20 - (20) 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun Investasi PDRB Per Kapita ADHK PAD Grafik 1.4 Pertumbuhan Investasi, PDRB Per Kapita dan PAD di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2015 Sumber: Data BPS Provinsi Jawa Barat, diolah Berdasarkan grafik 1.4 dapat diketahui bahwa pada tahun 2011-2015, pertumbuhan investasi, PDRB per kapita, dan PAD mengalami fluktuasi. Pertumbuhan tertinggi untuk investasi dan PAD adalah pada tahun 2013 sebesar 77,52 persen dan 23,81 persen, sedangkan pertumbuhan tertinggi untuk PDRB per 7
kapita adalah pada tahun 2012 sebesar 4,82 persen. Pertumbuhan terendah untuk investasi, PDRB per kapita, dan PAD adalah pada tahun 2015. Pertumbuhan investasi pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 12,53 persen, sedangkan pertumbuhan PDRB per kapita dan PAD pada tahun 2015 adalah sebesar 3,50 persen dan 8,15 persen. Hal ini berarti dalam kurun waktu lima tahun (2011-2015), setiap terjadi peningkatan maupun penurunan pertumbuhan investasi dan PDRB per kapita juga diikuti oleh peningkatan maupun penurunan pertumbuhan PAD di Jawa Barat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketahui bahwa Pendapatan Asli Daerah dan PDRB per kapita di Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu lima tahun terus meningkat. Akan tetapi, pertumbuhannya mengalami fluktuasi. Hal berbeda terjadi pada realisasi investasi yang mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013 sampai 2015) realisasi investasi asing (PMA) mengalami peningkatan, sedangkan realisasi investasi dalam negeri (PMDN mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi masih belum bisa mencapai target sehingga berpengaruh terhadap realisasi PAD yang pertumbuhannya tidak signifikan. 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Untuk menguji pengaruh investasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada 18 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2015. 2. Untuk menguji pengaruh PDRB per kapita terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada 18 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2015 8
1.4 Manfaat Penulisan Berdasarkan tujuan penulisan tugas akhir diatas maka dapat diperoleh manfaat sebagai salah satu sumbangsih pikiran penulis terhadap pemerintah daerah setempat dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 1.5 Kerangka Penulisan BAB I PENDAHULUAN menjelaskan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan kerangka penulisan. BAB II GAMBARAN UMUM PENULISAN menjelaskan tentang kondisi umum penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, penelitian terdahulu, dan metode analisis data. Bab III ANALISIS DAN PEMBAHASAN menjelaskan tentang analisis, interpretasi, dan pembahasan. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN menjelaskan tentang kesimpulan dan Saran. 9