4 PERIKANAN TANGKAP DI PPN PALABUHANRATU

dokumen-dokumen yang mirip
4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

SKRIPSI INI MILIK ROIF HARDANI C

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

7 KAPASITAS FASILITAS

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

HUBUNGAN BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN TERHADAP SANITASI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT ARHI EKA PRIATNA

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

PETA LOKASI PENELITIAN 105

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN SUKABUMI

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan umum daerah Kabupaten Sukabumi Geografi dan klimatologi

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENElITIAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

PETA LOKASI PENELITIAN 105

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

6 KEMAMPUAN PELELANGAN PENGELOLA TPI PPN PALABUHANRATU

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

6 AKTIVITAS DAN FASILITAS

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III DESKRIPSI AREA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Transkripsi:

4 PERIKANAN TANGKAP DI PPN PALABUHANRATU Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten pesisir di wilayah selatan Jawa Barat. Kabupaten Sukabumi berjarak 123 km dari ibukota Provinsi Jawa Barat, Bandung dan 180 km dari ibukota negara, Jakarta. Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan mempunyai 9 kecamatan pesisir di wilayah selatannya (Elier, 2007), yaitu kecamatan yang sebagian atau seluruh wilayahnya berbatasan langsung dengan laut. Laut yang dimaksud dalam hal ini adalah Samudra Hindia. Kecamatan pesisir tersebut meliputi Kecamatan Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung dan Tegalbuleud. Selain sebagai kecamatan pesisir, Palabuhanratu juga merupakan ibukota kabupaten Sukabumi. Teluk Palabuhanratu terletak di desa Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Palabuhanratu terletak di Pantai Selatan Jawa yang berhadapan dengan Samudera Hindia, yang secara tidak langsung terlindung dari gelombang laut, karena wilayah Palabuhanratu berbentuk teluk. Teluk Palabuhanratu secara geografis berada pada posisi 6 o 54 12 7 o 5 57,48 LS dan 106 o 20 57,48 106 o 36 0,36 BT. Luas wilayah Palabuhanratu sekitar 27.210,130 ha atau 6,59 % dari total luas wilayah Kabupaten Sukabumi yaitu 412.779,54 ha (Astrini vide Yundari, 2005). Adapun batas wilayah administratif kecamatan Palabuhanratu adalah : (1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang; (2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpenan; (3) Sebelah Barat berbatasan dengan Cikakak dan Samudra Hindia; (4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Warung Kiara dan Lengkong. Palabuhanratu memiliki panjang garis pantai kurang lebih 105 km (Elier, 2007). Di daerah tersebut sekarang telah banyak dibangun rumah makan dan hotel, menjadikan Palabuhanratu sebagai salah satu daerah wisata pantai terkenal di Pantai Selatan Jawa. Banyaknya wisatawan yang datang ke daerah tersebut, menyebabkan sebagian hasil tangkapan diserap oleh wisatawan baik langsung maupun melalui ke rumah makan dan hotel.

4.1 Unit Penangkapan Ikan dan Nelayan di PPN Palabuhanratu Salah satu faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan adalah unit penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan merupakan kesatuan teknis yang terdiri atas alat tangkap dan armada penangkapan (kapal ikan). Selain itu nelayan juga memiliki peran penting dalam operasi penangkapan ikan. (1) Alat Tangkap Jenis alat tangkap yang ada di PPN Palabuhanratu antara lain pancing ulur, payang, bagan, rampus, trammel net, gill net, tuna longline, pancing tonda, rawai, pancing layur dan Purse Seine (Anonimus, 2007). Jumlah total frekuensi kumulatif alat tangkap yang ada di PPN Palabuhanratu tahun 2006 adalah 8.465 kali. Berdasarkan komposisi masingmasing alat tangkap tahun 2006 tersebut, didapatkan alat tangkap paling dominan di PPN Palabuhanratu adalah pancing ulur (30,9 %), bagan (27,6 %) dan payang (21,4 %). Selain pancing ulur juga terdapat alat tangkap lainnya yang cukup penting yaitu gill net, rampus dan tuna longline dan purse seine (Tabel 1 dan Gambar 1). Tabel 1 Jenis dan jumlah kumulatif alat tangkap serta komposisinya di PPN Palabuhanratu tahun 2006 No. Jenis alat tangkap Jumlah frekuensi kumulatif * ) (kali) Komposisi (%) 1 Pancing Ulur 2.613 30,9 2 Bagan 2.333 27,6 3 Payang 1.812 21,4 4 Gill Net 581 6,9 5 Rampus 476 5,6 6 Tuna Longline 204 2,4 7 Trammel Net 185 2,2 8 Pancing Tonda 150 1,8 9 Rawai 61 0,7 10 Pancing Layur 44 0,5 11 Purse Seine 6 0,1 Jumlah 8.465 100,0 Keterangan: *) Jumlah bulanan kumulatif alat tangkap selama setahun Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali) 20

Payang 21.4% Pancing Ulur 30.9% Bagan 27.6% Pancing Tonda 1.8% Rampus 5.6% Trammel Net 2.2% Gill Net 6.9% Rawai 0.7% Purse Seine 0.1% Tuna Longline 2.4% Pancing Layur 0.5% Gambar 1 Diagram komposisi alat tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun 2006. Jumlah alat tangkap yang beroperasi selama periode 1997-2006 tiap tahunnya cenderung meningkat dengan persentase pertumbuhan rata-rata sebesar 6,4 % per tahun atau rata-rata 636 unit per tahun. Jumlah alat tangkap pada periode tersebut berkisar antara 497-846 unit dan kisaran persentase pertumbuhan tiap tahunnya antara negatif 14,9-1,2 %. Perkembangan dan pertumbuhan jumlah alat tangkap bulanan tertinggi di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006 disajikan secara lengkap pada Tabel 2 dan Gambar 2. Tabel 2 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah alat tangkap bulanan tertinggi di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006 Tahun Jumlah alat tangkap* ) Pertumbuhan (Unit) (%) 1997 528-1998 497-5,9 1999 652 31,2 2000 555-14,9 2001 674 21,4 2002 577-14,4 2003 609 5,6 2004 693 13,8 2005 733 5,8 2006 846 15,4 Kisaran 497-846 (-14,9) - 31,2 Rata-rata 636 6,4 Keterangan: *) Dihitung dari jumlah alat tangkap tertinggi per bulan selama 12 bulan (setahun) Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali) 21

Jumlah alat tangkap terendah terjadi pada tahun 1998, yaitu sebanyak 497 unit atau menurun sebesar 5,9 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi dari pihak PPN Palabuhanratu, hal ini disebabkan pada tahun tersebut, banyak alat tangkap yang tidak beroperasi akibat kondisi ekonomi yang tidak menentu pada saat itu (krisis moneter). Jumlah alat tangkap yang memiliki tingkat operasional paling tinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 846 unit dengan persentase pertumbuhan sebesar 15,4 % dari tahun sebelumnya. Jumlah Alat Tangkap (Unit) 900 750 600 450 300 150-1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Gambar 2 Grafik Perkembangan jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006. (2) Armada Penangkapan Ikan Kapal penangkapan ikan selain digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, juga berguna sebagai alat transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan tempat alat tangkap akan dioperasikan, serta membawanya pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang didapat. Armada penangkapan di Palabuhanratu terdiri dari dua jenis, yaitu perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel adalah perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) yang biasanya digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap dengan usaha perikanan skala kecil. Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya 22

menggunakan mesin yang disimpan di dalam badan kapal (inboard engine) dan umumnya digunakan oleh nelayan skala menengah dan besar. Kapal motor di PPN Palabuhanratu digunakan untuk mengopersikan alat tangkap tuna longline, purse seine, dan rawai; sedangkan perahu motor tempel digunakan pada alat tangkap jaring rampus, payang, pancing, dan gill net (Anonimus, 2007). Tabel 3 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006 Tahun PMT Armada Penangkapan* ) (Unit) Pertumbuhan (%) KM Pertumbuhan (%) Jumlah Armada Penangkapan (unit) Pertumbuhan (%) 1997 290-116 - 406-1998 275-5,2 146 25,9 421 3,7 1999 278 1,1 181 24,0 459 9,0 2000 235-15,5 181 0,0 416-9,4 2001 343 46,0 186 2,8 529 27,2 2002 317-7,6 135-27,4 452-14,6 2003 253-20,2 128-5,2 381-15,7 2004 266 5,1 264 106,3 530 39,1 2005 428 60,9 248-6,1 676 27,5 2006 511 19,4 287 15.7 798 18,0 Kisaran 235-511 (-20,2) - 60,9 116-287 (-27,4) - 106,3 381-798 (-15,7) - 39,1 Rata-rata 320 9,3 187 15,1 507 9,4 Keterangan: *) Dihitung dari jumlah armada penangkapan tertinggi per bulan selama 12 bulan (setahun) Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali) Armada kapal/perahu di PPN Palabuhanratu terdiri atas armada dengan fishing base di PPN Palabuhanratu dan armada pendatang. Jumlah armada penangkapan diatas selama periode 1997-2006 mengalami fluktuasi. Namun, pada periode tersebut, secara keseluruhan jumlah armada penangkapan cenderung mengalami peningkatan dengan persentase pertumbuhan tiap tahunnya rata-rata sebesar 9,4 % atau rata-rata 507 unit per tahun. Perkembangan dan pertumbuhan jumlah armada penangkapan periode 1997-2006 disajikan secara lengkap pada Tabel 3 dan Gambar 3. Berdasarkan Tabel 3, jumlah armada penangkap ikan pada tahun 2006 di PPN Palabuhanratu sebanyak 798 unit dengan komposisi perahu motor tempel (PMT) berjumlah 511 unit (64,0 %) dan kapal motor (KM) sebanyak 287 unit 23

(36,0 %). Hal ini menunjukkan bahwa perahu motor tempel (perahu kincang, payang dan dogol) merupakan armada penangkapan ikan yang paling dominan di PPN Palabuhanratu pada tahun tersebut. Peningkatan jumlah armada juga terjadi pada tahun yang sama tersebut, yaitu sebesar 18 % dari tahun sebelumnya. Jumlah Armada Penangkapan (Unit) 900 800 700 600 500 400 300 200 100-1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Perahu Motor Tempel Kapal Motor Jumlah Armada Penangkapan Gambar 3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006. Penurunan pertumbuhan jumlah armada penangkapan terendah terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar negatif 15,7 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, penurunan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor pada tahun tersebut disebabkan oleh terjdinya kenaikan harga BBM dan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Hal tersebut diduga menyebabkan jumlah armada pendatang di PPN Palabuhanratu menjadi menurun. Peningkatan jumlah seluruh jenis armada PMT dan KM tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 39,1 % dibanding tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan pertumbuhan jumlah kapal motor (KM) sebesar 106,3 % dari tahun sebelumnya. Selain itu, pada tahun tersebut juga merupakan peningkatan tertinggi jumlah kapal motor (KM) dibanding tahuntahun lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, peningkatan ini disebabkan adanya upaya untuk menambah jumlah 24

unit armada penangkapan agar upaya penangkapan (effort) dapat menjangkau wilayah daerah penangkapan ikan yang lebih luas lagi. Selain itu, kondisi tesebut didukung dengan stabilnya perekonomian di indonesia sehingga mendorong pengusaha penangkapan untuk menambah unit armada penangkapannya. Peningkatan jumlah unit armada penangkapan terus berlanjut setelah tahun 2004 hingga tahun 2006. (3) Nelayan Di PPN Palabuhanratu nelayn dapat dibagi menjadi dua kelompok nelayan yaitu nelayan buruh dan nelayan pemilik. Nelayan buruh adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan pemilik atau biasa juga disebut juragan adalah orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan. Mayoritas nelayan di kecamatan Palabuhanratu adalah penduduk asli daerah tersebut, selain itu terdapat juga nelayan pendatang. Nelayan pendatang ada yang berasal dari pulau Jawa, seperti dari Cilacap, Cirebon dan Indramayu; dan juga dari luar pulau Jawa, seperti dari Bungus, Bengkulu dan Makasar. Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997-2006 disajikan secara lengkap pada Tabel 4 dan Gambar 4. Tabel 4 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997-2006 Tahun Jumlah Nelayan (orang) Pertumbuhan (%) 1997 2.589-1998 2.694 4,1 1999 2.565-4,8 2000 2.354-8,2 2001 2.377 1,0 2002 2.519 6,0 2003 3.340 32,6 2004 3.439 3,0 2005 3.498 1,7 2006 4.363 24,7 Kisaran 2.354-4.363 (-8,2) - 32,6 Rata-rata 2.975 6,7 Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali) Pada tahun 2006 jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu (Tabel 4) sebanyak 4.363 orang dengan persentase pertumbuhan sebesar 24,7 % dari tahun 25

sebelumnya. Pada tahun tersebut juga merupakan jumlah nelayan tertinggi selama periode 1997-2006. Hal ini mengindikasikan bahwa makin banyaknya masyarakat sekitar Palabuhanratu yang memilih berusaha di bidang perikanan tangkap baik itu sebagai nelayan buruh maupun nelayan pemilik. 5.000 Jumlah Nelayan (orang) 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Gambar 4 Grafik perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006. Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu 1997-2006 cenderung mengalami peningkatan dengan persentase pertumbuhan sebesar rata-rata 6,7 % per tahun atau berkisar negatif 8,2 %-32,6 %. 4.2 Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Jenis-jenis ikan laut di PPN Palabuhanratu didominasi oleh ikan cakalang, cucut, layaran, tongkol, tuna, layur, peperek dan tembang (Anonimus, 2007). Ikan laut tersebut berasal dari pendaratan hasil tangkapan dari laut dan dari darat seperti Jakarta, Cisolok, Ujung Genteng, Binuangeun, Loji, Indramayu, Pamengpeuk, dan Juwana ke PPN Palabuhanratu. Pada tahun 2006 volume produksi ikan di pelabuhan tersebut sebesar 9.934 ton dan nilai produksinya sebesar Rp.61.648.110.000,- (subbab 1.1). Pada tahun tersebut produksi mengalami penurunan sebesar 20,4 % dan nilai produksinya turun sebesar 6,9 % dari tahun sebelumnya (Tabel 5). Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh cukup banyak nelayan yang tidak melaut, karena adanya isu 26

tsunami yang terjadi pantai selatan Jawa. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, pada saat itu dapat dilihat pula banyak kapal yang berlabuh di kolam pelabuhan sehingga selama kondisi tersebut nelayan banyak yang beralih profesi sementara seperti menjadi buruh tani, tukang ojek dan pedagang. Nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu selama periode 1997-2006 cenderung mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah produksi perikanan laut (Tabel 5 dan Gambar 5). Rata-rata pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu selama periode tersebut adalah sebesar 14,6 % atau dengan kisaran negatif 22,9-94,8 % per tahun, sedangkan rata-rata pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapannya sebesar 51 % atau berada pada kisaran negatif 35,4-219,9 % per tahun. Tabel 5 Perkembangan produksi dan nilai produksi ikan laut di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006* ) Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan (%) Nilai Produksi (Rp. 1.000.000) Pertumbuhan (%) 1997 4.135-3.784-1998 3.188-22,9 3.892 2,8 1999 3.802 19,2 5.971 53,4 2000 3.515-7,5 3.857-35,4 2001 3.504-0,3 4.793 24,2 2002 3.875 10,6 15.335 219,9 2003 4.626 19,4 18.154 18,4 2004 6.404 38,4 31.566 73,9 2005 12.473 94,8 66.185 109,7 2006 9.934-20,4 61.648-6,9 Rata-rata 5.546 14,6 21.519 51 Kisaran 3.188-12.473 (-22,9) - 94,8 3.784-66.185 (-35,4) - 109,7 Keterangan: *) Berasal dari pendaratan dari laut dan dari darat (Jakarta, Cisolok, dll) Sumber: Anonymous, 2007 (diolah kembali) Penurunan volume produksi yang besar terjadi pada tahun 1998, yaitu sebesar negatif 22,9 %. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari nelayan setempat, hal ini diduga karena tingginya biaya operasional penangkapan ikan akibat krisis moneter yang terjadi mulai tahun 1997 sehingga banyak nelayan lebih memilih untuk tidak melaut. Walaupun demikian, persentase pertumbuhan 27

nilai produksinya meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 2,8 %. Hal ini diduga terjadi karena jumlah hasil tangkapan yang ditawarkan tidak seimbang dengan jumlah permintaan menyebabkan harga hasil tangkapan menjadi meningkat, bahkan juga untuk hasil tangkapan yang diekspor. Hasil tangkapan untuk tujuan ekspor tersebut diatas dijual atau ditransaksikan dalam mata uang dollar, dimana pada kondisi tahun tersebut nilai tukar mata uang dollar sedang tinggi terhadap mata uang rupiah, sehingga keseluruhannya berujung-ujung kepada peningkatan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu. Produksi (ton) 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0.000 N ila i Pro duksi (R p. 1.0 00.00 0 ) Produksi Nilai Produksi Gambar 5 Grafik perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997-2006. Pada tahun 2005 terjadi persentase pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan tertinggi, yaitu sebesar 94,8 % dari tahun sebelumnya. Kenaikan volume produksi hasil tangkapan ini seiring dengan meningkatnya jumlah unit penangkapan ikan (alat tangkap, armada penangkapan dan nelayan; Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4). Persentase pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan terendah terjadi pada tahun 2000, yaitu sebesar negatif 35,4 % dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena volume produksi hasil tangkapan mengalami penurunan dari 3.802 pada tahun 1999 menjadi 3.515 pada tahun 2000 atau sebesar negatif 7,5 %. 28

Persentase pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 219,9 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh pihak PPN Palabuhanratu, hal ini diduga juga disebabkan oleh tingginya permintaan ikan oleh masyarakat, tetapi tidak didukung oleh jumlah produksi hasil tangkapan yang banyak pula; sehingga menyebabkan harga hasil tangkapan tersebut menjadi tinggi. Jumlah hasil tangkapan didaratkan mempengaruhi nilai produksi hasil tangkapan, sehingga mempengaruhi nilai jual hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Jadi dapat dikatakan, ketika Jumlah produksi hasil tangkapan sedikit sedangkan permintaan konsumen tinggi maka harga ikan menjadi tinggi. Akan tetapi bila sebaliknya, ketika Jumlah produksi hasil tangkapan banyak sedangkan permintaaan konsumen sedikit maka harga hasil tangkapan menjadi rendah. 4.3 Fasilitas Terkait Pendaratan dan Pelelangan di PPN Palabuhanratu Fasilitas untuk mendukung aktivitas pendaratan dan pelelangan di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut (Lampiran 2) : 1). Fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas pendaratan a). Dermaga Dermaga adalah suatu bangunan di pantai yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut (Lubis, 2005). Dermaga dapat terdiri dari berbagai macam sesuai dengan fungsinya, untuk dermaga bongkar berfungsi membongkar (unloading) muatan, dermaga muat untuk mengisi perbekalan (out fitting), dermaga labuh untuk berlabuh (idle berthing). Di PPN Palabuhanratu terdapat dua dermaga, yaitu dermaga satu dan dua. Berdasarkan informasi dari pihak PPN Palabuhanratu dermaga satu memiliki luas total 500 m 2, yang terdiri atas areal tambat labuh (310 m 2 ), areal tempat pendaratan ikan (94 m 2 ) dan areal tempat perbekalan (106 m 2 ), sedangkan dermaga dua memiliki luas sebesar 410 m 2. 29

Dermaga satu dimanfaatkan untuk kapal berukuran kurang dari 20 GT (Gross Tonage) mendaratkan hasil tangkapan, sedangkan dermaga dua untuk kapal-kapal berukuran lebih dari sama dengan 20 GT. b). Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga (Lubis, 2005). Kolam pelabuhan menurut fungsinya dibagi menjadi dua, yaitu sebagai tempat untuk alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga dan sebagai kolam putar, artinya daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin). Di PPN Palabuhanratu kini telah tersedia dua kolam pelabuhan. Kolam pertama digunakan untuk kapal yang berukuran lebih kecil dari 20 GT dan Kolam kedua digunakan untuk kapal yang berukuran lebih dari sama dengan 20 GT (Anonimus, 2007). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, ukuran luas total kolam pelabuhan satu sebesar 23.035 m 2 dan kolam pelabuhan dua sebesar 13.340 m 2. c). Alat Bantu Peranan alat bantu dalam proses pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan sangat penting, terutama dalam membantu proses pendaratan, pengangkutan dan pendistribusian hasil tangkapan. Pane (2005) mengemukakan bahwa alat bantu yang biasa digunakan dalam pendaratan hasil tangkapan yaitu alat bantu yang dapat mempercepat dan membantu proses pendaratan hasil tangkapan. Alat bantu tersebut terdiri dari sarana pengangkutan, wadah angkut (basket) dan alat bantu lainnya. Alat bantu ini haruslah bersifat tidak merusak, bersih, tahan lama serta mudah dalam pemeliharaannya. 30

Selain basket hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu ada pula alat bantu lainnya seperti gerobak dorong (Gambar 6). Gerobak digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke TPI dan atau digunakan untuk mengangkut langsung hasil tangkapan ke tempat pengolahan di sekitar PPN Palabuhanratu. Gambar 6 Fasilitas gerobak dorong di PPN Palabuhanratu. Alat bantu yang digunakan untuk mengangkat ikan-ikan yang berukuran besar yaitu ganco, cara menggunakannya adalah dengan cara mengaitkannya di daerah sekitar kepala ikan. Ganco umumnya digunakan untuk memindahkan ikan dari palkah ke dek kapal, dan selanjutnya ke dermaga dan atau langsung ke tempat perusahaan pengolahan ikan. 2). Fasilitas Penanganan Fasilitas penanganan hasil tangkapan mempengaruhi upaya meminimalisir penurunan mutu oleh bakteri di dalam tubuh ikan. Kebersihan dan pemeliharaan fasilitas tersebut harus dilakukan secara rutin. Fasilitas-fasilitas yang terkait dengan penanganan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan meliputi: a). Instalasi Air Bersih Air yang dipergunakan untuk kebutuhan melaut dan penanganan ikan harus memenuhi syarat sanitasi dan higienis. Sumber air bersih di suatu pelabuhan dapat berasal dari bergai sumber seperti sungai, setu, waduk, sumur artesis, PAM, air laut olahan, dan waduk buatan (Pane, 2005). 31

Air yang berasal dari sumber air tersebut tidak dapat langsung dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih karena masih memerlukan pengolahan lebih lanjut agar air yang dihasilkan memenuhi syarat kebersihan. Instalasi pengolahan air bersih di suatu pelabuhan perikanan harus mampu memenuhi kebutuhan air bersih seluruh fasiitas yang ada di pelabuhan perikanan tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, penyaluran kebutuhan air bersih untuk kapal perikanan di PPN Palabuhanratu dipenuhi oleh PT. Eko Mulyo. Air yang disalurkan berasal dari air PDAM dan dialirkan ke kapal perikanan melalui jaringan pipa dan slang plastik dengan ukuran penjualan dalam bentuk blong (drum plastik) yang berkapasitas 250 liter dan 120 liter serta dalam bentuk jerigen plastik (30 liter) untuk kolam satu, sedangkan untuk kolam dua menggunakan jaringan pipa dan slang langsung sampai ke dalam kapal. Kemampuan mensuplai air bersih di PPN Palabuhanratu masih cukup besar dengan tersedianya tangki air yang berkapasitas 400 m 3 (Anonimus, 2007). Disamping itu telah terpasang instalasi baru air bersih khusus untuk kegiatan masyarakat perikanan, baik untuk nelayan maupun pihak investor dalam rangka meningkatkan pelayanan air bersih kepada masyarakat perikanan. b). Pabrik Es atau Unit Pelayanan Es Es penting digunakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan agar tetap segar, baik ketika operasi penangkapan maupun selama proses pendaratan dan pemasaran hingga didistribusikan ke konsumen. Ciri-ciri es balok yang berkualitas baik adalah bening dan padat. Es balok yang berwarna putih juga baik, namun cepat mencair dan rapuh. Ciri-ciri es balok yang rusak adalah yang berwarna agak kehijauan, asin dan mudah rapuh. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, di Pelabuhan ini tidak memiliki pabrik es sendiri, tetapi bekerjasama dengan KUD Mina Mandiri Sinar Laut yang melaksanakan kemitraan dengan perusahaan swasta, yaitu pabrik es Ratu Tirta, Sari 32

Petojo dan Tirta Jaya. Dengan demikian, berkat kemitraan harga es yang diperoleh oleh nelayan dan pedagang ikan menjadi lebih terjangkau. 3). Fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas pelelangan a). Gedung TPI Syarat-syarat gedung TPI yang baik menurut Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan vide Rahadiansyah (2003), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : Mempunyai persediaan air bersih, Mempunyai wadah untuk melelang hasil tangkapan, Tidak terdapat genangan air di lantai pelelangan ikan, Ruangan yang ada pada gedung TPI dibagi menjadi (Lubis, 2005) : 1. Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan hasil tangkapan ke dalam wadah atau keranjang; 2. Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang hasil tangkapan; 3. Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan hasil tangkapan ke dalam peti lain dengan diberi es dan atau garam, selanjutnya siap untuk di kirim; 4. Ruang administrasi pelelangan terdiri dari loket-loket untuk pembayaran transaksi hasil pelelangan, gedung peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum. Letak dan pembagian ruang di gedumg pelelangan harus direncanakan agar aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat. Hal ini dengan pertimbangan bahwa produk perikanan merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu sehingga aliran produk ini terganggu akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan (Lubis, 2005). Luas gedung TPI ditentukan oleh faktor-faktor jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan, jenis hasil tangkapan yang dilelang dan cara peragaan hasil tangkapan saat dilelang. Lantai gedung pelelangan harus miring kira-kira 2 0. Hal ini dimaksudkan, air dari penyemprotan kotoran sisa-sisa hasil tangkapan setelah selesai aktivitas pelelangan dapat mengalir ke 33

saluran pembuangan dengan mudah sehingga kebersihan tempat pelelangan senantiasa terpelihara (Lubis, 2005). Berdasarkan informasi dari pihak PPN Palabuhanratu, luas gedung TPI sebesar 864 m 2. Hasil pengamatan peneliti memperlihatkan bahwa pemanfaatan gedung TPI oleh nelayan, pedagang ikan dan pembeli (bakul) hanya sepertiga dari luas seluruh gedung untuk melakukan aktivitas pemasarana hasil tangkapan, sisanya digunakan untuk parkir motor dan aktivitas berdagang oleh beberapa pedagang lain. 34