BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi ada di mana-mana. Di rumah, ketika anggota keluarga berbincang di meja makan. Di kampus, ketika mahasiswa mendiskusikan hasil pekerjaan mereka. Di kantor, ketika kepala seksi membagi tugas. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan kita. Sebagian waktu kita mulai dari bangun tidur hingga tidur kita digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi menentukan kualitas hidup kita. Dengan komunikasi kita membentuk saling pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban. Tetapi dengan komunikasi kita juga menyuburkan perpecahan, menghidupkan permusuhan, menanamkan kebencian, merintangi kemajuan, dan menghambat pemikiran. Begitu penting, begitu meluas, dan begitu akrab komunikasi dengan diri kita sehingga kita semua merasa tidak perlu lagi mempelajari komunikasi. Terdapat empat tingkat komunikasi berdasarkan pakar, salah satunya adalah komunikasi interpersonal (Littlejohn dalam Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2008: 80). Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Hal ini dapat mencakup semua aspek komunikasi seperti mendengarkan, membujuk, menegaskan, komunikasi nonverbal, dan 1
banyak lagi. Sebuah konsep utama komunikasi interpersonal terlihat pada tindakan komunikatif ketika ada individu yang terlibat tidak seperti bidang komunikasi seperti interaksi kelompok, dimana mungkin ada sejumlah besar individu yang terlibat dalam tindak komunikatif. Autisme bukanlah suatu penyakit fisik tetapi merupakan sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar sehingga anak autisme hidup dalam dunianya sendiri. Autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak yang gejalanya telah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun (Nattanya, 2013: 14) Sebagian besar masyarakat sangat meragukan jika anak autis setelah dewasa akan bisa memiliki masa depan cemerlang. Tapi nyatanya ada sebagian besar dari mereka yang pada akhirnya mampu berprestasi menghasilkan sesuatu yang berkarya seni tinggi, seperti lukisan-lukisan indah. Rata-rata anak autis memang sangat suka mencoret-coret dan menggambar. Vincentia Esthanya, pemilik sekolah terapi autis Biji Sesawi Semarang mengatakan kemampuan anak autis lebih menonjol pada bidang keterampilan. Banyak dari mereka yang berkat bimbingan dari keluarga serta terapis, berhasil menemukan sisi cemerlang dirinya yang selama ini terselubung oleh tindakan-tindakan autisme (Nattanya, 2013: 5) Melihat fenomena ini bannyak bermunculan sekolah-sekolah khusus untuk anak-anak yang mengalami hambatan belajar, lambat belajar, gangguan emosi, gangguan interaksi soasial, perilaku yang bermasalah, dan 2
anak-anak autis. Salah satunya adalah Laboratorium Sekolah Autisme Unversitas Negeri Malang (UM). Laboraturium Sekolah Autisme UM menggunakan perpaduan antara kurikulum TK/SD/SLB dan kurikulum autis dari luar negeri dengan biaya bulanan yang relative rendah dan terjangkau. Hingga saat ini, sekolah ini juga berhasil membimbing para lulusannya untuk melanjutkan pendidikan di SMP normal maupun SMP Inklusi dan memiliki tenaga pengajar yang sebagian besar lulusan S1. hal ini yang menyebabkan peneliti tertarik melakukan penelitian di sekolah tersebut. Ibu Ella salah satu staaf pengajar mengungkapkan bahwa sekolahsekolah khusus ini menggunakan tenaga ahli dan terlatih yang memiliki kewenangan dalam mendidik atau melakukan terapi kepada pasien yang bertujuan untuk meringankan penderitaan pasien yang biasa disebut sebagai terapis atau guru. Teknik komunikasi sangat dibutuhkan oleh guru dalam menangani anak-anak penderita autisme, teknik komunikasi yang digunakan juga berbeda-beda sesuai dengan jenis autis yang diderita si anak. Dan disinilah guru dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran anak berkebutuhan khusus membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, yang berebeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas sudah memiliki data pibadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya. 3
Ketidaklancaran komunikasi membawa akibat terhadap pesan yang diberikan guru kepada muridnya. Proses komunikasi tersebut selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan majunya ilmu pengetahuan. Dalam proses kegiatan belajar mengajar antar guru dengan siswa berkebutuhan khusus, maka diperlukan sebuah teknik komunikasi yang baik agar setiap stimuli yang diberikan bias tercerna sehingga membentuk sebuah komunikasi yang interaktif, sebab komunikasi antara siswa normal dan siswaa berkebutuhan khusus itu berbeda. Dibutuhkan kemampuan khusus seorang guru tentang bagaimana mengajar dan mendekatkan diri pada siswa autis. Guru berperan memberikan intruksi dalam upaya memberikan pengetahuan sesuai kurikulum yang ada. Kemampuan guru dalam berdialog mendorong terjadinya komunikasi yang efektif serta menumbuhkan motivasi sang anak dalam kegiatan belajar. Pemilihan teknik komunikasi oleh guru sangat menentukan kemajuan sang siswa, karena dengan strategi yang tepat para guru bisa dengan mudah mendapat perhatian anak agar dapat berkomunikasi dan melakukan proses pembelajaran dengan maksimal. Karena dalam mendidik anak autis harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, sampai si anak menunjukkan kemajuan. Meskipun mengalami masalah dalam komunikasi, namun anak autis bukanlah manusia yang tidak akan pernah bisa melakukan aktifitasaktifitas seperti manusia normal lainnya. Secara psikologi komunikasi, anak autis memang bisa dikatakan menjadi kasus yang sangat unik dibandingkan 4
dengan psikologi manusia normal pada umumnya. Bahkan bisa dikatakan mereka seperti menyimpan sebuah misteri dalam dirinya yang tidak akan pernah terungkap jika mereka tidak pernah dibimbing untuk memahami makna kehidupan terutama menyangkut komunikasi dan interaksi sosial. Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang spesifik dan terarah terkait dengan TEKNIK KOMUNIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA AUTIS (Studi pada Laboratorium Sekolah Autisme Universitas Negeri Malang) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di jabarkan oleh peneliti di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana teknik komunikasi guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa autis di Laboratorium Sekolah Autisme Universitas Negeri Malang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik komunikasi guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa autis di Laboratorium Sekolah Autisme Universitas Negeri Malang. 5
D. Manfaat Penelitian 1.D.1 Manfaat Akademik Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan berupa kajian ilmiah terhadap perkembangan pendalaman studi ilmu komunikasi, khususnya kajian komunikasi interpersonal. 1.D.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada guru tentang bagaimana teknik komunikasi yang baik dalam mendidik siswa autisme. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi kepada orang tua tentang bagaimana cara mengenali dan menangani anak autis di rumah. 6