I. PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman untuk kepentingan manusia telah dilakukan di

dokumen-dokumen yang mirip
Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia. menurunkan bahan baku IPK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF AGUS RUSLI.

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

RINGKASAN EKSEKUTIF AS AT SUPRIYANTO.

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

PEMOHON MENGAJUKAN PERMOHONAN TERTULIS DITUJUKAN KEPADA KADISBUNSU

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

Laporan Investigatif Eyes on the Forest. Investigasi 2010 Dipublikasikan Maret 2011

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Badan Usaha Milik Negara, Perusahaan Swasta, Perusahaan Patungan. BUMN-Swasta, atau Koperasi untuk mengusahakan Hutan Tanarnan

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

(Surat Persetujan Penerbitan Benih Kelapa Sawit)

KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR: 09 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN KHUSUS PENEBANGAN JENIS KAYU ULIN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

Penerimaan Riau Dari DBH Sektor Kehutanan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

Disampaikan dalam acara Focus Working Group 2017 Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Jakarta, 18 Mei 2017

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN BADAN LITBANG KEHUTANAN

PRODUKSI DAN PEREDARAN KAYU: STUDY KASUS DI SUMATRA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Hutan Kayu Hutan Tanaman PT Artelindo Wiratama Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nomor : S. /PHM-1/2011 Januari 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 2011

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan?

I. PENDAHULUAN. ini adalah industri pulp dan kertas. Ada tiga alasan utama yang melatarbelakangi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BATAS AREAL PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN,

SUMBER DAYA ALAM INDONESIA: DI BAWAH CENGKRAMAN MAFIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sektor kehutanan merupakan sektor yang memberikan kontribusi pang

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

CHECKLIST Izin Hak Pengusahaan Pariwisata Alam di UPT Taman Hutan Raya (TAHURA) R. SOERJO

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT PADA IUPHHK-HTI. Oleh : Dr. Bambang Widyantoro ASOSIASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman adalah hutan yang dibangun dengan cara menanam atau menyebar benih dalam proses pembangunannya. Selain itu dapat juga diartikan sebagai kumpulan pohon-pohon yang ditanam dengan campur tangan manusia. Pembangunan hutan tanaman untuk kepentingan manusia telah dilakukan di berbagai negara sejak lama. Langkah tersebut dilakukan untuk menjawab kekhawatiran bahwa pada masa yang akan datang hutan alam tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan manusia akan hasil hutan kayu. Peranan hutan tanaman untuk menggantikan hutan alam mulai terbukti. Dalam konteks industri kehutanan, hutan tanaman yang hanya seluas 3% dari seluruh luas hutan dunia ternyata mampu memasok bahan baku industri sebesar 35% pada tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi 44% pada tahun 2020 (Iskandar et al., 2003). Hutan Tanaman Industri (HTI) dibangun untuk menghasilkan bahan baku guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Proses ini berorientasi pada tujuan komersial bahkan pada skala nasional industri kehutanan bertujuan untuk memperoleh devisa negara. Pembangunan hutan tanaman di Indonesia terfokus pada pemenuhan bahan baku industri pulp. 2002 Menteri Kehutanan telah menerbitkan izin (HTI) pulp seluas 5.450.518 Ha. Pembangunan HTI pulp Indonesia bertujuan untuk membangun dan merebut pasar pulp dunia (Iskandar et al., 2003). Indonesia telah membangun HTI sejak beberapa tahun yang lalu dan sampai saat ini dapat memasok 50% bahan baku untuk industri pulp. Di Indonesia terdapat 35 perusahaan pemegang ijin HTI pulp dengan luas total

empat juta Ha. Sekitar 1,5 juta Ha HTI pulp telah dibangun dengan produksi kayu sekitar 7,5 juta m 3 per tahun (PT. Capricorn Indonesia Consult Inc., 2006). Bagi Indonesia, Riau merupakan pusat pengembangan HTI pulp dan mempunyai dua pabrik pulp yaitu PT. Riau Andalan Pulp & Paper dan PT. Indah Kiat Pulp & Paper. Kapasitas terpasang industri pulp di Provinsi Riau mengalami kenaikan dalam lima tahun terakhir sebesar 510.000 ton seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Kapasitas Terpasang dan Realisasi Produksi Pulp di Provinsi Riau 2001-2005 No Uraian 1. Kapasitas terpasang 2. Realisasi Produksi Satu an 2001 2002 2003 2004 2005 Ton 3.400.000 3.400.000 3.400.000 3.910.000 3.910.000 Ton 820.338,00 1.741.514,00 2.167.272,26 2.940.765,42 4.238.993,36 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2005) Bahan baku industri pulp di Provinsi Riau masih mengandalkan produksi dari hutan alam. Bahan baku dari hutan alam diperoleh dari kegiatan pembersihan lahan pada kegiatan pembangunan perkebunan maupun kegiatan pembangunan HTI itu sendiri. Produktivitas hutan alam sebagai pemasok bahan baku industri pulp relatif berfluktuasi hal ini karena tergantung dari kegiatan konversi hutan alam. Apabila kegiatan pembangunan yang mengonversi hutan telah selesai maka tidak ada lagi pasokan bahan baku dari hutan alam untuk industri pulp, sehingga bahan baku industri harus mengandalkan hutan tanaman. Produksi hutan tanaman dalam kurun waktu enam tahun terakhir mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2005 meningkat dua kali lipat. Namun pada kondisi produksi pulp maksimal yaitu pada tahun 2005, hutan 2

tanaman hanya mampu memasok 36,5% bahan baku industri pulp Riau (Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2005). Pada tahun 2004 dan 2005, Riau tidak mampu memasok bahan baku industri pulpnya meskipun dipasok dari hutan alam dan hutan tanaman, sehingga pada tahun 2004 sebesar 15,15% bahan baku industri pulp Riau diperoleh dari provinsi lain (Jambi dan Sumatera Utara) dan tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 24,78% (Tabel 2). Pada kondisi tersebut Provinsi Riau kehilangan nilai tambah, sedangkan industri pulp mengalami kenaikan biaya akibat ongkos transportasi bahan baku yang relatif tinggi. Tabel 2. Produksi Pulp, Pemenuhan Bahan Baku dan Sumber Bahan Baku untuk Industri Pulp di Provinsi Riau 2001-2005 No Uraian Satuan 2001 2002 2003 2004 2005 1. Produksi Pulp Ton 823.380 1.741.514 2.167272 2.940.765 4.238.993 2. Bahan Baku m 3 3.705.210 7.836.813 9.752.725 13.233.444 19.075.470 3. Sumber Bahan Baku : Hutan Alam m 3 6.684.206 5.210.035 8.727.336 7.708.004 7.385.192 % 180,40 66,48 89,49 58,25 38,72 Hutan Tanaman m 3 2.877.305 2.283.401 3.737.016 3.520.488 6.963.168 % 77,66 29,14 38,32 26,60 36,50 Jumlah m 3 9.561.511 7.493.436 12.464.352 11.228.492 14.348.360 % 258,06 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2005) 95,62 127,80 84,85 75,22 Pada periode lima tahun terakhir, konsesi areal HTI pulp (izin areal) mengalami penambahan hampir dua kali lipat (Tabel 3). Penambahan di atas merupakan dampak otonomi daerah yang pada tahun 2001 sampai dengan 2003 daerah diberi kewenangan oleh Menteri Kehutanan untuk mengeluarkan izin areal usaha HTI pulp. Pada Tabel 3, dapat dilihat jumlah penambahan areal HTI pulp 3

yang dikeluarkan oleh Gubernur Riau dan empat orang Bupati (Pelalawan, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan Siak). Tabel 3. Perkembangan Perizinan Areal HTI Pulp Berdasarkan Pejabat Penerbit SK di Provinsi Riau 2000-2005 No Pejabat Penerbit SK Satu an 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Total (Ha) 1. Menteri Kehutanan Ha 695.737 4.950-76.230 - - 776.917 2. Gubernur Ha - 26.990-12.270 - - 39.260 3. Bupati Ha - - 148.477 237.777 - - 386.254 Total Ha 695.737 31.940 148.477 326.277 - - 1.202.431 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2005) Pada tahun 2005 Provinsi Riau mempunyai areal HTI pulp seluas 1.202.431 Ha dengan luas neto yang dapat ditanami sebesar 855.277 Ha. Jika daur tanaman enam tahun maka areal tersebut dibagi enam, pembangunan hutan tanaman akan menjadi seluas 142.546 Ha per tahun. Dengan asumsi produktivitas 150 m 3 per Ha dan 1 ton pulp memerlukan 4,5 m 3 kayu maka areal ini mampu memproduksi bahan baku industri pulp sebesar 21.381.925 m 3 per tahun. Pada kondisi tersebut Provinsi Riau dapat menaikkan kapasitas industri pulp sampai dengan 4,7 juta ton per tahun (Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2005). Meskipun produksi kayu dari hutan tanaman terus mengalami peningkatan tetapi masih belum mampu memasok bahan baku industri pulp. Kemampuan hutan tanaman untuk memasok bahan baku industri dapat dinilai dari realisasi penanaman hutan tanaman pada periode enam tahun terakhir. Pembangunan hutan tanaman pada areal HTI pulp dalam enam tahun terakhir hanya mencapai 47% dari rencana sebesar 767.284 Ha (Tabel 4). Rendahnya realisasi penanaman 4

dalam periode di atas mengakibatkan rendahnya kemampuan hutan tanaman untuk memasok bahan baku industri pulp pada periode enam tahun mendatang. Tabel 4. Rencana dan Realisasi Penanaman HTI Pulp 2000-2005 di Provinsi Riau No Kegiatan Satu an 1. Total (Ha) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rencana Penanaman Ha 90.479 90.861 123.202 147.237 163.148 152.357 767.284 2. Realisasi Penanaman Ha 39.929 42.770 46.233 66.200 93.120 75.298 363.550 3. Persentase Realisasi % 44 47 38 45 57 49 47 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2005) (data diolah) Pada periode tahun 2006-2011 dengan asumsi produktivitas sebesar 150 m 3 per Ha, umur tanaman enam tahun maka prediksi produksi hutan tanaman dari areal penanaman pada periode tahun 2000-2005 dapat dilihat pada Tabel 5. Jika kapasitas industri pulp mengacu pada data tahun 2005 sebesar 3.910.000 ton per tahun dengan kebutuhan bahan baku pulp sebesar 17.595.000 m 3 per tahun, maka hutan tanaman tidak mampu memasok 100% bahan baku industri. Produksi hutan tanaman pada periode tahun 2012-2017 ditentukan oleh luas penanaman tahun 2006-2011. Tabel 5. Prediksi Panen HTI Pulp 2006-2011 dari Hasil Tanam 2000-2005 di Provinsi Riau No Uraian Satu 2006 2007 2008 2009 2010 2011 an 1. Luas Ha 39.929 42.770 46.233 66.200 93.120 75.293 Tanaman 2. Hasil Panen m 3 5.989.350 6.415.500 6.934.950 9.930.000 13.968.000 11.293.950 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2005) (data diolah) 5

Menteri Kehutanan melalui SK 101/Menhut-II/2004 tanggal 24 Maret 2004, menetapkan bahwa pembangunan HTI dipercepat sampai dengan tahun 2009. Artinya bahwa sisa areal hutan tanaman yang belum ditanam harus di selesaikan sampai dengan tahun 2009 dan bahan baku hutan alam dari pembersihan lahan hutan tanaman tidak dapat lagi diandalkan sebagai sumber bahan baku. Mulai tahun 2010 bahan baku industri pulp murni mengandalkan produksi hutan tanaman. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa produksi HTI pulp tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Kemampuan HTI pulp untuk memasok bahan baku industri pada tahun berikutnya (tahun 2012-2017) akan ditentukan oleh jumlah penanaman HTI pulp pada tahun 2006-2011. Provinsi Riau mempunyai HTI pulp seluas 855.277 Ha (neto). Areal yang telah ditanami seluas 363.550 Ha. Sisanya seluas 491.727 Ha masih belum dibangun tanaman industri pulp. Data yang ada tahun 2005 dari 47 perusahaan HTI pulp, sejumlah 15 perusahaan belum aktif dengan luas areal neto 123.772 Ha. Sesuai SK Menteri Kehutanan Nomor 101/Menhut-II/2004, Provinsi Riau harus merealisasikan areal kawasan hutan alam seluas 491.727 Ha menjadi hutan tanaman pada periode tahun 2006-2009. Pembangunan hutan tanaman adalah investasi yang tipikal yaitu pembiayaan besar pada awal tahun, proses produksi yang lamanya bertahun tahun dan dibayangi oleh ancaman kegagalan, serta hasilnya baru diperoleh setelah lama ditunggu (Sumitro, 2004). Ciri khas di atas merupakan kendala dalam pembangunan HTI pulp terutama bagi perusahaan yang tidak bergabung pada grup industri pulp. Kendala lain dari Pembangunan HTI pulp adalah belum 6

jelasnya kepastian kawasan, konflik lahan dengan masyarakat, juga adanya perubahan-perubahan aturan kehutanan yang tidak mendukung. Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan suatu strategi pengembangan HTI pulp untuk dapat memenuhi bahan baku industri dan menjamin keberadaan serta keberlangsungan industri pulp dan kertas di masa datang guna menjadikannya salah satu sektor yang berperan dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan negara. 1.2. Identifikasi Masalah 1. Kapasitas terpasang industri pulp di Provinsi Riau pada lima tahun terakhir mengalami kenaikan sebesar 510.000 ton, kemampuan hutan alam untuk memasok bahan baku industri semakin berkurang sedangkan hutan tanaman belum mampu untuk menyediakan bahan baku industri pulp dan kertas. Pada tahun 2005 kontribusi hutan alam dalam menyediakan bahan baku industri pulp hanya 38,72% dan hutan tanaman 36,5% (Tabel 2). 2. Realisasi penanaman HTI pulp di Provinsi Riau dalam periode satu daur (tahun 2000-2005) hanya 47% atau seluas 363.550 Ha dari rencana seluas 767.284 Ha. Tanaman di atas tidak mampu memasok bahan baku industri pulp dengan kapasitas terpasang 3.910.000 ton per tahun pada periode tahun 2006-2011. Pemenuhan bahan baku industri pulp pada periode tahun 2012-2017 akan tergantung pada pembangunan tanaman periode tahun 2006-2011. 3. Provinsi Riau menyisakan areal yang belum dibangun seluas 491.727 Ha dan dengan SK Menteri Kehutanan Nomor. 101/Menhut-II/2004 areal tersebut harus dibangun sampai dengan tahun 2009. Dengan demikian Provinsi Riau 7

harus mengonversi kawasan hutan alam menjadi hutan tanaman seluas 122.932 Ha per tahun dari tahun 2006 sampai tahun 2009. 4. Adanya kendala dalam pembangunan HTI pulp antara lain belum jelasnya kepastian kawasan, konflik lahan dengan masyarakat dan perubahanperubahan aturan di bidang kehutanan. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka beberapa masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor eksternal dan internal apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan HTI Pulp di Provinsi Riau. 2. Alternatif strategi apa yang dapat diterapkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau dalam pengembangan HTI Pulp. 3. Prioritas strategi apa yang perlu direkomendasikan dapat diterapkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau dalam pengembangan HTI Pulp. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menganalisa faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan HTI Pulp di Provinsi Riau 2. Merumuskan alternatif strategi pengembangan HTI Pulp yang dapat diterapkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau. 3. Menentukan strategi prioritas yang dapat direkomendasikan untuk dapat diterapkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau. 8

1.5. Manfaat Penelitian Penelitian yang telah dilakukan diharapkan akan memberikan manfaat di bawah ini : 1. Sebagai masukan bagi Dinas Kehutanan Provinsi Riau serta Pemerintah Provinsi Riau dalam rangka merumuskan strategi pengembangan HTI Pulp di Provinsi Riau. 2. Sebagai bahan dan landasan analisis bagi penentu kebijakan untuk lebih menggali terutama yang berkaitan dengan pengembangan HTI Pulp di Provinsi Riau. 3. Sebagai sarana pembelajaran bagi diri penulis. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Obyek dari penelitian ini adalah Dinas Kehutanan Provinsi Riau dan perusahaan-perusahaan HTI yang berada di wilayah kerja Dinas Kehutanan Provinsi Riau. 9