BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang secara alamiah terjadi sebagai akibat dari proses pengalaman yang dialami oleh anak (Hurlock, 2000). Peristiwa perkembangan ini dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan intelektual (Soetjiningsih, et al., 2002). Istilah terrible twos sering digunakan untuk menjelaskan masa toddler, yaitu periode dari usia 12-36 bulan. Masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku mencari perhatian dan negativisme (pernyataan tegas terhadap suatu kebutuhan). Perilaku ini bisa menjadi sangat menantang bagi orang tua dan anak karena masing-masing belajar untuk mengetahui satu sama lain dengan lebih baik (Hockenberry, et al., 2008). Pada usia toddler kecepatan pertumbuhan akan menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik serta fungsi ekskresi. Pertumbuhan yang berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Depkes RI, 2010). Tugas perkembangan yang dicapai oleh anak usia toddler yaitu umur 12 bulan anak sudah bisa bermain Ci Luk Ba, menjimpit benda kecil, meniru kata sederhana (papa, mama), berdiri dan jalan berpegangan. Pada masa ini anak juga belajar dengan cara melihat, meraba, meniru, serta mencoba. Pada usia 2 tahun anak sudah bisa menunjukkan dan menyebut nama bagian tubuh, naik tangga dan berlari, meniru pekerjaan rumah tangga seperti menyapu dan mengelap, mencoret coret di kertas. Pada usia 3 tahun anak sudah bisa berdiri di atas satu kaki tanpa berpegangan, berbicara dengan kata kata yang dapat dimengerti, menyebut warna dan angka, makan sendiri tanpa dibantu, memeluk dan mencium orang 1
2 terdekat dengan anak, melempar bola, kemudian periksakan kesehatan dan perkembangan anak umur 3 tahun sedikitnya 2 kali (Depkes RI, 2008). Menurut Nursalam, et al. (2005) kebutuhan anak usia toddler dibagi menjadi 3 yaitu kebutuhan asuh, asih, dan asah. Kebutuhan asuh seperti nutrisi, perawatan kesehatan dasar, kebersihan badan, lingkungan tempat tinggal yang layak, pakaian, pengobatan, dan lain - lain. Kebutuhan asih seperti perhatian orang tua, kasih sayang orang tua, rasa aman, harga diri, dukungan orang tua, mandiri, rasa memiliki, dan kebutuhan akan sukses mendapatkan kesempatan dan pengalaman. Sedangkan kebutuhan asah meliputi stimulasi (rangsangan) dini pada semua indra (pendengaran, penglihatan, sentuhan, membau, dan mengecap), sistem garak kasar dan halus (motorik kasar dan halus), komunikasi, emosi sosial dan rangsangan untuk berpikir. Salah satu aspek perkembangan anak adalah perkembangan motorik kasar. Perkembangan ini merupakan hasil dari koordinasi antara otot dan saraf yang terjadi secara alami (Mulyani dan Juliska, 2007). Pada usia toddler perkembangan sel-sel otak berlangsung sangat cepat sehingga usia tersebut sangat menunjang untuk dilakukan latihan-latihan perkembangan motorik kasar di usianya supaya perkembangan anak menjadi optimal. Perkembangan motorik kasar anak yang tidak optimal bisa menyebabkan menurunnya kreatifitas anak dalam beradaptasi. Perkembangan motorik kasar yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebabnya adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskuler. Anak dengan serebral palsi dan kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida dapat mengalami keterbatasan perkembangan motorik kasar sebagai akibat spastisitas dan ataksia (Adriana, 2011). Penyakit neuromuskuler seperti muskuler distrofi juga bisa menyebabkan gangguan perkembangan motorik kasar seperti terlambat berjalan, terlambat melompat, belum bisa berdiri satu kaki serta keterampilan lain yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Faktor keluarga juga mempengaruhi perkembangan motorik, seperti anak yang sering digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik kasar (Adriana, 2011).
3 Stimulasi yaitu kegiatan perangsangan dari lingkungan luar anak, yang berupa latihan atau bermain (Nursalam, et al., 2005). Bahaya akibat keterlambatan perkembangan motorik seperti di atas sebagian dapat dikendalikan dengan stimulasi dari orang tua yang baik. Stimulasi yang diberikan orang tua sebaiknya didasari dengan rasa kasih sayang, karena dengan kasih sayang akan menciptakan ikatan yang erat antara anak dan orang tua. Sehingga anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur dari orang tua akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat stimulasi (Soetjiningsih, et al., 2002). Banyak penelitian yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak seperti faktor stimulasi, status gizi, dan pengetahuan orang tua. Seperti yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu: penelitian yang dilakukan oleh Sukesih (2008) menunjukan bahwa hasil penelitiannya tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak dengan perkembangan motorik kasar pada balita. Sedangkan penelitian oleh Rini (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik kasar anak usia 4-5 tahun. Dari analisis peneliti, kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak dan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak mempunyai hasil yang berbeda, terhadap perkembangan motorik kasar anak. Kedua penelitian tersebut mempunyai mempunyai letak kesamaan variabel, yaitu di variabel bebasnya yang menjelaskan tentang tingkat pengetahuan orang tua. Dari penelitian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang stimulasi/rangsangan yang diberikan orang tua, apakah mempengaruhi perkembangn motorik kasar anak atau tidak, dan perbedaan dari kedua penelitian tersebut, perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan variabel terikatnya, dan pada variabel terikatnya perbedaan yang paling dominan terletak pada umur penelitian yaitu 1-2 tahun. Berdasarkan data dari Puskesmas Mayong II, di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara didapatkan data jumlah anak usia 1-2 tahun 75 anak
4 (24 %) dari jumlah keseluruhan 312 balita. Berdasarkan hasil observasi peneliti dari anak-anak usia 1-2 tahun melalui kegiatan posyandu di Desa Jebol dan keterangan dari kader-kader di desa tersebut, anak-anak usia 1-2 tahun di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara mengalami pola perkembangan yang berbeda tiap anak. Dari survei yang dilakukan peneliti pada 12 balita di Desa Jebol yang terkait dengan perkembangan motorik kasar, ada 10 anak yang mengalami keterlambatan (delay) dalam perkembangan, misalnya anak umur 1 tahun masih ada yang digendong belum bisa jalan sendiri, umur 2 tahun ketika disuruh melompati kertas yang ada di depannya anak belum bisa, dan beberapa lagi belum bisa berjalan mundur. Berdasarkan hasil wawancara terhadap orang tua mengenai stimulasi perkembangan motorik kasar anak usia 1-2 tahun, mereka mengatakan sudah memberikan stimulasi seperti mengajarkan anak berjalan dan berdiri. Akan tetapi sebagian besar orang tua belum mengetahui tugas perkembangan anak usia 1-2 tahun dan bagimana cara menstimulasinya, sehingga stimulasi yang diberikanpun tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor sehingga menjadi karakteristik yang unik dari anak dengan orang tua, diantaranya seperti faktor ekonomi, faktor keterbatasan waktu, dan faktor pengasuhan. Sebagai contoh sebagian besar penduduk desa jebol banyak yang bekerja dan kebanyakan mereka bekerja dari pagi sampai sore hari, sehingga mereka cenderung sering menitipkan anaknya pada nenek atau saudaranya. Kemudian di malam harinya anak harus belajar mengaji di tempat guru ngaji. Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Stimulasi Orangtua dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia (1-2 tahun) di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara.
5 B. Perumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Adakah hubungan antara stimulasi yang diberikan orang tua dengan perkembangan motorik kasar anak usia 1-2 tahun di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan stimulasi orang tua dengan perkembangan motorik kasar anak usia 1-2 tahun di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. 2. Tujuan khusus a. Teridentifikasinya karakteristik anak usia 1-2 tahun di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. b. Teridentifikasinya karakteristik orang tua di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. c. Teridentifikasinya stimulasi orang tua di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. d. Teridentifikasinya perkembangan motorik kasar anak usia 1-2 tahun di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. e. Menganalisis hubungan antara stimulasi orang tua dengan perkembangan motorik kasar anak usia 1-2 tahun di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat Memberikan wacana dan informasi pada orang tua dalam melakukan stimulasi perkembangan motorik kasar. 2. Bagi perawat Sebagai bahan acuan dan memperkaya wawasan dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang stimulasi perkembangan motorik kasar.
6 3. Bagi institusi pendidikan Dapat memberikan sumbangan informasi bagi institusi pendidikan khususnya bidang keperawatan sebagai masukan materi tentang stimulasi orang tua untuk meningkatkan perkembangan motorik kasar anak. 4. Bagi penelitian selanjutnya Menambah pengetahuan peneliti untuk mengambangkan penelitian dalam hal perkembangan motorik kasar anak. E. Bidang Ilmu Bidang ilmu yang terkait penelitian ini adalah ilmu keperawatan dengan kajian di bidang ilmu keperawatan anak. F. Originalitas Penelitian Beberapa penelitian dengan topik perkembangan anak pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu: Tabel 1.1 Originalitas penelitian No Nama Judul Desain Penelitian Hasil 1 Sukesih (2008) hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak dengan perkembangan motorik kasar pada balita di Desa Parean Girang Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu observasi dan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak dengan perkembangan motorik kasar pada balita 2 Nur Setya Rini (2009) hubungan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik kasar dan motorik halus anak usia 4-5 tahun di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 7 Semarang Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan metode pendekatan cross sectional Hasil penelitiannya adalah ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik kasar anak usia 4-5 tahun
7 Kedua penelitian tersebut mempunyai mempunyai letak kesamaan variabel, yaitu di variabel bebasnya yang menjelaskan tentang tingkat pengetahuan orang tua. Perbedaan dari penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan variabel terikat, penelitian ini hanya fokus meneliti tentang stimulasi orang tua sebagai variabel bebasnya dan variabel terikatnya adalah anak umur 1-2 tahun di Desa Jebol Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara.