PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN MANAJEMEN HUTAN. Oleh : Budi Nugroho

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Kehutanan, 2008). Hutan Indonesia sebagai salah satu sub sektor pertanian

IV.KEADAAN UMUM WILAYAH

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR: 09 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN KHUSUS PENEBANGAN JENIS KAYU ULIN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

BAB. I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

REVITALISASI KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Lebih jauh lihat diakses pada 15 October WIB.

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan satu ekosistem yang sangat penting yang mempengaruhi proses alam yang berlangsung di bumi. Hutan berfungsi sebagai daerah konservasi, lindung dan produksi. Hutan di Indonesia memberikan berbagai macam manfaat yang dapat dirasakan terdiri atas manfaat langsung (tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu serta manfaat tidak langsung (intangible) yaitu manfaat perlindungan lingkungan, biodiversity dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebihan Eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebihan mengakibatkan kerusakan hutan (deforestation) yang didefinisikan sebagai konversi lahan hutan alam untuk penggunan sektor lainnya, misalnya perkebunanan (kelapa sawit), areal pemukiman (transmigrasi), pertambangan (batu bara, tembaga) dan sebagainya (Humphreys, 1996). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendefinisikan deforestation adalah kejadian ketikan hutan ditebangi atau dibersihkan untuk konversi penggunaan lahan diluar sektor kehutanan. Kehancuran hutan menunjukkan pada penggantian dalam kualitas hutan. Keadaan hutan ini terjadi secara nyata di Indonesia. Faktor sekunder yang mendorong terjadinya kerusakan hutan misalnya hutang internasional, tarif perdagangan dan keterlibatan kepentingan diri perusahaan transnasional dalam konsesi HPH (Hidayat, 2005). Pengelolaan sumberdaya alam terkait dengan ekonomi, dimana pemanfaatan sumberdaya alam memerlukan biaya dan memberikan manfaat ekonomi. Demikian juga sumberdaya hutan. Apabila areal hutan akan dikonversi ke penggunaan lain, maka akan mengakibatkan hilangnya fungsi ekologi dan sosial seperti keanekaragaman hayati, pengatur tata air, tempat melakukan upacara adat dan 1

sebagainya. Sebaliknya apabila areal hutan tersebut dikonservasi maka akan mengakibatkan timbulnya biaya seperti biaya pengelolaan dan biaya hilangnya kesempatan untuk pemanfaatan (opportunity cost). Pengelolaan sumber daya alam termasuk sumber daya hutan dalam era otonomi daerah ini diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004. Secara implisit didalam Undang- Undang tersebut dikemukakan bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang ada di daerahnya untuk memperoleh sumber-sumber pendanaan bagi pembangunan. Kebijakan ini cenderung memicu meningkatnya kerusakan hutan Indonesia di beberapa daerah. Implementasi di lapangan mencerminkan adanya kecenderungan daerah untuk mengeksploitasi hutan secara besar-besaran dengan orientasi untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Rianto, 2006). Sehingga di dalam era otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 1999 lalu, terdapat indikasi yang memperlihatkan kegiatan deforestasi dan degradasi mengalami laju peningkatan yang sangat tinggi. Dengan alasan untuk meningkat sumber pendapatan asli daerah, maka daerah otonom yang memiliki sumberdaya hutan melakukan eksploitasi secara ekstensif dan intensif terhadap hutan dengan cara-cara yang tidak berkelanjutan. Kerusakan hutan yang sudah mengkhawatirkan menyebabkan pemerintah mengambil salah satu kebijakan untuk melakukan enclave pada kawasan hutan produksi. Enclave adalah lahan milik pihak ketiga yang terletak di dalam kawasan hutan (Kepmenhut 292/Kpts-II/95 tanggal 12 juni 1995). Enclave merupakan merubah fungsi kawasan hutan dari hutan produksi menjadi areal penggunaan lain sehingga masyarakat dapat memanfaatkan kawasan hutan tersebut serta diharapkan menjaga kelestarian hutan produksi yang berbatasan dengan kawasan enclave. Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari merupakan kawasan hutan produksi eksareal ijin konsesi HPH PT. IFA yang dilakukan telah di enclave oleh Kementrian Kehutanan. Saat ini Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari mengalami tekanan akibat okupasi hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan pembalakan liar. Hal ini terkait dengan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat sekitar kawasan hutan dan juga kepentingan Pemda dengan mengusung semangat otonomi daerah dalam 2

rangka peningkatan PAD (pendapatan asli daerah). Terdapat kecenderungan untuk melakukan pemanfaatan terhadap sumberdaya alam yang ada di Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari. Kerusakan hutan mengakibatkan hilangnya manfaat hutan sebagai penyimpan karbon, keanekaragaman hayati, pengendali banjir, unsur hara tanah, iklim dan lainlain. Kehilangan keanekaragaman hayati memberikan konsekwensi hilangnya nilai ekonomis potensial dari hutan seperti produk hutan non kayu, bahan ginetik untuk industri non kayu, bioteknologi, ilmu pengetahuan serta jenis-jenis kayu yang dilindungi. Untuk mengetahui dampak perubahan secara terukur, maka perlu diketahui besar pengaruh yang ditimbulkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui besar pengaruh tersebut, diketahui dari refleksi nilai ekonomi yang hilang akibat pembalakan liar dan alih fungsi pemanfaatan lahan Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Refleksi nilai ekonomi lebih memudahkan pemahaman akan kerugian secara finansial Berdasarkan pemahaman diatas terkait dengan adanya alih fungsi lahan Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari di Kabupaten Tebo oleh masyarakat menjadi lahan pertanian dan perkebunan maka perlu dilakukan penelitian kerusakan lingkungan akibat perubahan penggunaan lahan terhadap kehilangan nilai ekonomi Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari. 1.2. Perumusan Masalah Desa Semambu merupakan salah satu desa di Kabupaten Tebo Propinsi Jambi dengan luas wilayah 54,95 Km 2. Desa Semambu berada didalam Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari seluas seluas 13.235 Ha yang merupakan eks-areal HPH PT. IFA. Kawasan hutan ini di enclave berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 46/Kpts-II/1987 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Dati I Jambi tanggal 12 Februari 1987. Kawasan hutan yang telah di enclave oleh Kementrian Kehutanan merubah fungsi kawasan hutan tersebut dari hutan produksi menjadi areal penggunaan lain. Era reformasi yang diikuti pula dengan penerapan otonomi daerah, di mana pemerintah daerah diberi kewenangan memberi perijinan di sektor 3

kehutanan dan perkebunan serta dalam rangka peningkatan PAD (pendapatan asli daerah), mendorong terjadinya okupasi lahan, pembalakan liar dan alih fungsi pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat.. Sebagai suatu ekosistem, hutan mempunyai fungsi dan manfaat bermacammacam, baik yang bersifat langsung mapun tidak langsung. Namun manfaat ekosistem dari hutan kurang menjadi pertimbangan bahkan dampak yang ditimbulkan tidak menjadi pertimbangan serius dalam melakukan konversi lahan hutan. Valuasi terhadap ekosistem hutan yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan dalam melakukan konversi lahan, hanya melihat hutan sebagai ekosistem yang menyediakan produkproduk hutan non kayu sebagai sumber kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Pandangan seperti ini tentu menghasilkan nilai ekosistem hutan yang begitu rendah dibandingkan dengan manfaat yang dihasilkan kegiatan perkebunan kelapa sawit dan karet. Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Berkaitan dengan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang memerlukan kajian sebagai berikut ini. (1) Berapa besar nilai ekonomi yang hilang akibat perubahan penggunaan lahan dari kawasan hutan menjadi lahan perkebunan dan pertanian terhadap praktek penggunaan lahan pada Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari Desa Semambu? (2) Bagaimanakah dampak kerusakan lingkungan akibat praktek penggunaan lahan oleh masyarakat dan pemilik ijin konsesi perkebunan? (3) Bagaimanakah perumusan strategi kebijakan pengelolaan Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari? Untuk mengungkap permasalahan seperti telah dirumuskan di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian secara mendetil tentang: Valuasi Ekonomi Lingkungan Alih Fungsi Lahan Pada Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari di Kabupaten Tebo-Jambi. Lokasi penelitian di Desa Semambu Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo Propinsi Jambi. 4

1.3. Keaslian dan Batasan Penelitian Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sekaligus sebagai perbandingan untuk menunjukkan keaslian penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Utama Metode Hasil 1. Syahrir Yusuf et al., 2005 Nlai Hasil Hutan yang Hilang bila terjadi Perubahan Fungsi Hutan Lindung 2. Fitri Nurfatriani, 2006 Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan Menghitung nilai manfaat jasa-jasa lingkungan Hutan seperti; nilai ekowisata, nilai karbon tersimpan, nilai pilihan, nilai keberadaan, dan nilai warisan/pelestarian Menjelaskan konsep nilai ekonomi total dan berbagai metode yang digunakan untuk menilai manfaat SDH dan lingkungan Survey, pengumpula n data dan wawancara Pengumpula n data dengan cara studi literatur Pengelolaan kawasan konservasi secara ekonomi memberikan keuntungan yang tinggi kepada masyarakat, maka bobot kegiatan konservasi perlu mendapat perhatian yang lebih besar dalam pengambilan kebijakan dalam pembangunan Konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian ekonomi mencoba untuk memberikan nilai terhadap seluruh manfaat yang dihasilkan hutan baik yang bersifat diperdagangkan dan memiliki harga pasar maupun yang tidak memiliki harga pasar. 3. Muhammad Ridwansyah, 2007 Evaluasi Ekonomi Penggunaan Lahan Eks-Areal Hutan Konsesi di sekitar daerah penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat Mengetahui perubahan tutupan hutan dan Mengevaluasi dampak ekonomi penanganan kerusakan hutan dan lahan yang disebabkan oleh penggunaan lahan eks-hph di sekitar daerah penyangga TNKS Survey lapangan dan analisis data 1. Biaya imbangan penggunaan lahan oleh pihak swasta merupakan yang paling besar. Dari biaya imbangan tersebut kehilangan unsur hara merupakan kerugian ekonomi yang paling mencolok. 2. Penerapan sistem agroforestri dalam upaya rehabilitasi di lahan eks-areal konsesi sejalan dengan preferensi masyarakat 4. Erfan Noor Yulian, 2010 Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam Taman Hutan RayaBukit Soeharto di Provinsi Kalimantan Timur 5. Yandi Saputra, 2014 Valuasi ekonomi lingkungan alih fungsi lahan pada kawasan hutan produksi enclave singkati batanghari di Desa Semambu Kabupaten Tebo Jambi Sumber: Telaah Pustaka dan Perumusan, (2014) 1. Menganalisis potensi sumberdaya alam yang ada pada Tahura Bukit Soeharto. 2. Menganalisis nilai Ekonomi lahan dan potensi sumberdaya alam dari Tahura Bukit Soeharto 1. Mengevaluasi nilai ekonomi yang hilang akibat perubahan penggunaan lahan dari kawasan hutan menjadi lahan perkebunan dan pertanian 2. Bagaimanakah dampak kerusakan lingkungan akibat praktek penggunaan lahan oleh masyarakat dan pemilik ijin konsesi perkebunan pengumpula n data dan wawancara Survey lapangan, pengumpula n data dan wawancara 1. Tahura Bukit Soeharto memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar dengan nilai Total Economic Value Rp. 41.390.367.264.492,00, serta Nilai Ekonomi Kerusakan Sumber Daya Alam Rp.6.827.810.650.719,90 2. Dalam rangka Implementasi kebijakan konservasi maka disarankan perlunya peningkatan kapasitas manajemen,untuk itu perlu peningkatan kondisi kapasitas pengelolaan kawasan yang masih kurang mendukung 1. Nilai ekonomi kawasan hutan eksareal HPH 2. Nilai ekonomi alih fungsi lahan 3. Kerusakan lingkungan pada kawasan hutan eks-areal HPH 5

1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) mengevaluasi dampak nilai ekonomi akibat alih fungsi pemanfaatan lahan Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari menjadi lahan perkebunan dan pertanian; (2) mengevaluasi dampak kerusakan lingkungan akibat praktek penggunaan lahan Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari oleh masyarakat dan pemilik ijin konsesi perkebunan; dan (3) merumuskan strategi kebijakan pengelolaan lahan Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari. 1.5. Manfaat Penelitian Sasaran utama penelitian ini adalah mengevaluasi manfaat ekonomi sumberdaya hutan yang hilang akibat kerusakan lingkungan dalam memanfaatkan kawasan hutan dan dapat dirumuskan strategi pengelolaan lahan dengan memperhatikan aspek lingkungan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar hutan serta pemerintah. Maka manfaat penelitian dapat diuraikan sebagai berikut ini. (1) Dampak dan nilai ekonomi alih fungsi pemanfaatan lahan terhadap praktek penggunaan lahan Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari yang diperoleh dari hasil penelitian dapat memberikan kesadaran bahwa nilai sumberdaya hutan bukanlah murah dan tak terbatas sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan komitmen multipihak dalam pengelolaan kawasan hutan. (2) Secara praktis penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan strategi pengelolaan Kawasan Hutan Enclave Singkati Batanghari. (3) Secara akademik penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan studi lebih lanjut tentang pengembangan konsep pengelolaan kawasan hutan yang berpihak kepada masyarakat dengan tetap memperhatikan nilai ekonomi manfaat sumberdaya hutan yang berkelanjutan 6