BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
P N E D N A D H A U H L U U L A U N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 40 Undang-Undang RI No 20 Tahun 2013 Pendidik dan Kependidikan berkewajiban :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

P N E D N A D H A U H L U U L A U N

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. motivasi belajar. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan. bahwa :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha masyarakat untuk memajukan peradaban dan pengetahuan. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sains. Materi pelajaran Sains harus dikuasi dengan baik oleh siswa. Dasar Sains yang baik akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan perkembangan zaman yang begitu cepat dan pesat terutama

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deana Zefania, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh: Mulyani SD Negeri 3 Karanggandu, Watulimo, Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia, yang dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memahami pengertian dasar tentang IPA yang saling berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. daya pendidik dan peserta didik. Usaha peningkatan mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran yang diajarkan di MI pun bermacam-macam salah

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. 1. IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari tentang alam.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memiliki cakupan materi yang sangat luas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI GAYA MAGNET MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS V SD NEGERI 3 KRAJAN JATINOM KLATEN TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI

A. Latar Belakang. Ratih Leni Herlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN. ini sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPA Dengan Menggunakan Metode Eksperimen Di SD. OLEH ERMALINDA Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, dunia pendidikan sangat berperan penting dalam

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hanya penguasaan kumpulan pengetahu yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari kegiatan belajar dan mengajar (KBM). Salah satunya pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelly Fitriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elis Juniarti Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

BAB I PENDAHULUAN. pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang apa yang telah kita kerjakan. Energi didefinisikan oleh ilmuwan

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi dan memasuki era

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip dasar pembelajaran IPA antara lain adalah prinsip keterlibatan, prinsip

BAB 1 PENDAHULUAN. segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. pada rumpun ilmu dimana obyeknya merupakan benda-benda alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Heni Sri Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha manusia untuk men bumbuhkan dan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ery Nurkholifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN IPA di sekolah dasar mempunyai tujuan membina dan menyiapkan peserta didik agar tanggap akan permasalahan yang ada di lingkungan. Sejalan dengan itu, Nana Djumhana ( 2010) mengemukakan bahwa pendidikan IPA merupakan wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan KTSP (Depdiknas, 2006) tujuan dari mata pelajaran IPA adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-nya, 2. mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 3. mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, 4. mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, 5. meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan 6. memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. Berdasarkan tujuan mata pelajaran IPA ( depdiknas, 2006) pada poin kedua disebutkan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman konsep pada mata pelajaran IPA sangatlah penting. Agar dapat memahami suatu konsep, siswa harus membentuk konsep sesuai dengan stimulus yang diterimanya dari lingkungan atau berupa pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman-pengalaman yang telah dilalui oleh peserta didik harus menunjang terbentuknya konsep-konsep tersebut. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus bisa menyusun pembelajaran yang didalamnya terdapat 1

2 kegiatan-kegiatan siswa yang sesuai dengan konsep-konsep yang akan dibentuknya melalui pengalaman langsung. Selain itu sebagaimana disebutkan pada poin keempat bahwa pada dasarnya dengan mempelajari IPA melalui pengembangan keterampilan proses akan menghasilkan sikap, pengetahuan berupa konsep-konsep yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat digunakan sebagai langkah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di lingkungan melalui metode ilmiah. Sehingga dalam pelaksanaannya, proses pembelajaran IPA yaitu menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal ini sejalan dengan definisi IPA menurut Sund ( dalam Samatowa, 2009, hlm. 8) sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses. Pengetahuan yang didapatkan oleh peserta didik diperoleh melalui suatu proses atau cara tertentu. Sehingga peserta didik bukan menerima melainkan mencari sendiri hasil pengetahuan tersebut melalui percobaan-percobaan ( pengalaman langsung). Menerapkan pembelajaran sains yang tepat bagi pesera didik adalah harus sesuai dengan struktur kognitif anak, yaitu materi sains harus menyederhanakan konsep yang terstruktur hingga mereka bisa membangun ide-ide atau pola pikir. Proses perkembangan belajar peserta didik sekolah dasar memiliki kecenderungan beranjak dari hal-hal konkrit menuju ke pengetahuan yang abstrak. Namun pada kenyataannya proses pembelajaran IPA yang berlangsung di sekolah dasar masih ditemukan berbagai kendala dan hambatan, hal ini berkaitan dengan ketepatan pendekatan yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA dan beberapa permasalahan yang menyebabkan rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Berdasarkan observasi awal melalui pra penelitian terhadap proses pembelajaran IPA di kelas IV SDN Ciburial, dalam pembelajaran IPA ditemukan gejala-gejala ketidakpahaman siswa terhadap konsep sumber energi bunyi dan media

3 perambatan bunyi, yang tampak seperti: siswa tidak mampu menyatakan ulang definisi energi bunyi, siswa tidak mampu mengklasifikasikan sumber energi bunyi berdasarkan penggunaannya, siswa tidak dapat mengidentifikasi serta menjelaskan media perambatan bunyi. Rendahnya pemahamaan konsep yang terjadi di kelas IV SDN Ciburial disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: 1. guru tidak mengembangkan pembelajaran IPA dengan lebih kreatif; 2. kegiatan belajar berpusat pada guru; 3. guru menghambat kreativitas siswa dengan menanamkan prinsip yang salah kepada siswa yaitu ketika ada guru yang masuk semua siswa harus diam; 4. kurangnya interaksi antara guru dengan siswa sehingga tidak tercipta suasana belajar yang menyenangkan; dan 5. guru menanamkan kebiasaan belajar dengan cara menghafal. Kondisi proses pembelajaran yang telah disebutkan pada paragraf di atas, membuat IPA menjadi salah satu pelajaran sulit dan membosankan bagi siswa karena di dalamnya siswa tidak diberi kesempatan untuk berpengalaman langsung. Sehingga dalam penerapannya hakikat IPA bukan lagi merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Melainkan hanyalah sebuah pembelajaran IPA dimana guru hanya lebih menekankan pada penguasaan sejumlah fakta dan konsep tanpa disertai pemahaman terhadap konsep tersebut. Siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya serta tidak ada proses penemuan untuk mendapatkan suatu konsep baru. Penggunaan ceramah yang tidak variatif masih dilakukan dalam setiap kegiatan pembelajaran, sehingga aktivitas pembelajaran selalu didominasi oleh guru. Siswa menjadi pebelajar yang pasif. Keadaan yang terjadi di lapangan hanyalah pembelajaran yang masih bersifat transfer of knowledge atau mentransfer ilmu tanpa mengembangkan bagaimana cara belajar siswa sesuai dengan karakteristik materi. Berdasarkan observasi kenyataannya tingkat penguasaan guru terhadap materi pembelajaran cukup baik, namun tidak dapat melaksanakan pembelajaran secara optimal. Ini dikarenakan guru tersebut kurang bisa memilih dan menempatkan

4 penggunaan pendektan yang tepat dalam pembelajaran IPA sehingga menyebabkan rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Begitupun nilai yang diperoleh siswa, dibuktikan dengan hasil tes atau evaluasi yang diberikan guru, dapat dikatahui bahwa dari 23 siswa, 14 orang siswa dengan persentase 60,87 % memperoleh nilai di bawah KKM dan 9 orang siswa dengan persentase 39,13 % memperoleh nilai di atas KKM, sementara Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Hal itu bisa terjadi karena kemampuan anak dalam menghafalkan suatu fakta dan konsep sangat terbatas, tanpa diimbangi dengan adanya pemahaman konsep dari suatu materi semua itu menjadi kurang bermakna. Oleh karena itu dibutuhkan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang dapat mengarahkan keterampilan siswa untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori ataupun untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya sehingga bisa membuat pengetahuan yang didapatkan oleh siswa menjadi bermakna. Proses belajar mengajar yang lebih menekankan pada pendekatan keterampilan proses sains menjadi salah satu solusi dalam memperbaiki proses belajar mengajar yang hanya menghafalkan suatu fakta atau konsep. Dalam pendekatan keterampilan proses sains siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang tentunya akan berpengaruh positif terhadap proses pendidikan maupun produk pendidikan. Siswa perlu diberi kesempatan untuk melatih keterampilan-keterampilan proses sains agar mereka dapat berfikir dan memiliki sikap ilmiah. Pendekatan keterampilan proses sains sejalan dengan salah satu aplikasi teori perkembangan kognitif pada pendidikan IPA yaitu konsep IPA dapat berkembang dengan baik, jika pengalaman langsung mendahului pengenalan generalisasi-generalisasi abstrak. Metode seperti ini berlawanan dengan metode tradisional, dimana konsep IPA diperkenalkan secara verbal saja. Namun karena struktur kognitif siswa tidak bisa disamakan dengan struktur kognitif ilmuwan, maka pembelajaran IPA untuk siswa dengan menggunakan

5 keterampilan proses sains hendaknya diajarkan dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak usia dasar. Berpijak pada uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk mengajukan judul Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa dalam Pembelajaran IPA pada Pokok Bahasan Energi Bunyi Kelas IV Semester 2 SDN Ciburial Tahun Ajaran 2013/2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran IPA pada pokok bahasan energi bunyi dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses pada siswa kelas IV semester 2 SDN Ciburial? 2. Bagaimanakah pemahaman konsep siswa kelas IV SDN Ciburial dalam pembelajaran IPA pada pokok bahasan energi bunyi melalui penerapan pendekatan keterampilan proses sains? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang akan dilakukan ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. pelaksanaan pembelajaran IPA pada pokok bahasan energi bunyi dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains pada siswa kelas IV semester 2 SDN Ciburial; 2. pemahaman konsep siswa kelas IV semester 2 SDN Ciburial dalam pembelajaran IPA pada pokok bahasan energi bunyi melalui penerapan pendekatan keterampilan proses sains.

6 D. Manfaat Hasil Penelitian 1. Secara teoritis, sebagai bahan kajian dalam peningkatan proses belajar mengajar IPA bagi siswa SD. 2. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi siswa 1) Memotivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA; 2) Membantu siswa untuk menemukan fakta ataupun konsep IPA dengan pengalaman belajar yang baru; 3) Meningkatkan pemahaman tentang konsep materi IPA yang sedang dipelajari. b. Bagi guru 1) Mendorong kreativitas guru dalam mengelola proses pembelajaran IPA; 2) Memberikan pengetahuan ilmiah untuk mengembangkan atau menemukan konsep tentang materi IPA dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains; 3) Membantu untuk menyampaikan konsep materi IPA yang abstrak menjadi bermakna melalui proses penemuan suatu konsep pada pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses sains; 4) Memotivasi guru untuk memilih dan menggunakan alternatif pendekatan pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran IPA. c. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pendekatan keterampilan proses sains sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. d. Bagi Pihak yang berkepentingan 1) Sumber informasi bagi pengembangan proses pembelajaran; 2) Sumber masukan bagi peneliti lain dengan pokok bahasan dan jenjang pendidikan yang berbeda.

7 E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah jika pembelajaran IPA pokok bahasan sumber energi bunyi dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan keterampilan proses sains yang optimal maka pemahaman konsep siswa akan meningkat. F. Definisi Operasional Dalarn penelitian ini terdapat dua variabel yaitu pendekatan keterampilan proses sains sebagai variabel bebas dan pemahaman konsep siswa sebagai variabel terikat. Untuk mengarahkan peneliti dalam pengambilan data maka diperlukan adanya batasan operasional dalam penelitian, yang meliputi: 1. Pendekatan Keterampilan Proses Sains Pendekatan keterampilan proses sains adalah pendekatan yang lebih menekankan pada proses ataupun aktivitas siswa dalam menemukan suatu pengetahuan melalui proses ataupun cara-cara tertentu sesuai dengan metode ilmiah. Tahapan pelaksanaan pendekatan keterampilan proses sains dalam penelitian ini yaitu mengamati, menafsirkan hasil pengamatan dan menarik kesimpulan, mengklasifikasi, dan berkomunikasi. Adapun pemilihan tahapan pelaksanaan pendekatan keterampilan proses sains tersebut berdasarkan pada keterampilan proses dasar yang seharusnya dilatih di pendidikan dasar menurut Wahono Widodo, dkk. Komponen tersebut bisa diukur melalui kegiatan unjuk kerja dan observasi yang dilakukan oleh observer. 2. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa untuk menjelaskan kembali informasi dengan menggunakan kata-katanya sendiri yang lebih mudah dipahami oleh siswa kemudian mampu mengaplikasikannya untuk memecahkan suatu masalah. Pemahaman yang dimaksud adalah tipe hasil belajar kognitif Anderson dan Krathwohl (2001) yang mencakup tujuh aspek. Dalam penelitian ini hanya akan dibatasi pengukuran pemahaman konsep menjadi tiga indikator, yaitu

8 membandingkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Alasan pemilihan ketiga indikator tersebut yaitu berdasarkan pada tahapan pendekatan keterampilan proses sains yang akan diterapkan oleh peneliti. ketiga indikator tersebut bisa diukur melalui lembar kerja siswa dan evaluasi berupa soal-soal yang diberikan guru.