PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 6 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Destiny Widi Astuti 1, Sukasno 2, As Elly S 3 STKIP-PGRI Lubuklinggau destinywidi@gmail.com ABSTRAK Skripsi ini berjudul Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Rumusan masalahnya adalah Apakah terdapat peningkatan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model Problem Based Learning (PBL)?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau setelah diterapkan model Problem Based Learning (PBL). Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok pembanding. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t pada taraf signifikan = 0,05. Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh t hitung (17,6624) >t tabel (1,697), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model Problem Based Learning (PBL). Peningkatan skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 20,25. Kata kunci : Problem Based Learning (PBL), Pemecahan Masalah Matematika. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena dengan pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, bermutu dan mampu bersaing. Pendidikan juga sebagai pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa. Menurut Buchori (dalam Trianto, 2007:1) bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat tujuan pendidikan tersebut, sudah semestinya aspek ini menjadi perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Salah satu pembelajaran yang ada di dunia pendidikan adalah matematika, Cornelius (dalam Abdurrahman, 2012:204) menyatakan bahwa perlunya belajar matematika karena matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, sarana mengenal polapola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Artinya mata pelajaran matematika dapat dijadikan sebagai wahana dalam mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan pemecahan masalah matematika. Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti dengan guru matematika kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau diketahui bahwa soal-soal ulangan harian dan UTS yang diberikan guru merupakan soal-soal yang sudah pernah dikerjakan pada latihan-latihan sebelumnya, kemudian guru hanya mengganti angka sehingga soal tersebut tampak berbeda, selain itu pembelajaran konvensional dengan mengunakan metode ceramah sering digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar dan tidak pernahnya guru menggunakan model pembelajaran yang mampu mengajak siswa terlibat aktif dalam belajar. Hal tersebut tentu mampu membuat tingkat pemahaman siswa terhadap materi ajar menjadi kurang optimal dan mempengaruhi tinggkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu mengajak siswa terlibat aktif dan menjadikan siswa pembelajar yang mandiri. Sehingga pemahaman siswa terhadap materi ajar menjadi optimal dan tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ada banyak model pembelajaran yang mampu membantu guru dalam mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika dan memotivasi siswa aktif dalam belajar, salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model Problem Based Learning (PBL). Menurut Hosnan (2014:295), Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik
(masalah dunia nyata) sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Rumusan dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat peningkatan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model Problem Based Learning (PBL)? LANDASAN TEORI 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Sumiati dan Asra (2009:133) menyatakan masalah pada dasarnya merupakan suatu hambatan atau rintangan yang harus disingkirkan, atau pertanyaan yang harus dijawab atau dipecahkan. Menurut Abdurrahman (2012:208) dalam menghadapi masalah matematika, khususnya soal cerita siswa harus melakukan analisis dan interprestasi informasi sebagai landasan untuk menentukan pilihan dan keputusan. Abdurrahman (2012:205) juga mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Masalah pada dasarnya merupakan suatu hambatan atau rintangan yang harus disingkirkan, atau pernyataan yang harus dijawab atau dipecahkan. Pemecahan masalah merupakan bagian dari matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk ditetapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Menurut Sumiati dan Asra (2009:139) Kemampuan pemecahan masalah seseorang dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah berbeda. Perbedaan ini banyak ditunjang oleh latar belakang kemampuan pendidikan, banyaknya membaca, dan kemampuan menggunakan penalaran, yaitu kemampuan melihat hubungan sebab akibat dari permasalah. Indikator pemecahan masalah menurut Polya (dalam Hoseana, 2015:1) adalah sebagai berikut : (1) Memahami permasalahan; (2) Merancang suatu strategi penyelesaian masalah; (3) Melaksanakan strategi; (4) Meninjau kembali dan mengembangkan.
Adapun pemberian skor dalam pemecahan masalah memperlihatkan bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah. Pemberian skor pemecahan masalah dalam penelitian ini diadopsi dari penskoran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Schoen dan Ochmke (dalam Fauziah, 2010:40), seperti pada tabel 1: Tabel 1. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Skor 0 1 2 3 4 Memahami Masalah Salah menginterprest asikan/salah sama sekali Salah nenginterprestasikan sebagian soal, mengabaikan Membuat Rencana Pemecahan Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan Membuat rencana pemecahan yang tidak dapat dilaksanakan sehingga tidak dapat dilaksanakan Membuat rencana Memahami yang benar tetapi masalah soal salah dalam selengkapnya hasil/tidak ada hasil - membuat rencana yang benar, tetapi tidak lengkap - Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarah pada Skor maksimal 2 solusi yang benar Skor maksimal 4 Melakukan Perhitungan Memeriksa Kembali Hasil Tidak Tidak ada melakukan pemeriksaan perhitungan atau tidak ada keterangan lain Melaksanakan Ada prosedur yang pemeriksaan benar dan tetapi tidak mungkin tuntas menghasilkan jawaban yang benar tapi salah perhitungan Melakukan Pemeriksaan proses yang dilaksanakan benar dan untuk melihat mendapatkan kebenaran hasil yang benar proses - - - - Skor maksimal 2 Skor maksimal 2 (Fauziah, 2010:40) Tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat melalui skor yang diperoleh siswa dari tes kemampuan pemecahan masalah yang diberikan, sehingga dapat mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan
pemecahan masalah siswa setelah diterapkannya model PBL yang diukur pada akhir proses pembelajaran matematika. Pengukuran tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tersebut menggunakan kriteria seperti pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Kriteria Penggolongan Kemampuan Pemecahan Masalah Rentangan skor rata-rata Kriteria 40 50 Sangat Tinggi 30 39 Tinggi 20 29 Cukup 10 19 Rendah 0 9 Sangat Rendah (Modifikasi dari Djaali & Pudji Mulyono, 2008:103) 2. Model Problem Based Learning (PBL) Menurut Hosnan (2014:295), Model Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri. Sedangkan Menurut Tan (dalam Rusman, 2013:229) Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berfikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara berkesinambungan. Adapun ciri-ciri model PBL menurut Hosnan (2014:300) yaitu: (1) Pengajuan masalah atau pertanyaan; (2) Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu; (3) Penyelidikan yang autentik; (4) Menghasilkan dan memamerkan hasil/karya; (5) Kolaborasi. Menurut menurut Amir (2013:24) didalam bukunya mengatakan tujuh langkah proses pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) yaitu: (1) Mengklarifikasi masalah dan konsep; (2) Merumuskan masalah; (3) Menganalisis masalah; (4) Menata gagasan secara sistematis; (5) Menentukan tujuan
pembelajaran; (6) Mencari informasi tambahan dari berbagai sumber;(7) Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan. Menurut Wee dan Kek (dalam Amir, 2009:32) mengemukakan beberapa keunggulan Problem Based Learning (PBL) yaitu: (1) Punya keaslian seperti di dunia kerja; (2) Dibangun dengan memperhitungkan pengetahuan sebelumnya; (3) Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif; (4) Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Menurut Sanjaya (2010:221) Kelemahan model PBL yaitu: (1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba; (2) Membutuhkan waktu untuk persiapan; (3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (2010:9) penelitian eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminsasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor faktor lain yang menggangu. Desain eksperimen yang digunakan berbentuk eksperimen semu kategori pre-test dan post-test group, dengan cara mengambil sampel secara acak dari populasi dan eksperimennya dilaksanakan tanpa adanya kelas pembanding (hanya satu kelas). Adapun desain eksperimen semu menurut Arikunto (2010:124) dapat digambarkan sebagai berikut : A O 1 X O 2 Keterangan : A : Sampel acak O 1 X O 2 : Pre-test : Penerapan model Problem Based Learning (PBL) : Post-test Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016. Sampel penelitian ini diambil satu kelas
secara acak (Simple Random Sampling). Dari enam kelas terpilih satu kelas yaitu kelas X. 3. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan teknik tes. Tes yang diberikan sebanyak lima soal dengan materi Sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) dan sistem persamaan linear tiga variabel (SPLTV). Tes tersebut dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) diberikan untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diberikan model Problem Based Learning (PBL). Dari hasil uji coba instrumen, kelima soal yang diajukan sebagai instrumen semuanya valid dan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,4625 sehingga soal tes tersebut mempunyai drajat reliabilitas sedang, sehingga soal dapat dipercaya sebakai alat ukur. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan uji instrumen dengan materi sistem persamaan linear dua (SPLDV) dan sistem persamaan linear tiga variabel (SPLTV) XI IPA 2 SMA Negeri 6 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah 25 siswa. Uji instrumen tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas soal yang akan digunakan sebagai instrumen dalam pengambilan data dalam proses penelitian. Dalam proses penelitian yang dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau, peneliti menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan dilaksanakan pada materisistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) dan sistem persamaan linear tiga variabel (SPLTV). Dari 205 siswa yang tergabung dalam enam kelas diambil sampel secara acak dan terpilih sampel yaitu kelas X.3 dengan jumlah 32 siswa. Penelitian dilakukan sebanyak lima kali pertemuan, satu kali pemberian pretest, tiga kali mengadakan pembelajaran dengan model PBL dan satu kali pemberian post-test pada kegiatan akhir setelah diberikannya perlakuan dengan menggunakan model PBL.
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Untuk mengetahui kemampuan awal siswa diberikan Pre-test. Berdasarkan hasil tes awal dapat lihat bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah pada pre-test sebesar 7,25 dengan simpangan baku yaitu 2,73. Dari 32 siswa di kelas X.3 skor terendah adalah 4 dan skor tertinggi adalah 15 dari skor maksimal yaitu 50. Dari skor rata-rata siswa dapat diketahui bahwa kriteria kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih sangat rendah yaitu 7,25. Kemampuan akhir siswa adalah kemampuan pemecahan masalah siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) dan sistem persamaan linear tiga variabel (SPLTV). Berdasarkan hasil tes akhir dapat diketahui rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika pada posttest sebesar 27,5 dengan simpangan baku 6,45 dan skor terendah adalah 11 sedangkan skor tertinggi adalah 40 dari skor maksimal yang ditentukan yaitu 50. Skor rata-rata kemampuan akhir siswa dapat diketahui bahwa kriteria kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diterapkan model problem based learning (PBL) dalam kriteria cukup baik yaitu 27,5. Berdasarkan hasil pre-test dan post-test dapat disimpulkan bahwa skor ratarata kemampuan pemecahan masalah siswa awal sebesar 7,25 mengalami peningkatan pada skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa akhir yaitu menjadi 27,5. Besarnya peningkatan skor rata-rata yang terjadi sebesar 20,25. Peningkatan skor rata-rata pre-test dan post-test dapat dilihat pada grafik 1 40 20 27,5 0 7,25 Pre-test Post-test Grafik 1. Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Dari hasil perhitungan data Gain diperoleh t hitung = 17,6624, selanjutnya t hitung dibandingkan dengan nilai t tabel, pada taraf signifikan yaitu α = 0,05 yaitu
t tabel = 1,697 hal ini berarti t hitung > t tabel atau t hitung (17,6624) > t tabel (1,697) artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model Problem Based Learning (PBL). 2. Pembahasan Jumlah pertemuan yang dilaksanakan peneliti di kelas eksperimen dalam penelitian ini adalah sebanyak lima kali pertemuan, dengan rincian satu pertemuan sebagai pre-test di awal penelitian, tiga pertemuan proses pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dan satu pertemuan sebagai pelaksanaan post-test di akhir pertemuan pembelajaran. Penelitian diawali dengan memberikan tes awal (Pre-test) untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Dari hasil analisis skor pre-test diperoleh rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah pada pre-test sebesar 7,25 dengan simpangan baku yaitu 2,73. Dari 32 siswa di kelas X.3 skor terendah adalah 4 dan skor tertinggi adalah 15 dari skor maksimal yaitu 50. Dari skor rata-rata siswa dapat diketahui bahwa kriteria kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih sangat rendah yaitu 7,25. Setelah diberikan pre-test dikelas X. 3 diberikan perlakuan dengan menerapkan model problem based learning (PBL). Pelaksanaan pembelajaran pertama dilakukan pada tanggal 14 September 2015. Proses Pembelajaran pertama mengalami banyak kendala yaitu siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model PBL karna siswa belum terbiasa belajar secara kelompok. Dari 32 siswa terbentuk tujuh kelompok dengan anggota 4-5 siswa pada setiap masing- masing kelompok. Pada pembelajaran pertama siswa didorong untuk menggunakan kemampuan awal yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan yaitu pengetahuan awal siswa pada materi SPLDV yang telah mereka pelajari pada saat mereka masih di SMP. Pada pertemuan ini dari tujuh kelompok hanya ada dua kelompok yang sudah bisa memahami masalah dan mampu menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanya dari soal yang diberikan sedangkan lima
kelompok lain masih memerlukan pengarahan dan bantuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya tersebut. Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 19 September 2015. Pada pertemuan kedua siswa dituntut mampu memahami unsur-unsur apa saja yang diketahui dari soal dan mampu menafsirkanya kedalam bahasa matematika, serta siswa dituntut mampu membuat model matematika dengan benar sesuai dengan masalah yang telah diketahui dan siswa dituntut bisa merencanakan pemecahan masalah dengan menuliskan langkah-langkah penyelesaian dari model matematika sesuai dengan metode yang ditentukan. Dari tujuh kelompok lima dari kelompok yang terbentuk sudah bisa menyelesaikan masalah yang diberikan akan tetapi dua kelompok sisa lainya masih mengalami kesulitan sehingga memerlukan arahan dan bantuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 21 september 2015. Pada pertemuan ini siswa sudah mampu merencanakan pemecahan masalah dan siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dari sistem persamaan linear dua variabel dengan melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai x dan y yang ditanyakan serta siswa sudah mampu melakukan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan sistem persamaan linear tiga variabel dan siswa sudah mampu membuktikan hasil dari pemecahan masalah yang telah dicari dengan cara memasukan nilai x, y dan z yang telah didapat kedalam salah satu persamaan sehingga terbukti kebenaran hasil yang telah didapat. Pada setiap pertemuan dikegiatan akhir pembelajaran salah satu siswa dari salah satu kelompok mempresentasikan hasil dari kerja kelompok mereka masing-masing, kemudian guru dan siswa secara bersama-sama mengevaluasi hasil kerja yang telah mereka kerjakan. Pertemuan terakhir dilakukan pada tanggal 26 september 2015 dengan memberikan tes akhir (post-test) setelah diterapkan model problem based learning. Dari hasil post-test diketahui rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika pada post-test sebesar 27,5 dengan simpangan baku 6,45 dan skor terendah adalah 11 sedangkan skor tertinggi adalah 40 dari skor maksimal yang ditentukan yaitu 50, diketahui bahwa kriteria kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa setelah diterapkan model problem based learning (PBL) dalam kriteria cukup baik yaitu 27,5. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model Problem Based Learning (PBL). Peningkatan skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 20,25. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Amir. Taufiq. M. 2013. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Djaali dan Pudji Mulyono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Fauziah, Anna. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring). Bandung: Tesis UPI. Tidak diterbitkan. Hoseana, Jonathan. 2015. SUJU Sukses Juara Olimpiade Matematika. Jakarta: PT Grasindo. Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Sanjaya, wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisik. Jakarta:Prestasi Pustaka.