BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan Software iric: Nays2DH 1.0 yang dibuat oleh Dr. Yasuyuki Shimizu dan Hiroshi Takebayashi di Hokkaido University, Jepang. Nays2DH 1.0 adalah model komputasi untuk mensimulasikan horisontal dua dimensi (2D) alirain, transportasi sedimen, perubahan morfologi dari kedalaman dasar dan erosi di sungai. Selain itu, iric: Nays2DH 1.0 merupakan perangkat yang bisa mensimulasikan gerusan yang terjadi pada sekitar pilar jembatan. Aliran seragam (uniform flow), dimana berbagai varibel aliran seperti kedalaman tampang basah (h), kecepatan (v) dan debit (Q) di sepanjang aliran tidak berubah terhadap waktu. Digunakan debit sebesar m 3 /dtk dengan waktu running 3 menit. Penampang saluran mengadopsi dari model fisik flume dengan lebar saluran 0.46 m dan panjang saluran 5 m seperti Gambar 5.1. Gambar 5.1 Penampang saluran pada simulasi software iric: Nays2DH 1.0 Penampang tersebut memiliki kemiringan dasar saluran (slope) sebesar dan memiliki angka manning sebesar Saluran ini memiliki karakteristik aliran superkritik yang memiliki nilai Froude (Fr) dan pasir yang lolos saringan ASTM no.10 dan tertahan pada no. 200 sebagai bahan dasar dari saluran dengan nilai d50 yang diperoleh dari pengujian gradasi butiran. Aliran superkritik adalah aliran yang memiliki kecepatan yang memiliki kecepatan yang tinggi. 59

2 60 Pada penampang saluran tersebut dibagi menjadi beberapa grid untuk memperkuat data dengan ukuran grid sebesar 0.5 cm. Pada bagian lebar penampang saluran dengan lebar 0.46 m dibagi menjadi 92 grid searah sumbu x (grid i) dan panjang saluran yang ditinjau sebesar 2.5 m dibagi menjadi 500 grid searah sumbu y (grid j). Terdapat halangan di tengah penampang berupa model pilar jembatan yaitu pilar model kapsul dan pilar model belah ketupat seperti Gambar 5.2. Model pilar tersebut memiliki lebar 3 inc dan tinggi pilar 15 cm. (a) (b) Gambar 5.2 Bentuk pilar jembatan pada simulasi software iric: Nays2DH 1.0. bentuk pilar kapsul (a) bentuk pilar belah ketupat (b)

3 61 B. Analisis Kecepatan Aliran Kedalaman gerusan lokal maksimum rata-rata di sekitar pilar sangat tergantung pada nilai relatif kecepatan alur sungai. Kecepatan aliran setelah dilakukan simulasi mempunyai karakteristik berbeda pada setiap bentuk pilar. Pada dasarnya kecepatan aliran akan berubah apabila ada suatu perubahan morfologi. Perubahan kecepatan aliran pada saluran memiliki halangan berupa pilar jembatan. Dengan adanya pilar ditengah sungai maka akan merubah aliran sungai, dan akan ada gerusan lokal yang akan terjadi di sekitar bangunan sungai karena aliran menumbur atau menabrak bangunan tersebut. Pada penelitian ini digunakan dimensi lebar pilar sebesar 3 inc dan tinggi 15 cm dengan menggunakan aliran debris. Setelah dilakukan simulasi dengan software iric Nays2DH 1.0 menggunakan bentuk pilar kapsul dan belah ketupat dapat dilihat terjadi perubahan kecepatan aliran pada Gambar 5.3 dan 5.4. (c) (a) (b) Gambar 5.3 Hasil simulasi software iric Nays2DH 1.0 dengan output velocity (ms-1) (a) analisis kecepatan model fisik (b) skala kecepatan aliran iric(c) skala kecepatan model fisik (d) pada pilar berbentuk kapsul (d)

4 62 (c) (d) (a) (b) Gambar 5.4 Hasil simulasi software iric Nays2DH 1.0 dengan output velocity (ms-1) (a) analisis kecepatan model fisik (b) skala kecepatan aliran iric(c) skala kecepatan model fisik (d) pada pilar berbentuk belah ketupat Terlihat perbedaan karakteristik perubahan kecepatan pada pilar kapsul dan belah ketupat. Perbedaan kecepatan dideskripsikan melalui warna, mulai dari kecepatan yang paling rendah yaitu ms -1 dideskripsikan dengan warna biru sampai kecepatan 1.10 ms-1 dideskripsikan dengan warna merah. Pada pilar jembatan yang berbentuk kapsul terjadi perubahan kecepatan aliran mengarah ke hilir saluran, terlihat dari adanya perubahan warna dari oranye menjadi kuning kehijau yang menandakan kecepatan aliran setelah melewati kapsul perlahan kecepatan aliran menjadi normal kembali pada jarak yang sangat jauh. Sisi kanan dan kiri dari pilar mengalami percepatan terlihat dari warna yang memerah di samping kanan dan kiri pilar, kecepatan yang tinggi ini terjadi akibat perubahan morfologi dari saluran. Sama seperti pilar kapsul pilar jembatan berbentuk belah ketupat terdapat percepatan disamping kanan dan kiri pilar yang dapat dilihat dari adanya perubahan warna dari oranye ke merah. Kemudian terjadi perlambatan kecepatan aliran setelah melewati pilar terlihat warna merah berubah menjadi warna kuning dan hijau pada

5 63 jarak yang sangat jauh. Namun, perubahan kecepatan menuju hilir sungai pilar kapsul lebih pendek dibandingkan dengan pilar belah ketupat. Dibandingkan dengan penelitian model fisik yang di lakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada pengujian yang sama yaitu mensimulasikan gerusan yang terjadi pada pilar kapsul dan belah ketupat dengan aliran debris yang terjadi di sungai menggunakan flume. Kecepatan aliran yang terjadi pada pilar jembatan berbentuk kapsul dan pilar belah ketupat memiliki pola aliran kecepatan yang sama seperti simulasi yang dilakukan menggunakan pemodelan numerik dapat dilihat pada Gambar 5.3 untuk pilar kapsul dan Gambar 5.4 untuk pilar belah ketupat. Terlihat dari nilai angka kecepatan pada sisi kanan dan kiri pilar mengalami percepatan karena aliran terganggu akibat adanya penyempitan saluran akibat terhalang oleh pilar jembatan. Nilai kecepatan aliran dari model fisik dan model numerik menunjukan kisaran angka yang sama kurang lebih 90 cm/dtk untuk nilai percepatan yang terjadi pada bagian kanan dan kiri pilar kapsul. Sedangkan untuk pilar belah ketupat nilai dari percepatan yang tertinggi yaitu kurang lebih 88 cm/dtk. C. Analisis Pola Aliran Arah kecepatan aliran pada dasarnya dalam keadaan normal mengalir dari hulu saluran menuju hilir saluran. Dalam teori hidrolika air akan mengalir dari daerah yang memiliki tekanan tinggi menuju daerah yang memiliki tekanan yang rendah. Namun, arah aliran dapat berbelok apabila terjadi perubahan morfologi penampang saluran seperti adanya pilar jembatan. Arah kecepatan aliran sangat penting untuk mengetahui jenis belokan aliran setelah menabrak pilar jembatan. Belokan aliran biasanya berhubungan dengan turbulensi aliran yang nantinya akan berpengaruh terhadap kedalaman dan pola gerusan.

6 64 Dalam simulasi software iric : Nays 2DH 1.0 pada output arah kecepatan aliran, dimodelkan dengan menggunakan anak panah (arrow). Model arrow tersebut menggunakan teori vektor yang mempunyai besaran yang berupa nilai kecepatan aliran dan arah aliran. Arah aliran sangat dipengaruhi oleh bentuk pilar jembatan seperti pada Gambar 5.5 untuk bentuk kapsul dan Gambar 5.6 untuk belah ketupat. (a) (b) Gambar 5.5 Arah pola aliran hasil output software iric Nays 2DH 1.0 (a) Arah pola aliran hasil running pemodelan fisik (b) pada pilar bentuk belah ketupat

7 65 (a) (b) Gambar 5.6 Arah pola aliran hasil output software iric Nays 2DH 1.0 (a) Arah pola aliran hasil running pemodelan fisik (b) pada pilar bentuk belah ketupat Pada Gambar 5.5 (a) terlihat arah dan kecepatan aliran (pola aliran) yang dipengaruhi oleh bentuk pilar jembatan dengan lebar yang sama. Ditinjau dari bagian hilir pilar jembatan terlihat bentuk pilar mengalami turbulensi. Turbulensi pada hilir pilar jembatan kapsul terjadi sangat besar dibandingkan dengan pilar berbentuk belah ketupat pada Gambar 5.6 (a). Pilar jembatan berbentuk kapsul terjadi lebih banyak aliran yang menabrak pilar. Ditinjau dari pengaruh perubahan arah kecepatan aliran kembali normal ke arah hilir saluran, terlihat pada pilar jembatan dengan bentuk belah ketupat arah perubahan kecepatan lebih pendek dibandingkan dengan pilar jembatan berbentuk kapsul. Pada kedua pilar jembatan ini bentuk kapsul dan belah ketupat terjadi juga pengaruh ke arah kanan dan kiri saluran. Namun, pilar dengan bentuk kapsul lebih

8 66 besar mempengaruhi arah aliran di samping kanan dan kiri pilar. Bentuk arus yang berbeda juga akan menyebabkan adanya gerusan disekitar pilar. Dalam simulasi model fisik yang dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang dilakukan menggunakan flume. Pola aliran yang dianalisis menggunakan sediment tracking kemudian dapat diamati secara visual, menunjukan pola aliran bagian hulu masih stabil, semakin menuju ke sekitar pilar pola aliran mulai tidak stabil karena terganggu akibat adanya penyempitan saluran akibat terhalang pilar jembatan. Kemudian pola aliran kembali mulai stabil menjauhi daerah pilar kearah hilir. Bentuk pola aliran yang dimodelkan dari model fisik dan model matematis menunjukkan pola aliran yang sama dapat dilihat pada Gambar 5.5 (b) untuk pilar berbentuk kapsul dan Gambar 5.6 (b) untuk pilar yang berbentuk belah ketupat.

9 67 D. Analisis Elevasi Dasar Elevasi dasar saluran pada awalnya bernilai stabil, namun ketika terjadi perubahan morfologi penampang saluran, elevasi dasar akan berubah. Perubahan elevasi dasar saluran dapat berupa penurunan maupun penaikan, untuk penurunan elevasi dasar saluran akan berhubungan dengan pola gerusan. Dalam hal ini, perubahan morfologi penampang saluran diakibatkan oleh pembuatan pilar jembatan dalam bentuk kapsul dan belah ketupat. Dapat diketahui perubahan elevasi dasar tiap pilar akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. (b) (a) (c) Gambar 5.7 Hasil simulasi software iric: Nays 2DH 1.0 dengan output elevation(m) (a) hasil simulasi software sms (b) skala kedalaman gerusan (c) bentuk pilar kapsul

10 68 (b) (a) (c) Gambar 5.8 Hasil simulasi software iric: Nays 2DH 1.0 dengan output elevation(m) (a) hasil simulasi software sms (b) skala kedalaman gerusan (c) bentuk pilar belah ketupat Gambar diatas menggunakan skala warna merah yang mendeskripsikan elevasi terendah sebesar -0.05m untuk pilar kapsul dan untuk pilar tajam sampai dengan warna biru yang mendeskripsikan elevasi tertinggi sebesar 0.005m untuk pilar kapsul dan 0.02m untuk pilar tajam. Elevasi dasar saluran terlihat berubah ketika terdapat halangan berupa pilar jembatan. perubahan tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda disetiap bentuk pilar jembatan. Kedua pilar jembatan berbentuk kapsul dan belah ketupat perubahan elevasi terjadi di sisi kanan dan kiri pilar jembatan dan mempengarui tebing saluran. Perubahan terjadi baik berupa penurunan yang ditandai dengan warna kemerahan maupun kenaikan yang ditandai dengan warna hijau. Pola gerusan di sekitar pilar berasal dari aliran yang berasal dari hulu yang terhalang oleh pilar. Hal ini

11 69 menyebabkan aliran air terganggu dan menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan pusaran yang terjadi akibat kecepatan aliran yang membentur pilar depan dan menjadi gaya tekan di sekitar pilar. Gaya tekan ini mengakibatkan terjadinya aliran bawah (down flow) yang dapat mengikis dasar saluran, dan akan menimbulkan gerusan di sekitar pilar. Karena perubahan elevasi dasar saluran terlihat kurang jelas baik penurunan maupun kenaikan elevasinya, maka dilakukan tinjauan dari beberapa potongan di sekitar pilar jembatan. peninjauan tersebut dilakukan untuk mengakuratkan analisis mengenai perubahan elevasi dasar saluran terutama analisis mengenai gerusan di sekitar pilar. Peninjauan dilakukan dengan menggunakan grafik yang dibuat dari Microsoft Excel dengan data hasil dari output software iric: Nays 2DH 1.0. Peninjauan ini dilakukan dengan beberapa potongan sebagai berikut. 1. Tinjauan Potongan I Hulu Pilar I I I I (a) (b) Gambar 5.9 Potongan I hulu pilar kapsul dan belah ketupat

12 70 Elevasi Gerusan Potongan I Pada Pilar Kapsul Elevasi (m) Elevasi Awal (m) Elevasi Model Numerik (m) Elevasi Model Fisik (m) Arah Melintang Saluran Pada Sumbu X (i=85) Gambar 5.10 Grafik elevasi gerusan potongan I pada hulu pilar bentuk kapsul dengan simulasi Software iric: Nays 2DH 1.0 dan pemodelan fisik Elevasi Gerusan Potongan I Pada Pilar Belah Ketupat Elevasi (m) Arah Melintang Saluran Pada Sumbu X (i= 85) Elevasi Dasar (m) Elevasi Model Numerik (m) Elevasi Model Fisik (m) Gambar 5.11 Grafik elevasi gerusan potongan I pada hulu pilar bentuk belah ketupat dengan simulasi Software iric: Nays 2DH 1.0 dan pemodelan fisik Grafik ini merupakan grafik potongan melintang pada saluran pangkal hulu pilar jembatan, potongan kedua pilar merupakan potongan pada grid i= 85. Batas nilai elevasi maksimum sebesar 0.005m dan elevasi minimum m untuk grafik

13 71 pilar belah ketupat nilai maksimum 0.01m dan minimum -0.03m. Pada kedua hulu pilar jembatan kapsul dan belah ketupat mengalami sedimentasi. Pada hulu pilar kapsul terjadi sedimentasi setinggi 1.5 cm. Pada pilar berbentuk belah ketupat sedimentasi setinggi 1.4cm pada hulu pilar. Hasil presentasi pengaruh dari ketinggian muka air setinggi m pada pilar kapsul dari model fisik yaitu 57% terjadi gerusan dan model numerik 109% terjadi sedimentasi. Pengaruh dari lebar pilar gerusan yang terjadi di model fisik yaitu 13% pada model numerik sebesar 25%. Pada pilar belah ketupat pengaruh muka air pada model fisik sebesar 34% sedangkan pada model numerik 107%. Di lihat dari pengaruh lebar pilar pada model fisik sebesar 8% dan model numerik 25% Hasil grafik diatas merupakan hasil dari penelitian model matematik dan model fisik pada Gambar 5.10 untuk pilar kapsul dan Gambar 5.11 untuk pilar belah ketupat, menunjukkan hasil grafik elevasi gerusan dalam simulasi di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Gerusan yang dihasilkan dari model fisik untuk pilar kapsul sedalam 2cm dan gerusan yang ada pada pilar tajam sedalam 1cm. Jika dibandingkan hasil simulasi dari software iric: Nays2DH 1.0 dengan model fisik tidak melihatkan hasil yang sama. Pada software iric melihatkan terjadinya sedimentasi di hulu pilar sedangkan model fisik menjelaskan terjadinya gerusan pada hulu pilar. 2. Tinjauan Potongan II Tengah Pilar II II II II Gambar 5.12 Potongan II tengah-tengah pilar kapsul dan belah ketupat

14 72 Elevasi Gerusan Potongan II Pada Pilar Kapsul Elevasi (m) ArahMelintang Saluran Pada Sumbu X (i=115) Elevasi Awal (m) Elevasi Model Numerik (m) Elevasi Model Fisik (m) Gambar 5.13 Grafik elevasi gerusan potongan II pada tengah pilar bentuk kapsul dengan simulasi Software iric: Nays 2DH 1.0 dan pemodelan fisik Elevasi Gerusan Potongan II Pada Pilar Belah Ketupat Elevasi (m) Arah Melintang Saluran Pada Sumbu X (i= 115) Elevasi Dasar (m) Elevasi Model Numerik (m) Elevasi Model Fisik (m) Gambar 5.14 Grafik elevasi gerusan potongan II pada tengah pilar bentuk belah ketupat dengan simulasi Software iric: Nays 2DH 1.0 dan pemodelan fisik

15 73 Grafik diatas merupakan grafik potongan melintang saluran pada tengahtengah pilar jembatan, potongan tengah pilar kapsul dan belah ketupat terletak pada grid i= 115. Batas maksimum dari grafik pilar kapsul sebesar 0m dan elevasi minimum sebesar -0.07m dan batas untuk pilar belah ketupat maksimum di 0m dan minimum m. Pada tengah pilar kapsul dan belah ketupat terjadi gerusan di samping kanan dan kiri pilar, kedua pilar mengalami gerusan sedalam 1cm. Dapat dilihat hasil dari penelitian model fisik dan numerik bahwa bagian kanan dan kiri pilar mengalami gerusan, terutama di bagian sisi pilar. Dari hasil penelitian model fisik sisi pilar kapsul mengalami gerusan sedalam 3.2cm kemudian dari pilar belah ketupat di sisi pilar terdapat gerusan sedalam 2.5cm untuk pilar kapsul dan 2.4cm untuk pilar berbentuk belah ketupat. Hasil ini menunjukan perbedaan pada penelitian fisik dengan pemodelan numerik. Hasil presentasi pengaruh dari ketinggian muka air setinggi m pada pilar kapsul dari model fisik yaitu 191% terjadi gerusan dan model numerik 80% terjadi gerusan. Pengaruh dari lebar pilar gerusan yang terjadi di model fisik yaitu 44% pada model numerik sebesar 18%. Pada pilar belah ketupat pengaruh muka air pada model fisik sebesar 34% sedangkan pada model numerik 57%. Di lihat dari pengaruh lebar pilar pada model fisik sebesar 8% dan model numerik 13% 3. Tinjauan Potongan III Hilir Pilar III III III III Gambar 5.15 Potongan III hilir (1) pilar kapsul dan belah ketupat

16 74 0 Elevasi Gerusan Potongan III Pada Pilar Kapsul Elevasi (m) Elevasi Awal (m) Elevasi Model Numerik (m) Elevasi Model Fisik (m) Arah Melintang Saluran Pada Sumbu X (i=200) Gambar 5.16 Grafik elevasi gerusan potongan III pada hilir (1) pilar bentuk kapsul dengan simulasi Software iric: Nays 2DH 1.0 dan pemodelan fisik 0 Elevasi Gerusan Potongan III Pada Pilar Belah Ketupat Elevasi (m) Elevasi Dasar (m) Elevasi Model Numerik (m) Elevasi Model Fisik (m) Arah Melintang Saluran Pada Sumbu X (i= 200) Gambar 5.17 Grafik elevasi gerusan potongan III pada hilir (1) pilar bentuk belah ketupat dengan simulasi Software iric: Nays 2DH 1.0 dan pemodelan fisik

17 75 Grafik diatas merupakan grafik potongan melintang saluran pada hilir (1) pilar jembatan, potongan hilir pilar kapsul dan belah ketupat terletak pada grid i = 200. Batas nilai elevasi pada kedua grafik tersebut sama, pada elevasi maksimum di 0m dan elevasi minimum sebesar -0.08m. Kedua pilar tersebut mengalami sedimentasi dengan ketinggian maksimum yang sama sebesar 1 cm. Hasil dari grafik penelitian model fisik menjelaskan bahwa terjadi gerusan didaerah hilir pilar, dan gerusan terdalam dari pilar kapsul sedalam 3cm dan pilar belah ketupat 2cm. Hasil dari model fisik dan numerik memiliki hasil tidak sama. Karena pada model fisik terjadi gerusan sedangkan pada pemodel numerik terjadi sedimentasi atau timbunan. Hasil presentasi pengaruh dari ketinggian muka air setinggi m pada pilar kapsul dari model fisik yaitu 171% terjadi gerusan dan model numerik 69% terjadi sedimentasi. Pengaruh dari lebar pilar gerusan yang terjadi di model fisik yaitu 39% pada model numerik sebesar 16%. Pada pilar belah ketupat pengaruh muka air pada model fisik sebesar 97% sedangkan pada model numerik 62%. Di lihat dari pengaruh lebar pilar pada model fisik sebesar 22% dan model numerik 14% 4. Tinjauan Potongan IV Hilir (2) pilar IV IV IV IV Gambar 5.18 Potongan IV hilir (2) pilar kapsul dan belah ketupat

18 76 0 Elevasi Gerusan Potongan IV Pada Pilar Kapsul Elevasi (m) Elevasi Awal (m) Elevasi Model Numerik (m) Elevasi Model Fisik (m) Arah Melintang Saluran Pada Sumbu X (i=275) Gambar 5.19 Grafik elevasi gerusan potongan IV pada hilir (2) pilar bentuk kapsul dengan simulasi Software iric: Nays 2DH 1.0 dan penelitian fisik 0 Elevasi Gerusan Potongan IV Pada Pilar Belah Ketupat Elevasi (m) Elevasi Dasar (m) Elevasi Model Numerik (m) Elevasi Model Fisik (m) Arah Melintang Saluran Pada Sumbu X (i= 275) Gambar 5.20 Grafik elevasi gerusan potongan IV pada hilir (2) pilar bentuk belah ketupat dengan simulasi Software iric: Nays 2DH 1.0 dan penelitian fisik Gambar 5.19 dan Gambar 2.20 merupakan grafik potongan melintang saluran pada hilir (2) pilar jembatan, potongan hilir (2) ini merupakan potongan dari keadaan gerusan yang mulai kembali ke-normal, potongan hilir terletak pada grid i= 275. Batas nilai pada grafik tersebut maksimum ada di 0m dan nilai minimum m. Hasil dari penelitian mdoel fisik melihatkan di hilir pilar mulai kembali ke

19 77 elevasi normal. Namun pada pilar berbentuk tajam masih terjadi sedimentasi setinggi 3cm. Jika dibandingkan dengan penelitian model fisik yang dilihat dari grafik pada Gambar 2.19 dan Gambar 2.20, pada hilir pilar masih mengalami gerusan dengan kedalaman gerusan terdalam sebesar 2cm, namun pada pilar tajam gerusan yang dalam hanya ada di sisi kiri saluran. Dapat dilihat pemodelan fisik dan pemodelan numerik dari hasil pengujian menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil presentasi pengaruh dari ketinggian muka air setinggi m pada pilar kapsul dari model fisik yaitu 126% terjadi gerusan dan model numerik 57% terjadi sedimentasi. Pengaruh dari lebar pilar gerusan yang terjadi di model fisik yaitu 49% pada model numerik sebesar 13%. Pada pilar belah ketupat pengaruh muka air pada model fisik sebesar 57% sedangkan pada model numerik 114%. Di lihat dari pengaruh lebar pilar pada model fisik sebesar 13% dan model numerik 26%

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Penelitian ini dimodelkan dengan manggunakan software iric : Nays2DH 1.0 yang dikembangkan oleh Hiroshi Takebayashi dari Kyoto University dan Yasutuki Shimizu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR

ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR (Studi Kasus Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi, Aliran Subkritik) (NUMERICAL ANALYSIS OF LOCAL SCOURING AT PILE Case Study : Circular Pillar and

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 30 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Uji model hidraulik fisik dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Data yang dihasilkan yaitu berupa rekaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah suatu saluran terbuka yang berfungsi sebagai saluran drainasi yang terbentuk secara alami. Sungai mengalirkan air dari tempat yang tinggi (hulu) ketempat

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) Mathematical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi pemodelan pada HEC-RAS memodelkan aliran permanen (steady flow) yang selanjutnya membandingkan kedalaman dan kecepatan aliran pada eksperimen di laboratorium dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pengujian dilakukan di Laboratorium Keairan dan Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didapatkan hasil dari penelitian dengan aliran superkritik

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) Physical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Sumber referensi yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini berasal dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Jurnal-jurnal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Sumber referensi yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini berasal dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Jurnal-jurnal yang berkaitan

Lebih terperinci

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Diketahui jika hasil simulasi pemodelan pada HEC-RAS memodelkan aliran dengan steady flow yang selanjutnya akan dilakukan analisa dengan gerusan pada pilar jembatan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN

ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN 1 (Studi Kasus: Pilar Tajam dan Pilar Kapsul pada Aliran Superkritik) Ahmad Arwana 2, Puji Harsanto 3, Jazaul Ikhsan 4 INTISARI Dengan adanya pilar

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN. Analisis Model Matematik Gerusan Lokal Pada Pilar Jembatan Dengan Aliran Subkritik (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

HALAMAN PERNYATAAN. Analisis Model Matematik Gerusan Lokal Pada Pilar Jembatan Dengan Aliran Subkritik (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) HALAMAN PERNYATAAN Laporan Tugas Akhir dengan Judul : Analisis Model Matematik Gerusan Lokal Pada Pilar Jembatan Dengan Aliran Subkritik (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) Dikerjakan oleh : Aditya

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Gerusan Berdasarkan Eksperimen. Gerusan Pilar Ys Kanan Kiri. Jenis Aliran Sub kritik Super kritik. Jenis. Satuan. No.

Tabel 6.1 Gerusan Berdasarkan Eksperimen. Gerusan Pilar Ys Kanan Kiri. Jenis Aliran Sub kritik Super kritik. Jenis. Satuan. No. BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan software HEC-RAS 5.0.3 yang menganalisis gerusan lokal dengan aliran steady flow. Di penelitian ini metode yang digunakan pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Elevation (m) BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Pada hasil penelitian yang berupa simulasi permodelan menggunakan software HEC-RAS 5.0.3 memodelkan aliran permanen (steady flow) yang akan dilakukan analisa gerusan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM : NASKAH SEMINAR 1 ANALISA NUMERIK GERUSAN LOKAL METODE CSU (COLORADO STATE UNIVERSITY) MENGGUNAKAN HEC-RAS 5.0.3 PADA ALIRAN SUPERKRITIK (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi) Vinesa Rizka Amalia

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU Pilar (Pilar Kapsul dan Pilar Tajam dengan Aliran Superkritik) Anjelita Suratinoyo 2, Puji Harsanto 3, Jaza ul Ikhsan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR (Studi Kasus Pilar Persegi dan Pilar Lingkaran, Aliran Subkritik)

TUGAS AKHIR ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR (Studi Kasus Pilar Persegi dan Pilar Lingkaran, Aliran Subkritik) TUGAS AKHIR ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR (Studi Kasus Pilar Persegi dan Pilar Lingkaran, Aliran Subkritik) Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 (S1), Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Barat Tamantrito Kasihan Bantul Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 Sunaryo 1, Darwizal Daoed 2, Febby Laila Sari 3 ABSTRAK Sungai merupakan saluran alamiah yang berfungsi mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konsep Gerusan Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. STUDI LITERATUR Studi literatur dilakukan dengan mengkaji pustaka atau literature berupa jurnal, tugas akhir ataupun thesis yang berhubungan dengan metode perhitungan kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Progo adalah salah satu sungai vulkanik dengan jalur aliran yang akan dilewati oleh aliran lahar yang berasal dari G. Merapi yang berlokasi di Kabupaten Dati

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi, penyediaan

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI Lajurady NRP: 0921054 Pembimbing: Endang Ariani, Ir., Dipl.H.E. ABSTRAK Pada saat ini sering terjadi kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal serta beberapa tugas akhir tentang gerusan lokal yang digunakan untuk menunjang penelitian, baik pada

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Boundary Conditions : - Debit - Hulu = slope - Hilir = slope Ukuran Pilar Data Hasil Uji Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui morfologi Sungai Progo bagian hilir, distribusi ukuran sedimen dan porositas sedimen dasar Sungai Progo pada tahun 2017.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui morfologi sungai Progo Hilir, porositas sedimen dasar sungai Progo Hilir pasca erupsi Gunung Merapi 2010, dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Gerusan merupakan penurunan dasar sungai karena erosi di bawah permukaan alami ataupun yang di asumsikan. Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) Evi J.W. Pamungkas Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR JURNAL TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR M.S. Pallu 1, M.P.Hatta 1, D.P.Randanan 2 ABSTRAK Agradasi adalah penumpukan bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

Kata Kunci : Vektor kecepatan, pola aliran, PIV, pemodelan, pilar jembatan 1 Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 3 Dosen Pembimbing I

Kata Kunci : Vektor kecepatan, pola aliran, PIV, pemodelan, pilar jembatan 1 Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 3 Dosen Pembimbing I NASKAH SEMINAR 1 ANALISA VEKTOR KECEPATAN DAN POLA ALIRAN DI SEKITAR PILAR DENGAN METODE PIV (Particle Image Velocimetry) (Studi Kasus Model Pilar Berpenampang Lingkaran dan Persegi) Sitty Rukmini Mokobombang

Lebih terperinci

Kata kunci : model, numerik, 2 dimensi, genangan banjir, saluran

Kata kunci : model, numerik, 2 dimensi, genangan banjir, saluran Pengembangan Model Erosi Bantaran Sungai Untuk Memodelkan Genangan Banjir Dengan Menggunakan Metode Numerik 2 Dimensi Peneliti : Januar Fery Irawan 1, Syamsul Arifin 2 Mahasiswa Terlibat Sumber Dana Kontak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN DATA BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Hasil Pengamatan Fisik Percobaan dilakukan untuk mengetahui pola gerusan dan sedimentasi yang terjadi pada saluran akiba adanya abutment. Abutment yang digunakan

Lebih terperinci

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI Zezen Solide NRP : 9421002 NIRM : 41077011940256 Pembimbing : Endang Ariani, Ir., Dipl. HE. FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Lutjito 1, Sudiyono AD 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY lutjito@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this research is to find out

Lebih terperinci

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK A. Pemodelan Hidrolika Saluran drainase primer di Jalan Sultan Syahrir disimulasikan dengan membuat permodelan untuk analisis hidrolika. Menggunakan software HEC-RAS versi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 47 BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui morfologi Sungai Progo, pasca erupsi Gunung Merapi 2010 dan mengetahui jumlah angkutan sedimen yang terjadi setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA 5.1. TINJAUAN UMUM Analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung debit rencana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II,

Lebih terperinci

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU)

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU) KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU) Study on Local Scour Groundsill Due To Variation of Q (discharge), I (slope) and T (time) SKRIPSI Disusun Untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3. 1 Konsep Gerusan Lokal Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh erosi yang disebabkan oleh aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Gerusan lokal merupakan

Lebih terperinci

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1 Studi Pustaka Dalam melakukan studi pustaka tentang kasus Sudetan Wonosari ini diperoleh data awal yang merupakan data sekunder untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA BAB VI ANALISIS HIDROLIKA 6. Tinjauan Umum Analisa hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung debit rencana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab III, bahwa salah satu penyebab

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Journal INTEK. April 17, Volume 4 (1): 6-6 6 Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Hasdaryatmin Djufri 1,a 1 Teknik Sipil, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Tamalanrea Km., Makassar,

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debit didefinisikan sebagai hasil perkalian antara kecepatan dengan luas penampang. Semakin besar kecepatan dan luas penampang maka akan semakin besar pula debit yang

Lebih terperinci

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA Rendro Rismae Riady, Hendra Cahyadi, Akhmad Bestari* DPK (dipekerjakan) di Fak. Teknik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Lebih terperinci

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

BAB III Metode Penelitian Laboratorium BAB III Metode Penelitian Laboratorium 3.1. Model Saluran Terbuka Pemodelan fisik untuk mempelajari perbandingan gerusan lokal yang terjadi di sekitar abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap

Lebih terperinci

Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin

Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-27 Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin Devy Amalia dan Umboro Lasminto Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai, 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Gerusan Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena perubahan pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan tersebut terjadi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALIRAN DAN SEDIMENTASI DI PERTEMUAN SUNGAI OLEH MINARNI NUR TRILITA

KARAKTERISTIK ALIRAN DAN SEDIMENTASI DI PERTEMUAN SUNGAI OLEH MINARNI NUR TRILITA KARAKTERISTIK ALIRAN DAN SEDIMENTASI DI PERTEMUAN SUNGAI OLEH MINARNI NUR TRILITA LATAR BELAKANG FUNGSI SUNGAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA MEMAHAMI KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERUBAHAN MORFOLOGI -Transportasi

Lebih terperinci

PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE

PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE PEMODELAN ALIRAN PERMANEN FTSP-UG NURYANTO,ST.,MT. 1.1 BATAS KEDALAMAN ALIRAN DI UJUNG HILIR SALURAN Contoh situasi kedalaman aliran kritis

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 (S1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 (S1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta TUGAS AKHIR ANALISA MODEL FISIK PENGARUH ALIRAN DEBRIS TERHADAP GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI PILAR JEMBATAN (Studi Kasus : Pilar Kapsul dan Pilar Tajam, Aliran Superkritik) (Physical Model Analysis of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pilar berpenampang bulat (silinder) diyakini sebagai pilar yang memiliki performa yang baik terhadap perubahan arah aliran sebagaimana yang terlihat dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil simulasi model penjalaran gelombang ST-Wave berupa gradien stress radiasi yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan parameter gelombang yang menjalar memasuki perairan

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI Simposium Nasional eknologi erapan (SN)2 214 ISSN:2339-28X SUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN IPE GRADASI MAERIAL DASAR SUNGAI Jazaul Ikhsan 1 1 Jurusan eknik Sipil, Fakultas eknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan

BAB I PENDAHULUAN. Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan yang terputus karena suatu rintangan, baik itu karena sungai, danau, kali, atau jalan raya. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Diskusi

Bab IV Analisis dan Diskusi Bab IV Analisis dan Diskusi IV.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas Pemodelan Fisis Data yang diperoleh dari kelima model fisis saluran diolah dengan menggunakan hukum Darcy seperti tertulis pada persamaan

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG Disusun oleh : SIGIT NURHADY 04/176561/TK/29421 JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase)

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase) DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase) Irham 1* dan Kurniati 2 1,2 Staf Pengajar Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln B. Aceh Medan

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana banjir seakan telah dan akan tetap menjadi persoalan yang tidak memiliki akhir bagi umat manusia di seluruh dunia sejak dulu, saat ini dan bahkan sampai di masa

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pengolahan Data Hidrologi 4.1.1 Data Curah Hujan Data curah hujan adalah data yang digunakan dalam merencanakan debit banjir. Data curah hujan dapat diambil melalui pengamatan

Lebih terperinci

Jom FTEKNIK Volume 3 No.2 Oktober

Jom FTEKNIK Volume 3 No.2 Oktober MODEL LABORATORIUM POLA ALIRAN PADA KRIB PERMEABLE TERHADAP VARIASI JARAK ANTAR KRIB DAN DEBIT ALIRAN DI SUNGAI BERBELOK Ahmad Zikri 1), Mudjiatko 2), Rinaldi 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, 2)3)

Lebih terperinci

PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI)

PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI) PENGARUH DEBIT TERHADAP POLA GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (UJI LABORATORIUM DENGAN SKALA MODEL JEMBATAN MEGAWATI) Fuad Halim Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN MEANDER SUNGAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGKUTAN SEDIMEN (Percobaan Laboratorium) (Dimuat pada Jurnal JTM, 2006)

PROSES PEMBENTUKAN MEANDER SUNGAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGKUTAN SEDIMEN (Percobaan Laboratorium) (Dimuat pada Jurnal JTM, 2006) PROSES PEMBENTUKAN MEANDER SUNGAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGKUTAN SEDIMEN (Percobaan Laboratorium) (Dimuat pada Jurnal JTM, 2006) Indratmo Soekarno Staf Dosen Departemen Teknik Sipil ITB Email:Indratmo@lapi.itb.ac.id,

Lebih terperinci