BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Elektroda di Larutan Elektrolit Pendukung Elektroda pasta karbon yang dimodifikasi dengan silika dan lapis tipis raksa dikarakterisasi di larutan elektrolit pendukung HNO 3 dan KNO 3 sebagai blanko untuk melihat secara kualitatif arus latar belakang (background) dari larutan elektrolit tersebut. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan adanya puncak dari larutan elektrolit yang telah dibuat serta untuk melihat kemampuan elektroda pada larutan saat dilakukan pengukuran. Karakterisasi ini dilakukan dengan metode voltametri siklik yang sering digunakan dalam uji kualitatif pada karakterisasi elektroda. Karakterisasi dilakukan pada rentang potensial -800 mv hingga 0 mv sebanyak 5 siklik. Hasil karakterisasi elektroda pasta karbon silika lapis tipis raksa dalam dua jenis larutan elektrolit ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan 4.2 yang memperlihatkan tidak adanya puncak gangguan dari elektrolit pendukung. 0,4 0,2 0,0-0,2-0,4-0,6-0,8-1,0-800 -600-400 -200 0 V [mv] Gambar 4.1 Voltamogram pada penentuan kebolehulangan pengukuran untuk larutan Pb 2+ 1 ppm dalam larutan HNO 3 0,1 M
21 0,4 0,2 0,0-0,2-0,4-0,6-0,8-1,0-1,2-800 -600-400 -200 0 E [mv] Gambar 4.2 Voltamogram pada penentuan kebolehulangan pengukuran untuk larutan Pb 2+ 1 ppm dalam larutan KNO 3 0,1 M 4.2 Kebolehulangan Pengukuran Kebolehulangan pengukuran dari elektroda kerja lapis tipis raksa yang dibuat, ditentukan dengan melakukan pengukuran berulang sebanyak 20 kali terhadap larutan Pb 2+ 1 ppm dalam KNO 3 0,1 M dan 30 kali terhadap larutan Pb 2+ 1 ppm dalam HNO 3 0,1 M. Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan 4.4.. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 0 5 10 15 20 n [banyaknya pengukuran] Gambar 4.3 Kebolehulangan pengukuran untuk larutan Pb 2+ 1 ppm dalam KNO 3 0,1 M
22 50 40 30 20 10 0 0 5 10 15 20 25 30 n [banyaknya pengukuran] Gambar 4.4 Kebolehulangan pengukuran untuk larutan Pb 2+ 1 ppm dalam HNO 3 0,1 M Dari hasil pengukuran kebolehulangan yang tertera pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran kebolehulangan pada larutan standar Pb 2+ dalam larutan KNO3 sangatlah buruk. Hg pada lapis tipis tampaknya terhidrolisis sehingga mengurangi jumlah raksa pada lapis tipis. Sementara pada pengukuran larutan standar Pb 2+ dalam larutan HNO 3 memberikan hasil yang sangat baik. Dari grafik dapat kita lihat bahwa pada larutan HNO 3, elektroda pasta karbon silika lapis tipis raksa mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Hasil ini dapat pula dilihat pada nilai standar deviasi relatif yang kecil dari pengukuran larutan Pb 2+ 1 ppm dalam larutan HNO 3 seperti yang diberikan pada Tabel 4.1 berikut Tabel 4.1 Kebolehulangan pengukuran untuk larutan Pb 2+ yang dilakukan dalam larutan HNO 3 0,1 M 1 ppm Larutan standar Pb 2+ [dalam HNO 3 ] Arus puncak (µa) 24,21 Standar deviasi relatif 2,46%
23 4.3 Kurva Kalibrasi Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur larutan standar Pb 2+ pada rentang konsentrasi 1 ppb 1000 ppb. Kurva kalibrasi dibuat pada tiga daerah konsentrasi, yaitu 1 ppb 10 ppb; 10 ppb 100 ppb; 100 ppb 1000 ppb. Pembuatan kurva kalibrasi dimaksudkan untuk mengetahui respon linear elektroda dan menentukan limit deteksi elektroda terhadap Pb 2+. Pada pengukuran kurva kalibrasi ini tiap konsentrasi dalam tiap rentangnya diukur sebanyak tiga kali lalu kemudian diambil nilai rata-ratanya, hal ini untuk mendapatkan nilai hasil pengukuran arus puncak yang mendekati nilai sebenarnya. Namun untuk pengukuran yang dilakukan dalam larutan KNO 3, pengukuran untuk tiap konsentrasi dalam tiap rentangnya hanya dilakukan satu kali. Hal ini dikarenakan pada pengukuran kebolehulangan sebelumnya, elektroda pasta karbon silika lapis tipis raksa dalam larutan KNO 3 memberikan hasil pengukuran yang tidak baik. Oleh karena itu, pada tahapan pembuatan kurva kalibrasi ini, pengukuran di dalam larutan KNO 3 hanya ditujukan untuk melihat kemampuan elektroda pasta karbon silika lapis tipis raksa dalam mendeteksi Pb 2+ dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih kecil (renik). Hasil kuantitatif terhadap pengukuran linearitas lebih difokuskan pada pengukuran yang dilakukan dalam larutan HNO 3 yang menunjukkan kebolehulangan pengukuran yang sangat baik. Gambar 4.5 4.7 adalah kurva kalibrasi untuk Pb 2+ dalam larutan KNO3 pada tiga daerah konsentrasi. Pada rentang konsentrasi yang tinggi, linearitas pengukuran yang dihasilkan masih cukup baik, namun pada rentang konsentrasi berikutnya, linearitas yang diberikan semakin menurun. Untuk daerah konsentrasi 1-10 ppb koefisien korelasinya merupakan yang paling rendah, yakni mencapai R 2 = 0,6765.
24 20 15 10 5 0 0 200 400 600 800 1000 Gambar 4.5 Kurva kalibrasi ion Pb 2+ dalam larutan KNO 3 pada daerah konsentrasi 100-1000 ppb dengan waktu deposisi 150 detik 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 0 20 40 60 80 100 Gambar 4.6 Kurva kalibrasi ion Pb 2+ dalam larutan KNO 3 pada daerah konsentrasi 10-100 ppb dengan waktu deposisi 300 detik
25 0,14 0,12 0,10 0,08 0,06 0,04 0,02 0,00 0 2 4 6 8 10 Gambar 4.7 Kurva kalibrasi ion Pb 2+ dalam larutan KNO 3 pada daerah konsentrasi 1-10 ppb dengan waktu deposisi 450 detik Kurva kalibrasi Pb 2+ dalam larutan HNO 3 pada daerah konsentrasi yang sama ditunjukkan pada gambar 4.8 4.10 di bawah ini: 50 40 30 20 10 0 R 2 = 0,9997 i = 0,053 [Pb 2+ ] - 1,6 0 200 400 600 800 1000 Gambar 4.8 Kurva kalibrasi ion Pb 2+ dalam larutan HNO 3 pada daerah konsentrasi 100-1000 ppb dengan waktu deposisi 120 detik
26 5 4 3 2 1 0 R 2 = 0,9957 i = 0,052 [Pb 2+ ] - 0,4087 0 20 40 60 80 100 Gambar 4.9 Kurva kalibrasi ion Pb 2+ dalam larutan HNO 3 pada daerah konsentrasi 10-100 ppb dengan waktu deposisi 180 detik 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 R 2 = 0,9964 i = 0,1375[Pb 2+ ] + 0,036 0,0 0 2 4 6 8 10 Gambar 4.4 Kurva kalibrasi ion Pb 2+ dalam larutan HNO 3 pada daerah konsentrasi 1-10 ppb dengan waktu deposisi 300 detik
27 Linearitas kurva kalibrasi cukup baik dengan koefisien korelasi terbaik diperoleh untuk daerah konsentrasi antara 100 ppb 1000 ppb. Limit deteksi untuk analisis kedua ion ditentukan dari kurva kalibrasi pada daerah konsentrasi terkecil serta daerah linier kurva kalibrasi diberikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Daerah linear dan limit deteksi Pb 2+ Pb 2+ Daerah linear Limit deteksi 1 1000 ppb 0,56 ppb 4.4 Penentuan Persen Perolehan Kembali Akurasi analisis ion Pb 2+ ditentukan melalui pengukuran spike sample ion Pb 2+. Persen perolehan kembali yang diperoleh dari analisis ini digunakan sebagai ukuran analisis ion dengan elektroda ini. Nilai persen perolehan kembali dari analisis spike sampel kedua ion diberikan pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Tabel 4.3 Persen perolehan kembali untuk Pb 2+ Pb 2+ Daerah konsentrasi konsentrasi Asumsi nilai sebenarnya Terukur (ppb) (ppb) % perolehan kembali 100 1000 ppb 400 396,60 99,15 10 100 ppb 40 41,71 104,28 1 10 ppb 8 7,81 97.64
28 Persen perolehan perolehan kembali untuk Pb 2+ berkisar antara 97% hingga 104%. Nilai persen perolehan kembali mendekati 100% yang menunjukkan kinerja elektroda yang baik, sehingga metode yang dikembangkan memiliki akurasi yang cukup baik.