BAB 1 PENDAHULUAN. termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan kerja yang ada. Kondisi yang demikian akan menjadi. kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Rencana Panjang Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 pembangunan adalah upaya sistematis dan terencana oleh masingmasing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan. Bagi bangsa Indonesia, secara khusus tujuan pembangunan nasional Indonesia telah termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam tujuan nasional tersebut, tampak bahwa amanat yang diberikan oleh negara kepada pemangku kebijakan salah satunya yaitu memuliakan kehidupan manusia dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Senada dengan hal tersebut, Mubyarto (1988 : 227) menyatakan apabila ketiga tujuan pembangunan nasional tersebut dipadukan akan tampak pembangunan yang seimbang, serasi, dan selaras dalam segala bidang. Mirza (2012) menjelaskan pembangunan merupakan alat untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan 1

salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah sasaran utama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Menurut Kuznet dalam Widodo, dkk (2015) pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan sebuah negara dalam jangka penjang menyediakan barang-barang kebutuhan untuk perekonomian. Menurut Jhingan dalam Widodo, dkk (2015 : 2) komponen pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain dilihat dari meningkatnya persediaan barang, kemajuan teknologi, dan penggunaan teknologi secara efisien. Pembangunan ekonomi merupakan suatu syarat mutlak bagi kelangsungan suatu bangsa karena dalam pembangunan ekonomi berarti bahwa peningkatan pendapatan per kapita diikuti dengan perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro dan Smith dalam Widodo,dkk (2015 : 1), keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu perkembangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatnya rasa harga diri, dan meningkatnya kemampuan untuk memilih. Dalam Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 dinyatakan bahwa pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kedaulatan sebagai negara merdeka merupakan upaya membanguan kemandirian. Kemandirian suatu bangsa salah satunya tercermin pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya. 2

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dilaksanakan dalam empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) bahwa pembangunan dalam RPJMN ke-3 (2015-2019) diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat. Menurut UNDP dalam Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2016 (BPS, 2016), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia barbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui tiga dimensi dasar yang mencakup kesehatan, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Selain sebagai ukuran pencapaian pembangunan manusia di suatu negara, IPM juga dapat digunakan sebagai alat perbandingan pencapaian pembangunan manusia dengan negara-negara lain. Berdasarkan ringkasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menyatakan bahwa baseline sasaran makro Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2014 sebesar 73,83 dengan target tahun 2019 sebesar 76,30 sedangkan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2014 berdasarkan data dari BPS baru mencapai 68,90. Lebih lanjut, perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : 3

Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia Tahun 2011-2015 (dalam persen) Tahun IPM 2011 67,09 2012 67,70 2013 68,31 2014 68,90 2015 69,55 Sumber : BPS, 2016 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia terus mengalami kenaikan namun pencapaian di tahun 2014 masih berada dibawah baseline sasaran makro Indeks Pembangunan Manusia dalam RPJMN 2015-2019. Lebih lanjut, berdasarkan data (BPS, 2016) menunjukkan bahwa nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 33 Provinsi di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2011-2015 hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015 (dalam persen) No. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 1 Aceh 67,45 67,81 68,30 68,81 69,45 2 Sumatera Utara 67,34 67,74 68,36 68,87 69,51 3 Sumatera Barat 67,81 68,36 68,91 69,36 69,98 4 Riau 68,90 69,15 69,91 70,33 70,84 5 Jambi 66,14 66,94 67,76 68,24 68,89 6 Sumatera Selatan 65,12 65,79 66,16 66,75 67,46 7 Bengkulu 65,96 66,61 67,50 68,06 68,59 8 Lampung 64,20 64,87 65,73 66,42 66,95 9 Kep. Bangka Belitung 66,59 67,21 67,92 68,27 69,05 10 Kep. Riau 71,61 72,36 73,02 73,40 73,75 11 DKI Jakarta 76,98 77,53 78,08 78,39 78,99 12 Jawa Barat 66,67 67,32 68,25 68,80 69,50 4

13 Jawa Tengah 66,64 67,21 68,02 68,78 69,49 14 DIY 75,93 76,15 76,44 76,81 77,59 15 Jawa Timur 66,06 66,74 67,55 68,14 68,95 16 Banten 68,22 68,92 69,47 69,89 70,27 17 Bali 70,87 71,62 72,09 72,48 73,27 18 NTB 62,14 62,98 63,76 64,31 65,19 19 NTT 60,24 60,81 61,68 62,26 62,67 20 Kalimantan Barat 62,35 63,41 64,30 64,89 65,59 21 Kalimantan Tengah 66,38 66,66 67,41 67,77 68,53 22 Kalimantan Selatan 65,89 66,68 67,17 67,63 68,38 23 Kalimantan Timur 72,02 72,62 73,21 73,82 74,17 24 Sulawesi Utara 68,31 69,04 69,49 69,96 70,39 25 Sulawesi Tengah 64,27 65,00 65,79 66,43 66,76 26 Sulawesi Selatan 66,65 67,26 67,92 68,49 69,15 27 Sulawesi Tenggara 66,52 67,07 67,55 68,07 68,75 28 Gorontalo 63,48 64,16 64,70 65,17 65,86 29 Sulawesi Barat 60,63 61,01 61,53 62,24 62,96 30 Maluku 64,75 65,43 66,09 66,74 67,05 31 Maluku Utara 63,19 63,93 64,78 65,18 65,91 32 Papua Barat 59,90 60,30 60,91 61,28 61,73 33 Papua 55,01 55,55 56,25 56,75 57,25 Sumber : BPS, 2016 Berdasarkan tabel di atas, jika dicermati lebih lanjut terlihat bahwa masing-masing provinsi selama tahun 2011-2015 mengalami kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) namun masih terdapat kesenjangan IPM antarprovinsi di Indonesia. Di samping itu, nilai IPM Indonesia masih berada di bawah rata-rata dunia yaitu sebesar 71,05 persen, karena manusia sebagai modal dasar pembangunan nasional maka diperlukan upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan modal sumber daya manusia yang berkualitas. Pencapaian nilai IPM Indonesia pada tabel di atas jika dikaitkan dengan baseline sasaran makro Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2014 dalam RPJMN 2015-2019 hanya Provinsi DKI Jakarta dan DIY saja 5

yang berhasil dalam pencapaiannya sedangkan provinsi lain masih berada dibawah baseline yang ditetapkan. Sementara itu, jika pemerintah menargetkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2019 sebesar 76,30 sedangkan hingga tahun 2016 nilai IPM Indonesia baru mencapai 70,18 maka diperlukan komponen seluruh bangsa untuk bersinergi dan berkolaborasi untuk meningkatkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Sejalan dengan ini berdasarkan berita dari UNDP menyatakan bahwa : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk tahun 2015 adalah 0,689. Ini menempatkan Indonesia dalam kategori pembangunan manusia menengah dan peringkat 113 dari 188 negara. Nilai IPM meningkat 30,5 persen dari nilai pada tahun 1990. Hal ini mencerminkan kemajuan yang telah dicapai Indonesia dalam hal harapan hidup saat lahir, rata-rata tahun bersekolah, harapan lama bersekolah dan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) selama periode tersebut. Namun demikian, IPM Indonesia menurun tajam ke 0,563 (turun 18,2 persen) bila kesenjangan diperhitungkan. Kesenjangan pendidikan dan harapan hidup saat lahir di Indonesia lebih tinggi dari ratarata di Asia Timur dan Pasifik Meskipun kesenjangan telah menjadi komitmen bagi pemerintah, Indonesia harus terus berupaya meningkatkan level IPM dari kelompok menengah ke kelompok tinggi. Berdasarkan laporan Human Development Report (HDR) 2015 dalam Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2016 (BPS, 2016), IPM Indonesia berada di level sedang dengan capaian IPM sebesar 68,38 atau berada di peringkat 110 dari 188 negara dan berada di bawah rata-rata dunia sebesar 71,05. Dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, Indonesia menempati peringkat kelima dari 6

sepuluh negara. Jika dibandingkan dengan negara yang berpenduduk besar seperti China, India, dan Jepang, IPM Indonesia (0,684) masih berada di bawah Jepang (0,891) dan China (0,727) namun lebih tinggi dari India (0,609). Oleh karena itu, diperlukan suatu formula dan strategi kebijakan agar pemerintah dan seluruh komponen bangsa dapat bersinergi dan berkolaborasi untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. Meskipun secara umum Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia meningkat, namun kesenjangan masih menjadi persoalan bagi Indonesia terutama mengenai kesenjangan IPM antara Kawasan Indonesia Timur (KIT) dan Kawasan Indonesia Barat (KIB) hal ini ditandai dengan adanya 31 provinsi dengan Indeks Pembangunan Manusia yang masih berada di bawah baseline sasaran makro Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam RPJMN 2015-2019. Lanjouw dalam Ginting, et al (2008) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan dengan penduduk yang tidak miskin. Tersedianya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Dengan demikian, pembangunan manusia belum bisa dikatakan optimal jika hanya berfokus pada pengurangan kemiskinan. Perkembangan tingkat persentase penduduk miskin di 33 Provinsi di Indonesia dari tahun 2011-2015 berfluktuatif sehingga diperlukan sebuah 7

formula dan kebijakan strategi dalam pengentasan kemiskinan sehingga IPM Indonesia diharapkan akan stabil. Kemiskinan dapat memberikan dampak yang sangat serius terhadap Indeks Pembangunan Kemiskinan (IPM) karena pada dasarnya menurut Widodo, dkk ( 2015 : 19) kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Ketika kebutuhan dasar manusia seperti pendidikan dan kesehatan terabaikan maka akan terjadi hambatan dalam meningkatkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia karena pendidikan dan kesehatan merupakan dimensi atau indikator dalam pembangunan manusia. Adapun perkembangan fluktuasi persentase penduduk miskin di 33 provinsi di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.3 Persentase Penduduk Miskin di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015 No. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 1 Aceh 19,48 18,58 17,72 16,98 17,11 2 Sumatera Utara 10,83 10,41 10,39 9,85 10,79 3 Sumatera Barat 8,99 8,00 7,56 6,89 6,71 4 Riau 8,17 8,05 8,42 7,99 8,82 5 Jambi 7,90 8,29 8,42 8,39 9,12 6 Sumatera Selatan 13,95 13,48 14,06 13,62 13,77 7 Bengkulu 17,36 17,52 17,75 17,09 17,16 8 Lampung 16,58 15,65 14,39 14,21 13,53 9 Kep. Bangka Belitung 5,16 5,36 5,25 4,97 4,83 10 Kep. Riau 6,79 6,83 6,35 6,40 5,78 11 DKI Jakarta 3,64 3,70 3,72 4,09 3,61 12 Jawa Barat 10,57 9,88 9,61 9,18 9,57 13 Jawa Tengah 16,21 14,98 14,44 13,58 13,32 14 DIY 16,14 15,88 15,03 14,55 13,16 15 Jawa Timur 13,88 13,08 12,73 12,28 12,28 16 Banten 6,26 5,71 5,89 5,51 5,75 17 Bali 4,59 3,95 4,49 4,76 5,25 18 NTB 19,67 18,02 17,25 17,05 16,54 8

19 NTT 20,48 20,41 20,24 19,60 22,58 20 Kalimantan Barat 8,48 7,97 8,74 8,07 8,44 21 Kalimantan Tengah 6,64 6,19 6,23 6,07 5,91 22 Kalimantan Selatan 5,35 5,02 4,76 4,81 4,72 23 Kalimantan Timur 6,63 6,38 6,38 6,31 6,10 24 Sulawesi Utara 8,46 7,63 8,50 8,26 8,98 25 Sulawesi Tengah 16,04 14,94 14,32 13,61 14,07 26 Sulawesi Selatan 10,27 9,82 10,32 9,54 10,12 27 Sulawesi Tenggara 14,61 13,06 13,73 12,77 13,74 28 Gorontalo 18,02 17,21 18,01 17,41 1,16 29 Sulawesi Barat 13,64 13,00 12,23 12,05 11,90 30 Maluku 22,45 20,76 19,27 18,44 19,36 31 Maluku Utara 10,00 8,05 7,64 7,41 6,22 32 Papua Barat 28,53 27,04 27,14 26,27 25,73 33 Papua 31,25 30,66 31,53 27,80 28,40 Sumber : BPS, 2016 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase penduduk miskin di 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2011-2015 cenderung berfluktuatif. Namun demikian, secara nasional persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2011-2015. Adapun data penurunan persentase penduduk miskin di Indonesia dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 1.4 Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2011-2015 Tahun Persentase Penduduk Miskin 2011 12,94 2012 12,29 2013 12,20 2014 11,69 2015 11,35 Sumber : BPS, 2016 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa selama kurun waktu tahun 2011-2015 persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami 9

penurunan hingga 1,59 persen yaitu 12,94 persen pada tahun 2011 menjadi 11,35 persen pada tahun 2015. Meskipun menunjukkan trend yang menurun, kesenjangan kemsikinan antara perdesaan dan perkotaan masih perlu mendapat perhatian lebih untuk ditanggulangi. Upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan salah satunya dengan membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melalui program peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi, penguatan kelembagaan sosial dan ekonomi, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dan akselerasi pembanguna di daerah tertinggal (Widodo dkk, 2015). Upaya yang dilakukan oleh TNP2K tersebut diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga terjadi peningkatan etos kerja yang produktif untuk dapat keluar dari masalah mendasar yaitu kemiskinan. Selain masalah kemiskinan, kondisi sosial ekonomi masyarakat seperti pengangguran juga dapat mempengaruhi nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Baeti (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengangguran menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi tidak maksimal sedangkan tujuan akhir dari pembangunan yaitu untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini senada dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang sudah jelas tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu menciptakan kesejahteraan umum bagi masyarakat. Jika tingkat pengangguran suatu daerah tinggi maka akan berdampak pada pencapaian pembangunan manusia yang rendah dan rendahnya kinerja perekonomian akibat pengangguran akan 10

berakibat pada rendahnya pendapatan masyarakat sehingga kemampuan daya beli masyarakat juga akan turun yang pada akhirnya kebutuhan dasar manusia seperti kesehatan dan pendidikan tidak akan terpenuhi, Ketika kebutuhan dasar masyarakat tidak terpenuhi maka bangsa Indonesia tidak akan mencapai tujuan pembangunan seperti yang telah dicita-citakan yaitu mencapai kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, jelas bahwa pengangguran mempengaruhi pembangunan manusia. Hal ini juga senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Baeti (2012) bahwa pembangunan sektor ketenagakerjaan merupakan bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia. Adapun data mengenai tingkat pengangguran terbuka di 33 Provinsi di Indonesia dalah sebagai berikut : Tabel 1.5 Tingkat Pengangguran Terbuka 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015 No. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 1 Aceh 17,62 17,00 18,46 15,77 17,66 2 Sumatera Utara 15,65 12,71 12,55 12,18 13,10 3 Sumatera Barat 15,53 13,14 13,41 12,83 12,88 4 Riau 13,60 9,66 9,67 11,55 14,55 5 Jambi 8,61 6,89 7,65 7,58 7,07 6 Sumatera Selatan 12,90 11,26 10,25 8,80 11,11 7 Bengkulu 6,92 5,80 6,71 5,09 8,12 8 Lampung 11,90 10,41 10,76 9,87 8,57 Kep. Bangka 9 Belitung 7,17 6,25 6,87 7,81 9,64 10 Kep. Riau 12,58 10,79 11,68 11,95 15,25 11 DKI Jakarta 22,55 20,26 18,27 18,31 15,59 12 Jawa Barat 19,98 18,92 18,04 17,11 17,12 13 Jawa Tengah 13,25 11,51 11,55 11,13 10,30 14 DIY 9,93 7,88 7,00 5,50 8,14 15 Jawa Timur 9,62 8,27 8,27 8,20 8,78 16 Banten 27,35 20,62 19,31 18,94 18,13 17 Bali 5,95 4,32 3,76 3,27 3,36 18 NTB 10,71 10,46 10,58 11,05 10,67 11

19 NTT 5,88 5,57 5,37 5,23 6,95 20 Kalimantan Barat 9,83 6,96 7,13 6,57 9,92 21 Kalimantan Tengah 7,37 5,86 4,81 5,95 7,68 22 Kalimantan Selatan 12,03 9,54 7,54 7,83 9,75 23 Kalimantan Timur 22,33 18,50 16,89 16,27 14,68 24 Sulawesi Utara 19,84 16,53 14,29 14,81 17,72 25 Sulawesi Tengah 11,09 7,70 6,86 6,60 7,09 26 Sulawesi Selatan 15,02 12,57 10,99 10,87 11,77 27 Sulawesi Tenggara 9,14 7,34 7,82 6,56 9,17 28 Gorontalo 11,69 9,40 8,66 6,62 7,71 29 Sulawesi Barat 6,12 4,26 4,37 3,68 5,15 30 Maluku 18,99 15,30 16,88 17,10 16,65 31 Maluku Utara 11,14 10,32 9,31 10,94 11,60 32 Papua Barat 13,54 11,99 8,76 8,71 12,69 33 Papua 8,86 6,73 6,06 6,93 7,71 Sumber : BPS, 2016 Berdasarkan data di atas, Tingkat Pengangguran Terbuka antarprovinsi dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah pengangguran terjadi karena jumlah tenaga kerja yang membutuhkan pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang disediakan. Meskipun masalah ketenagakerjaan telah menjadi komitmen pemerintah, namun jika tidak segera diatasi oleh pemerintah maupun kerjasama pemerintah dengan dunia usaha swasta nasional maka akan berdampak serius kepada perekonomian suatu negara mengingat pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang meningkat pesat. Masalah yang kemudian timbul sebagai akibat dari tingginya angka pengangguran salah satunya adalah kesenjangan pendapatan. Berdasarkan BPS (Statistik Indonesia, 2016), Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,38 persen per tahun. Dengan demikian, 12

Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang siap diberdayakan terlebih pada saat ini Indonesia mengalami bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif akan jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non produktif. Bonus demografi yang diperoleh negara Indonesia akan sangat tergantung dengan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mudah terserap oleh pasar tenaga kerja sehingga pada gilirannya akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi melalui inovasi produk dan teknologi yang diciptakan sehingga akan tercipta adanya produktifitas yang tinggi yang pada akhirnya akan memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Peluang Indonesia dalam bonus demografi jika dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik akan menjadi berkah bagi negara Indonesia sendiri karena di samping memiliki penduduk usia produktif yang berkualitas juga memiliki kesempatan dalam mengakses pekerjaan yang lebih baik pula. Ketika hal ini terjadi, maka pertumbuhan ekonomi akan bergerak mengikuti trend sebagaimana pesatnya perkembangan pertumbuhan penduduk yang berkualitas dalam memperluas jangkauan kegiatan ekonominya. Adapun perkembangan pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju pertumbuhan PDRB adalah sebagai berikut : Tabel 1.6 Laju Pertumbuhan PDRB 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2013 No. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 1 Aceh 3,28 3,85 2,61 1,55-0,72 2 Sumatera Utara 6,66 6,45 6,07 5,23 5,10 13

3 Sumatera Barat 6,34 6,31 6,08 5,86 5,41 4 Riau 5,57 3,76 2,48 2,70 0,22 5 Jambi 7,86 7,03 6,84 7,35 4,21 6 Sumatera Selatan 6,36 6,83 5,31 4,70 4,50 7 Bengkulu 6,85 6,83 6,07 5,48 5,14 8 Lampung 6,56 6,44 5,77 5,08 5,13 9 Kep. Bangka Belitung 6,90 5,50 5,20 4,67 4,08 10 Kep. Riau 6,96 7,63 7,21 6,62 6,02 11 DKI Jakarta 6,73 6,53 6,07 5,91 5,88 12 Jawa Barat 6,50 6,50 6,33 5,09 5,03 13 Jawa Tengah 5,30 5,34 5,11 5,28 5,44 14 DIY 5,21 5,37 5,47 5,16 4,94 15 Jawa Timur 6,44 6,64 6,08 5,86 5,44 16 Banten 7,03 6,83 6,67 5,47 5,37 17 Bali 6,66 6,96 6,69 6,73 6,04 18 NTB -3,91-1,54 5,16 5,06 21,24 19 NTT 5,67 5,46 5,41 5,05 5,02 20 Kalimantan Barat 5,50 5,91 6,05 5,03 4,81 21 Kalimantan Tengah 7,01 6,87 7,37 6,21 7,01 22 Kalimantan Selatan 6,97 5,97 5,33 4,85 3,84 23 Kalimantan Timur 6,47 5,48 2,76 1,57-1,28 24 Sulawesi Utara 6,17 6,86 6,38 6,31 6,12 25 Sulawesi Tengah 9,82 9,53 9,59 5,07 15,56 26 Sulawesi Selatan 8,13 8,87 7,62 7,54 7,15 27 Sulawesi Tenggara 10,63 11,65 7,50 6,26 6,88 28 Gorontalo 7,71 7,91 7,67 7,27 6,23 29 Sulawesi Barat 10,73 9,25 6,93 8,88 7,37 30 Maluku 6,34 7,16 5,24 6,61 5,44 31 Maluku Utara 6,80 6,98 6,36 5,48 6,10 32 Papua Barat 3,64 3,63 7,36 5,44 4,10 33 Papua -4,28 1,72 8,55 3,81 7,71 Sumber : BPS, 2016 Berdasarkan pada tabel di atas, tampak bahwa nilai laju pertumbuhan ekonomi di 33 Provinsi mengalami fluktuasi sekaligus ketimpangan antarprovinsi terutama di Kawasan Indonesia Timur (KIT). Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama kurun waktu 2011-2015 mengalami penurunan sebesar 1,29 persen 14

dari 6,17 persen pada tahun 2011 menjadi 4,88 persen pada tahun 2015 sebagaimana data pada tabel berikut : Tabel 1.7 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Tahun 2011-2015 Tahun PDB Indonesia 2011 6,17 2012 6,03 2013 5,56 2014 5,01 2015 4,88 Sumber : BPS, 2016 Jadi, berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas akan dapat memutus lingkaran setan kemiskinan terlebih modal manusia yang berkualitas merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi sehingga dengan modal manusia yang berkualitas diharapkan dapat menurunkan tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mirza (2012) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia di Jawa Tengah tahun 2006-2009 hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pembangunan manusia karena pada dasarnya pembangunan adalah pembangunan manusia. Berpijak dari fenomena tersebut, maka fokus utama penelitian ini adalah menganalisis Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, 15

dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015. 1.2. Rumusan Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2011-2015 jika dibandingkan dengan baseline tahun 2014 yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 hanya terdapat 2 provinsi yang berhasil mencapai baseline tersebut yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama kurun waktu 2011-2015. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya Indeks pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia tahun 2011-2015. 1.3. Tujuan Penulisan Sejalan dengan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015. 1.4. Manfaat Penulisan a. Manfaat Bagi Universitas Sebagai referensi penyusunan tugas akhir dengan topik yang sama yaitu terkait Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015. 16

b. Manfaat Bagi Pengambil Kebijakan Sebagai alternatif solusi dalam pertimbangan evaluasi dan memberikan informasi yang berguna di dalam memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sehingga dapat diketahui faktor yang perlu dipicu untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. c. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu ekonomi terutama ekonomi pembangunan yakni dapat melengkapi studi terdahulu terkait penelitian mengenai Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015. d. Manfaat Bagi Penulis Sebagai wujud kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015 17

1.5. Kerangka Pemikiran Latar Belakang : Pembangunan merupakan upaya yang terencana dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas hidup manusia. IPM Indonesia di tingkat ASEAN menduduki peringkat kelima dan menduduki peringkat 110 dari 180 negara namun masih dibawah nilai rata-rata IPM dunia sebesar 71,05. Rumusan Masalah : IPM Indonesia tahun 2011-2015 terus mengalami peningkatan namun selama kurun waktu 2011-2015 jika dibandingkan dengan baseline tahun 2014 dalam RPJMN 2015-2019 hanya 2 provinsi yang telah mencapai baseline tersebut dan 31 provinsi lainnya masih di bawah baseline. Tujuan : Menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, TPT, dan Kemiskinan terhadap IPM di 33 Provinsi di Indonesia tahun 2011-2015. Metode Analisis : Analisis Regresi Data Panel Data : Data yang digunakan adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2011-2015. Data sekunder dengan data panel, data cross section pada penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi, TPT, Kemiskinan, dan IPM 33 Provinsi di Indonesia, sedangkan data times series adalah data Pertumbuhan Ekonomi, TPT, Kemiskinan, dan IPM tahun 2011-2015. Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran 18