BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK

BAB 1 KATA PENGANTAR

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE MDO DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE VLUGHTER DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE SCHOKLITSCH DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK BENDUNG TIPE GERGAJI DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI ABSTRAK

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL

BAB IV METODE PENELITIAN

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

BAB III LANDASAN TEORI

ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI PANJANG JARI-JARI (R) TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE BUSUR

PENGARUH ENDAPAN DI UDIK BENDUNG TERHADAP KAPASITAS ALIRAN DENGAN MODEL 2 DIMENSI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu daerah irigasi di Sumatera Utara adalah Bendungan Namu Sira-sira.

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN AIR MELALUI PINTU TONJOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGGERUSAN DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN KOEFISIEN DEBIT MELALUI PINTU TONJOL DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

PENGARUH VARIASI LAPISAN DASAR SALURAN TERBUKA TERHADAP KECEPATAN ALIRAN ABSTRAK

Bab III Metodologi Analisis Kajian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

LAPORAN UJI MODEL FISIK

KARAKTERISTIK ALIRAN AIR DAN PENGGERUSAN MELALUI PINTU TONJOL PADA ALIRAN TIDAK SEMPURNA DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI

Perencanaan bendung karet isi udara

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bendung Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang sungai atau sodetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya (KP-02, 1989). Sebuah bendung memiliki fungsi yaitu selain direncanakan untuk menahan banjir juga berfungsi untuk meninggikan muka air sungai dan mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan tepi kiri sungai untuk mengalirkannya ke dalam saluran melalui sebuah bangunan pengambilan jaringan irigasi. Bendung juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun secara melintang sungai sedemikian rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya naik sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap ke saluran-saluran pembagi hingga ke lahan-lahan pertanian. Fungsi bendung ini berbeda dengan fungsi bendungan. Sebuah bendungan berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya dimusim hujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar dan melebihi kebutuhan. Air yang ditampung di dalam bendungan ini dipergunakan untuk keperluan irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kelebihan sebuah bendungan yaitu dengan memiliki daya tampung tersebut sejumlah besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru dilepas mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai dengan kebutuhan saja pada waktu yang diperlukan. 2.2 Tipe Bendung Bendung sebagai pengatur tinggi muka air sungai dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: bendung tetap dan bendung gerak. 4 Universitas Kristen Maranatha

2.2.1 Bendung Tetap Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang sungai atau sudetan dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk meredam energi (KP-02,1989). Bendung tetap terdiri atas 2 jenis, yaitu: a) Bendung permanen Bendung permanen didesain untuk bertahan dalam waktu lama. Bendung ini terbuat dari pasangan batu kali dan ada juga yang terbuat dari beton. Bendung pasangan batu kali sama kuatnya dan tahan lama dengan bendung yang terbuat dari beton, hanya saja keuntungan lain dari pekerjaan pasangan batu kali ialah bahwa tenaga kerja yang terampil tersedia cukup banyak (Marwadi dan Memed, 2002). b) Bendung semi permanen Bendung semi permanen biasanya bersifat sementara karena tidak didesain dengan baik. Contoh bendung semi permanen adalah bendung yang terbuat dari susunan batu-batu kali, bendung bronjong, dan bendung cerucuk. Bendung dengan susunan batu kali berbeda dengan pasangan batu kali, karena susunan batu kali hanya merupakan batu kali yang ditumpuk dan disusun untuk meninggikan muka air yang sifatnya hanya sementara, sedangkan bendung pasangan batu kali merupakan bendung tetap yang didesain untuk waktu lama. Selain dengan pasangan batu kali bendung semi permanen dapat dibuat dari bronjong. Dibandingkan dengan pasangan batu, bronjong mempunyai tingkat keuntungan fleksibilitas dan biaya rendah. Jika dibangun dengan baik, bronjong lebih cocok digunakan untuk aliran hulu sungai yang sering tidak stabil dengan aliran banjir yang menyebabkan pergerakan pada dasar sungai. Namun dengan demikian bronjong mempunyai permeabilitas tinggi sehingga dapat rusak dengan cepat dan terbawa dengan arus sungai. Selain itu kerusakan bronjong dapat terjadi karena kerusakan kawat pembungkus bronjong akibat benturan dengan batu dan kerikil yang terbawa ke bendung. 5 Universitas Kristen Maranatha

Bendung cerucuk merupakan bendung yang dibuat dengan cara menancapkan kayu atau bambu untuk meninggikan muka air sungai karena itu bendung ini bersifat sangat sementara karena kayu atau bambu yang ditancapkan dapat dengan mudah terseret oleh arus dan juga akibat mengalami pelapukan. 2.2.2 Bendung Gerak Bendung gerak merupakan bendung yang terdiri atas ambang tetap dilengkapi dengan pintu bendung yang dapat digerakkan untuk mengatur muka air di udiknya sehingga air sungai dapat disadap sesuai dengan kebutuhan dan muka air banjir dapat diatur. Bendung gerak berupa susunan pintu-pintu besar yang dibuat melintang sungai terdiri atas beberapa segmen. Setiap pintu dapat difungsikan secara manual atau otomatis dalam waktu berbeda. 2.3 Bendung Tipe Gergaji 2.3.1 Pengertian Bendung Tipe Gergaji Bendung tipe gergaji adalah salah satu tipe bendung yang berfungsi untuk melewatkan debit aliran sungai secara terkendali. Tata letak bangunan dibuat bergerigi seperti gergaji guna meningkatkan kapasitas pelimpahan dengan jalan memperpanjang lebar efektif pelimpah. Diperkenankan dibangun dengan syarat harus dibuat di sungai yang alirannya stabil, tidak ada tinggi limpasan maksimum, dan tidak ada material hanyutan yang terbawa oleh aliran. Denah dan potongan bendung tipe gergaji dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Denah dan Potongan Bendung Tipe Gergaji 6 Universitas Kristen Maranatha

dengan: Gambar 2.1 Denah dan Potongan Bendung Tipe Gergaji (lanjutan) Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004 a = Setengah lebar bagian dinding ujung-ujung gigi gergaji b = Lebar satu gigi gergaji c = Panjang bagian dinding sisi gigi gergaji p = Tinggi pembendungan h = Tinggi tekan hidraulik muka air udik diukur dari mercu bendung lg = Panjang satu gigi gergaji = 4 a + 2 c 2.3.2 Penentuan Bentuk dan Dimensi Bangunan Bangunan bendung gergaji serta bangunan pelengkapnya terdiri atas mercu pelimpah, tubuh bendung, peredam energi, bangunan bilas dan bangunan pengambil, tembok pangkal, tembok sayap udik dan hilir, lantai udik dan dinding tirai, bangunan penangkap pasir, dan bangunan pelengkap lain, seperti: jembatan pelayanan yaitu tangga dan penduga muka air. Bentuk dan bangunan dimensi bendung tipe gergaji serta pelengkapnya ditentukan dengan memperhatikan halhal seperti berikut: 1). Bentuk dan tata letak gigi a. Pelimpah dengan bentuk dasar segitiga menghasilkan kapasitas pelimpahan terbesar. Namun demikian, dinding-dinding pelimpah bagian ujung udik dan hilir pada bentuk segitiga sangat dekat. Keadaan ini mengakibatkan pelimpah bentuk segitiga sangat peka terhadap efek muka air hilir dan mudah kehilangan aerasi akibat tumbukan aliran menyilang 7 Universitas Kristen Maranatha

yang jatuh dari dinding-dinding pelimpah. Aerasi adalah proses penambahan udara/oksigen dalam air dengan membawa air dan udara kedalam kontak yang dekat, dengan cara menyemprotkan air ke udara (air kedalam udara) atau dengan memberikan gelembung-gelembung halus udara dan membiarkannya naik melalui air (udara kedalam air). b. Pada pelimpah dengan bentuk dasar persegi panjang terjadi pengkonsentrasian aliran menuju pelimpah. Keadaan ini menimbulkan depresi terhadap muka air di atas pelimpah dan mengakibatkan penurunan kapasitas pelimpah. c. Bentuk dasar trapesium memberikan efektivitas pelimpahan terbaik. Karakteristik masing-masing perilaku gigi dapat dilihat pada Gambar 2.2. 2). Pengaruh tinggi muka air udik a. Pelimpah gergaji memberikan kinerja sangat baik untuk besaran rendah. b. Pada kondisi tinggi debit dan kecepatan aliran menuju pelimpah menjadi besar sehingga akan terjadi kontraksi aliran. Keadaan ini mengakibatkan sebagian besar pelimpah bekerja dengan tinggi tekan aliran lebih rendah daripada tinggi tekan aliran di sungai/saluran di udik pelimpah. Fenomena ini menyebabkan harga pelipatan kapasitas pelimpah gergaji turun seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2. c. Berkaitan dengan karakteristik ini, disarankan agar tinggi muka air udik maksimum diambil pada domain 0,5. h p Gambar 2.2 Pengaruh Tinggi Muka Air Udik terhadap Kapasitas Pelimpah Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004 8 Universitas Kristen Maranatha

dengan: = Perbandingan antara tinggi tekan hidraulik, h dengan tinggi bendung atau pelimpah diukur dari lantai udik, p. = Perbandingan antara lebar satu gigi, b dengan tinggi bendung, p. = Perbandingan antara panjang mercu pelimpah gergaji α n yang terbentuk. = Sudut antara sisi pelimpah dengan arah aliran utama air. = Jumlah gigi pelimpah gergaji. = Nilai perbandingan antara besar debit pada pelimpah gergaji dibandingkan dengan besar debit pelimpahan jika digunakan pelimpah lurus biasa dengan lebar bentang yang sama. 3). Besar nilai pelipatan panjang pelimpah, a. Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai pelipatan kapasitas pelimpahan akan naik setara dengan pertambahan nilai. Namun demikian, untuk nilai > 8 akan diperoleh keadaan pertambahan kapasitas pelimpahan yang tidak sebanding dengan tuntutan biaya yang diperlukan untuk memperpanjang pelimpah. Keadaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Pengaruh Besar Nilai Pelipatan Panjang Pelimpah Terhadap Kapasitas Pelimpah Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004 9 Universitas Kristen Maranatha

b. Untuk pelimpah dengan = 8, pelipatan kapasitas pelimpahan sangat peka terhadap kenaikan muka air udik. Pelipatan kapasitas pelimpahan turun dengan tajam untuk harga 0,2. c. Jika tinggi muka air udik dapat dibatasi hingga 0,25 maka nilai pelipatan panjang pelimpah dapat diambil hingga, 6. 4). Besar sudut antara dinding sisi dan arah aliran, α a. Kapasitas pelimpah akan naik seiring dengan peningkatan sudut α. b. Untuk mengoptimumkan karakteristik ini, disarankan agar dipilih bentuk gigi trapesium dengan besar sudut α = 0,75 α maks, dengan α maks adalah besar sudut segitiga terbesar yang dapat dicapai untuk menghasilkan harga pelipatan panjang pelimpah tertentu. 5). Aerasi dan muka air hilir a. Tanpa aerasi yang baik, kapasitas pelimpah bendungan tipe gergaji akan menurun. Aerasi dapat dilakukan dengan memasang pipa pemasok udara di bagian hilir mercu. b. Penerapan bendung dan pelimpah gergaji pada kondisi aliran tidak sempurna perlu dihindari. Pengaruh muka air hilir terhadap kapasitas pelimpahan dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Pengaruh Muka Air Hilir Terhadap Kinerja Pelimpah Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004 10 Universitas Kristen Maranatha

6). Bentuk mercu pelimpah a. Bentuk mercu pelimpah sangat berpengaruh terhadap kapasitas pelimpahan. b. Bentuk mercu setengah lingkaran mempunyai koefisien pelimpahan (c), yang lebih besar daripada koefisien pelimpahan mercu dengan bentuk tajam (ct). 7). Lantai di hilir dinding pelimpah a. Dari apasitas pelimpahan, lantai di hilir dinding pelimpah lebih menguntungkan jika dibuat lebih rendah daripada lantai udik atau dibuat miring ke arah hilir. b. Untuk menentukan lantai hilir perlu diperhatikan juga kekuatan struktur yang dibutuhkan. 8). Peredam energi Lengkapi bangunan dengan peredam energi untuk mencegah penggerusan setempat seperti halnya pembuatan peredam energi pada bendung tetap dan pelimpah bendungan biasa. Untuk peredam energi bendung dapat dipilih antara lain jenis MDO, dengan memperhitungkan debit desain untuk bangunan peredam energi, tinggi terjunan, penggerusan setempat, degradasi dasar sungai yang akan terjadi. 9). Tembok pangkal Tentukan bentuk dan ukuran tembok pangkal dengan cara: a. Tinggi tembok pangkal ditentukan dengan memperhatikan debit desain untuk kapasitas pelimpahan ditambah dengan tinggi jagaan tertentu; b. Panjang tembok pangkal ditentukan oleh dimensi tubuh bangunan dan peredam energi; c. Bentuk tembok pangkal dapat dibuat tegak atau miring. 10). Tembok sayap udik dan hilir Lengkapi bangunan dengan tembok sayap dengan memperhatikan: a. Bentuk dan dimensi peredam energi; b. Geometri sungai di hilir dan sekitarnya; c. Prediksi kedalaman penggerusan setempat dan degradasi dasar sungai yang akan terjadi; 11 Universitas Kristen Maranatha

d. Stabilitas tebing; e. Tinggi muka air hilir pada debit desain ditambah dengan tinggi jagaan. 11). Lantai udik dan dinding tirai Dimensi bangunan pelengkap ini ditentukan dengan memperhatikan permeabilitas tanah, kemungkinan degradasi dasar sungai dan penggerusan setempat di hilir bangunan, dan kebutuhan pengurangan daya angkat air. Hal itu dilakukan agar tidak melebihi kekuatan dan stabilitas bangunan. 2.4 Lengkung Debit Metode lengkung debit atau rating curve ini digunakan untuk memonitoring debit sungai secara berkelanjutan yang bertujuan untuk melakukan evaluasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam jangka panjang. Lengkung debit adalah suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara tinggi muka air dan debit sungai atau saluran terbuka pada suatu penampang melintang tertentu. Secara umum pengukuran debit dipermukaan bebas dilakukan untuk mengetahui beberapa debit aktual yang ada untuk pemanfaatan atau pengendalian aliran suatu badan air. Pengukuran debit umumnya dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan sering kali berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan lengkung debit. Dalam pembuatan lengkung debit diperlukan pengukuran debit aliran. Debit aliran adalah volume air yang melalui penampang basah sungai dalam satuan waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam m 3 /detik atau L/detik. Data muka air pada saat pengukuran aliran diadakan, data muka air rendah untuk menentukan besarnya debit terkecil dan muka air tertinggi, baik aliran tersebut tertampung pada penampang sungai ataupun saluran, hal ini berguna untuk menentukan debit terbesar (Suyono, 1980). Semakin banyak pengukuran dilakukan semakin teliti analisis data. Untuk menentukan jumlah pengukuran yang dilakukan tergantung kepada: a. Tujuan pengukuran; b. Kepekaan aliran permukaan bebas; c. Ketelitian yang ingin dicapai. Terdapat 2 metode pengukuran debit aliran permukaan bebas, yaitu: pengukuran debit tidak langsung dan pengukuran debit langsung. 12 Universitas Kristen Maranatha

2.4.1 Pengukuran Debit Tidak Langsung Pengukuran tidak langsung secara umum dilakukan dengan menghitung kecepatan air berdasarkan rumus-rumus tertentu (termasuk rumus hidraulika) yang memerlukan hasil-hasil pengamatan dengan suatu alat sebagai datanya, maka debit aliran (Q) dihitung menggunakan Persamaan 2.1. (2.1) dengan: Q = Debit Aliran (m 3 /detik) A = Luas penampang melintang saluran (m 2 ) V = Kecepatan rata-rata yang dihitung berdasarkan pengamatan suatu alat (m/detik) Beberapa cara pengukuran kecepatan secara tidak langsung, adalah: A. Metode Pengapung Cara ini dipakai unutk menaksir kecepatan aliran secara kasar, karena alat ini hanya diamati di permukaan air. Untuk keperluan ini dibutuhkan alat pencatat waktu (stopwatch), pelampung dan pengukur jarak 2 titik yang akan ditempuh oleh pelampung hingga kecepatan dihitung menggunakan Persamaan 2.2. (2.2) dengan: V = Kecepatan aliran (m/s) D = Jarak antara 2 titik yang dilalui (m) T = Waktu yang dibutuhkan untuk melalui D (detik) B. Current Meter Kecepatan air (V) didapatkan dari pengukuran current meter (propeller atau tipe price) disesuaikan dengan ukuran baling-baling yang dipakai. Dalam menggunakan alat current meter ada 4 metode, yaitu: 1. Metode Satu Titik Metode ini digunakan untuk sungai yang dangkal dengan mengukur pada kedalaman 0,6h, seperti terlihat pada Gambar 2.5. Kecepatan dihitung menggunakan Persamaan 2.3. 13 Universitas Kristen Maranatha

dengan: V 0,6 = Kecepatan aliran pada kedalaman 0,6h v= V 0,6 (2.3) h h Gambar 2.5 Metode Satu Titik 2. Metode Dua Titik Pengukuran dilakukan pada kedalaman 0,2h dan 0,8h, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6. Kecepatan rata-rata dihitung menggunakan Persamaan 2.4. V0,2 V0,8 v (2.4) 2 0,2 h h 0,8 h Gambar 2.6 Metode Dua Titik 3. Metode Tiga Titik Pengukuran dilakukan pada kedalaman 0,2h, 0,6h, dan 0,8h, seperti pada Gambar 2.7. Kecepatan rata-rata dihitung menggunakan Persamaan 2.5. 14 Universitas Kristen Maranatha

V v 0,2 V 2 0,6 2 V 0,8 (2.5) V 0,2 h 0,2 h h V 0,6 h V 0,8 h 0,8 h Gambar 2.7 Metode Tiga Titik 4. Metode Lima Titik Alat ini dilengkapi dengan alat-alat elektronik dengan penghitung yang menunjukkan jumlah perputaran baling-baling. Alat ini sering dipakai, karena mudah dipakai untuk mengukur pada aliran permukaan bebas yang dalam (dapat diturunkan dengan kabel atau batang atau rod). Kecepatan rata-rata untuk metode ini dihitung menggunakan Persamaan 2.6. Vs 3V0,2 2V0,6 3V0,8 Vb V (2.6) 10 2.4.2 Pengukuran Debit Langsung Pengukuran debit langsung mempunyai 2 metode yaitu sebagai berikut: 1. Metode Volumetrik Pengukuran dengan metode ini dilakukan pada aliran-aliran yang kecil dengan menggunakan bejana dengan volume tertentu (v), kemudian diukur waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh bejana (t). Debit dihitung menggunakan Persamaan 2.7. Q = (2.7) 15 Universitas Kristen Maranatha

dengan: Q = Debit aliran (m 3 /detik) v = Volume bejana (m 3 ) t = Waktu (detik) 2. Alat Ukur Ambang Tajam Alat ukur ambang umumnya yang digunakan ambang tajam untuk menghitung debit alir suatu aliran dari mata air yang mengalir pada suatu saluran atau untuk pembagi air dalam sistem irigasi dan pengukuran debit air di Instalasi Air Minum. Ambang ukur ini dirancang sedemikian rupa sehingga diperoleh hubungan antara debit (Q) dengan tinggi muka air (h). Jenis ambang ukur yang biasa digunakan, yaitu: Alat Ukur Thompson Alat ukur ini berbentuk segitiga sama kaki terbalik, dengan sudut puncak di bawah, seperti terlihat pada Gambar 2.8. Sudut puncak dapat merupakan sudut siku atau sudut lain, misalnya 60 atau 30. b h α Gambar 2.8 Alat Ukur Thompson Alat ukur Thompson sering digunakan untuk mengukur debit-debit yang kecil. Ambang pada alat ukur Thompson merupakan suatu pelimpah air sempurna yang melewati ambang tipis. Persamaan 2.8 dapat digunakan untuk menghubungkan ketinggian muka air (h) dan debit (Q) untuk alat ukur Thompson atau V-Notch. 16 Universitas Kristen Maranatha

Q = Cd. tan. (2.8) dengan: Q = Debit air (m 3 /dtk) Cd = Koefisien kontraksi (0,5-0,6) h = Tinggi muka air (m) α = Sudut ambang tajam g = Gravitasi (g = 9,8m/dtk 2 ) Untuk ambang dengan sudut 90 o, dalam mencari hubungan ketinggian muka air dan debit dapat juga digunakan Persamaan 2.9. Q = 1,39 tan ( ) ( h ) (2.9) dengan: Q = Debit air (m 3 /detik) α = 90 h = Bacaan debit Thompson Elevasi Awal Thompson 3. Kurva Kapasitas Pelimpah Gambar 2.9 Kurva Kapasitas Pelimpah Untuk mendapatkan debit aliran pada suatu pelimpah, diperlukan suatu kurva yang disebut dengan kurva Kapasitas Pelimpah. Kurva ini dapat dilihat pada Gambar 2.9. 17 Universitas Kristen Maranatha

2.5 Penggerusan Gerusan didefinisikan sebagai fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air di sungai. Gerusan merupakan akibat aksi aliran air yang mengikis material dasar dan tepi sungai dan juga di sekitar pilar dan kepala jembatan. Penggerusan diakui sebagai bahaya terhadap struktur bawah jembatan. Secara umum, ada tiga jenis penggerusan di sungai, yaitu: 1. Gerusan umum (general scour); 2. Gerusan kontraksi (contraction scour); 3. Gerusan lokal (local scour). Gerusan umum merupakan jenis gerusan yang dipengaruhi oleh perubahan elevasi dasar sungai, baik secara alami maupun rekayasa manusia. Gerusan umum mengakibatkan degradasi dasar sungai yang tidak dipengaruhi oleh keberadaan jembatan. Gerusan umum dibagi menjadi jangka panjang dan jangka pendek. Gerusan dilokalisir terkait secara langsung dengan adanya jembatan atau struktur sungai lainnya. Gerusan dilokalisir dibagi menjadi gerusan kontraksi dan gerusan lokal. Gerusan kontraksi terjadi karena adanya penyempitan saluran sungai, baik secara alami maupun rekayasa manusia yang mengakibatkan penurunan dasar saluran dan peningkatan kecepatan rata-rata aliran. Gerusan lokal terjadi karena adanya bangunan seperti bendung yang dapat merubah pola aliran. Gerusan kontraksi dan gerusan lokal selanjutnya dapat dibedakan menjadi gerusan tanpa pasokan sedimen (clear water scour) dan dengan gerusan dengan pasokan (live bed scour). Gerusan tanpa pasokan sedimen merupakan suatu keadaan di mana dasar sungai di sebelah udik bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material yang terangkut), sedangkan gerusan dengan pasokan sedimen terjadi ketika kondisi aliran dalam saluran menyebabkan material dasar bergerak. Penggerusan lokal terjadi akibat adanya turbulensi air yang disebabkan oleh terganggunya aliran, baik besar maupun arahnya sehingga menyebabkan hanyutnya material dasar sungai. Turbulensi disebabkan oleh berubahnya kecepatan terhadap tempat, waktu, dan keduanya. Penggerusan lokal pada material dasar dapat terjadi secara langsung oleh kecepatan aliran. Secara teori, tegangan geser yang terjadi lebih besar daripada tegangan geser kritis dari butiran dasar. 18 Universitas Kristen Maranatha

2.6 Analisis Ayak 1. Maksud dan tujuan analisis ayak adalah: a. Untuk mengetahui ukuran butir sedimen/tanah; b. Untuk mengklasifikasikan sedimen/tanah; c. Untuk mendapatkan koefisien keseragaman (C U ) dan koefisien gradasi (C C ) dari kurva distribusi ukuran butir. 2. Rumus-rumus yang digunakan dalam mengklasifikasikan sedimen/tanah menggunakan Persamaan 2.11 sampai dengan Persamaan 2.16. a. Berat Tanah Tertahan = (Berat Saringan+Tanah) Berat Saringan (2.11) b. % Tertahan = (Berat Tanah Tertahan/ Berat Tanah Tertahan) x 100 % (2.12) c. % Kumulatif (a) = % Tertahan (a) (2.13) d. % Kumulatif (b) = % Kumulatif (a) + % Tertahan (b) (2.14) e. % Kumulatif (c) = % Kumulatif (b) + % Tertahan (c) (2.15) f. % Lolos = 100 % - Persen Kumulatif (2.16) 3. Penyajian hasil analisis ayak a. Dari hasil percobaan digambarkan suatu grafik dalam suatu susunan koordinat semilog, yaitu di mana ukuran diameter butir sebagai absis dalam skala log dan % lebih halus sebagai ordinat dalam skala biasa. b. Dari grafik didapat koefisien keseragaman (C U ) dan koefisien gradasi (C C ). c. Nilai koefisien keseragaman (C U ) dan koefisien gradasi (C C ) dihitung menggunakan Persamaan 2.17 dan Persamaan 2.18. C U = D D 60 10 (2.17) 2 30 D C C = D10 x D Keterangan: 60 D 60 = Diameter sehubungan dengan 60% lebih halus. D 10 = Diameter sehubungan dengan 10% lebih halus. D 30 = Diameter sehubungan dengan 30% lebih halus. (2.18) 19 Universitas Kristen Maranatha