BAB I PENDAHULUAN. mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penentuan mutu, keamanan, dan daya tarik bahan pangan umumnya bergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang juga sangat menentukan, dan dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Zat pewarna yang digunakan pada pangan sudah dikenal sejak dahulu seperti daun pandan, daun suji dan kunyit (Cahyadi, 2009). Penambahan zat pewarna pada makanan dan minuman jajanan mempunyai pengaruh besar terhadap daya tarik konsumen (Butarbutar, 2007). Oleh karena itu, warna dapat berpengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. Makanan yang diwarnai dengan zat pewarna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral memiliki zat warna tidak stabil oleh panas dan cahaya serta harganya mahal (Azizahwati, et al., 2007). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kini ditemukan zat pewarna sintetis, yang penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai Bahan Tambahan Pangan (BTP). Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna, seperti zat pewarna tekstil digunakan untuk mewarnai pangan. Hal tersebut didukung dengan penggunaan zat 1

2 2 pewarna tekstil yang dapat menghasilkan warna lebih menarik (Cahyadi, 2009). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mudjajanto dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menemukan zat pewarna Rhodamin B pada produk makanan industri rumah tangga (Wirasto, 2008). Dilihat dari penelitian yang dilakukan pada enam pasar di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta, ditemukan 15 sampel yang mengandung Rhodamin B (Utami & Suhendi, 2009). Hasil penelitian di Jakarta dan Ciputat terdapat 1 sampel positif mengandung Rhodamin B (Sumarlin, 2010). Penelitian yang dilakukan pada pedagang jajanan kue yang beredar di empat pasar di Kota Manado ditemukan juga positif mengandung Rhodamin B (Yamlean, 2011). Penelitian serupa di Kota Manado pada empat pasar ditemukan 1 sampel positif mengandung Rhodamin B (Dawile, Sherly, et al., 2013). Penelitian lainnya pada jajanan yang dipasarkan di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung ditemukan juga jajanan yang mengandung Rhodamin B sebanyak 15 sampel (Permatasari, et al., 2014). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di beberapa wilayah Indonesia tersebut, adapun jenis sampel yang positif mengandung Rhodamin B meliputi kerupuk pati, kue bolu kukus, sirup, cendol, manisan, sosis, minuman ringan, ikan asap dan kue-kue lainnya, kelanting, agar-agar, kembang gula/permen, dan mutiara (sering menjadi campuran es) (Wirasto, 2008; Sumarlin, 2010; Yamlean, 2011; Permatasari, et al., 2014). Selain itu, ditemukan juga sampel jajanan yang mengandung Rhodamin B di Sekolah Dasar Kencana Jakarta Pusat sebanyak 2 sampel (Akbari, 2012). Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar tahun 2013, juga melakukan pengujian pada sampel pangan jajanan anak sekolah terdapat 1 sampel

3 3 yang mengandung Rhodamin B. BBPOM di Denpasar juga melakukan pengujian pada jajanan buka puasa dan ditemukan sebanyak 4 sampel yang menggunakan pewarna dilarang yakni Rhodamin B. Dari pemaparan beberapa penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa masih banyak ditemukannya penyalahgunaan pewarna tekstil pada pangan seperti Rhodamin B di masyarakat. Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan berwarna merah terang berfluoresensi. Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas, wol, dan sutra (Djarismawati, et al., 2004). Dampak penggunaan Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Dalam konsentrasi tinggi Rhodamin B dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Konsumsi Rhodamin B yang cukup besar dan berulang-ulang akan menyebabkan iritasi pada saluran penapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi pada pencernaan, keracunan, gangguan fungsi hati dan kanker hati (Wirasto, 2008). Uji toksisitas zat warna Rhodamin B terhadap hewan menunjukkan terjadinya perubahan bentuk dan organisasi sel dalam jaringan hati dari normal ke patologis (Djarismawati, et al., 2004). Sebagian besar sampel yang positif mengandung Rhodamin B dari beberapa penelitian terdahulu menunjukkan lebih dominan pada pangan jajanan khususnya pangan jajanan tradisional. Pangan jajanan tradisional merupakan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat menurut golongan etnik dan wilayah spesifik, diolah dari resep yang dikenal masyarakat secara turun temurun. Bahan yang digunakan berasal dari daerah setempat. Makanan atau minuman yang dihasilkan juga sesuai dengan selera masyarakat setempat (Haslina, 2004). Provinsi Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal dengan keindahan alam dan keunikan budaya

4 4 serta kuliner khas daerah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan baik domestik maupun internasional (Adhi, Tresna 2014). Kuliner khas daerah Bali termasuk dalam pangan jajanan tradisional yang banyak dijumpai di pasar tradisional, dimana penjual dapat dengan bebas dan mudah menjual produk olahannya. Peluang peredaran pangan yang mengandung bahan berbahaya di pasar tradisional lebih tinggi karena sulitnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak pengelola pasar untuk mengawasi banyaknya pedagang terutama pedagang pangan jajanan tradisional. Semakin meningkatnya peredaran pangan yang mengandung bahan berbahaya dapat berdampak pada perkembangan pariwisata, khususnya di Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali. Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengawasi peredaran pangan yang mengandung bahan berbahaya di Provinsi Bali salah satunya dapat dilihat dari program yang telah dilakukan BBPOM di Denpasar, dengan memiliki empat pasar contoh sebagai Pasar Aman dari Bahan Berbahaya yang diintervensi tahun 2013 dan 2014 yaitu Pasar Intaran, Sindhu, Agung, dan Pasar Umum Gianyar (BBPOM Denpasar, 2013). Meskipun demikian, pada kenyataannya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tresna Adhi tahun 2014 di Pasar Sindhu, Desa Sanur, Bali, ditemukan 2 dari 19 sampel yang diuji positif mengandung Rhodamin B. Melihat keadaan tersebut, tingkat kewaspadaan masyarakat untuk membeli produk khususnya pangan jajanan tradisional di pasar tradisional cenderung meningkat. Kota Denpasar banyak memiliki pasar tradisional yang cukup besar salah satunya adalah Pasar Badung, Kumbasari, Sanglah, Kreneng, dan Satrya. Dimana pasar tersebut tersebar di empat wilayah Kota Denpasar yaitu Denpasar Utara, Timur, Barat dan Selatan. Selain itu, pasar tersebut berada di pusat kota yang memiliki mobilitas penduduk yang cukup

5 5 tinggi. Kelima pasar tersebut sering menjadi pusat perbelanjaaan bagi pedagangpedagang menengah maupun kecil, sehingga peredaran makanan atau minuman mengandung pewarna sintetis menjadi lebih luas. Disamping itu, masyarakat Bali sebagian besar merupakan umat Hindu yang memiliki beragam upacara agama dan banyak memerlukan pangan jajanan tradisional untuk mendukung upacara agama tersebut sehingga lebih memilih pangan jajanan tradisional yang harganya lebih murah. Pangan jajanan tradisional tersebut cenderung tidak dikonsumsi dan hanya digunakan sebagai sarana upacara. Sehingga pedagang maupun produsen pangan jajanan tradisional tersebut banyak yang menggunakan pewarna sintetis untuk mewarnai produknya, didukung dengan warna yang lebih menarik dan dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat menjual produk tersebut dengan harga yang relatif murah. Oleh karena itu, penting dilakukan identifikasi pewarna sintetis pada pangan jajanan tradisional di Pasar Tradisional Kota Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dapat diangkat pada penelitian ini adalah apakah terdapat pangan jajanan tradisional yang mengandung pewarna sintetis pada pasar tradisional di Kota Denpasar? 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, dengan demikian beberapa permasalahan yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimanakah karakteristik pedagang pangan jajanan tradisional?

6 6 2. Apakah pangan jajanan tradisional yang dijual mengandung pewarna sintetis di pasar tradisional? 3. Bagaimanakah jenis pangan jajanan tradisional yang mengandung pewarna sintetis? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi pewarna sintetis pada pangan jajanan tradisional di pasar tradisional Kota Denpasar Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik pedagang pangan jajanan tradisional di pasar tradisional 2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pangan jajanan tradisional yang mengandung pewarna sintetis di pasar tradisional 3. Untuk mengetahui jenis pangan jajanan tradisional yang mengandung pewarna sintetis 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi pangan jajanan tradisional yang mengandung pewarna sintetis agar dapat meningkatkan keamanan pangan di masyarakat. Disamping itu, penelitian ini

7 7 diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian terkait dengan keamanan pangan di masyarakat Manfaat Praktis 1. Membantu masyarakat khususnya masyarakat Kota Denpasar untuk mengurangi kontaminasi bahan pewarna sintetis pada pangan jajanan tradisional guna mewujudkan keamanan pangan di masyarakat. 2. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai pangan jajanan tradisional yang mengandung pewarna sintetis yang beredar di pasar tradisional di Kota Denpasar. 3. Hasil penelitian ini salah satu upaya nyata dalam mendukung pemerintah mewujudkan keamanan pangan di masyarakat khususnya Kota Denpasar. 4. Peneliti dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan dan menyesuaikan dengan keadaan di lapangan serta dapat mengasah kemampuan dalam bersosialisasi dengan masyarakat selama melakukan penelitian di lapangan. 1.6 Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah bidang gizi kesehatan masyarakat tentang keamanan pangan di masyarakat khususnya di Kota Denpasar.