BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004). Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas dalam rangka mendukung tercapainya pembangunan nasional adalah tercapainya Kecamatan Sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan derajat kesehatan penduduk. Dalam upaya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya di bidang kefarmasian, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif, dan bermutu merupakan sasaran yang harus dicapai oleh puskesmas. Ketidakcukupan obat-obatan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat menentukan yaitu faktor perencanaan/perhitungan perkiraan kebutuhan obat yang belum tepat, belum efektif dan kurang efisien (Anonim, 2000). Permintaan/pengadaan obat juga merupakan suatu aspek yang dalam pelaksanaanya harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan obat yang ada agar tidak terjadi suatu kelebihan atau kekurangan obat. Kelebihan obat atau kekosongan obat tertentu ini dapat terjadi karena perhitungan kebutuhan obat yang tidak akurat, agar hal-hal tersebut tidak terjadi maka pengelolaan obat di puskesmas perlu dilakukan sesuai yang ditetapkan dan diharapkan, dimana dalam pengelolaan harus memperhatikan penerimaan, penyimpanan serta pencatatan dan pelaporan yang baik. 1
Terjaminnya ketersediaan obat di pelayanan kesehatan akan menjaga citra pelayanan kesehatan itu sendiri, sehingga sangatlah penting menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat esensial, namun lebih penting lagi dalam mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien (Anonim, 2005). Hal ini dilakukan karena obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan dan merupakan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan analisis pembiayaan kesehatan (Pemerintah dan Masyarakat termasuk Swasta) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, masyarakat dan Bank Dunia selama tahun 1982/1983 dan tahun 1986/1987 menunjukkan bahwa pengeluaran khusus obat-obatan di sektor pemerintah sebesar 18% dari keseluruhan pembiayaan pelayanan kesehatan dan masyarakat mengeluarkan sebesar 40% biaya pelayanan kesehatan untuk membeli obat-obatan (Anonim, 2002). Serta menurut World Health Organization (WHO) (1996) belanja obat merupakan bagian terbesar dari anggaran kesehatan. Di beberapa negara maju biaya obat ini berkisar antara 10-15 % dari anggaran kesehatan, sementara di negara berkembang biaya ini lebih besar lagi antara 35-66%, misalnya Thailand 35%, Indonesia 39%, Cina 45% dan Mali 66%. Hal in membuktikan bahwa obat merupakan kebutuhan utama yang sangat dibutuhkan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Dampak dari penerapan Otonomi Daerah secara penuh pada 1 Januari 2001 membawa perubahan mendasar dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Demikian juga halnya di bidang pengelolaan obat. Sebelum penerapan Otonomi Daerah pengelolaan obat pada dasarnya dilakukan secara terpusat. Akan tetapi sejak tahun 2001 sejalan dengan penerapan Otonomi daerah, pengelolaan obat dilakukan secara penuh oleh Kabupaten/Kota. Mulai dari aspek perencanaan, pemilihan obat, pengadaan, pendistribusian dan pemakaian. Pengelola obat yang dibutuhkan oleh Puskesmas di Kabupaten Bandung adalah Dinas Kesehatan 2
Kabupaten Bandung melalui UPTD Obat dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten Bandung. Yang menjadi sorotan dalam penelitian ini adalah pengelolaan obat yang dilakukan oleh Puskesmas Bojongsoang, khususnya dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan obat. Puskesmas Bojongsoang merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kabupaten Bandung yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah Kecamatan Bojongsoang. Pelayanan kesehatan Puskesmas Bojongsoang adalah BP.Umum, BP.Gigi, BP.KIA/KB, TB.Paru-Paru, Konseling, Laboratorium dan Apotek (Obat). Menurut data yang diperoleh dari Buku Rekapan Kunjungan Pasien Tahunan Puskesmas Bojongsoang jumlah kunjungan pasien yang memanfaatkan jasa pelayanan Puskesmas Bojongsoang dari tahun 2007-2011 mengalami peningkatan, dan kunjungan tertinggi ialah pada tahun 2011, hal ini dapat dilihat pada TabelI.1 berikut. Tabel I.1 Jumlah Kunjungan Pasien Puskesmas Bojongsoang Tahun 2007-2011 Tahun No. Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 1 Jumlah Pasien Umum (Bayar) 24.642 26.963 11.446 12.073 15.457 2 Jumlah Pasien Askes 3.351 3.266 3.323 2.737 4.155 3 Jumlah Pasien Tidak Bayar 5.847 6.971 26.287 15.953 28.040 Jumlah 33.840 37.200 41.056 30.763 47.652 Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang telah dilakukan terhadap Bagian Obat Puskesmas Bojongsoang diketahui bahwa dalam pengelolaan obat masih dilakukan secara manual, baik dalam perhitungan stok obat serta pembuatan laporan masih menggunakan alat bantu hitung yaitu kalkulator sehingga sering menimbulkan berbagai permasalahan antara lain: 1. Bagian obat mengalami kesulitan untuk mengetahui rekapan pengeluaran obat setiap hari (pelayanan resep). Hal ini terjadi karena sumber daya manusia dalam pengelolaan obat dimiliki oleh puskesmas masih sangat terbatas. Saat ini bagian obat hanya terdiri dari dua sumber daya. Seorang staf pertama berperan sebagai petugas pelayanan di loket obat yang 3
mengurus transaksi pelayanan resep. Dan seorang staf lainnya sebagai Asisten Apoteker yang mengurus pengelolaan obat di gudang puskesmas dan sekaligus membantu tugas staf loket obat. 2. Bagian obat mengalami kesulitan dalam mengetahui stok obat yang tersisa secara real time karena untuk mengecek ketersediaan stok obat petugas harus melakukan pengecekan manual ke kartu stok obat tersebut. 3. Bagian obat membutuhkan waktu yang lama dalam pembuatan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Hal ini terjadi karena petugas harus melakukan perekapan data dari berbagai dokumen, diantaranya kartu stok dan catatan harian pengeluaran obat, dan buku penerimaan obat puskesmas. Sehingga terkadang terjadi keterlambatan penyampaian LPLPO. Dengan melihat permasalahan yang ditimbulkan maka salah satu dampak sering terjadi pada pengelolaan obat di Puskesmas Bojongsoang adalah terjadinya kelebihan dan kekosongan obat. Berdasarkan pelaporan LPLPO di Puskesmas Bojongsoang pada Bulan September 2012 terjadi kekosongan obat, yaitu Fitomenadion (Vit.K) Tablet Salut 10 mg dan Furomesida Tablet 40 mg. Dan pada Januari 2013 obat yang mengalami kekosongan adalah Chiorfeniramin Maleat (CTM) Tablet 4 mg. Melihat dampak yang ditimbulkan maka pembangunan Sistem Informasi Pengelolaan Obat sangat diperlukan seiring dengan perkembangan sistem informasi yang mengalami perubahan ke arah penggunaan aplikasi berbasis internet dan perkembangan teknologi dan kebutuhan manusia akan informasi yang cepat dan akurat. Dengan penggunaan sistem informasi ini akan membantu pekerjaan Bagian Obat Puskesmas Bojongsoang dalam proses pengelolaan obat sehingga dapat membantu bagian obat dalam melakukan pengelolaan obat dengan tertib, akurat, dan tepat waktu sehingga dapat menjamin ketersediaan obat di puskesmas. 4
I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut, maka diperlukan sebuah Sistem Informasi Pengelolaan Obat pada Puskesmas Bojongsoang. Adapun rumusan masalah adalah bagaimana membangun sistem informasi pengelolaan obat menggunakan metode iterative dan incremental dalam rangka pelaporan dan pencatatan pemakaian obat Puskesmas Bojongsoang? I.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditentukan tujuan dari pembangunan Sistem Informasi Pengelolaan Obat pada Puskesmas Bojongsoang adalah membangun sistem informasi pengelolaan obat menggunakan metode iterative dan incremental dalam rangka pelaporan dan pencatatan pemakaian obat Puskesmas Bojongsoang; I.4 Manfaat Penelitian Pembangunan sistem ini bermaksudkan untuk memberikan manfaat bagi puskesmas. Adapun manfaat yang dapat dirasakan dari pembangunan Sistem Informasi Pengelolaan Obat pada Puskesmas Bojongsoang adalah sebagai berikut: 1. proses pencarian data obat menjadi lebih mudah dan cepat; 2. proses pembuatan laporan pemakaian dan permintaan obat (LPLPO) menjadi lebih mudah; 3. proses penyampaian laporan kepada UPTD Obat dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten menjadi lebih cepat; 4. paperless. Dengan adanya sistem ini diharapkan dapat meminimalisir penggunaan kertas kerja yang dibutuhkan. I.5 Batasan Penelitian Batasan penelitian dilakukan agar penelitian lebih berfokus pada pencapaian tujuan. Adapun batasan penelitian dari pembangunan Sistem Informasi Pengelolaan Obat pada Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut: 5
1. ouput dari penelitian ini adalah Sistem Informasi Pengelolaan Obat, namun tidak sampai pada tahap implementasi; 2. sistem informasi ini hanya untuk melayani permintaan rutin sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dan untuk obat generik saja; 3. sistem informasi ini hanya berfokus pada proses pengajuan dan penerimaan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung melalui UPTD Obat dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten Bandung dan proses pelayanan resep pasien. 4. identifikasi kebutuhan obat gudang puskesmas dan loket puskesmas dilakukan oleh sumber daya manusia puskesmas dalam hal ini adalah bagian obat, sistem tidak memberikan rekomendasi terhadap obat yang akan diajukan. 5. sistem informasi ini hanya melayani distribusi obat ke loket obat puskesmas tidak untuk sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas lainnya dan puskesmas pembantu (pustu). 6