BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan salah satu bahan pokok untuk pertumbuhan. Oleh kerena itu masyarakat perlu dilindungi keselamatan dan kesehatannya terhadap produksi dan peredaran makanan yang tidak memenuhi syarat. Cara memproduksi makanan yang baik merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standart mutu atau persyaratan yang diterapkan untuk makanan. Perkembangan teknologi dewasa ini mengakibatkan perubahan dalam kebiasaan makan, yang mempunyai dampak dalam perkembangan teknik produksi dan distribusi makanan. 1) Zat aditif adalah bahan tambahan pangan yang berguna bagi pelengkap pada produk makanan dan minuman. Bahan ini umumnya diperlukan untuk menambah rasa, memberi warna, melembutkan tekstur dan mengawetkan makanan. Ada tiga macam zat aditif pada makanan yaitu, zat aditif yang boleh digunakan, zat aditif yang boleh digunakan dengan jumlah penggunaan maksimum dan zat aditif yang dilarang untuk digunakan pada pangan karena bersifat membahayakan kesehatan. Menurut Permenkes No.722/Menkes/IX/1988 salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaanya adalah pewarna. Menurut Permenkes No.239/MENKES/PER/V/85 tentang zat warna tertentu sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan, dilarang penggunaanya karena bersifat racun dan karsinogenik 2) adalah pewarna tekstil dan kertas, namun banyak ditemukan pada berbagai bahan makanan diantaranya dalam kerupuk, makanan ringan, minuman ringan, kembang gula, sirup, biskuit, cendol, manisan, ikan asap, dan terasi. 3) Menurut hasil survei Badan POM tahun 2006 terhadap berbagai sampel makanan, ditemukan terasi yang mengandung di pasaran, terutama di pasar-pasar tradisional 3). Terasi adalah suatu jenis bahan penyedap makanan yang berbentuk pasta padat dan berbau khas, yang merupakan hasil fermentasi bergaram dari udang atau ikan atau campuran keduanya, dengan atau tanpa bahan tambahan lain yang diijinkan. 4)
Terasi tidak hanya digunakan sebagai sambal, tetapi terasi juga menjadi bahan penyedap berbagai jenis masakan, dari nasi goreng sampai sayur asam. Sebagai penyedap masakan, terasi merupakan warisan yang secara turun-temurun diproduksi masyarakat nelayan di Indonesia. Saat ini, terasi masih diproduksi secara tradisional. Daerah yang terkenal sebagai penghasil terasi adalah Bagansiapi-api. Namun ternyata beberapa kota di Pulau Jawa dikenal pula sebagai sentra industri rumah tangga terasi, seperti Sidoarjo, Indramayu, Cirebon, Pati serta Rembang. Terasi yang bermutu baik teksturnya tidak terlalu keras, juga tidak terlalu lembek, dengan kandungan protein 15-20 %, warna asli seperti tanah yakni coklat kehitam-hitaman. 5) Bagi sebagian masyarakat di Indonesia, menu makanan yang lengkap dengan sambal terasinya. Sambal agar lebih memikat, terasinya diberi pewarna, karena ada anggapan makin merah warna terasi makin tertarik calon pembeli. Sayangnya banyak produsen yang menggunakan sebagai pewarna, karena harganya relatif murah dan warnanya mencolok. 6) Zat warna sangat berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika dikonsumsi jangka panjang, bisa memicu kanker jika dikonsumsi tahunan, karena bukan pewarna untuk makanan, karena tidak bisa larut dicerna oleh tubuh, meskipun kadar dalam terasi sangat kecil, lambat laun akan terjadi penumpukan dalam tubuh manusia. Penggunaan dalam terasi disebabkan oleh ketidakpahaman produsen terhadap bahaya zat pewarna tersebut. Padahal, sebenarnya cita rasa bahan makanan itu tidak akan berubah tanpa zat pewarna itu. Banyak produsen memakai Rhodamine B karena harganya murah dan warnanya mencolok. Terasi yang mengandung zat pewarna berbahaya itu bisa dikenali melalui tampilan fisiknya yang berwarna merah mencolok dan berpendar. 6) Terasi yang beredar di kota Probolinggo sebagian besar adalah terasi udang, berwarna merah dan coklat, berwujud padat. Hasil uji laboratorium terhadap 10 sampel terasi menunjukkan 100% terasi mengandung bahan tambahan berbahaya yaitu dan 40% mengandung formalin. Dari terasi yang telah diketahui mengandung, sebagian besar (90%) berwarna merah. Agar dilakukan penyebarluasan informasi tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang aman terutama pewarna dan pengawet pada terasi untuk meningkatkan pengetahuan,
kepedulian serta tanggung jawab produsen, distributor dan konsumen, serta peningkatan pengawasan yang berkelanjutan terhadap keamanan pewarna dan pengawet terasi yang beredar. 7) Berdasarkan hasil yang sudah diuji Balai Besar POM Semarang tahun 2008 dari 33 sampel terasi yang dibeli dari penjual di Jawa Tengah baik yang di swalayan maupun pasar tradisional menunjukan sebanyak 18 terasi positif mengandung. Tujuh ( 21,2%) sampel terasi diproduksi di daerah Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, antara lain : terasi udang jaring mas, terasi udang no.1 cap ikan duyung, terasi jaya, terasi udang cap ikan lumba-lumba, terasi cap kuda laut, terasi udang laut mas. 8) Sebenarnya pewarna khusus makanan sudah ada, tetapi jauh lebih mahal dibanding pewarna. Pewarna makanan satu kilo gram seharga 90.000 rupiah sedangkan satu kilo gram 70.000 rupiah. Takaran pemakaian jauh lebih hemat dibanding pewarna khusus makanan dengan perbandingan 4:1. 9) Data Balai Besar POM yang menunjukkan perilaku produsen dalam mengunakan bahan tambahan pangan yang dilarang yaitu dengan alasan mencari keuntungan yang besar, kurangnya pengetahuan tentang bahan tambahan pangan yang dilarang, sikap dari produsen yang tidak mendukung program pemerintah tentang makanan yang sehat. Berdasar penemuan diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang terasi yang diproduksi oleh produsen terasi di desa Bonang, Kec.Lasem Kabupaten Rembang. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu : 1. Bagaimana penggunaan zat warna pada terasi? 2. Berapa persen produsen terasi yang menambahkan zat warna pada terasi yang diproduksinya?
C. TUJAN PENELITIAN 1. Tujuan umum. Mengetahui penggunaan zat warna pada terasi berdasarkan pengetahuan dan sikap produsen terasi di desa Bonang Kec.Lasem Kabupaten Rembang 2. Tujuan Khusus. a. Mendeskripsikan karakteristik responden ( umur, jenis kelamin, pendidikan ) b. Mengidentifikasikan penggunaan zat warna pada terasi yang diproduksi produsen c. Mendeskripsikan pengetahuan produsen terasi tentang zat warna RhodaminB d. Mendekripsikan sikap produsen terasi tentang zat warna e. Menganalisis hubungan pengetahuan produsen terasi terhadap penggunaan zat warna dalam terasi yang diproduksi. f. Menganalisis hubungan sikap produsen terasi terhadap penggunaan zat warna dalam terasi yang diprouksi. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Produsen a. Memberi informasi bahwa zat warna bukan merupakan bahan tambahan pangan. b. Memberi informasi tentang bahan tambahan pangan yang diijinkan dan dilarang penggunaanya dalam pangan. 2. Bagi Masyarakat. a. Memberi informasi bahwa makanan yang memakai zat warna berbahaya bila dikonsumsi. b. Masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang dikonsumsi. E. BIDANG ILMU Merupakan Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya dibidang Keamanan Pangan
F. KEASLIAN PENELITIAN (ORIGINAL) Tabel 1.1 Keaslian penelitian n o Peneliti (th) Judul Desain studi 1 Sri Hubungan Cross Sugiyatmi pengetahuan dan Sectional (2006) sikap produsen kerupuk terhadap penggunaan zat pewarna Variabel Bebas dan terikat -Pengetahuan produsen tentang -Sikap produsen terhadap -Penggunaan pada kerupuk. Hasil Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan, sikap produsen dengan penggunaan zat pewarna 2. Indri Lestari (2006) Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap produsen dengan.derajad keberadaan boraks dalam kerupuk didesa sijeruk Cross Sectional -Pengetahuan produsen kerupuk tentang Boraks -Sikap produsen.kerupu k tentang Boraks -Derajad keberadaan boraks dalam kerupuk - Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan produsen dengan derajad keberadaan boraks dengan ( P value 0,025 ) - Tidak.ada hubungan yg bermakna antara sikap produsen dg keberadaan boraks pada kerupuk di desa Sijeruk.(p value 0,171)
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sri Sugiyatmi adalah penelitian yang terdahulu menggunakan studi cross sectional, meneliti tentang penggunaan pada kerupuk di kota Demak, sedangkan penelitian Indri Lestari meneliti keberadaan boraks dalam kerupuk. Penelitian yang sekarang adalah tentang penggunaan pada terasi dan penelitian dilakukan di desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.