BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

II TINJAUAN PUSTAKA. dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan. ketabahan. Sudjana (1989 : 5) menyatakan bahwa :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB II LANDASAN TEORI. administrators ( diaskes tanggal 7

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

MOTIVASI BELAJAR. Belajar Pembelajaran Tahun 2013

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda, belum ada

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

SS S TS STS SS S TS STS

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

karir dengan eksplorasi dan mencari informasi karir yang diminati serta mulai

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mencapai tujuan pembangunan, karena sumber daya manusia yang

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan teori sosial kognitif. Bandura (1997) mendefinisikan self efficacy

KONSEP KOGNISI SOSIAL - BANDURA

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI. Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinasi dengan awalan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

Self-Efficacy Mahasiswa Prodi PMA Dalam Pembelajaran Kalkulus Oleh: Budi Irwansyah, M.Si 1

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Menurut Woodworth dan Marques, (dalam Abu Ahmadi 2010), motif adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi di sekitarnya. Sedangkan menurut Jeanne Ellis Ormord (2008), motivasi adalah sesuatu yang menghidupkan (energize), mengarahkan dan mempertahankan perilaku; motivasi membuat siswa bergerak, menempatkan mereka dalam suatu arah tertentu, dan menjaga mereka agar terus bergerak. Menurut Woodworth dan Marques, (dalam Abu Ahmadi 2010) tugas guru dalam memberikan motivasi kepada anak ialah mengingat adanya dinamika anak dan membimbing dinamika anak. Maksudnya ialah supaya anak yang belajar dalam membentuk dinamika manusia ini tidak melalui pengalaman-pengalaman yang kurang baik. Berkaitan dengan itu, semua siswa termotivasi dalam suatu cara tertentu. Seorang siswa mungkin tertarik pada pelajaran di kelas dan mencari tugas yang menantang, berpartisipasi secara aktif dalam diskusi kelas, serta mendapatkan nilai tinggi dalam projek-projek yang ditugaskan. Siswa lainnya mungkin lebih tertarik dengan sisi sosial sekolah, sering berinteraksi dengan teman sekelas, hampir setiap hari mengikuti 8

aktivitas ekstrakurikuler, dan mungkin mencalonkan diri sebagai ketua kelas. Menurut Winkel, (2004) mendefinisikan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan belajar. Sedangkan menurut Sardiman, (2008) motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki 2.1.2 Ciri-Ciri Motivasi Belajar Motivasi yang ada pada diri siswa sangat penting dalam kegiatan belajar. Ada tidaknya motivasi seorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Sardiman (2008) motivasi memiliki ciriciri sebagai berikut: a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak Memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapai). c. Mewujudkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa. (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, 9

ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral dan sebagainya). d. Lebih senang bekerja mandiri e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu) g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal Jika ciri-ciri tersebut terdapat pada seorang siswa berarti siswa tersebut memiliki motivasi belajar yang cukup kuat yang dibutuhkan dalam aktivitas belajarnya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (a). Keinginan mendalami materi (b). Ketekunan dalam mengerjakan tugas (c). Keinginan berprestasi (d). Keinginan untuk maju 2.1.3 Aspek-Aspek Motivasi Belajar Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Sardiman (2008), yaitu: a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian. b. Motivasi instrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata 10

pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Jadi aspek-aspek yang bisa digunakan untuk mengukur motivasi belajar siswa ada dua yaitu aspek motivasi belajar ekstrinsik dan motivasi belajar instrinsik. 2.1.4.Fungsi Motivasi Belajar Motivasi berhubungan erat dengan suatu tujuan. Dengan demikian motivasi dapat mempengaruhi adanya kegiatan. Dalam kaitannya dengan belajar motivasi merupakan daya penggerak untuk melakukan belajar. Sardiman (2008), mengemukakan bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Mendorong manusia untuk berbuat. Jadi motivasi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak yang akan digerakkan. b. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang akan dicapai. Jadi motivasi dapat memberi arah kegiatan yang harus dikerjakan agar sesuai dengan tujuannya. c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan yang harus dikerjakan yang sesuai untuk mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai pendorong dan pengarah siswa pada aktifitas mereka dalam pencapaian tujuan belajar. 11

2.2 Self Efficacy 2.2.1 Pengertian Self Efficacy Menurut Bandura (2002) mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Bandura beranggapan bahwa keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan dari agen manusia. Manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian dilingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan untuk lebih mungkin menjadi sukses dari pada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah. Self Efficacy bukan merupakan ekspektasi dari hasil tindakan kita. Bandura (2002) membedakan antara ekspektasi mengenai efikasi dan ekspektasi mengenai hasil. Efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku, sementara ekspektasi atas hasil merujuk pada prekdisi dari kemungkinan mengenai konsekuensi perilaku tersebut. Hasil tidak boleh digabungkan dengan keberhasilan dalam melakukan perilaku tersebut, hasil merujuk pada konsekuensi dari perilaku, bukan penyelesaian melakukan tindakan tersebut. Panjares (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan bahwa self efficacy adalah sebuah penilaian spesifik yang berkaitan dengan konteks mengenai kompetensi untuk mengerjakan sebuah tugas 12

spesifik. Woolfolk (2004) juga menyebutkan bahwa self efficacy adalah kepercayaan mengenai kompetensi personal dalam sebuah situasi khusus. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan bisa menampilkan perilaku performa yang efektif sehingga bisa menyelesaikan tugas tertentu dengan baik serta merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. 2.2.2 Fungsi Self Efficacy Self efficacy yang dipersepsikan tidak hanya sekedar perkiraan tentang tindakan apa yang akan dilakukan pada masa mendatang (Bandura, 1995). Keyakinan seseorang mengenai kemampuan diri juga berfungsi sebagai suatu determinan bagaimana individu tersebut berperilaku, berpola pikir, dan bereaksi emosional terhadap situasisituasi yang sedang dialami. Keyakinan diri juga memberikan kontribusi terhadap kualitas dari fungsi psikososial seseorang. Bandura (1995) menjelaskan fungsi dan berbagai dampak dari penilaian self efficacy antara lain sebagai berikut: a. Perilaku Memilih. Dalam kehidupan sehari-hari, individu sering kali dihadapkan dengan pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan lingkungan sosial yang ditentukan dari penilaian selfefficacy individu. Seseorang cenderung untuk menghindar dari tugas dan situasi yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya mereka akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu untuk mereka lakukan. Self efficacy yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang kemudian akan meningkatkan kompetensi seseorang. 13

Sebaliknya, self efficacy yang rendah dapat mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya. Seseorang yang memiliki penilaian self efficacy-nya secara berlebihan cenderung akan menjalankan kegiatan yang jelas di atas jangkauan dengan kegagalan kemampuannya. Akibatnya dia akan mengalami kesulitan-kesulitan yang berakhir yang sebenarnya tidak perlu terjadi, dan hal ini bisa mengurangi kredibilitasnya. Sebaliknya, seseorang yang menganggap rendah kemampuannya juga akan mengalami kerugian, walaupun kondisi ini lebih seperti memberi batasan pada diri sendiri daripada suatu bentuk keengganan. Melalui kegagalan dalam mengembangkan potensi kemampuan yang dimiliki dan membatasi kegiatan-kegiatannya, seseorang dapat memutuskan dirinya dari banyak pengalaman berharga. Seharusnya ia berusaha untuk mencoba tugas-tugas yang memiliki penilaian yang penting, tetapi ia justru menciptakan suatu halangan internal dalam menampilkan kinerja yang efektif melalui pendekatan dirinya pada keraguan. b. Usaha Yang Dilakukan dan Daya Tahan Penilaian terhadap self efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan seseorang dan seberapa lama ia akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self efficacy seseorang, maka akan semakin besar dan gigih pula usaha yang dilakukan. Ketika dihadapkan dengan kesulitan, individu yang memiliki self efficacy tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut. Sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau bahkan menyerah sama sekali. c. Pola berpikir dan reaksi emosi. Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosionalnya selama interaksi aktual dan terantisipasi dengan lingkungan. Individu yang menilai dirinya memiliki self efficacy rendah, merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah atau tuntutan lingkungan, hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri dan berpikir kesulitan yang mungkin timbul lebih berat dari kenyataannya. Sebaliknya, individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan lebih memusatkan perhatian dan mengeluarkan usaha yang lebih besar terhadap situasi yang dihadapinya, dan setiap hambatan yang muncul akan mendorongnya untuk berusaha lebih keras lagi. Self efficacy juga dapat membentuk pola berpikir kausal. Dalam mengatasi persoalan yang sulit, individu yang memilikiself efficacy tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha yang dilakukan, sedang yang memiliki self 14

efficacy rendah lebih menganggap kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan yang ia miliki. d. Perwujudan dari keterampilan yang dimiliki. Banyak penelitian membuktikan bahwa self efficacy dapat meningkatkan kualitas dari fungsi psikososial seseorang. Seseorang yang memandang dirinya sebagai orang yang self efficacy-nya tinggi akan membentuk tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan keterlibatan dalam suatu kegiatan. Mereka akan meningkatkan usaha jika kinerja yang dilakukan mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan, menjadikan kegagalan sebagai pendorong untuk mencapai keberhasilan, dan memiliki tingkat stres yang rendah bila menghadapi situasi yang menekan. Individu yang memiliki self efficacy rendah biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha yang dilakukan dan mudah menyerah menghadapi kesulitan, mengurangi perhatian terhadap tugas, tingkat aspirasi rendah, dan mudah mengalami stress dalam situasi yang menekan. Jadi fungsi dari adanya self efficacy bisa berdampak pada penilaian dari self efficacy yaitu perilaku memilih, usaha yang dilakukan dan daya tahan, pola berpikir dan reaksi emosi, perwujudan dari keterampilan yang dimiliki. 2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Efficacy Keyakinan seseorang terhadap efficacy yang dimilikinya merupakan aspek utama dari pengetahuan diri yang dimilikinya. Keyakinan akan self-efficacy terbentuk dari empat prinsip utama, yaitu: enactive mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, phisiological and affective states (Bandura, 1995). a. Pengalaman keberhasilan (enactive mastery experience), berdasarkan pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap self efficacy-nya. Pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi individu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan. b. Pengalaman orang lain (vicarious experience). Pengamatan terhadap perilaku dan pengalaman orang lain merupakan sumber bagi proses belajar individu tersebut. Self efficacy individu akan dapat meningkat, terutama jika ia merasa memiliki kemampuan 15

yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subjek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatkan self efficacy individu ini akan dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan self efficacy ini akan menjadi efektif jika subjek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu tersebut dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model c. Persuasi verbal (verbal persuasion), yaitu individu yang mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia akan dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih dalam mencapai tujuan serta kesuksesannya. d. Keadaan fisiologis dan psikologis (phisiological and affective states), situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi self efficacy. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahaan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari. Jadi faktor-faktor yang bisa mempengaruhi self efficacy seseorang adalah pengalaman keberhasilan (enactive mastery experience), pengalaman orang lain (vicarious experience), persuasi verbal (verbal persuasion), keadaan fisiologis dan psikologis (phsicological and affective states). 2.2.4 Aspek-Aspek Self Efficacy Menurut Bandura (1995) terdapat tiga aspek dari self efficacy pada diri manusia, yaitu: a. Tingkatan (level) Adanya perbedaan self efficacy yang dihayati oleh masingmasing individu mungkin dikarenakan perbedaan tuntutan yang dihadapi. Tuntutan tugas merepresentasikan bermacam-macam tingkat kesulitan atau kesukaran untuk mencapai performansi optimal. Jika halangan untuk mencapai tuntutan itu sedikit, maka aktivitas lebih mudah untuk dilakukan, sehingga kemudian individu akan memiliki self efficacy yang tinggi. b. Keadaan umum (Generality) Individu mungkin akan menilai diri merasa yakin melalui bermacam-macam aktivitas atau hanya dalam daerah fungsi 16

tertentu. Keadaan umum bervariasi dalam jumlah dari dimensi yang berbeda-beda, diantaranya tingkat kesamaan aktivitas, perasaan dimana kemampuan ditunjukan (tingkah laku, kognitif, afektif), ciri kualitatif situasi, dan karakteristik individu menuju kepada siapa perilaku itu ditujukan. Pengukuran berhubungan dengan daerah aktivitas dan konteks situasi yang menampakan pola tingkat generality yang paling mendasar berkisar tentang apa yang individu susun pada kehidupan mereka. c. Kekuatan (Strength) Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self efficacy yang diyakini seseorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinannya pula. Individu yang memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuan mereka akan teguh dalam berusaha untuk mengenyampingkan kesulitan yang dihadapi. Berdasarkan hal-hal di atas. Jadi dapat disimpulkan bahwa tiga aspek self efficacy yaitu level (tingkat kesulitan tugas), generality (keadaan umum suatu tugas), dan strength (kekuatan atau keyakinan seseorang dalam menyelesaikan tugas). 2.2.5 Proses-Proses Self-efficacy Bandura (1995) menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini : a. Proses Kognitif Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepatuntuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan 17

mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi. b. Proses Motivasi Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif. yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan. Self-efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk mendukung outcome expectation. c. Proses Afeksi Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut. d. Proses Seleksi Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak 18

percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses selfefficacy meliputi proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi, dan proses seleksi. 2.3 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Dari hasil penelitian yang dilakukantrijoko Lestyanto (2013) dengan penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Motivasi Belajar Pada Siswa RSBI Kelas VIII SMP Negeri 3 Pati. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel efikasi diri dengan motivasi belajar. Penelitian yang lain dilakukan oleh Sandi Prasetyaning Tyas (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Motivasi Belajar Dengan Efikasi Diri pada Siswa SMK Muhammadiyah 2 Andong Boyolali. Hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara motivasi belajar dengan efikasi diri pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Andong Boyolali. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Dina Retraning (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Motivasi Belajar Pada Siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang 19

signifikan antara self efficacy dengan motivasi belajar pada siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. 2.4 Hipotesis Hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan motivasi belajar siswa kelas XI Akuntansi SMK Diponegoro Salatiga Tahun Ajaran 2013/2014. 20