PENGGUNAAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA TERASI BERDASARKAN PENGETAHUAN & SIKAP PRODUSEN TERASI DI DESA BONANG KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG
|
|
- Hadi Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Penggunaan Zat Warna Pada Terasi PENGGUNAAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA TERASI BERDASARKAN PENGETAHUAN & SIKAP PRODUSEN TERASI DI DESA BONANG KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG Rahayu Astuti 1, Wulandari Meikawati 2, Siti Sumarginingsih 3 1,2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang 3 Balai Besar POM Semarang tutiaifa3@gmailcom ABSTRACT Background: is colour substances who may not to add to food, based on PERMENKES No 239/MENKES/PER/V/85, it is dangerous for health because it`s carsinogenic and poisonous substance Purpose: This research aim to measure and analyze on terasi based on the terasi producer`s knowledge and attitude in Bonang Village, Lasem District, Rembang Regency Methods: This is Explanatory Research, the method that used to survey with the 30 sample Responden is producer s terasi Terasi samples tested in laboratorium of Balai Besar POM Semarang The statistical test used Chi Square Test or Fisher Exact Test Results: Most of the terasi samples (70%) contains Responden s knowledge about the most classified moderate is 13 person (43,3%) The most of terasi s producent (63,3%) don t know about dangerous colour substances, 63,3% responden claim that is food colour and they used to colouring the terasi They argumented adding to terasi in order to terasi s colour more attractive But most of responden (60%) have attitude was support, this means that most of producent have positive attitude (support) this means that responden not agree with using to terasi, although in practice adding it to terasi Conclusions: There is a significant association between the level of producer s knowledge with the used of on terasi (p-value 0,0031) and there is a significant association too between the producer s attitude with the used of on terasi (p-value 0,049) in Bonang Village, Lasem District, Rembang Regency Keywords: Knowledge, Attitude,, Terasi ABSTRAK Latar belakang: adalah zat warna yang tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan menurut PERMENKES No 239/MEN KES/PER/V/85 merupakan bahan berbahaya bagi kesehatan karena bersifat racun dan karsinogenik Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis pada terasi berdasarkan pada pengetahuan dan sikap produsen di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupeten Rembang Metode: Penelitian ini merupakan Explanatory Research, metode yang digunakan adalah survey menggunakan 30 sampel Responden adalah produsen terasi Sampel terasi diuji di laboratorium Balai Besar POM Semarang Uji satatistik yang digunakan adalah Uji Chi Square Test atau Fisher Exact Hasil: Sebagian besar sampel terasi (70%) mengandung Pengetahuan responden tentang sebagian besar dikategorikan sedang sebanyak 13 orang (43,3%) Sebagian besar produsen terasi (63,3%) tidak mengetahui tentang zat warna yang berbahaya, 63,3% responden juga mengatakan adalah pewarna untuk makanan dan mereka menggunakannya untuk pewarna dalam terasi Mereka beralasan menambahkan ke terasi agar warrna terasi lebih menarik Namun sebagian besar responden (60%) bersikap mendukung, hal ini menununjukkan bahwa sebagian besar produsen terasi bersikap positif (mendukung) artinya tidak setuju akan pemakaian 21
2 Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati J Kesehat Masy Indones sebagai pewarna dalam terasi, walaupun dalam prakteknya menambahkannya ke dalam terasi Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan produsen dengan penggunaan zat warna (p-value=0,0031) dan ada hubungan signifikan antara sikap produsen dengan penggunaan zat warna pada terasi (p-value=0,049) di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang Kata kunci: Pengetahuan, Sikap,, Terasi PENDAHULUAN adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri tekstil Zat ini sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik di berbagai negara Pangan yang ditemukan mengandung diantaranya kerupuk (58%), terasi (51%), dan makanan ringan (42%) Zat ini juga banyak ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap dan cendol sering digunakan sebagai zat pewarna pada kertas dan tekstil, zat ini paling berbahaya bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan pada fungsi hati, bahkan kanker hati Bila mengonsumsi makanan yang mengandung, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah Dampaknya baru akan kelihatan setelah puluhan tahun kemudian Zat ini tidak layak untuk dikonsumsi, jika sudah masuk dalam tubuh, maka akan mengendap pada jaringan hati dan lemak, tidak dapat dikeluarkan, dalam jangka waktu lama bisa bersifat karsinogenik 1 Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No722/MenKes/Per/IX/88, merupakan salah satu bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan 2 Dari hasil penelitian yang dilakukan Balai Besar POM Yogyakarta, Semarang, maupun Medan, menunjukkan setengah dari contoh produk pangan mengandung bahan tambahan pangan terlarang Zat tambahan berbahaya yang paling sering ditambahkan produsen adalah zat pewarna dan methanyl yellow 3 Laporan tahunan Balai Besar POM Semarang tahun 2008 dari 33 sampel terasi yang dibeli dari penjual di Jawa Tengah baik yang di swalayan maupun pasar tradisional menunjukan sebanyak 18 (55%) terasi positif mengandung 4 Sedangkan terasi yang beredar di kota Probolinggo sebagian besar adalah terasi udang, berwarna merah dan coklat, berwujud padat Hasil uji laboratorium terhadap 10 sampel terasi menunjukkan 100% terasi mengandung bahan tambahan berbahaya yaitu dan 40% mengandung formalin Dari terasi yang telah diketahui mengandung, sebagian besar (90%) berwarna merah Agar dilakukan penyebarluasan informasi tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang aman terutama pewarna dan pengawet pada terasi untuk meningkatkan pengetahuan, kepedulian serta tanggung jawab produsen, distributor dan konsumen, serta peningkatan pengawasan yang berkelanjutan terhadap keamanan pewarna dan pengawet terasi yang beredar 5 Dari data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak di perbolehkan () masih dilakukan sehingga 22
3 Penggunaan Zat Warna Pada Terasi dipandang perlu untuk mengadakan penelitian lebih lanjut Penelitian dilakukan pada produsen terasi di Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang Masalah yang akan diteliti adalah tentang penggunaan zat warna pada terasi yang dihubungkan dengan pengetahuan dan sikap produsen terasi Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan hubungan antara pengetahuan dan sikap produsen terasi dengan keberadaan dalam terasi yang diproduksinya di Bonang Lasem Rembang METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian Explanatory Research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis, dengan metode survei dan teknik pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner yang dilengkapi dengan uji laboratorium, dengan pendekatan belah lintang (Cross Sectional) dimana variabel bebas dan variabel terikat yang diteliti diambil dan diukur pada waktu yang bersamaan dan diobservasi sekali saja 6 Sebagai populasi dalam penelitian ini produsen terasi di desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang yang berjumlah 30 orang sedangkan Sampel diambil seluruhnya dari anggota populasi (sampling jenuh) sebanyak 30 orang Sampel terasi yang diuji di laboratorium sebanyak 30 untuk mengetahui penggunaan zat warna pada terasi yang diproduksi oleh masingmasing produsen terasi Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap produsen terasi, sedangkan variabel terikatnya adalah penggunaan zat warna pada terasi Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square HASIL DAN PEMBAHASAN : Analisis Univariat Karakteristik Produsen terasi Pada Tabel 1, 2 dan 3, dapat diketahui gambaran mengenai jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan responden yang merupakan sampel dari penelitian ini Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Jumlah Persentase (%) Kelamin Laki laki 8 26,7 Perempuan 22 73,3 23
4 Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati J Kesehat Masy Indones Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur Umur Jumlah Persentase (%) , , , ,3 Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) Tidak Tamat SD 2 6,7 Tamat SD 13 43,3 Tamat SMP 11 36,7 Tamat SMA 3 10,0 Tamat Sarjana 1 3,3 Sebagian besar responden adalah perempuan sebanyak 22 orang (73,3%) Usia responden persentase terbesar antara tahun yaitu sebanyak 11 orang (36,7%) yang masih tergolong usia produktif Dilihat dari pendidikannya, persentase terbanyak responden berpendidikan tamat SD sebanyak 13 orang (43,3%) Pengetahuan responden tentang Tingkat pengetahuan produsen didasarkan pada pengetahuan mereka tentang sejauh mana pengertian mereka tentang zat warna, apakah kegunaan dari zat warna dan bagaimana dampak dari penggunaan zat warna tersebut Tingkat pengetahuan produsen dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan tentang Pengetahuan Jumlah Persentase (%) Baik 7 23,3 Cukup 13 43,3 Kurang 10 33,3 Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang persentase terbanyak dalam kategori cukup yaitu sebanyak 13 orang (43,3%) 24
5 Penggunaan Zat Warna Pada Terasi Sebagian besar produsen terasi (63,3%) tidak mengetahui tentang zat warna yang berbahaya, 63,3% responden juga mengatakan adalah pewarna untuk makanan dan mereka menggunakannya untuk pewarna dalam terasi Mereka menambahkannya dengan alasan agar warna terasi lebih menarik, hal ini dinyatakan oleh 70% responden Mereka juga tidak mengetahui bahaya menambahkan dalam makanan Terasi yang bermutu baik teksturnya tidak terlalu keras, juga tidak terlalu lembek, dengan kandungan protein %, warna asli seperti tanah yakni coklat kehitam-hitaman Sikap responden tentang Sikap dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap positif (mendukung) dan sikap negatif (tidak mendukung) Penilaian sikap dalam penelitian ini didasarkan pada bagaimana tanggapan produsen terasi terhadap penggunaan zat pewarna pada terasi yang diproduksinya dan dapat dilihat pada Tabel5 Tabel 5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap tentang Rhodamin B Sikap tentang Rhodamin Jumlah Persentase (%) Mendukung 18 60,0 (positif) Tidak mendukung 12 40,0 (negatif) Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden bersikap mendukung yaitu sebesar 18 orang (60%), sisanya bersikap tidak mendukung Hal ini mununjukkan bahwa sebagian besar produsen terasi bersikap positif (mendukung) artinya tidak setuju akan pemakaian sebagai pewarna dalam terasi dan sikap tidak mendukung berarti setuju terhadap penggunaan ditambahkan pada terasi Identifikasi zat warna pada terasi Hasil Uji Laboratorium sampel terasi Terasi hasil produksi responden diuji di laboratorium untuk mengetahui ada atau tidak ada zat warna dan dilakukan uji kualitatif Adapun hasil uji laboratorium seperti pada Tabel
6 Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati J Kesehat Masy Indones Tabel 6 Distribusi frekuensi penggunaan zat pewarna Zat Pewarna Jumlah % Ada 21 70,0 (positif) Tidak ada 9 30,0 (negatif) Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar (70%) terasi yang diperiksa mengandung Zat warna sangat berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika dikonsumsi jangka panjang, bisa memicu kanker jika dikonsumsi tahunan, karena bukan pewarna untuk makanan, karena tidak bisa larut dicerna oleh tubuh, meskipun kadar dalam terasi sangat kecil, lambat laun akan terjadi penumpukan dalam tubuh manusia Penggunaan dalam terasi disebabkan oleh ketidakpahaman produsen terhadap bahaya zat pewarna tersebut Padahal, sebenarnya cita rasa bahan makanan itu tidak akan berubah tanpa zat pewarna itu Banyak produsen memakai Rhodamine B karena harganya murah dan warnanya mencolok Terasi yang mengandung zat pewarna berbahaya itu bisa dikenali melalui tampilan fisiknya yang berwarna merah mencolok dan berpendar Analisis Bivariat Hubungan Pengetahuan Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna pada Terasi Hasil penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan produsen terasi dengan penggunaan zat pewarna dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7 Tabulasi Silang Hubungan Antara Pengetahuan Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna pada Terasi Pengetahuan Hasil Uji Kualitatif Jumlah Ada Tidak ada Baik 4 (57,1%) 3 (42,9%) 7 Cukup 7 (53,8%) 6 (46,2%) 13 Kurang 10 0 (0%) 10 Jumlah 21 (70,0%) 9 (30,0%) 30 Pada Tabel 7 menunjukkan sebagian besar responden yang berpengetahuan baik namun ternyata (57,1 %) masih menggunakan 26
7 Penggunaan Zat Warna Pada Terasi dalam terasi yang diproduksinya, demikian pula responden dengan pengetahuan cukup, sebanyak 53,8% menggunakan dalam terasi yang diproduksinya Dari 10 responden yang pengetahuannya kurang, seluruhnya menggunakan dalam terasi yang diproduksinya Hasil analisis Fisher Exact Test menunjukkan p value 0,031 (lebih kecil dari α, 0,05) Hal ini dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden tentang dengan penggunaan zat pewarna pada terasi yang diproduksinya Terlihat responden yang kurangnya pengetahuan tentang, seluruhnya menambahkan dalam terasi yang diproduksinya Menurut Notoatmodjo, , faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai dorongan awal bagi seseorang dalam berperilaku Sedangkan menurut kerangka kerja Precede dari Green, pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu Pada umumnya orang yang berperilaku baik sudah mempunyai pengetahuan yang baik pula Sebaliknya perilaku yang kurang pada seseorang didasari oleh pengetahuan yang kurang Dalam penelitian ini perilaku produsen terasi ditentukan oleh pengetahuaannya Produsen yang mempunyai pengetahuan baik tentang larangan penggunaan serta bahayanya cenderung tidak menggunakan zat warna dalam terasi yang diproduksinya Demikian pula produsen yang mempunyai pengetahuan cukup cenderung untuk tidak menggunakan zat warna dalam terasi yang diproduksinya Sebaliknya produsen yang mempunyai pengetahuan kurang tentang akan menggunakan zat warna dalam terasi yang diproduksinya Hubungan Sikap Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna pada Terasi Hubungan sikap produsen dengan penggunaan dalam terasi yang diproduksinya dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8 Tabulasi Silang Hubungan Antara Sikap Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna pada Terasi Sikap Hasil Uji Kualitatif Jumlah Ada Tidak ada Mendukung 10 (55,6%) 8 (44,4%) 18 (100%) Tidak mendukung 11 (91,7%) 1 (8,3%) 12 (100%) Jumlah 21 (70,0%) 9 (30,0%) 30 Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 18 orang yang bersikap positif (mendukung) terdapat 10 orang (55,6%) menggunakan zat pewarna 27
8 Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati J Kesehat Masy Indones dalam terasi yang diproduksinya dan 8 orang (44,4 %) tidak menggunakan zat pewarna Responden yang bersikap negatif (tidak mendukung) hampir seluruhnya menggunakan zat pewarna yaitu 11 orang (91,7%) dan hanya 1 orang (8,3%) yang tidak menggunakan zat pewarna dalam terasi yang diproduksinya Berdasarkan pengujian Fisher Exact Test diperoleh nilai p value sebesar 0,049 (lebih kecil dari 0,05) Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap produsen dengan penggunaan zat pewarna pada terasi yang diproduksinya Sikap produsen yang tidak mendukung diantaranya dengan mempertimbangkan harga yang relatif lebih murah dibanding zat warna alami sehingga lebih menguntungkan Selain itu pewarna lebih tahan lama dibanding zat warna alami sehingga lebih menarik bagi pembeli Pada umumnya sikap menentukan perilaku, tetapi kadang-kadang antara sikap dan perilaku tidak konsisten, artinya sikap tidak setuju tetapi melakukan tindakan juga Demikian juga pada penelitian ini, meskipun 60% (18 orang) produsen memiliki sikap mendukung, tetapi terdapat 55,6% (10 orang) menggunakan zat pewarna dalam terasi yang diproduksinya Sikap dan perilaku yang tidak konsisten ini, kemungkinan disebabkan oleh rendahnya pengetahuan produsen tentang pewarna yang diperbolehkan maupun yang dilarang Dengan kata lain, produsen memiliki kemauan untuk menggunakan zat warna yang tidak berbahaya bagi kesehatan (zat warna yang diperbolehkan) akan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membedakan zat warna yang dilarang dan yang diperbolehkan, maka pengetahuan produsen perlu ditingkatkan Peningkatan ini dapat dilakukan dengan peran aktif produsen untuk mengikuti acara-acara atau pertemuan yang berkaitan dengan pangan atau pertemuan yang berkaitan dengan peran atau melalui peran aktif pemerintah melalui penyuluhan kepada produsen secara perseorangan maupun secara bersama-sama Faktor lain yang kemungkinan berpengaruh adalah ketersediaan zat warna di toko-toko terdekat dan dalam kemasan-kemasan terkecil sekalipun Dalam hal ini penjual bahan kimia termasuk dalam prioritas utama Penjual zat warna dalam hal ini sebagai orang yang dianggap lebih mengetahui oleh produsen terasi, juga perlu mendapatkan informasi yang benar mengenai zat warna yang diperbolehkan untuk pangan, dengan ini penjual berkewajiban memberikan informasi yang sebenarnya mengenai zat warna sesuai dengan yang akan dipakai Pengetahuan dan sikap bukan satu satunya faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang Belum tentu mereka yang berpengetahuan dan bersikap baik dapat dipastikan tidak menggunakan zat warna karena terbukti bahwa dalam penelitian ini mereka yang berpengetahuan baik dan bersikap positif (mendukung) masih menggunakan zat warna Dari hasil wawancara peneliti dengan responden diketahui bahwa sebenarnya responden memiliki kemauan untuk menggunakan zat warna yang diperbolehkan untuk makanan, tetapi karena harganya lebih mahal sehingga responden merasa keberatan dan zat warna untuk makanan warnanya tidak menarik/mudah memudar sehingga konsumen tidak menyukainya, meskipun demikian mereka berkeinginan untuk menggunakannya dengan syarat bahwa hal ini harus dilakukan oleh semua 28
9 Penggunaan Zat Warna Pada Terasi produsen terasi di desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, sehingga kemungkinan konsumen tetap mau untuk membeli terasi tersebut Hal ini juga didukung oleh Dinas Kesehatan setempat untuk menyediakan zat warna yang diperbolehkan untuk makanan sehingga produsen diharapkan tidak menggunakan zat warna yang dilarang untuk makanan KESIMPULAN Sebagian besar (70%) terasi yang diteliti mengandung Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan produsen dengan penggunaan zat pewarna pada terasi yang diproduksinya dan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap produsen dengan penggunaan zat pewarna pada terasi yang diproduksinya Saran bagi Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) melalui Dinas Kesehatan Kota (DKK) setempat hendaknya lebih memperhatikan produsen terasi yaitu dengan melakukan pembinaan dan pengawasan sehingga diharapkan produsen terasi tidak menggunakan zat pewarna yang dilarang untuk bahan pangan Selanjutnya Balai POM melalui DKK setempat bisa memberikan sangsi tegas supaya produsen tidak meremehkan, dapat melakukan pengawasan dengan pengambilan sampel dan memberikan peringatan baik berupa teguran lisan maupun teguran tertulis terhadap produsen yang masih menggunakan zat warna yang dilarang DAFTAR PUSTAKA 1 Food Watch Sistem Keamanan Terpadu 2004 Bahan Tambahan Ilegal Boraks, Formalin dan Food Watch Jakarta 2 Peraturan Menteri Kesehatan No722/MENKES/PER/IX/88 dalam Wisnu Cahyadi, 2008, Analis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan, Bumi Aksara 3 Departemen Kesehatan RI 2006 Bahaya Penggunaan sebagai Pewarna Makanan Diakses tanggal 29 Januari Balai Besar POM Semarang 2008 Laporan Hasil Pengujian Deputi III Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Semarang 5 Laraswati,Y 2006 Keamanan Terasi ditinjau dari Penggunaan Bahan Tambahan Pewarna dan Pengawet Sintetis: 6 Notoatmodjo, S 2002 Metodologi Penelitian Kesehatan PT Rineka Cipta Jakarta 7 Mutia SN 2009 Sehatkan Jajanan di Sekolah? Jurnal Tekhnologi Pangan dan Gizi Universitas Djuanda Bogor, 16 March Notoatmojo, S 2003 Pendidikan Dan Perilaku KesehatanPTRineka Cipta Jakarta 29
BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rhodamine B adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri tekstil. Zat ini sering disalah gunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik di berbagai negara.
Lebih terperincibalado yang beredar di Bukittinggi, dalam Majalah Kedokteran Andalas, (vol.32, No.1, Januari-juni/2008), hlm. 72.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor, diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan Guru Sekolah Dasar terhadap
Lebih terperinciPENGGUNAAN NATRIUM SIKLAMAT PADA ES LILIN BERDASARKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRODUSEN DI KELURAHAN SRONDOL WETAN DAN PEDALANGAN KOTA SEMARANG
PENGGUNAAN NATRIUM SIKLAMAT PADA ES LILIN BERDASARKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRODUSEN DI KELURAHAN SRONDOL WETAN DAN PEDALANGAN KOTA SEMARANG (Natrium Cyclamate on the Ice Candle Based on the Producer s
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PRODUSEN DENGAN PENGGUNAAN FORMALIN PADA BAKSO SAPI KILOAN YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN KOTA PONTIANAK
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PRODUSEN DENGAN PENGGUNAAN FORMALIN PADA BAKSO SAPI KILOAN YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN KOTA PONTIANAK Rama Aristiyo,, Nurul Amaliyah dan Salbiah Jurusan Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pewarna sintesis yang digunakan dalam makanan adalah aman. bahan yang diwarnai berwarna merah. Penyalahgunaan Rhodamine B pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan kimia tak lagi menjadi bahan asing yang beredar di masyarakat luas dalam bentuk bahan kimia mentah ataupun dalam bentuk obat-obatan. Zat pewarna makanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan, pendengaran, sentuhan, perasa dan pembau. Dunia visual menggunakan indra penglihatan yang biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya
Lebih terperinciKuesioner Penelitian
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN MEDAN DELITAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan bahan dasar makanan harus mengandung zat gizi untuk memenuhi fungsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif pada makanan semakin meningkat, terutama setelah adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang undang kesehatan RI No. 23 pasal 10 tahun 1992 menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Anak usia Sekolah Dasar merupakan kelompok usia yang mempunyai aktivitas yang cukup tinggi, baik dalam keadaan belajar maupun di saat istirahat. Untuk mendapatkan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang di konsumsi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Manusia memerlukan makanan seimbang yaitu karbohidrat, protein, nabati, vitamin dan mineral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang Kesehatan No 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan menentukan kemajuan suatu bangsa di masa depan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus
Lebih terperinciMahasiswa Bagian Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro **)
Perbedaan Profil Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Sikap Antara Pembeli Mie Basah Berformalin Dan Pembeli Mie Basah Tidak Berformalin Dari Pasar Johar Kota Semarang Dewi Shinta *), Suyatno **), S.A. Nugraheni
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. alami tersebut, sekarang marak dipakai pewarna sintetik/buatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pewarna makanan sudah dikenal rakyat Indonesia sejak lama. Masakanmasakan Jawa tradisional seperti opor ayam kunyit untuk menghasilkan warna kuning atau oranye, juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penentuan mutu, keamanan, dan daya tarik bahan pangan umumnya bergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologisnya. Secara
Lebih terperinciIbnu Sina Biomedika Volume 1, No.1 (2017) 97
Fakutas Kedokteran Univertas Muhammadiyah Sumatera Utara IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA RHODAMIN B PADA TERASI DAN GULALI KAPAS DI KOTA MEDAN Herdianto Prayoko 1, Isra Thristy 2 1 Mahaswa Pendidikan Dokter Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Pangan selalu terkait
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.
Lebih terperinciINTISARI ANALISIS KUALITATIF RHODAMIN B PADA MINUMAN RINGAN BERKEMASAN YANG DIJUAL DI PASAR SEKTOR II KECAMATAN BANJARMASIN UTARA
INTISARI ANALISIS KUALITATIF RHODAMIN B PADA MINUMAN RINGAN BERKEMASAN YANG DIJUAL DI PASAR SEKTOR II KECAMATAN BANJARMASIN UTARA Nadya Aulia 1 ; Amaliyah Wahyuni, 2 ; Nurhamidi 3 Rhodamin B adalah salah
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK TENTANG MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI SDN 001 TERATAK KECAMATAN RUMBIO JAYA TAHUN 2015
HUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK TENTANG MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI SDN 001 TERATAK KECAMATAN RUMBIO JAYA TAHUN 2015 Syafriani Lecturer STIKes Tambusai Riau Syafrianifani@ymail.com ABSTRAK Menurut
Lebih terperinciKata Kunci: pengetahuan, pendapatan, minyak jelantah
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA PENGGUNAAN MINYAK JELANTAH DAN PENDAPATAN DENGAN TIDAKAN PENGGUNAN MINYAK JELANTAH PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA POIGAR III KECAMATAN POIGAR KABUPATEN BOLAANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan jajanan (street food) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini banyak terjadi perkembangan di bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik perhatian para konsumen. Oleh karena itu,
Lebih terperinciLEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF BAYI USIA 0-6 BULAN PADA IBU BEKERJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK SIMONGAN SEMARANG Disusun Oleh :
Lebih terperinciBEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013.
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013 Bahtiar, Yusup Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jajan merupakan suatu kebiasaan yang telah lama tertanam dalam diri setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Taryadi (2007), jajanan merupakan
Lebih terperinciPENGGUNAAN ZAT ADDITIVE ALAMI DAN NON ALAMI DI DESA SITU UDIK DAN DESA CIMANGGU-I KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 5 No. 1, Mei 2010 PENGGUNAAN ZAT ADDITIVE ALAMI DAN NON ALAMI DI DESA SITU UDIK DAN DESA CIMANGGU-I KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR Oleh: Ait Maryani dan Ida Nuraeni
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada setiap orang sejak dari dalam kandungan. Seseorang akan terus menerus tumbuh dan berkembang sesuai dengan berjalannya waktu
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1
IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan
Lebih terperinciARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J
ARTIKEL ILMIAH GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MP-ASI DAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI POSYANDU PERMATA DESA BAKI PANDEYAN KABUPATEN SUKOHARJO Disusun
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI SAPA KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDE
Lebih terperinciABSTRAK ANALISIS KUALITATIF RHODAMIN B PADA JELLY BERKEMASAN YANG DIJUAL DI PASAR SEKTOR II KECAMATAN BANJARMASIN UTARA
ABSTRAK ANALISIS KUALITATIF RHODAMIN B PADA JELLY BERKEMASAN YANG DIJUAL DI PASAR SEKTOR II KECAMATAN BANJARMASIN UTARA Azizah 1 ; Amaliyah Wahyuni 2 ; Nurhamidi 3 Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk mie merupakan salah satu makanan ringan yang paling banyak diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan renyah saat dimakan, maka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan makhluk hidup dapat memperoleh zat-zat yang berguna bagi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan merupakan kebutuhan pokok didalam kehidupan makhluk hidup. Karena dengan adanya makanan makhluk hidup dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pembinaan dari pemerintah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang harus dimiliki oleh setiap produksi yang beredar dipasaran. Untuk menjamin keamanan pangan olahan, maka dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu
Lebih terperinciOlahraga dengan Kadar Gula Darah
Vol 7 No.1 tahun 2011 Hubungan Ketaatan Diet dan Kebiasaan Olahraga dengan Kadar Gula Darah HUBUNGAN KETAATAN DIET DAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS YANG BEROBAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupannya, makhluk hidup membutuhkan makanan, karena dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal.
Lebih terperinciHubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar Lengkap di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014
386 Artikel Penelitian Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014 Selvia Emilya 1, Yuniar Lestari 2, Asterina 3 Abstrak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan tradisional Indonesia mempunyai kekayaan ragam yang luar biasa. Baik macam, bentuk, warna, serta aroma sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. Meningkatnya
Lebih terperinciINTISARI IDENTIFIKASI METHANYL YELLOW PADA MANISAN BUAH NANAS
INTISARI IDENTIFIKASI METHANYL YELLOW PADA MANISAN BUAH NANAS (Ananas comocus) DAN KEDONDONG (Spondias Dulcis) YANG DIJUAL DI DESA GUNUNG RAJA KECAMATAN TAMBANG ULANG KABUPATEN TANAH LAUT Cita Septiana
Lebih terperinciNI MADE DIAN NOVIYANTI
PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA SKRIPSI JULI 2017 NI MADE DIAN NOVIYANTI PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TERHADAP PENGGUNAAN RHODAMIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai
Lebih terperinciHubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta
The Relationship Between the Counseling of Smoking Dangers and the Adolescent Knowledge and Attitude Towards the Smoking Dangers in SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan khususnya penggunaan bahan kimia. berbahaya pada bahan pangan masih menjadi masalah besar di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah keamanan pangan khususnya penggunaan bahan kimia berbahaya pada bahan pangan masih menjadi masalah besar di Indonesia. Hal ini karena kasus tersebut banyak ditemukan
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci : Pengetahuan,Pekerjaan,Pendidikan,Pemberian ASI Eksklusif
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MODOINDING KECAMATAN MODOINDING KABUPATEN MINAHASA SELATAN Susdita R. Mailangkay*, Ardiansa A.T.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan atau juga dikenal sebagai street food adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, dipasar, tempat pemukiman serta lokasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Tilango merupakan bagian dari beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Gorontalo yang memiliki 7 desa yakni desa Dulomo,
Lebih terperinciCindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT
EFFECT OF SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) SOCIALIZATION TO KNOWLEDGE ON SANITATION HYGIENE OF FOOD PROCESSING STAFF AT NUTRITION INSTALLATION OF PROF. DR. W. Z JOHANES HOSPITAL KUPANG Cindy
Lebih terperinciRELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) PADA MASYARAKAT PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI KABUPATEN BANYUMAS RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH
Lebih terperinciIka Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan.amalia.org, 2013)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah satu masa usia anak yang sangat berbeda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali adalah konsumen makanan itu sendiri. Faktor-faktor
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Variabel independen Variabel Dependen Perilaku siswa-siswi Pengetahuan Sikap Tindakan Makanan dan Minuman yang mengandung Bahan Tambahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PANGAN Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan-minuman bagi konsumsi manusia,
Lebih terperinciHUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS Rahmadhiana Febrianika *), Bagoes Widjanarko **), Aditya Kusumawati ***) *)Mahasiswa Peminatan PKIP FKM
Lebih terperinciAdequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan
Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. Medical Faculty
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak dan jajanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Anak-anak pada umumnya akan membeli aneka jajan terutama saat mereka sedang istirahat di sekolah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikomsumsi karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar makanan tersebut harus mengandung
Lebih terperinciTotal. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima
1 bahan tambahan perlu diatur, baik jenis maupun jumlahnya yang digunakan pada pengolahan makanan. Hanya bahan yang telah diuji keamanannya yang diizinkan untuk digunakan, dan mutunya harus memenuhi standar
Lebih terperinciSOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA.
ARTIKEL PENGABDIAN SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA Rabiatul Adawiyah 1, Umar Saifuddin 2 dan Rezqi Handayani 1 1 Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan kimia yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan.
Lebih terperinciANALISIS KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO TAHUN 2017 Regina Sasmita Lakuto*, Rahayu H. Akili*, Woodford B.
ANALISIS KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO TAHUN 2017 Regina Sasmita Lakuto*, Rahayu H. Akili*, Woodford B. S Joseph* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI RELATIONSHIP AWARENESS BREASTFEEDING MOM ABOUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian makanan merupakan hal yang paling penting, bahkan lebih penting daripada rasa makanan. Penyajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1993).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal pemerintah telah melakukan berbagai upaya kesehatan seperti yang tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis.tetapi, sebelum
Lebih terperinciHUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG
HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG THE CORRELATION BETWEEN HUSBAND S SUPPORT WITH FREQUENCY OF PUERPERIAL REPEATED VISITATION IN
Lebih terperinciABSTRACT FORMALIN QUALITATIVE TESTING ON YELLOW TOFU IN X TRADITIONAL MARKET, BANDUNG, 2014
ABSTRACT FORMALIN QUALITATIVE TESTING ON YELLOW TOFU IN X TRADITIONAL MARKET, BANDUNG, 2014 Hadijanto, 2014 Tutor: Grace Puspasari, dr., M. Gizi Background. Tofu is a food product made from white soy which
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut WHO yang dimaksudkan makanan adalah semua benda yang termasuk dalam diet manusia sama ada dalam bentuk asal atau sudah diolah. Makanan yang dikonsumsi hendaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena makanan berguna untuk menjaga kelangsungan proses fisiologis tubuh dapat berjalan dengan lancar. Makanan
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU KEPALA KELUARGA DENGAN SANITASI LINGKUNGAN DI DESA PINTADIA KECAMATAN BOLAANG UKI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN Suharto S. Bunsal*, A. J. M. Rattu*, Chreisye K.F.
Lebih terperinciANALISIS KADAR SIKLAMAT PADA ES PUTER YANG DIJUAL PEDAGANG DI KABUPATEN GRESIK. Anik Eko Novitasari, M. Arifudin ABSTRACT
ANALISIS KADAR SIKLAMAT PADA ES PUTER YANG DIJUAL PEDAGANG DI KABUPATEN GRESIK Anik Eko Novitasari, M. Arifudin ABSTRACT The puter ice is a traditional ice which based the coconout milk, the puter ice
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Glorio F. Kawulur*, Franckie R. R. Maramis*, Ardiansa A. T. Tucunan*
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isi dari dasar-dasar pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan oleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Makanan tradisional Indonesia mempunyai kekayaan ragam yang luar. biasa. Baik macam, bentuk, warna, serta aroma sesuai dengan budaya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan tradisional Indonesia mempunyai kekayaan ragam yang luar biasa. Baik macam, bentuk, warna, serta aroma sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. Seperti getuk,
Lebih terperinciAnestesia Wulandari 1), Wulandari Meikawati 2), Novita Kumalasari 3)
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP AIR SUSU IBU PERAH (ASIP) DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN ASIP PADA IBU BEKERJA DI KELURAHAN TANDANG KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan bahan makanan yang banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia. Tahu yang kaya akan protein, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi kebiasaan anak sekolah, terutama anak sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan dengan jajanan sekolah dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak sekali makanan dan minuman yang beredar di masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak sekali makanan dan minuman yang beredar di masyarakat yang dalam proses pembuatannya telah dicampur dengan bahan kimia. Bahan kimia tersebut beraneka
Lebih terperinci3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SMP/MTs : SMP Negeri 5 Sleman Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / Genap Tahun Pelajaran : 2011 / 2012 Pokok Bahasan : Bahan Tambahan Pangan Alokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepadatan penduduk tertinggi. Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia menurut provinsi tahun 2011 sekitar 241.182.182
Lebih terperincimemerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia,
Lebih terperinciANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI
ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI Retno Palupi Yonni STIKes Surya Mitra Husada Kediri e-mail
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbahaya di dalam setiap masakan makanan yang akan dimakan. juga sesuai dengan selera mereka masing-masing.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat berharga dalam hidup. Seseorang rela melakukan apapun demi menjaga kesehatan tubuhnya. Salah satunya dengan mengkomsumsi makanan
Lebih terperinci