BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Penutur menggunakan bahasa untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaannya terhadap lawan tuturnya. Pemakaian bahasa sangat bervariasi karena masyarakat bersifat heterogen. Variasi bahasa yang dimaksud ialah pemakaian bahasa yang bermacam-macam berdasarkan gaya berbicara seseorang atau kelompok yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial. Salah satu contoh variasi bahasa tersebut dapat ditemukan dalam pemakaian bahasa pada meme di media sosial Instagram Dagelan. Meme merupakan coretan gambar, foto, dan karakter tertentu yang memiliki unsur humor atau sindiran atas suatu permasalahan (Amrullah, 2013:14). Selain berfungsi sebagai humor atau sindiran atas suatu permasalahan, meme di Instagram Dagelan (MID) dapat berfungsi sebagai alat pengekspresian diri dan percintaan, pemberi informasi, atau motivasi. MID dapat diungkapkan melalui alat ekspresi yang berupa perangkat ekspresi. Perangkat ekspresi tersebut, antara lain, bahasa verbal, satuan lingual dan visualisasi, kapitalisasi, warna, tipografi, ukuran huruf, dan posisi teks. Bahasa verbal dalam MID terdiri atas pemakaian satu kode bahasa dan campur kode. 1
2 Meme dapat menyebar secara luas melalui Instagram karena Instagram menawarkan kemudahan bagi penggunanya. Instagram merupakan salah satu media sosial yang digunakan untuk mengunggah foto dan video. Seseorang harus memiliki akun terlebih dahulu untuk dapat menggunakan Instagram. Setelah memiliki akun, seseorang atau penutur dapat dengan mudah mengunggah foto dan video untuk dinikmati oleh lawan tutur. Lawan tutur dapat memberi komentar dan tombol penyuka (love) terhadap unggahan foto dan video tersebut. Salah satu akun Instagram yang mengunggah meme ialah akun Dagelan. Akun Dagelan memiliki followers atau pengikut sebanyak 29 juta orang dan telah memiliki unggahan foto dan video sebanyak 9.335 buah. Meme dengan berbagai tujuan yang diunggah dalam bentuk foto oleh penutur melalui Instagram Dagelan dapat langsung tersampaikan terhadap lawan tutur. MID dapat berbentuk teks saja tanpa disertai visualisasi dan teks yang disertai visualisasi. Visualisasi dalam MID dimaksudkan untuk menguatkan maksud penutur agar lebih dipahami oleh lawan tutur, menimbulkan kesan lucu, menonjolkan informasi, atau memberi peringatan dan pemberitahuan. Dalam pemakaian bahasa pada MID terdapat permainan kata-kata yang bermakna ganda dan plesetan kata-kata, sehingga menimbulkan makna baru. Penggunaan homograf dan pasangan minimal juga terdapat dalam MID sebagai sarana untuk menimbulkan kesan lucu. Penggunaan berbagai alat ekspresi dalam MID dan fungsi bahasa dalam MID itulah yang menarik perhatian untuk diteliti. Selain itu, belum ada penelitian yang mengkaji mengenai MID.
3 1.2 Ruang Lingkup Penelitian mengenai MID ini berada pada lingkup sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang mengkaji hubungan antara bahasa dan masyarakat penuturnya (Pateda, 1990:3). Tuturan yang dihasilkan oleh masyarakat sangat bervariasi. Bahasa yang digunakan masyarakat dalam berkomunikasi dipengaruhi oleh faktor-faktor luar bahasa, antara lain, faktor-faktor sosial, situasi, kondisi, dan budaya penuturnya (Wijana dan Rohmadi, 2006:7). Tuturan yang terjadi dalam satu peristiwa tutur tertentu bersifat variatif. Variasi bahasa disebabkan oleh penutur yang heterogen serta kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh penutur dan lawan tutur sangat beragam (Chaer dan Agustina, 2010:61). Menurut Wibowo (2013:13 18), variasi bahasa yang timbul karena perbedaan pemakaiannya disebut dengan ragam. Ragam bahasa Indonesia dapat dibedakan berdasarkan tempat, pokok masalah atau bidang penggunaan, situasi atau suasana penggunaan, sarana atau medium, serta tingkat usia pendidikan penutur (Wibowo, 2013:13 18). Meme merupakan salah satu contoh penggunaan ragam bahasa berdasarkan situasi penggunaannya, yaitu ragam santai atau informal. Meme ialah tulisan yang sering kali disertai dengan gambar, foto, dan karakter tertentu yang memiliki unsur humor atau sindiran atas suatu permasalahan sosial dan politik dan dapat digunakan sebagai sarana pengekspresian diri dan percintaan, atau pemberi informasi dan motivasi (cf. Amrullah, 2013:14).
4 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut a. apa yang dimaksud dengan MID? b. apa saja alat ekspresi yang digunakan dalam MID? c. bagaimana fungsi kebahasaan dicapai dengan pemakaian MID? 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut a. mendeskripsikan MID, b. menjelaskan alat ekspresi yang digunakan dalam MID, c. menguraikan fungsi kebahasaan yang dicapai dengan pemakaian MID. Selain itu, terdapat manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan praktis. Secara teoretis, penelitian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu bahasa, khususnya dalam memperkaya kajian sosiolinguistik. Sementara itu, secara praktis, penelitian ini dapat memberi masukan dan wawasan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat pengakses media sosial Instagram Dagelan mengenai struktur dan topik MID, alat ekspresi yang digunakan dalam MID, serta fungsi bahasa yang terdapat dalam MID. Penelitian ini menggunakan perhitungan secara kuantitatif. Manfaat perhitungan secara kuantitatif dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui frekuensi kemunculan MID, MID yang favorit, dan banyak digunakan.
5 1.5 Tinjauan Pustaka Pemakaian bahasa dalam media sosial telah banyak dilakukan, baik untuk menempuh jenjang sarjana maupun untuk menempuh jenjang magister. Amrullah (2013) dalam tesisnya yang berjudul Slang dalam Situs 9gag.com: Suatu Kajian Sosiolinguistik menguraikan deskripsi bentuk-bentuk dan proses pembentukan slang yang digunakan dalam situs 9gag.com, deskripsi relasi makna slang dan perubahan makna slang dari bentuk aslinya, deksripsi fungsi pemakaian slang dalam situs 9gag.com, dan deskripsi faktor-faktor sosial yang berpengaruh terhadap keberadaan slang dalam situs 9gag.com. Amrullah menganalisis datadata dalam situs 9gag.com menggunakan pendekatan sosiolinguistik Hymes yang mengaitkan slang dengan faktor-faktor sosial serta kajian variasi bahasa slang yang diungkapkan oleh Partridge tentang fungsi pemakaian slang di dalam masyarakat. Bahasa alay dalam media sosial pernah diteliti oleh Wibowo (2011) dalam Penelitian Monodisiplin Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Pemakaian Bahasa Alay sebagai Refleksi Kerentanan Masyarakat Bahasa: Kajian Sosiolinguistik. Wibowo menguraikan identifikasi, tujuan, dan fungsi bahasa alay, pemakaian bahasa alay yang ditinjau dari analisis SPEAKING, serta bahasa alay dan kerentanan pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa dalam media sosial Facebook pernah diteliti oleh Susanti (2010) dalam skripsinya yang berjudul Wacana Status dalam Facebook Kajian Sosiopragmatik. Susanti menguraikan fungsi Facebook dalam komunikasi, tipologi pernyataan status dalam Facebook, dan dampak penggunaan status dalam
6 Facebook. Identifikasi wacana status dalam Facebook (WSF) dibagi menjadi dua, yaitu dari segi bentuk dan media. Dari segi bentuk, WSF dibedakan menjadi tanda, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana; dan dari segi media WSF dibedakan dari segi bahasa dan cara penyampaian. Dari segi pragmatik, WSF dibagi menjadi prinsip kerja sama, prinsip kesopanan, tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, dan tindak tutur tidak literal. Dari segi sosial, WSF dapat diklasifikasikan melalui teori SPEAKING, yaitu setting and scene, participants, ends, act sequences, key, instrumentalities, norms of interactions, dan genre. Permainan bahasa pernah diteliti oleh Wijana (2003) pada Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Wacana Dagadu, Permainan Bahasa, dan Ilmu Bahasa. Wijana menguraikan plesetan-plesetan orang Yogyakarta dalam kaos oblong Dagadu, fungsi dan peranan plesetan yang meliputi permainan kata, permainan kata antarbahasa, malapropisme, silap lidah, slang, wacana indah, kreasi dan translasi wacana, permainan bahasa dalam hidup manusia, serta permainan bahasa dan ilmu bahasa. Wijana menyimpulkan bahasa sebagai objek kajian dan materi yang harus dipelajari hendaknya dikembalikan hakikatnya sebagai sesuatu yang tidak terlepas dari masyarakat dan budaya pemakainya. Bahasa slang dalam media sosial juga dijadikan objek penelitian oleh Setiawan (2010) dalam tesisnya yang berjudul Slang Komunitas Kaskus di Internet: Suatu Kajian Sosiolinguistik. Komunitas Kaskus merupakan komunitas bahasa di internet yang bersifat terbuka. Bahasa di komunitas Kaskus variatif dan
7 beragam. Setiawan mendeskripsikan bahasa slang komunitas Kaskus di internet, yaitu bentuk dan proses penciptaan slang komunitas Kaskus, pemaknaan baru dari kata-kata lama pada slang komunitas Kaskus, dan fungsi-fungsi pemakaian slang komunitas Kaskus. Sari (2012) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Wacana Percakapan Twitter: Kajian Sosiopragmatik menganalisis wacana percakapan dalam media sosial Twitter. Twitter ialah jejaring sosial berupa Mikroblog yang memungkinkan para penggunanya untuk saling mengirim dan membaca pesan yang disebut dengan tweet. Dalam penelitiannya, Sari menguraikan bentuk struktur percakapan, karakteristik kebahasaan, dan bentuk identitas diri yang digunakan dalam komunikasi Twitter. Peneliti juga membahas prinsip kerja sama dalam penggunaannya pada percakapan Twitter. Rosmawati (2012) juga meneliti pemakaian bahasa dalam Facebook dalam skripsinya yang berjudul Wacana Status dan Komentar Facebook: Kajian Sosiopragmatik. Rosmawati mendeskripsikan struktur wacana status dan komentar Facebook, karakteristik bahasa pada status dan komentar Facebook, khususnya ditinjau dari bidang fonologi, penggunaan alih kode, dan campur kode, faktor sosial yang memengaruhi pembentukan wacana status dan komentar Facebook, serta fungsi tindak tutur yang mendominasi dalam wacana status dan komentar Facebook. Kasih (2012) dalam skripsinya yang berjudul Wacana Komentar Terhadap Artikel Berita dalam Situs Yahoo! Indonesia meneliti struktur, bentuk kebahasaan, dan penyimpangan bentuk kebahasaan dalam Wacana Komentar
8 Terhadap Artikel Berita dalam Situs Yahoo! Indonesia (WKAB). Penerapan dan penyimpangan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan juga dijumpai dalam penelitian Kasih mengenai WKAB. Fungsi WKAB yang ditemukan ialah asertif, direktif, ekspresif, dan komisif. Mayasari (2010) dalam tesisnya yang berjudul Plesetan Nama-Nama Tempat: Bentuk dan Dimensi Sosialnya (Kajian Sosiolinguistik) mendeskripsikan nama-nama tempat yang tetap konsisten diplesetkan menjadi nama tempat juga, tetapi berbeda lokasi atau wilayah dalam kehidupan sosial. Peneliti juga mendeskripsikan pola pembentukan dalam plesetan nama-nama tempat dan fungsi plesetan nama-nama tempat dalam berkomunikasi. Dari sembilan penelitian di atas pembahasan mengenai meme dalam media sosial, khususnya Instagram, belum dilakukan, padahal MID digemari oleh pengguna media sosial karena memiliki alat ekspresi yang unik. Oleh karena itu, pemakaian MID menarik untuk diteliti. 1.6 Landasan Teori Penelitian ini memanfaatkan kajian sosiolinguistik sebagai tuntunan kerja. Sosiolinguistik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang memandang kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat (Wijana dan Rohmadi, 2006:7). Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut manusia berkomunikasi dengan orang lain dan berhubungan dengan masyarakat. Ketika berkomunikasi, manusia dipengaruhi
9 oleh situasi dan kondisi di sekitarnya (Wijana dan Rohmadi, 2006:7). Dalam berkomunikasi manusia menyampaikan pikiran, gagasan, maksud, dan perasaannya dalam suatu peristiwa tutur (Chaer dan Agustina, 2010:47). Peristiwa tutur ialah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran yang sekurang-kurangnya terjadi antara dua orang, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu dan tempat tertentu (Chaer dan Agustina, 2010:47). Tuturan yang terjadi dalam satu peristiwa tutur tertentu bersifat variatif. Variasi bahasa disebabkan oleh penutur yang heterogen serta kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh penutur dan lawan tutur sangat beragam (Chaer dan Agustina, 2010:61). Menurut Wibowo (2013:13 18), variasi bahasa yang timbul karena perbedaan pemakaiannya disebut dengan ragam. Ragam bahasa Indonesia dapat dibedakan berdasarkan tempat, pokok masalah atau bidang penggunaan, situasi atau suasana penggunaan, sarana atau medium, serta tingkat usia pendidikan penutur (Wibowo, 2013:13 18). Meme merupakan salah satu contoh penggunaan ragam bahasa berdasarkan situasi penggunaannya, yaitu ragam santai atau informal. Bahasa mempunyai fungsi yang penting bagi manusia, terutama fungsi komunikatif (Tarigan, 2009:5). Seseorang menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi memiliki berbagai tujuan dan maksud tertentu. Fungsi-fungsi bahasa menurut Halliday (dalam Tarigan, 2009:5 6) ada tujuh, yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasional, fungsi interaksional, fungsi personal, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Fungsi instrumental merupakan penggunaan bahasa yang melayani pengelolaan lingkungan dan menyebabkan
10 peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Fungsi regulasi bertindak untuk mengatur, mengawasi, dan mengendalikan perilaku orang lain. Fungsi representasional ialah penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi, fakta-fakta, dan pengetahuan tertentu. Fungsi interaksional bertugas untuk mempertahankan ketahanan dan kelangsungan komunikasi sosial. Fungsi personal memberi kesempatan terhadap seseorang untuk menyatakan ekspresinya terhadap orang lain atau hal-hal tertentu. Fungsi heuristik melibatkan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mempelajari seluk-beluk lingkungan. Fungsi imajinatif melayani penciptaan gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif. 1.7 Data dan Metode Penelitian Penanganan data terdiri atas tiga tahap, yaitu penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil (Sudaryanto, 1993:5). Data diambil dari salah satu akun media sosial di Instagram, yaitu akun Dagelan. Pengambilan data dilakukan dari 18 September 2014 hingga 16 Oktober 2014. Rentang waktu tersebut dipilih karena memuat data-data yang variatif dari MID. Selain itu, pengambilan MID pada rentang waktu tersebut cukup representatif, sesuai dengan kajian yang dibahas dalam penelitian, dan keterbatasan waktu penulis. Populasi data yang diambil berjumlah 250 buah dan sampel yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 102 buah. Data diambil secara acak dan tidak semua unggahan di Instagram Dagelan pada rentang waktu pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini. Unggahan data di Instagram Dagelan yang berupa iklan dan video pada rentang waktu pengambilan data tidak digunakan karena penulis membatasi
11 kajiannya pada unggahan MID selain iklan dan video karena keterbatasan waktu penelitian dan keterbatasan kemampuan dalam menganalisis seluruh unggahan. Metode yang digunakan dalam penyediaan data penelitian ini ialah metode simak bebas libat cakap. Dalam metode simak bebas libat cakap peneliti tidak ikut terlibat langsung dalam tuturan, namun memerhatikan dengan teliti dan tekun tuturan antara penutur dan lawan tutur (Sudaryanto, 1993:134). Teknik yang digunakan dalam penyediaan data penelitian ini ialah teknik catat. Data diperoleh dengan cara memfoto layar (screen capturing) pada unggahan MID dari telepon genggam kemudian dipindahkan ke komputer. Data yang didapat kemudian dicatat menggunakan teknik catat dan diklasifikasikan. Tahap analisis data penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, metode komparasi, dan metode padan. Metode padan adalah teknik yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode padan referensial dan pragmatis. Metode padan referensial menggunakan referen sebagai alat penentu analisis dan metode pragmatis menggunakan mitra wicara sebagai alat penentunya (Sudaryanto, 1993:15). Untuk memudahkan analisis populasi data yang berjumlah 250 buah dikelompokkan menjadi lima, yaitu teks tanpa separasi; teks tanpa separasi-gambar; teks separasi; teks separasigambar; serta percakapan, gambar serial, rincian, dan pilihan. Pada tahap penyajian data, hasil analisis yang telah diperoleh kemudian disajikan dengan metode penyajian formal dan informal. Hasil analisis secara formal disajikan dengan bentuk tabel dan hasil analisis secara informal disajikan
12 dengan penjabaran kata-kata biasa. Tabel dalam MID tidak selalu disertai dengan gambar jika data verbal dalam MID dapat langsung dipahami tanpa perlu bantuan gambar. 1.8 Sistematika Laporan Hasil Penelitian Hasil penelitian disajikan dalam lima bab. Bab I berisi pendahuluan yang berisi latar belakang, ruang lingkup, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, data dan metode penelitian, serta sistematika laporan hasil penelitian. Bab II berisi deskripsi MID. Bab III berisi alat ekspresi yang digunakan dalam MID. Bab IV berisi fungsi bahasa dalam MID. Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Dalam penyajian hasil analisis data digunakan sistem penomoran untuk data kebahasaan dengan angka Arab yang dimulai dengan angka 1 dan seterusnya pada Bab II--IV. Dalam ketiga bab tersebut dimungkinkan terjadinya pengulangan data MID. Oleh sebab itu, penomoran pada subbab-subbab selanjutnya menunggunakan nomor data sesuai dengan nomor data pada kemunculannya pertama untuk dapat mengetahui frekuensi kemunculan data tersebut.