BAB II LANDASAN TEORI. Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang
|
|
- Sugiarto Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Self- Efficacy 1. Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dan berusaha untuk menilai tingkatan dan kekuatan di seluruh kegiatan dan konteks. Myers (1996) juga mengatakan bahwa self-efficacy adalah bagaimana seseorang merasa mampu untuk melakukan suatu hal. Selain itu Schunk (dalam Komandyahrini & Hawadi, 2008) juga mengatakan bahwa self-efficacy sangat penting perannya dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan, seberapa kuat usahanya dan memprediksi keberhasilan yang akan di capai. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Woolfolk (1993) bahwa self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan seorang individu terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan untuk mencapai suatu tujuan dimana individu yakin mampu untuk menghadapi segala tantangan dan mampu memprediksi seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
2 16 2 Faktor-faktor yang memperngaruhi self-efficacy Menurut Bandura (1997) tinggi rendahnya self-efficacy seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Menurut Bandura (1997) ada beberapa yg mempengaruhi self-efficacy, antara lain: a Jenis kelamin Orang tua sering kali memiliki pandangan yang berbeda terhadap kemampuan laki-laki dan perempuan. Zimmerman (Bandura, 1997) mengatakan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemapuan dan kompetesi laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan dirinya, perempuan sering kali meremehkan kemampuan mereka. Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Orang tua menganggap bahwa wanita lebih sulit untuk mengikuti pelajaran dibanding laki-laki, walapun prestasi akademik mereka tidak terlalu berbeda. Semakin seorang wanita menerima perlakuan streotipe gender ini, maka semakin rendah penilaian mereka terhadap kemampuan dirinya. Pada beberapa bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya wanita unggul dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria. b. Usia Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat berlangsung selama masa kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih banyak dalam
3 17 mengatasi suatu hal yang terjadi jika dibandingkan dengan individu yang lebih muda, yang mungkin masih memiliki sedikit pengalaman dan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Individu yang lebih tua akan lebih mampu dalam mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang lebih muda, hal ini juga berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang rentang kehidupannya. c. Tingkat pendidikan Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima individu pada tingkat pendidikan formal. Individu yang memiliki jenjang yang lebih tinggi biasanya memiliki self-efficacy yang lebih tinggi, karena pada dasarnya mereka lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal, selain itu individu yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam hidupnya. d. Pengalaman Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu organisasi ataupun perusahaan dimana individu bekerja. Self-efficacy terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerjanya tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki individu tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut justru cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga
4 18 sangat tergantung kepada bagaimana individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya selama melalukan pekerjaan. 3. Dimensi self-efficacy yakni: Menurut Bandura (1997) mengungkapkan ada tiga dimensi self-efficacy, a Level Level berkaitan dengan derajat kesulitan tugas yang dihadapi. Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda, mungkin orang hanya terbatas pada tugas yang sederhana, menengah atau sulit. Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian. Apabila sedikit rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, maka tugas tersebut akan mudah dilakukan. Dalam Zimerman (2003) Level terbagi atas 3 bagian yaitu: 1) Analisis pilihan perilaku yang akan dicoba, yaitu seberapa besar individu merasa mampu atau yakin untuk berhasil menyelesaikan tugas dengan pilihan perilaku yang akan diambil. 2) Menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya. 3) Menyesuaikan dan menghadapi langsung tugas-tugas yang sulit.
5 19 b Generality Generality sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi. Generality merupakan perasaan kemampuan yang ditunjukkan individu pada konterks tugas yang berbeda-beda, baik itu melalui tingkah laku, kognitif dan afektifnya. c Strength Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Individu yang memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan. Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self-efficacy yang diyakini sesesorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan individu itu pula. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan mereka akan teguh dalam usaha untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi. 4. Sumber-sumber self-efficacy Menurut Bandura (1994) ada sumber yang dapat mempengaruhi selfefficacy, yaitu:
6 20 a Enactive mastery experience Merupakan sumber informasi self-efficacy yang paling berpengaruh. Dari pengalaman masa lalu terlihat bukti apakah seseorang mengarahkan seluruh kemampuannya untuk meraih keberhasilan (Bandura, 1997). Umpan balik terhadap hasil kerja seseorang yang positif akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Kegagalan di berbagai pengalaman hidup dapat diatasi dengan upaya tertentu dan dapat memicu persepsi self-efficacy menjadi lebih baik karena membuat individu tersebut mampu utuk mengatasi rintangan-rintangan yang lebih sulit nantinya. b Vicarious experience Merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari pengalaman keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Ketika melihat orang lain dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu bidang/tugas melalui usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama. Sebaliknya self-efficacy dapat turun ketika orang yang diamati gagal walapun telah berusaha dengan keras. Individu juga akan ragu untuk berhasil dalam bidang tersebut (Bandura, 1997). Peran vicarious experience terhadap self-efficacy seseorang sangat dipengaruhi oleh persepsi diri individu tersebut tentang dirinya memiliki kesamaan dengan model. Semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan model, maka kesuksesan dan kegagalan model akan semakin
7 21 mempengaruhi self-efficacy. Sebaliknya apabila individu merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self-efficacy menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh prilaku model (Bandura, 1997). Seseorang akan berusaha mencari model yang memiliki kompetensi atau kemampuan yang sesuai dengan keinginannya. Dengan mengamati perilaku dan cara berfikir model tersebut akan dapat memberi pengetahuan dan pelajaran tentang strategi dalam menghadapi berbagai tuntutan lingkungan (Bandura, 1997). c Verbal persuasion Verbal digunakan secara luas untuk membujuk seseorang bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan yang mereka cari. Orang yang mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemamuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan akan mengerahkan usaha yang lebih besar daripada orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu pada bidang tersebut (Bandura, 1997). d Physiological state Seseorang percaya bahwa sebagian tanda-tanda psikologis menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya. Kondisi stress dan kecemasan dilihat individu sebagai tanda yang mengancam ketidakmampuan diri. Level of arousal dapat memberikan informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung bagaimana arousal itu diinterpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi suatu tugas, apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik (self-
8 22 efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy orang tersebut. Dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi oleh informasi tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situsasi tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologisnya. 5. Proses-proses yang mempengaruhi self-efficacy Menurut Bandura (1997), proses psikologis dalam self-efficacy yang turut berperan dalam diri manusia ada 4 yakni proses kognitif, motivasional, afeksi dan proses pemilihan/seleksi. a Proses kognitif Proses kognitif merupaka proses berfikir, didalamya termasuk pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Kebanyakan tindakan manusia bermula dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi lebih senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya individu yang selfefficacy-nya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambat tercapainya kesuksesan (Bandura, 1997). Bentuk tujuan personal juga dipengaruhi oleh penilaian akan kemampuandiri. Semakin seseorang mempersepsikan dirinya mampu maka individu akan semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannnya dan semakin kuat komitmen individu terhadap tujuannya (Bandura, 1997).
9 23 b Proses motivasi Kebanyakan motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Individu memberi motivasi/dorongan bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang dilakukan, seberapa tahan mereka dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahanan mereka dalam menghadapi kegagalan (Bandura, 1997) Menurut Bandura (1997), ada tiga teori motivator, teori pertama yaitu causal attributions (atribusi penyebab), teori ini mempengaruhi motivasi, usaha dan reaksi-reaksi individu. Individu yang memiliki selfefficacy tinggi bila mengahadapi kegagalan cenderung menganggap kegagalan tersebut diakibatkan usaha-usaha yang tidak cukup memadai. Sebaliknya individu yang self-efficacy-nya rendah, cenderung menganggap kegagalanya diakibatkan kemampuan mereka yang terbatas. Teori kedua outcomes experience (harapan akan hasil), motivasi dibentuk melalui harapan-harapan. Biasanya individu akan berperilaku sesuai dengan keyakinan mereka tentang apa yang dapat mereka lakukan. Teori ketiga goal theory (teori tujuan), dimana dengan membentuk tujuan terlebih dahulu dapat meningkatkan motivasi. c Proses afektif
10 24 Proses afeksi merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan reaksi emosional. Menurut Bandura (1997) keyakinan individu akan coping mereka turut mempengaruhi level stres dan depresi seseorang saat mereka menghadapi situasi yang sulit. Persepsi self-efficacy tentang kemampuannya mengontrol sumber stres memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan. Individu yang percaya akan kemampuannya untuk mengontrol situasi cenderung tidak memikirkan hal-hal yang negatif. Individu yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi, selalu memikirkan kekurangan mereka, memandang lingkungan sekitar penuh dengan ancaman, membesarbesarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil yang sebenarnya jarang terjadi (Bandura, 1997). d Proses seleksi Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu turut mempengaruhi efek dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari aktivitas dan situasi yang diluar batas kemampuan mereka. Bila individu merasa yakin bahwa mereka mampu menangani suatu situasi, maka mereka cenderung tidak menghindari situasi tersebut. Dengan adanya pilihan yang dibuat, individu kemudian dapat meningkatkan kemampuan, minat, dan hubungan sosial mereka (Bandura, 1997)
11 25 6. Karakteristik individu yang memiliki self-efficacy tinggi dan selfefficacy rendah Karakteristik individu yang memiliki Self-efficacy yang tinggi adalah ketika individu tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu menangani sesecara efektif peristiwa dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam menyelesaikan tugastugas, percaya pada kemampuan diri yang mereka miliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakuakanya dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa mampu setelah mengalami kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya (Bandura, 1997). Karakteristik individu yang memiliki Self-efficacy yang rendah adalah individu yang merasa tidak berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin di capai, dalam situasi sulit cenderung akan memikirkan kekurangan mereka, beratnya tugas tersebut, dan konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk memulihkan kembali perasaan mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997).
12 26 B. Konselor Sekolah 1. Definisi konselor sekolah Konselor sekolah adalah penyelenggara kegiatan BK di sekolah Istilah konselor secara resmi digunakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dengan menyatakan konselor adalah pendidik dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 menyatakan konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah yang sebelumnya menggunakan istilah petugas BP, guru BP/BK dan guru pembimbing (Prayitno, 2001). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 (Dahlani, 2008) mengemukakan konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah. Konselor sekolah adalah konselor yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan BK terhadap sejumlah peserta didik (Anonimous, 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa konselor sekolah adalah penyelenggara kegiatan Bimbingan dan Konseling di sekolah. 2. Tugas konselor sekolah Menurut Depdiknas (dalam Dahlani, 2009) Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor yaitu membantu peserta didik dalam: a Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat. b Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan
13 27 kemampuan hubungan sosial dan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat. c Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk mengikuti pendidikan sekolah/madrasah secara mandiri. d Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir. Prayitno, dkk (Dahlani, 2008) mengemukakan tugas konselor sekolah, sebagai berikut: a Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling. b Merencanakan program bimbingan dan konseling terutama programprogram satuan layanan dan satuan kegiatan pendukung untuk satuansatuan waktu tertentu, program-program tesebut dikemas dalam program harian, mingguan, bulanan, semesteran dan tahunan. c Melaksanakan segenap satuan layanan bimbingan dan konseling. d Melaksanakan segenap progam satuan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling e Menilai proses dan hasil pelaksanaan satuan layanan dan kegiatan pendukung f Menganalisis hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
14 28 g Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling h Mengadministrasikan kegiatan satuan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan yang dilaksanakan 3. Tanggung jawab konselor sekolah Konselor sebagai tenaga inti dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling mengendalikan sekaligus melaksanakan berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung jawabnya. Adapun tanggung jawab konselor sekolah tidak hanya pada peserta didik atau siswa saja, melainkan juga dengan berbagai pihak yang dapat secara bersama-sama menunjang pencapaian tujuan pendidikan (Prayitno, 2001), yaitu: a Tanggung jawab konselor kepada siswa, yaitu bahwa konselor: 1) Memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa yang hasur diperlakukan sebagai individu yang unik. 2) Memperhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan siswa dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap siswa. 3) Memberitahukan siswa tentang tujuan, aturan, prosedur serta teknik layanan bimbingan dan konseling. 4) Tidak mendesakkan nilai-nilai tertentu kepada siswa yang sebenarnya hanya sekedar apa yang dianggap baik oleh konselor. 5) Menjaga kerahasiaan data tentang siswa.
15 29 6) Memberitahukan pihak yang berwenang apabila ada petunjuk yang berbahaya. 7) Melakukan layanan secara tepat dan professional. 8) Melakukan referal kasus secara tepat. b Tanggung jawab konselor kepada orang tua, yaitu bahwa konselor: 1) Menghormati hak dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan berusaha sekuat tenaga membangun hubungan yang erat dengan orang tua demi perkembangan siswa. 2) Memberitahukan orang tua tentang peranan konselor dengan asas kerahasiaan yang dijaga secara teguh. 3) Menyediakan orang tua berbagai informasi yang berguna dan menyampaikannnya dengan cara sebaik-baiknya untuk kepentingan perkembangan siswa. 4) Memperlakukan informasi yang diterima dari orang tua dengan menerapkan asas kerahasiaan dan dengan cara yang sebaikbaiknya. 5) Menyampaikan informasi hanya kepada pihak-pihak yang berhak mengenai informasi tersebut tanpa merugikan siswa dan orang tuanya. c Tanggung jawab kepada sejawat, yaitu bahwa konselor: 1) Memperlakukan sejawat dengan penuh kehormatan, keadilan, keobjektifan, dan kesetiakawanan.
16 30 2) Mengembangkan hubungan kerjasama dengan sejawat demi terbinanya pelayanan bimbingan dan konseling yang maksimum. 3) Membangun kesadaran tentang perlunya asas kerahasiaan, perbedaan antara data umum dan data pribadi, serta pentingnya konsultasi sejawat. 4) Menyediakan informasi yang tepat, objektif, luas dan berguna bagi sejawat untuk membantu menangani masalah siswa. 5) Membantu proses alih tangan kasus. d Tanggung jawab kepada sekolah dan masyarakat, yaitu bahwa konselor: 1) Mendukung dan melindungi program sekolah terhadap penyimbangan-penyimpangan yang merugikan siswa. 2) Memberitahu pihak-pihak yang bertanggung jawab apabila ada sesuatu yang menghambat atau merusak misi sekolah, personal sekolah, ataupun kekayaan sekolah. 3) Mengembangkan dan meningkatkan peranan dan fungsi bimbingan dan konseling untuk memenuhi kebutukan segenap unsure-unsur sekolah dan masyarakat. 4) Bekerjasama dengan lembaga, organisasi, dan perorangan baik di sekolah maupun dimasyarakat demi pemenuhan kebutuhan siswa, sekolah dan masyarakat tanpa pamrih.
17 31 4 Jenis layanan konselor sekolah Menurut PP No. 74 Tahun 2008 (Dahlani, 2009), jenis layanan konselor sekolah adalah: 1) Layanan orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru. 2) Layanan informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan. 3) Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler. 4) Layanan penguasaan konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah/madrasah, keluarga, industri dan masyarakat. 5) Layanan konseling perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya. 6) Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial,
18 32 kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok. 7) Layanan konseling kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. 8) Layanan konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan caracara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik. 9) Layanan mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka. D. Gambaran Self-Efficacy Konselor Sekolah di Kota Medan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa: Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru profesional tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia dan masyarakat (Mulyasa, 2007).
19 33 Kelangsungan proses pembelajaran di sekolah diperkuat oleh tiga komponen guru yang memiliki fungsi berbeda, yakni guru mata pelajaran, guru praktek dan konselor sekolah (Laeis, 2009). Prayitno (1991) juga menyatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan sistem pendidikan di sekolah maka perlu dibutuhkan tiga bidang pemimpin di sekolah. Ketiga pemimpin tersebut adalah pimpinan sekolah, pendidik, dan bimbingan dan konseling. Dari pendapat kedua tokoh diatas terlihat bahwa keberadaan bidang bimbingan dan konseling di sekolah mendapatkan peranan yang sangat penting guna mencapai kesuksesan pendidikan. Melihat peran guru BK yang sangat penting maka sudah seharusnya unit Bimbingan dan konseling (BK) ada di setiap lembaga pendidikan. Istilah konselor secara resmi digunakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dengan menyatakan konselor adalah pendidik (Himpunan UU RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional) dimana dijelaskan bahwa fokus kegiatan pendidikan tidak lagi terletak sebatas kegiatan mengajar dengan mengutamakan peranan guru, melainkan dengan sengaja dan terencana melibatkan berbagai profesi pendidik (Winkel & Hastuti, 2006). konselor sekolah memiliki tugas untuk melakukan pemantauan dan pembimbingan terhadap siswa berkaitan dengan perkembangan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya (Laeis, 2009). Menurut Hafid (dalam Anonimous, 2009) peran guru Bimbingan Konseling (BK) saat ini belum optimal. Hal tersebut disinyalir akibat masih ada pihak yang belum memahami arti penting konselor sekolah dalam proses pembelajaran dan masih ada kepala sekolah yang menganggap peran konselor
20 34 sekolah itu tidak penting. Menurut Sukadji (2000) beberapa kepala sekolah mengaggap tidak perlu ada petugas khusus untuk bimbingan. Selain itu masih banyak guru yang sebenarnya kurang memahami asas-asas BK (Winkel, 1991). Kurangnya pemahaman kepala sekolah dan guru akan arti pentingnya layanan bimbingan dan konseling di sekolah mengakibatkan tugas konselor semakin tidak jelas (Winkel, 1991). Hafid (dalam Anonimous, 2009) menyatakan bahwa hanya demi formalitas banyak sekolah yang memposisikan guru BK dipegang oleh guru kesenian, guru PKK, atau guru-guru yang jam mengajarnya tidak terlalu padat. Menurut Hafid (dalam Anonimous, 2009), latar belakang pendidikan yang tidak sesuai mengakibatkan banyak peran konselor sekolah yang disalahfungsikan untuk menghukum anak semata. Menurut Wibowo (Laeis, 2009) pelaksanaan fungsi yang kurang tepat akan mempengaruhi jalannya proses pendidikan, sebab tugas dan fungsi tidak dilakukan oleh mereka yang memiliki kompetensi dan wewenang terhadap bidang tersebut. Kenyataan seperti ini banyak terjadi di kota Medan, hal ini terlihat dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di beberapa sekolah di kota Medan. Untuk menghadapi kenyataan tersebut maka konselor sekolah seharusnya memiliki self-efficacy, seorang konselor sekolah harus memiliki keyakinan yang kuat akan kemapuan dan keterampilan dia miliki untuk menghadapi segala situasi yang ada terutama ketika berhadapan dengan klien (siswa), keyakinan seperti inilah yang sering disebut self-efficacy oleh Bandura (Maldonado, 2008). Ketika seorang konselor memiliki self-efficacy maka konselor akan mampu
21 35 melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik terutama ketika berhadapan dengan klien (Bandura, 1994) Self-efficacy konselor sekolah merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang konselor terhadap kapasitasnya untuk mempengaruhi performa siswa (Maldonado, 2008). Larson dan Daniel (dalam Maldonado, 2008) juga menyatakan bahwa self-efficacy konselor dapat didefinisikan sebagai suatu kepercayaan tentang kemampuan dan keterampilan mereka untuk menghadapi klien secara efektif. Bandura (1997) juga menyatakan bahwa Self-efficacy dapat menjembatani antara pengetahuan yang dimiliki dengan perilaku-perilaku tertentu. Self-efficacy yang dimiliki oleh konselor sekolah dapat mempengaruhi banyak hal. Dengan tingginya Self-efficacy yang dimiliki, seorang konselor sekolah dapat menampilkan kinerja yang baik, ia akan bertahan dalam membimbing terutama dalam menghadapi siswa yang bermasalah di sekolah (Bandura, 1997). Selain itu Self-efficacy yang dimiliki oleh konselor juga dapat mempengaruhi motivasi (Eggen & Kauchak, 2004) dan prestasi siswa dalam belajar (Ashton & Webb, 1986). Oleh karena itu, self-efficacy yang dimiliki oleh konselor sekolah sangatlah penting. Menurut Bandura (dalam Zulkaida, dkk., 2007) self-efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam mencapai tingkat kinerja tertentu. Bandura (1997) menyebutkan ada tiga dimensi self-efficacy, yaitu level, generality, and strength. Level berhungan dengan level kesulitan tugas yang
22 36 diterima oleh seseorang untuk diselesaikan, generality berhubungan dengan sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas dan bagaimana individu menginterpretasikan dirinya gagal atau sukses, strength berhubungan dengan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki (Hall, 2009). Self efficacy sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut berada (Bandura dalam Hall, 2009). Self-efficacy konselor sekolah akan dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dimana dia bekerja, misalnya sistem pendidikan, pekerjaan yang dihadapi, dan bagaimana hubungannya dengan orangorang yang terkait didalam sekolah tersebut. self-efficacy seseorang akan cenderung meningkat ketika lingkungan juga memberikan dukungan terhadap tugas yang dia lakukan dan ketika individu memiliki self-efficacy yang tinggi maka dia akan bisa menghadapi tantangan dengan lebih baik (Bandura, 1997).
BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa: Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas
BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SOCIAL LOAFING 1. Pengertian Social loafing Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerja sama dengan kelompok dibandingkan dengan bekerja sendiri (Latane,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pertumbuhan di berbagai aspek pun ikut terjadi seperti kemajuan teknologi, pendidikan, kesehatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kedokteran merupakan ilmu yang mempelajari penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian meningkat. Pertumbuhan pesat ini menciptakan persaingan yang ketat antara berbagai pihak. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia bukan sekedar untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan namun juga untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin ketat. Dunia perekonomian berjalan dengan sangat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Hurlock (1999), masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam
BAB II LANDASAN TEORI A. MASA KANAK-KANAK AKHIR 1. Definisi Kanak-kanak Akhir Menurut Hurlock (1999), masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi pelbagai aspek dalam kehidupan bangsa, satu diantaranya adalah bidang pendidikan. Mutu pendidikan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah ditetapkannya standar kurikulum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Universitas merupakan salah satu institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai bidang. Salah satu bidang yang ikut mengalami perubahan adalah pendidikan. Dewasa ini masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini didukung pula dengan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara mengajar 2.1.1 Pengertian Cara mengajar Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan
7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut NCTM (2000: 60) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan
Lebih terperincikelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara 1. Pengertian Kecemasan Berbicara Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan kekhawatiran yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar
Lebih terperinciLampiran 1. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling. Tugas Guru dan Pengawas (Depdiknas, 2009: 12-13) meliputi:
LAMPIRAN 113 Lampiran 1. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling Jenis layanan bimbingan dan konseling menurut Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas (Depdiknas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan konseling dalam kegiatan konseling cenderung mengantarkannya pada keadaan stres. Bahkan ironisnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan yang terjadi juga semakin banyak. Salah satunya dalam bidang teknologi, banyaknya teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S Winkel 1987 dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran salah satu kemampuan pokok
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bab II pasal 3, menyatakan pendidikan memiliki fungsi dan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,
Lebih terperinciKONSEP DAN STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING. A. Konsep Layanan Bimbingan dan Konseling
KONSEP DAN STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. Konsep Layanan Bimbingan dan Konseling Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor adalah guru yag mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
Lebih terperinciLAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH I. Struktur Pelayanan Bimbingan dan Konseling Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY A. Pengertian Self-Efficacy Terminologi self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh seorang tokoh behavioris bernama Albert Bandura pada tahun 1981 (Bandura,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan tempat di mana dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, baik menghasilkan suatu barang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan bangsa. Departemen Pendidikan Nasional Indonesia mengeluarkan Undangundang No.20 tahun 2003
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai keinginan untuk mendapatkan masa depan yang cerah, mempunyai pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang baik, dan menjalani suatu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian dari Scapinello (1989) menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia.
12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Layanan Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia. Dari manusia artinya pelayanan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self-Efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin tajam, sumber daya manusia Indonesia dituntut memiliki keunggulan kompetitif dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mengenai sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia global yang kian meningkat. Bangsa Indonesia sedang giat giatnya melakukan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini, dari tahun ke tahun menunjukkan fenomena yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan tak terbatas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai prestasi dalam pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penting individu untuk mencapai kesiapan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik
Lebih terperinciPANDUAN MODEL PENGEMBANGAN DIRI
PANDUAN MODEL PENGEMBANGAN DIRI Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Landasan Pengembangan Diri UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas: Pasal 1 butir 6 tentang pendidik, pasal 3 tentang tujuan pendidikan,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Definisi Motivasi Belajar Istilah motivasi menurut Purwanto (2011) merupakan suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Mata mengendalikan lebih dari 90 % kegiatan sehari-hari. Dalam hampir semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan kesehatan dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Suatu pendidikan tentunya akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas
Lebih terperinciLAYANAN KONSELING DI SEKOLAH (KONSEP & PRAKTIK)
LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH (KONSEP & PRAKTIK) Pelayanan Pendidikan di Sekolah Administratif / Manajemen Pembelajaran Perkembangan individu yang optimal dan mandiri Konseling (Naskah Akademik ABKIN, 2007)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini telah memasuki era globalisasi, dengan masuknya pada era tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang pendidikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia dapat dikatakan cukup rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation Development Programme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki cita-cita untuk mendapatkan masa depan yang cerah, mempunyai pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang memadai, dan menjalani suatu
Lebih terperinciTeori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy
Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era globalisasi dan hingga saat ini belum ada definisi yang pasti bagi globalisasi. Globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Learning Model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun
Lebih terperincidiri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia adalah unik, dan peserta didik yang memasuki masa remaja harus dapat menyadari hal tersebut. Melalui layanan bimbingan konseling disekolah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EFIKASI DIRI PARENTING 1. Pengertian Efikasi Diri Bandura merupakan tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Bandura (2001) mendefinisikan bahwa efikasi
Lebih terperinci93 Suci Nurul Fitriani, 2016 HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF-EFFICACY Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V ini mendeskripsikan keseluruhan bab dari hasil penelitian yang telah didapatkan, dalam bentuk simpulan serta rekomendasi bagi berbagai pihak serta keterbatasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan era globalisasi, setiap orang diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah kualitas sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi oleh dunia bisnis yang semakin kompleks. Ditandai dengan adanya perubahan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2014). Obesitas
Lebih terperinci