PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang di budidayakan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

Pengaruh Perbandingan Limbah... Stephanus

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia adalah

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

BAB I PENDAHULUAN. terpakai dan mengandung bahan yang dapat menimbulkan gangguan

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ternyata memiliki sebuah potensi besar yang luput terlihat. Salah satu limbah yang

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai sumber pencemaran. Limbah tersebut dapat berupa bahan organik dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Pengaruh Nisbah C/N pada Campuran Feses Sapi Perah... Prima Adi Yoga

I. PENDAHULUAN. sekali limbah khususnya limbah organik. Limbah organik yang berbentuk padat

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR. St. Chadijah

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki iklim tropis. Daerah tropis

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

Bab V Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

PENGOLAHAN PUPUK PADAT DAN CAIR OLEH PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. banyak dapat diubah menjadi pupuk organik yang bermanfaat untuk. pertanian yang dapat memberikan unsur hara dalam tanah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini pandangan perkembangan pertanian organik sebagai salah satu teknologi alternatif untuk menanggulangi

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang di budidayakan oleh masyarakat sebagai penghasil susu. Susu merupakan bahan pangan sumber protein hewani, yang keberadaannya sangat penting untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia. Dikembangkannya usaha peternakan sapi perah akan berdampak terhadap meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan, baik dalam bentuk padat, cair maupun gas. Limbah padat merupakan limbah peternakan sapi perah yang jumlahnya paling banyak, yaitu terdiri atas feses dan sisa hijauan pakan (rarapen). Baik feses maupun rarapen merupakan bahan organik yang mudah terurai, sehingga bila tidak ditangani dengan benar dapat menimbulkan pencemaran lingkungan baik terhadap udara, air maupun tanah. Sampai saat ini limbah yang ditimbulkan dari usaha peternakan sapi perah belum menjadi perhatian para peternak untuk secara sungguh-sungguh ditangani. Penanganan limbah masih dilakukan dengan cara konvensional, yaitu sekedar dipindahkan dari dalam kandang kemudian ditumpuk di lahan sekitarnya yang letaknya berdekatan, bahkan seringkali berserakan dimana saja. Kondisi ini sangat mengganggu terhadap kegiatan pemeliharaan ternak itu sendiri dan berdampak negatif terhadap timbulnya pencemaran lingkungan. Komposisi limbah peternakan sapi perah, hampir seluruhnya terdiri atas bahan organik. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi kehidupan bagi organisme tertentu yang membutuhkan, salah satunya adalah mikroorganisme. Mikroorganime yang

2 dimaksud adalah mikroorganisme yang dapat memberi manfaat dalam upaya penanggulangan limbah peternakan sapi perah. Mikroorganisme potensial yang dapat memanfaatkan limbah sebagai sumber energi dan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, salah satunya adalah kelompok dekomposer yang bersifat saprofit. Jenis ini sering dimanfaatkan dalam proses pembuatan pupuk organik alami dengan cara pengomposan. Prinsip dasar yang digunakan adalah bagaimana menumbuh-kembangkan mikroorganisme seideal mungkin di dalam bahan organik limbah, agar diperoleh biomassa protein sel tunggal sebanyak-banyaknya. Biomassa inilah yang menjadi bahan baku pupuk organik alami, karena substansi unsur kimia yang dibutuhkan tanaman, hampir seluruhnya tersedia di dalam senyawa protein. Atas dasar pemikiran bahwa mikroorganisme yang digunakan harus tumbuh dan berkembang ideal, maka limbah peternakan sapi perah yang akan diolah dan dimanfaatkan harus memenuhi syarat kebutuhan energi dan nutrisi bagi kelompok mikroorganisme yang terlibat. Seperti telah diketahui bahwa semua limbah peternakan, khususnya feses dan rarapen adalah merupakan bahan sisa dari aktifitas pemberian pakan dan metabolisme ternak, artinya bahwa bahan tersebut tidak dapat atau tidak mudah dicerna oleh hewan. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan tersebut mengandung serat yang tinggi atau senyawa lain yang tidak dapat dicerna. Untuk mengatasi kendala ini, pada proses pengomposan limbah peternakan sapi perah harus ditambahkan dengan bahan lain sebagai sumber energi dan nutrisi yang dapat dimanfaatkan langsung oleh mikroorganisme yang terlibat pada proses degradasi awal. Bila kondisi ini dapat tercipta, maka proses pengomposan bertikutnya akan berlangsung lebih cepat, karena enzim yang dibutuhkan untuk proses pemecahan

3 senyawa yang terkandung, secara terus-menerus dapat diproduksi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah kubis. Berdasarkan kandungan zat kimia, kubis merupakan bahan organik yang sangat dibutuhkan sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme. Namun demikian, dikarenakan penanganannya yang masih belum benar, limbah kubis seringkali menjadi bahan pencemar lingkungan yang sangat menyengat menghasilkan bau busuk. Bau ini mudah timbul karena limbah kubis mengandung protein yang cukup tinggi dan menjadi sumber nutrisi yang dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroorganisme kontaminan. Pada dasarnya, sebagai bahan organik limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis merupakan sumber daya potensial yang sangat bermanfaat sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik alami. Pengolahan dan pemanfaatan campuran limbah padat peternakan sapi perah dan limbah kubis diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel mikrooganisme pada proses pembuatan pupuk organik, baik dalam bentuk padat maupun cair. Khusus untuk pupuk organik cair, prinsip pembuatannya adalah mengubah bahan organik limbah sapi perah dan kubis menjadi biomassa sel mikroorganisme. Meningkatnya jumlah sel mikrooganisme yang tumbuh pada media campuran ini, menunjukkan bahwa kadar protein sel tunggal substrat juga meningkat, sehingga konsentrasi unsur haranya bertambah termasuk N, P dan K. Namun demikian, sampai saat ini belum diperoleh data yang pasti tentang komposisi campuran limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis yang dapat meningkatkan kandungan N, P dan K pupuk organik cair. Atas dasar uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Perbandingan Limbah Peternakan Sapi Perah dan

4 Limbah Kubis Brassica oleracea pada Pembuatan Pupuk Organik Cair terhadap Kandungan N, P dan K. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, dapat di identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis pada pembuatan pupuk organik cair terhadap kandungan N, P dan K. 2. Pada perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis berapa pada pembuatan pupuk organik cair menghasilkan kandungan N, P dan K tertinggi. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui : 1. Pengaruh perbandingan limbah petenakan sapi perah dan limbah kubis pada pembuatan pupuk organik cair terhadap kandungan N, P dan K. 2. Perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis berapa pada pembuatan pupuk organik cair menghasilkan kandungan N, P dan K tertinggi. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, serta dapat dijadikan metode yang bermanfaat untuk menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah peternakan sapi perah dan limbah sayur khususnya limbah kubis. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi cara

5 praktis terutama bagi peternak sapi perah dalam menangani limbah yang dihasilkan. 1.5 Kerangka Pemikiran Limbah peternakan adalah bahan buangan yang dihasilkan dari seluruh kegiatan yang dilakukan pada proses budidaya, baik dalam bentuk padat, cair, ataupun gas (Merkel, 1981). Limbah padat, sebagian besar terdiri atas feses dan sisa hijauan pakan (rarapen) yang hampir seluruhnya merupakan bahan organik yang mudah terurai. Sapi laktasi dan semua ternak bunting membutuhkan makanan lebih banyak, sehingga pada umumnya memproduksi feses lebih banyak. Sapi perah dengan bobot badan 500 kg akan menghasilkan limbah kurang lebih 47 kg/hari (Azevedo dan Stout, 1974). Dengan demikian, seiring dengan perkembangan usaha peternakan sapi perah, maka jumlah limbah yang dihasilkan meningkat pula. Selain jumlah, limbah peternakan sapi perah, khususnya feses, juga mengandung senyawa kimia yang sangat potensial menimbulkan pencemaran, yaitu protein 16,3 %; komponen dinding sel 56 %; daya cerna 30 %; dan energi metabolisme 4.100 kcal/kg (Smith, 1977 dalam Bewick, 1980). Agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, penanganannya harus cepat dan benar. Selain itu, juga harus memiliki nilai manfaat ekonomis sehingga dapat menutupi seluruh biaya yang diperlukan, bahkan bila dimungkinkan memberikan keuntungan yang dapat dijadikan nilai tambah pendapatan bagi para peternak sapi perah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik melalui proses pengomposan. Pupuk organik cair merupakan salah satu produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, yang dapat dihasilkan dari limbah peternakan sapi perah melalui proses pengomposan cair. Namun demikian, untuk

6 mendapatkan bahan baku yang ideal dalam pembuatan pupuk organik cair sangat bergantung pada substrat produk dekomposisi awal, yang kualitasnya juga dipengaruhi oleh faktor kandungan nutrisi bahan organik limbah yang digunakan (CSIRO, 1979). Lebih lanjut dalam CSIRO (1979) dinyatakan bahwa nutrisi yang dimaksud adalah kandungan zat kimia bahan kompos yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel, yang dicerminkan dalam bentuk nisbah C/N, karbon (C) sebagai sumber energi dan nitrogen (N) sebagai sumber nutrisi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pada proses pengomposan limbah peternakan sapi perah perlu ditambahkan bahan yang memiliki kandungan nutrisi tinggi untuk keperluan pertumbuhan dan perbanyakan sel mikroorganisme yang terlibat. Salah satu alternatif yang sangat dimungkinkan adalah menggunakan bahan limbah sayuran, yaitu limbah kubis. Kubis (Brassica oleracea) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak tumbuh di daerah dataran tinggi. Sejak di panen dari kebun, pada proses pengemasan dan pemasarannya dihasilkan limbah, yang pada umumnya berupa daun lapisan terluar yang dianggap rusak atau kotor. Limbah ini bersifat sangat mudah rusak dan busuk, dan potensial menimbulkan pencemaran lingkungan. Kubis sangat potensial sebagai sumber nutrisi, yaitu mengandung 15,74 % bahan kering; 23,87 % protein kasar; l,75% lemak kasar; 22,62 % serat kasar; 39,27% bahan ekstrak tanpa nitrogen dan 12,49% abu, namun demikian limbah kubis memiliki kelemahan, yaitu kadar airnya sangat tinggi sehingga mudah terurai dan busuk (Muktiani, 2006). Pupuk organik adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan yang telah mati dan mengalami penguraian oleh mikroorganisme menjadi unsur hara, yang kandungannya lebih dari satu, termasuk unsur mikro,

7 sehingga pupuk organik sering disebut pupuk majemuk (Winarni, 2013). Berdasarkan bentuknya ada dua jenis pupuk organik, yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair (Pancapalaga, 2011). Pupuk organik cair adalah pupuk yang bentuknya berupa cairan (Mathius, 1994). Bahan baku yang digunakan pada proses pembuatan pupuk organik cair adalah berupa larutan biomassa mikroorganisme yang ditumbuhkembangkan pada proses dekomposisi awal dari limbah padat. Dekomposisi merupakan proses pemecahan bahan organik senyawa kompleks menjadi suatu produk yang di inginkan (Fardiaz, 1988). Pada pengomposan terjadi proses oksidasi senyawa organik yang terkandung dalam substrat menjadi senyawa anorganik yang bersifat stabil, misal N-organik (protein) menjadi nitrat dan senyawa oksida lain (FeO, P2O5, K2O) yang mudah larut dan dapat digunakan sebagai pupuk (Merkel, 1981). Oleh sebab itu, agar diperoleh hasil yang optimal, pada proses pengomposan sangat diperlukan oksigen (O2) untuk pernafasan dan metabolisme bagi mikroorganisme yang terlibat (Nan, 2005) Dari hasil penelitian sebelumnya tentang pengaruh kandungan nutrisi substrat komposan campuran feses sapi potong dan sampah organik, yang dicerminkan dalam bentuk nisbah C/N menunjukkan bahwa pada nisbah C/N 20 menghasilkan kandungan N, P, dan K tertinggi, yaitu : N = 2,18 % ; P = 1,17 % dan K = 0,95 % (Hidayati, 2010). Sedangkan pada penelitian tentang pengaruh berbagai nisbah C/N pada komposan campuran feses sapi perah dan serbuk gergaji albasia (Albizzinia falcata) dalam pembuatan pupuk organik cair menunjukkan bahwa pada nisbah C/N 30 menghasilkan kandungan N, P dan K tertinggi, yaitu : N = 3,085 %; P = 0,018 %; K = 0,020 % (Jaenal, 2007). Penelitian lain tentang penggunaan komposan campuran limbah peternakan

8 kerbau dan limbah dedaunan dengan perbandingan 50 % : 50 % yang didekomposisi selama 2 minggu menghasilkan kompos dengan kadar protein 17,4 % yang sangat ideal sebagai media pemeliharaan cacing tanah (Catalan, 1981). Hal ini menunjukkan bahwa campuran kedua bahan tersebut sangat ideal untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel bagi mikroorganisme yang terlibat, sehingga terjadi konversi bahan komposan menjadi biomassa mikroorganisme yang memiliki kandungan protein yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian tersebut dapat dibuat hipotesis bahwa komposisi campuran limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis memberi pengaruh terhadap kadar N, P dan K pupuk organik cair yang dihasilkan dan kadar tertinggi dicapai pada perlakuan campuran 50 % limbah peternakan sapi perah dan 50 % limbah kubis. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai pada bulan Februari 2015, di Laboratorium Mikrobiologi dan Pengelolaan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan dan analisis kandungan unsur N, P dan K di Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor Sumedang.