BAB III METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Gagasan penulis tentang gamelan timbul karena penulis melihat dan merasakan kurangnya apresiasi terhadap gamelan khususnya remaja-remaja masa kini yang lebih membanggakan kebudayaan luar Negeri. Menurut Mas ud Abid, S.pd dalam tulisannya yang berjudul Kurangnya Minat Generasi Muda untuk Mempelajari Musik Tradisional menjelaskan bahwa:.para remaja saat ini cenderung menyukai sampai meniru kebudayaan luar. Adanya fasilitas seperti internet, televisi, radio, majalah yang banyak menampilkan kebudayaan asing, membuat para remaja tidak dapat membendung rasa keingintahuan mereka untuk mencoba dan meniru kebudayaan asing tersebut. Sehingga kebudayaan lokal menjadi tidak mereka sukai, dan mereka cenderung menganggap kebudayaan lokal sebagai kebudayaan kuno atau ketinggalan jaman, sedangkan kebudayaan asing mereka anggap sebagai kebudayaan yang modern & maju... (http://masudabid.blogspot.co.id/2015/03/ kurang-nya-minat-generasi-muda-dalam.html. Diakses tanggal 23/10/2016 pukul 18:17 WIB). Adanya fenomena tersebut penulis mencoba meresponnya untuk mewujudkan ke sebuah karya seni. Visualisasi karya-karya penciptaan yang penulis wujudkan disini bahwa penggunaan objek gamelan sebagai subject matter bukanlah merupakan hal yang baru yang digunakan oleh seniman dalam menciptakan ungkapan visual. Akan tetapi dalam pemanfaatan gamelan sebagai subject matter akan memberikan kesempatan yang lebih luas dalam menuangkan gagasan dan ide-ide karena dalam mengeksplorasi gamelan 32
33 dengan menggabungkan objek-objek artistik yang nantinya bisa mendukung untuk mewujudkan visual yang menarik. Gamelan Jawa memiliki seperangkat alat yang terdiri dari rebab, kendhang, suling, celempung atau sitter, gender, gambang, bonang, slenthem, demung, saron, peking, kethuk-kempyang, kenong, kempul, dan gong. Semua alat ini memiliki suara yang berbeda-beda, karena mempunyai peranannya masing-masing di dalam permainan gamelan Jawa. Jadi, seni gamelan Jawa adalah sebuah kesatuan harmonisasi kelompok dari setiap permainan instrumental alat gamelan Jawa, yang para pemainnya mempunyai peranannya masing-masing di setiap alatnya. gamelan Jawa berbeda dengan karawitan Jawa, karena gamelan Jawa dimulai dari hal yang instrumental, sedangkan karawitan Jawa dimulai dari vokalnya sendiri (Wiranto, 1985: 4). Tidak heran jika instrumen gamelan ini di gunakan untuk mengiringi kebudayaan dan kesenian Indonesia antara lain: upacara-upacara adat, pagelaran wayang, pementasan tari, campur sari, serta kesenian lainnya. Kedudukan gamelan yang sangat di butuhkan oleh kesenian lainnya ini tidak diimbangi oleh pecinta gamelan itu sendiri, yang sekarang ini semakin tidak ada tempat di Negeri sendiri. Sebaliknya, apresiasi terhadap gamelan kini semakin tinggi di luar Negeri. Jika fenomena itu terus terjadi bukan tidak mungkin generasi selanjutnya akan belajar gamelan di Negeri orang dan secara tidak langsung akan berdampak kepada kesenian Indonesia yang mengandalkan gamelan sebagai pengiringnya. Gamelan di era kontemporer mulai meninggalkan pakem-pakem yang melekat pada permainan gamelan itu sendiri. Gamelan selain karena unik dan
34 memberikan warna yang berbeda, juga karena musik gamelan pada masa sekarang ini memang sudah sangat jauh berkembang dalam eksplorasinya dan tidak bersifat segmented dalam acara-acara tertentu saja seperti pagelaran (http://www.gamelisgamler.com. Diakses tanggal 20/10/2016 pukul 03:56 WIB). Gamelan kini lebih mementingkan keunikan yang terdapat pada bentuk dan suara yang dihasilkan. Guna membangkitkan kembali ketertarikan generasi muda terhadap gamelan, para pecinta gamelan di era kontemporer mencoba melestarikan gamelan dengan caranya sendiri, seperti mempromosikan dengan memanfaatkan teknologi, mengkolaborasikan dengan musik modern serta dengan menjadikan gamelan sebagai bahan penelitian dan pendidikan, mata pencaharian, bahkan ada yang menjadikan gamelan sebagai benda pusaka dan koleksi. Ide-ide kreatif muncul dari para pendengar ataupun pemain gamelan yang bukan pengrawit. Mengkolaborasikan jenis musik yang ada pada gamelan dengan genre musik lain menciptakan campuran musik yang luar biasa. Hal ini terbukti dengan berkembangnya musik gamelan di Negara-Negara lain seperti Amerika, Belanda, Austria, Australia, bahkan Cina pun menggunakan gamelan sebagai alat musik tambahan (http://www.scribd.com/mobile/doc/45868473/ gamelan-kontemporer. Diakses tanggal 24/11/2016 pukul 21:12 WIB). Hal tersebut yang mendorong penulis untuk merenung, dan berfikir bagaimana menciptakan karya seni yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Maka dari itu tercetuslah gagasan yang berkaitan dengan gamelan era
35 kontemporer yang diwujudkan melalui karya seni grafis dengan teknik cetak tinggi. 2. Konsepsi Penulis dalam karya ini memvisualisasikan fenomena gamelan di era kontemporer yang dilakukan para pecinta gamelan untuk melestarikan gamelan dengan caranya sendiri yang sedikit mengesampingkan pakem-pakem yang terbentuk pada permainan gamelan dengan menyesuaikan zaman guna menarik selera masyarakat khususnya generasi muda. Visualisasi ide gagasan penulis dalam karya ini adalah dengan melakukan deformasi pada bentuk-bentuk gamelan yang menyesuaikan bentuk objek yang ditampilkan. Hal tersebut merupakan sebuah usaha penulis untuk mencapai bentuk baru sesuai dengan imajinasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah karya seni grafis. Menciptakan karya seni grafis dengan teknik cetak tinggi mencakup unsur-unsur visual berupa garis, warna, tekstur, dan bidang. a. Garis Penciptaan karya seni grafis dengan teknik cetak tinggi, penulis menggunakan beberapa jenis garis dalam mewujudkan suatu bentuk yang diinginkan. Garis ilusif muncul adanya batasan bentuk atau warna, sedangkan garis aktual terbentuk dari cukilan ekspresif yang dibuat pada hardboard. b. Warna Pewarnaan pada bentuk karya seni grafis, penulis menggunakan warna-warna cerah pada backgroundnya dan monochrome pada objeknya.
36 Penulis memilih warna-warna tersebut karena dianggap dapat mewakili konsep penulis yang menampilkan kembali nuansa masa lampau di era kontemporer. c. Tekstur Ada dua jenis tekstur dalam seni rupa yaitu tekstur semu/ buatan dan tekstur aktual/ nyata. Berkaitan dalam karya seni grafis yang diciptakan, penulis menggunakan tekstur semu dan tekstur nyata disetiap karyanya. Tekstur semu ini terbentuk dari efek cukilan, sedangkan tekstur nyata terbentuk dari hasil cetakan pada hardboard. d. Bidang Penerapan bidang dalam karya seni grafis, penulis menggunakan bidang organis yang muncul adanya pewarnaan dan efek cukilan yang tak beraturan serta bidang geometri yang terbentuk pada batasan gambar dan objek-objek tertentu. B. Implementasi Visual 1. Media Menciptakan karya seni grafis ini, penulis menggunakan hardboard sebagai bahan utama untuk acuan cetak. Hardboard dipilih karena memiliki tekstur halus dan tidak keras dibanding papan kayu maupun triplek yang memiliki serat-serat kayu, sehingga proses pencukilan menggunakan hardboard lebih mudah. Jika dibandingkan dengan lino, lino lebih unggul dari segi kemudahan pencukilan maupun hasil cetakan, namun penulis lebih
37 memilih hardboard karena ramah lingkungan. Kertas dipilih penulis dalam media cetaknya karena penulis memilih seni grafis. Menciptakan karya seni grafis ini, penulis menggunakan teknik cetak tinggi, karena cetak tinggi memiliki karakter dan efek cukilan yang tidak dapat di temukan pada teknik cetak lainnya. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam proses pencetakanpun lebih sederhana dan mudah didapatkan seperti cat berbasis minyak, bensin, pisau palet, alat cukil, roll dan botol dibanding dengan teknik cetak dalam, cetak datar maupun cetak saring yang membutuhkan peralatan lebih banyak. 2. Proses Adapun cara pengerjaan dalam menciptakan karya seni grafis dengan teknik cetak tinggi sebagai berikut: a. Langkah pertama penulis melakukan perenungan, penemuan konsep serta bentuk yang tepat untuk karyanya. b. Langkah kedua membuat sketsa di kertas sesuai imajinasi penulis. c. Langkah ketiga membuat acuan cetak dengan memindahkan sketsa ke papan hardboard menggunakan boardmarker. kemudian hardboard di blok tipis warna hitam menggunakan pilox agar bagian yang tidak tercukil kelihatan dan mengurangi resiko salah cukil. d. Langkah keempat proses pembuatan acuan cetakan pertama, cukil hardboard pada gambar yang tidak terkena tinta cetak. Penulis memakai alat cukil merk Maries karena kualitasnya yang bagus dan banyak pilihan karakter cukilnya.
38 e. Langkah kelima proses cetak pada kertas. Dalam tahap ini medium dan alat yang diperlukan yaitu kertas, roll, tinta cetak, pengencer tinta dan botol sebagai alat gosok. Proses pewarnaan pada hardboard menggunakan roll hingga rata, kemudian cetak pada kertas dengan posisi hardboard berada di bawah kertas. Agar cetakan tidak meleset pada cetakan selanjutnya, buat mal-malan terlebih dahulu, kemudian gosok kertas menggunakan botol untuk meratakan cetakan. Angkat perlahan kertas untuk memastikan apakah cetakan sudah rata, jika belum gosok kembali hingga warna yang diinginkan merata. Selanjutnya jemur hasil cetakan dengan cara digantung, pastikan hingga tinta kering sebelum memulai cetakan berikutnya agar warna yang diinginkan tercetak dengan sempurna. f. Langkah keenam keringkan tinta pada hardboard menggunakan kain yang sudah diberi bensin, kemudian gosokan ke hardboard yang terkena tinta. Pastikan tinta pada hardboard benar-benar kering sebelum memulai langkah berikutnya. g. Langkah ketujuh membuat acuan cetakan selanjutnya dengan mencukil bagian yang sudah dicetak dan disisakan bagian yang akan diberi warna lebih gelap dari cetakan sebelumnya. Kemudian lakukan lagi langkah kelima. dalam proses reduksi ini langkah kelima, keenam dan ketujuh diulangi lagi sesuai banyaknya warna yang digunakan. h. Langkah terakhir angkat hasil cetakan dari gantungan dan bersihkan menggunakan kuas agar sisa debu yang menempel hilang. Kemudian sebelum disajikan menggunakan bingkai, tulis dahulu keterangan karya di
39 bagian bawah yang ber isi teknik, edisi, judul karya, nama seniman, dan tahun. 3. Penyajian Penyajian merupakan langkah terakhir dalam pengerjaan suatu karya. Penyajian yang tepat akan menambah estetika dan kualitas karya seni. Penyajian dalam tugas akhir ini penulis menggunakan pasparto yang masingmasing sisinya diberi jarak 8 cm dari ukuran karya dan bingkai kayu mentah menggunakan kaca sehingga karya lebih terlindungi dari resiko gesekan yang tidak diinginkan. Kayu mentah dipilih penulis karena penulis ingin menampilkan gaya rastic (apa adanya tanpa finishing) yang kini sedang populer kembali di era kontemporer dalam dunia interior. Hal tersebut sesuai dengan konsep tugas akhir penulis yang ingin mempopulerkan kembali alat musik tradisional khususnya gamelan di era kontemporer.