LAPORAN UJI MODEL FISIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN UJI MODEL FISIK"

Transkripsi

1 K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L S U M B E R D A Y A A I R SATUAN KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA II P E R E N C A N A A N D A N P R O G R A M Jl. Jend. Besar Dr. AH. Nasution No. 30 PKL. Mansyur Telp. (061) Fax. (061) Kode Pos Medan LAPORAN UJI MODEL FISIK NO. KONTRAK : HK.02.03/PK.PP/Satker BWSS II/03/2014 NO. SPMK : KU.03.08/PK.PP/Satker BWSS II/07/2014 TAHUN ANGGARAN 2014

2 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Gambar... iii Daftar Tabel... v BAB 1 Pendahuluan Latar Belakang Maksud dan Tujuan Uji Model Lingkup Pemodelan Persiapan dan Pembuatan Model Fisik Gambaran Umum Model Bendung Sei Silau Skenario Uji Model... 3 BAB 2 Struktur Model Bendung Sei Silau Bendung Sei Silau Konsep dan Skala Model Komponen Model Alat Ukur pada Model Kedalaman Aliran Tinggi tekanan Kecepatan Aliran Debit Pengambilan BAB 3 Pembuatan Model Pemilihan Lokasi Model Sarana Pendukung Model Reservoir dan pompa Bak penenang dan guide wall Penyiapan Lahan Pembuatan Grid Lapangan Pembuatan Tampang Lintang Pembuatan Model Mercu Bendung Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau i

3 3.7 Pembuatan Bangunan Pelengkap Bendung Pembuatan Model Bangunan Penangkap Pasir Pekerjaan Finishing BAB 4 Simulasi Model Jenis Pemodelan dan Tipe Pengamatan Syarat Batas Kalibrasi Manometer Overflow Koefisien Debit Loncat Air Gerusan Kapasitas Tanggul Pengamatan Debit Intake Pengujian Bangunan Pengambilan Uji Pembilasan Sedimen Uji Pembilasan Skenario 0,5Q2S Uji Pembilasan Skenario Q2S Uji Pembilasan dengan Skenario Q2S Performa Pembilasan Sedimen BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Rekomendasi Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau ii

4 DAFTAR GAMBAR Gambar 2-1. Lokasi rencana bendung Sei Silau... 4 Gambar 2-2. Denah bendung Sei Silau... 5 Gambar 2-3. Denah titik pengamatan... 8 Gambar 2-4. Potongan lokasi titik manometer relatif dari hulu badan bendung (dalam satuan m)... 8 Gambar 2-5. Alat ukur tinggi tekanan... 9 Gambar 2-6. Currentmeter untuk menukur kecepatan aliran Gambar 2-7. Pengukuran debit saluran pengambilan Gambar 3-1. Domain model dan layout penempatan model di lapangan Gambar 3-2. Reservoir kedua (kiri) dan ketiga (kanan) Gambar 3-3. Bak penenang dan alat ukur debit ambang tipis (sharp crested weir) Gambar 3-4. Guide wall Gambar 3-5. Situasi lahan yang akan dipakai untuk pembuatan model Gambar 3-6. Pembersihan Lahan Gambar 3-7. Pembuatan grid di lapangan Gambar 3-8. Pola penampang melintang model (kiri) dan pemasangan pola di lapangan (kanan) Gambar 3-9. Proses peniruan tampang lintang Gambar Penampang melintang pada model Gambar Kontrol elevasi dasar saluran Gambar Mal penampang bendung dengan letak lubang untuk pipa ukur tekanan Gambar Pola penampang melintang bendung (kiri) dan model bendung yang telah dibuat (kanan) Gambar Persiapan model rip rap Gambar Model bendung dan rip rap yang telah terpasang Gambar Pembuatan saluran dan pintu intake dengan menggunakan akrilik Gambar Tempat saluran dan pintu intake akan dipasang Gambar Pemasangan model saluran dan pintu intake serta pintu pembilas beserta fishway Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau iii

5 Gambar Model bangunan pelengkap yang telah terpasang (pintu pembilas dan pintu intake) Gambar Pembuatan model penangkap sedimen Gambar Model bangunan pengambilan dan kantong sedimen yang telah dipasang Gambar Model 3D telah siap digunakan Gambar 4-1. Kontrol kondisi batas hulu Gambar 4-2. Rating curve peluap ambang tajam persegi pada Lab H-H PSIT UGM Gambar 4-3. Kontrol syarat batas hilir pada saat pengujian Gambar 4-4. Profil muka air pada mercu bendung Gambar 4-5. Perbandingan nilai koefisien debit desain dan hasil pengukuran Gambar 4-6. Perbandingan kedalaman overflow di atas mercu Bendung Sei Silau Gambar 4-7. Rating curve dari hasil pengukuran Gambar 4-8. Sketsa profil muka air di areal bendung pada Q Gambar 4-9. Sketsa profil muka air di areal bendung pada Q Gambar Profil muka air di areal bendung pada Q Gambar Profil muka air di areal bendung pada Q Gambar Uji model pada Q100; tidak ada limpasan yang terjadi Gambar Profil muka air banjir untuk setiap debit yang dimodelkan dalam skala prototipe Gambar Grafik muka air di sekitar bendung Gambar Kondisi uji model pada Q100; tidak ada limpasan yang terjadi Gambar Desain sandtrap (ukuran model) Gambar Persiapan uji pembilasan sedimen Gambar Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan dua pintu dibuka Gambar Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan satu pintu (utara) dibuka Gambar Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan satu pintu (selatan) dibuka Gambar Flushing sedimen skenario Q2S01 dengan dua pintu dibuka Gambar Flushing sedimen skenario Q2S01 dengan dua pintu dibuka Gambar Flushing sedimen skenario Q2S02 dengan sedimen ringan Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau iv

6 DAFTAR TABEL Tabel 2-1. Perbandingan skala model... 7 Tabel 4-1. Besaran debit pada model dan pada prototipe sebagai syarat batas hulu model. 24 Tabel 4-2. Elevasi muka air pada prototipe sebagai syarat batas hilir model Tabel 4-3. Elevasi dasar pembacaan manometer pada model Tabel 4-4. Nilai koefisien debit Tabel 4-5. Hasil pengamatan debit pengambilan pada variasi skenario (Q saluran = Q normal) Tabel 4-6. Hasil pengamatan debit pembilasan pada variasi skenario bukaan pintu (Q saluran = 0.5Q2) Tabel 4-7. Hasil pengamatan kedalaman aliran sand trap pada beberapa variasi skenario (Q saluran = 0.5Q2) Tabel 4-8. Hasil pengamatan kedalaman aliran sand trap pada beberapa variasi skenario (Q saluran = 0.5Q2) Tabel 4-9. Aliran pada kantong lumpur dengan beberapa skenario (Q saluran = 0,5 Q2) Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau v

7 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Indonesia yang merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang pertanian menjadi prioritas utama dikarenakan Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama masyarakat. Untuk mencapai target dari produksi pangan maka diperlukan beberapa teknis pengelolaan yang tepat seperti pemanfaatan dan perluasan areal yang berpotensi sebagai lahan dan juga memiliki sistem jaringan irigasi yang terpadu untuk mengairi potensi lahan tersebut. Sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan (Sei). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1990). Eksisting DI yang ada di Kabupaten Asahan sendiri lebih dari Ha, angka ini tidak termasuk dengan lahan rawa berpotensi yang dapat dikembangkan sebagai DI yang baru. Permasalahan yang terjadi di lokasi adalah terjadinya kekurangan air untuk DI yang bersumber dari Sei Bunut. Dengan demikian untuk meningkatkan fungsi tata jaringan DI tersebut diperlukan tata ulang kembali dan direncanakan penambahan dari kekurangan air dari Sei Silau. Selanjutnya keseluruhan DI di Sei Bunut akan menjadi kesatuan dari DI Sei Silau. Untuk itu, melalui Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber daya Air, Balai Wilayah Sei Sumatera II PPK Perencanaan dan Program pada Tahun Anggaran 2014 melaksanakan SID DI Sei Silau Ha (Tahap I). Dalam perencanaan pekerjaan bangunan air, banyak persoalan atau permasalahan yang tidak dapat dipecahkan dengan rumus rumus yang ada, hal ini mengingat beberapa rumus yang ada diturunkan dari suatu kondisi tertentu yang belum ada keadaannya sama dengan kondisi bangunan air yang direncanakan. Dalam kondisi seperti tersebut maka bantuan model hidraulik dalam menyelesaikan berbagai masalah keairan adalah sangat bermanfaat. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 1

8 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN UJI MODEL Uji model fisik Bendung Sei Silau ditujukan untuk menguji atau memeriksa unjuk kerja bendung hasil rancangan/desain sebelum konstruksi bendung benar-benar dilaksanakan. Dalam pengujian bendung, dilakukan simulasi aliran melalui bendung dengan berbagai skenario. Hasil pengujian memungkinkan dilakukannya langkah-langkah antisipatif untuk mengurangi dampak kekurangan dari desain bendung. Unjuk kerja bendung yang menjadi objek pengujian adalah unjuk kerja hidraulik bendung dan bangunan pelengkapnya seperti bangunan pengambilan, peredam energi, dan sedimen trap. Halhal yang diukur dan diamati dalam pengujian meliputi: 1) profil muka air, terutama pada saat debit banjir rencana, 2) performa intake, pada saat debit normal, 3) kapasitas flushing pada sedimen trap, dan 4) performa bangunan peredam energi. 1.3 LINGKUP PEMODELAN Lingkup pekerjaan pemodelan Bendung Sei Silau ini adalah uji model 3-Dimensi yang meliputi persiapan dan pembuatan model, uji model, dan pembuatan laporan Persiapan dan Pembuatan Model Fisik 1) Perhitungan skala model Skala model ditentukan sedemikian sehingga cukup untuk mewakili prorotype, dan sesuai dengan luas lahan dan fasilitas yang tersedia, misalnya besar pompa dan reservoir yang tersedia. 2) Persiapan lahan / tempat model 3) Pembuatan / pembangunan model Bahan yang digunakan untuk pembuatan model, antara lain: triplek, batako, pasir, semen PC, benang, paku, kerikil, lumpur, dan akrilik. 4) Pengujian model Dalam pengujian model, alat yang dipakai antara lain: 3 buah pompa listrik berkapasitas 250 l/s, kolam penampungan air, pengukur elevasi muka air (mistar ukur), alat ukur tekanan air (manometer), pengukur kecepatan air (current meter), dan video kamera Gambaran Umum Model Bendung Sei Silau Model Bendung Sei Silau dibuat di Laboratorium Hidraulika-Hidrologi, Pusat Studi Ilmu Teknik (PSIT) UGM, pada fasilitas outdoor atau di luar ruangan. Lokasi di luar ruangan dipilih karena Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 2

9 memiliki area yang luas sehingga bisa mengakomodir Model 3D bendung Sei Silau dengan skala 1:30. Model 3-Dimensi Bendung Sei Silau ini mencakup penggal sungai sepanjang 750 m, termasuk pintu pengambilan (intake), pintu pembilas (flushing), dan sediment trap. Uji model yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Profil muka air sepanjang saluran 2) Pola aliran pada saat debit banjir rancangan 3) Pola aliran pada saat debit harian, sekaligus pengamatan unjuk kerja pintu pengambilan 4) Pengamatan unjuk kerja pembilasan sedimen pada bangunan sediment trap Dalam pembuatan model hidraulik, terdapat dua buah syarat batas, yaitu syarat batas hulu dan syarat batas hilir. Syarat batas hulu berupa besaran debit aliran yang direncanakan, sedangkan syarat batas hilir berupa muka air yang berkoresponen dengan besaran debit aliran yang diujikan. Kondisi aliran, baik yang keluar maupun masuk model harus memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Model harus direncanakan sedemikian rupa sehingga kesalahan pada batas hulu maupun batas hilir tersebut tidak berpengaruh pada hasil pengujian. Domain model mencakup saluran sepanjang 600 m di hulu bendung dan 150 m di hilir bendung. Bagian-bagian model mencakup pintu pembilas bendung, pintu intake, dan saluran sedimen trap Skenario Uji Model Uji model dilakukan dengan simulasi debit banjir sebagai berikut: Q100 = 853,98 m 3 /s Q50 = 675,49 m 3 /s Q20 = 474,19 m 3 /s Q10 = 345,54 m 3 /s Q2 = 111,59 m 3 /s Sedangkan untuk debit opearasional, didekati dengan debit normal, atau pada kondisi tertentu didekati dengan 50% dari debit banjir dua tahunan. ½ Q2 = 55,80 m 3 /s Qnormal = 23,26 m 3 /s Debit pada bangunan pengambilan yang direncanakan adalah: Qintake = 10 m 3 /s Qflushing = 12 m 3 /s Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 3

10 BAB 2 STRUKTUR MODEL BENDUNG SEI SILAU 2.1 BENDUNG SEI SILAU Lokasi rencana bendung Sei Silau adalah seperti pada Gambar 2-1 dengan denah bendung ditunjukkan pada Gambar 2-2. Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut telah dibahas pada dokumen perencanaan bendung. Struktur bendung dan tanggul dirancang berdasarkan debit banjir rencana 100 tahunan (Q100), yaitu 853,98 m 3 /s dengan bentuk mercu ogee. Gambar 2-1. Lokasi rencana bendung Sei Silau Mercu bendung direncanakan pada elevasi 35,50 m dengan lebar bendung 65 meter. Spesifikasi rencana bendung terangkum sebagai berikut. Elevasi Mercu Bendung = m Elevasi Dasar Lantai Apron = m Lebar Bendung = m Elevasi Dasar Kolam Olak = m Panjang Kolam Olak = m Elevasi Muka Air Normal (NWL) - Hulu = m Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 4

11 Elevasi Muka Air Banjir (HWL) Hulu = m Elevasi Muka Air Normal (NWL) - Hilir = m Elevasi Muka Air Banjir (HWL) - Hilir = m 65 m Gambar 2-2. Denah bendung Sei Silau 2.2 KONSEP DAN SKALA MODEL Uji model hidraulika Bendung Sei Silau ini dilakukan pada model 3 dimensi tak terdistorsi (undistorted), yaitu dengan skala horizontal dan vertikal adalah sama. Model yang digunakan harus memenuhi beberapa kriteria kesebangunan yaitu, sebangun geometrik, sebangun kinematik, dan sebangun dinamik. Kesebangunan geometrik dipenuhi apabila model dan prototip mempunyai bentuk yang sama tetapi berbeda ukuran dan dengan skala tertentu. Perbandingan ini disebut dengan skala geometrik model (nl). Skala geometrik model ini dapat ditulis secara matematis sebagai berikut. n L = L p L m dengan n L adalah skala panjang, L p adalah ukuran (panjang) prototip, dan L m mewakili ukuran (panjang) model. Untuk model tanpa distorsi (undistorted), skala tinggi (n h ) sama dengan skala panjang (n L ), atau dengan kata lain, skala vertikal sama dengan skala horizontal. Pada model yang sebangun geometrik sempurna, maka skala luas dan volume dapat diwakili seperti berikut. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 5

12 n A = A p = [L 2 p] A m [L m ] 2 = (n L) 2 n V = V p = [L 3 p] V m [L m ] 3 = (n L) 3 Dengan demikian, skala panjang, kedalaman, area dan volume, masing-masing telah dijabarkan oleh sifat sebangun geometrik suatu model, yaitu skala panjang = skala kedalaman = n L, skala area = n L 2, sedangkan skala volume = n L 3. Kesebangunan kinematik dipenuhi apabila antara model dan prototip sebangun geometrik dan perbandingan percepatan dan kecepatan di dua titik yang terkait pada model dan prototip untuk sebuah pengaliran adalah sama. Skala kecepatan dan percepatan, berturut-turut diwakili dengan n U dan n a. n U = U p U m = n L n T = n h n T n a = a p a m = L p T p 2 L m Tm 2 = n L n T 2 Kesebangunan dinamik dipenuhi apabila antara model dan prototip sebangun geometrik dan kinematik, dan gaya-gaya yang bersangkutan pada model dan prototip untuk seluruh pengaliran pada arah yang sama adalah sama besar, sehingga: n F = F p F m Pada model aliran air melalui saluran terbuka, gaya yang dominan adalah gaya berat, sehingga gaya-gaya lain yang bekerja pada sistem dapat diabaikan. Dengan demikian, model pada studi ini dipelajari berdasarkan angka Froude yang merupakan akar dari perbandingan antara gaya inersia dan gaya berat. Dalam studi model, angka Froude pada model dan prototip adalah sama. V gd m = V gd p V p = ( g p D 0.5 p ) V m g m D m n V = n U = ( D 0.5 p 0.5 ) = n D L m Persamaan di atas menghasilkan skala kecepatan dibandingkan dengan skala panjang model, yaitu n V = n L 0.5. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 6

13 Dengan cara yang sama, dapat diperoleh skala debit. Q = V A n Q = n V n A n Q = n 0.5 L n L = n L Skala waktu, diperoleh dari penjabaran rumus t = L V panjang dan kecepatan. Sehingga: dengan L dan V masing masing adalah n T = n L n V = n L n L 0.5 = n L 0.5 Perbandingan skala tersebut terangkum pada tabel berikut. Tabel 2-1. Perbandingan skala model Parameter Notasi Skala Panjang nl nl 30 Kedalaman nl nl 30 Area na nl Volume nv nl Waktu nt nl 0.5 5,48 Kecepatan nu nl 0.5 5,48 Debit nq nl , KOMPONEN MODEL Model Bendung Sei Silau ini terdiri dari saluran di hulu bendung, mercu bendung, pintu intake dan pembilas, bangunan pengambilan, tanggul, dan saluran di hilir bendung. Model juga dilengkapi dengan struktur tambahan, seperti bak kontrol untuk mengatur debit sungai dan bak penenang sebelum aliran memasuki model, dan juga bangunan tambahan untuk mengkontrol tinggi muka air di hilir. Suplai air dialirkan dengan satu atau dua pompa yang masing-masing memiliki kapasitas 250 l/s, tergantung dari debit yang sedang dimodelkan. Kontrol debit diberikan di hulu model dengan bantuan dua buah pintu air di dalam bak kontrol dengan alat ukur debit yang berupa rectangular notch. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 7

14 2.4 ALAT UKUR PADA MODEL Kedalaman Aliran Kedalaman aliran diukur dengan bantuan mistar yang dipasang pada beberapa titik pengamatan. Denah titik pengamatan ditunjukkan pada Gambar Tinggi tekanan Gambar 2-3. Denah titik pengamatan Tinggi tekanan yang diamati adalah tinggi tekanan pada mercu bendung. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan manometer tekanan. Alat pengukur tinggi tekan ini dipasang pada sebelah kanan, as dan kiri bendung dengan masing-masing 7 pipa tekan yang tersebar seperti pada Gambar 2-4, sedangkan papan pembacaan tinggi tekan (manometer) diperlihatkan pada Gambar 2-5. Gambar 2-4. Potongan lokasi titik manometer relatif dari hulu badan bendung (dalam satuan m) Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 8

15 Gambar 2-5. Alat ukur tinggi tekanan Kecepatan Aliran Alat pengukur kecepatan yang digunakan adalah tipe FP101 keluaran dari perusahaan Global Water. Komponen alat ini terdiri dari baling-baling dan micro-computer yang merupakan mesin hitung dan konversi putaran baling-baling menjadi kecepatan aliran sehingga dapat langsung didapatkan angka kecepatan aliran pada titik tinjauan. Ketelitian alat ini mencapai 0,1 m/s. Cara penggunaan alat ini adalah dengan menenggelamkan ujung alat bagian bawah yang berupa baling-baling, dengan tanda panah mengarah dari hulu ke hilir. Ini dilakukan hingga nilai kecepatan rata-rata muncul pada alat pembaca pada ujung yang lain. Alat currentmeter ini dapat dilihat pada Gambar 2-6. Sebelum alat ini dipakai, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi terhadap alat tersebut sesuai petunjuk. Selain itu, dilakukan juga penyetelan satuan sesuai dengan satuan yang diinginkan. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 9

16 2.4.4 Debit Pengambilan Gambar 2-6. Currentmeter untuk menukur kecepatan aliran Besar debit yang melalui saluran pengambilan diukur secara volumetrik dengan menggunakan bejana yang telah diketahui volumenya dan stopwatch sebagai alat ukur waktu. Kegiatan pengukuran debit ini disajikan pada Gambar 2-7. Gambar 2-7. Pengukuran debit saluran pengambilan Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 10

17 BAB 3 PEMBUATAN MODEL Model 3D bendung Sei Silau dibuat berdasarkan skala 1 : 30. Pekerjaan pembuatan model secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu pembangunan model secara langsung di lapangan, dan pembuatan model di dalam ruangan yang meliputi kerangka cross section, dan pembuatan detail model seperti pintu intake, pembilas, dan juga model sand trap. Detail model seperti pintu air dibuat dengan menggunakan akrilik, sedangkan model sand trap dibantu dengan menggunakan kayu. Dalam bab ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai langkah-langkah pembuatan model. 3.1 PEMILIHAN LOKASI MODEL Model dibuat di Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi Pusat Studi Ilmu Teknik UGM dengan lokasi di luar ruangan. Area yang digunakan untuk model adalah seluas 10 m 22 m atau separuh dari total area yang tersedia. Domain model beserta layout penempatan model Bendung Sei Silau di lapangan ditampilkan pada Gambar m Bak kontrol 10 m Gambar 3-1. Domain model dan layout penempatan model di lapangan Bak kontrol pada gambar di atas adalah berupa reservoir, bak penenang, serta guide wall. Penjelasan mengenai ketiga bangunan tersebut dipaparkan pada subbab berikutnya. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 11

18 3.2 SARANA PENDUKUNG MODEL Reservoir dan pompa Terdapat tiga buah reservoir atau bak penampung untuk keperluan simulasi yang keduanya telah tersedia di area laboratorium. Reservoir yang pertama merupakan bak penampungan besar yang telah dibangun secara permanen sebagai salah satu fasilitas laboratorium. Reservoir ini mampu menampung air sebanyak lebih dari 500 m 3. Reservoir kedua juga merupakan bangunan permanen di laboratorium. Reservoir ini berukuran m 3 dengan elevasi dasar bak sekitar 10 m (Gambar 3-2 kiri). Sedangkan reservoir ketiga bukan merupakan bangunan permanen atau fasilitas laboratorium. Reservoir ketiga ini memiliki ukuran 7,5 3,4 2,4 m 3 (Gambar 3-2 kanan) dan dibuat untuk membantu mengatur aliran air dari reservoir kedua sehingga debit yang mengalir pada model dapat disesuaikan dengan debit rencana simulasi pada masing-masing skenario. Pengaturan ini dibantu dengan alat pengukur debit rectangular ambang tipis (Gambar 3-3) Bak penenang dan guide wall Gambar 3-2. Reservoir kedua (kiri) dan ketiga (kanan) Dari reservoir ketiga, air dialirkan ke bak penenang melalui alat ukur ambang tipis seperti pada Gambar 3-3. Bak penenang bersama guide wall tersebut berfungsi untuk meredam energi sebelum air mengalir pada domain model. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 12

19 Gambar 3-3. Bak penenang dan alat ukur debit ambang tipis (sharp crested weir) Gambar 3-4. Guide wall Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 13

20 3.3 PENYIAPAN LAHAN Lahan yang akan dipakai untuk lokasi pembuatan model disajikan pada Gambar 3-5. Terlihat bahwa masih ada bangunan model fisik pada penelitian sebelumnya. Model fisik tersebut perlu dibongkar terlebih dahulu sebelum pekerjaan pembuatan model Sei Silau dimulai. Kegiatan tersebut disajikan pada Gambar 3-6. Terlihat sebagian model pada penelitian sebelumnya telah dibongkar. Gambar 3-5. Situasi lahan yang akan dipakai untuk pembuatan model Gambar 3-6. Pembersihan Lahan Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 14

21 3.4 PEMBUATAN GRID LAPANGAN Pembuatan dan pemasangan grid berukuran 1m x 1m skala model di lahan yang tersedia. Pembuatan grid ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam penentuan titik-titik koordinat dari prototipe saat dimodelkan. Kegiatan pembuatan dan pemasangan grid ini ditunjukkan pada gambar di bawah. Gambar 3-7. Pembuatan grid di lapangan 3.5 PEMBUATAN TAMPANG LINTANG Peniruan penampang melintang atau mal dilakukan dengan bantuan pola tampang lintang berbahan tripleks. Penampang melintang terlebih dahulu digambar dengan skala model. Pola tersebut kemudian digambarkan pada tripleks untuk dibuat sesuai ukuran dan bentuk Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 15

22 penampang melintang yang dimodelkan. Contoh pola penampang melintang terlihat pada Gambar 3-8 (kiri). Secara simultan, area di lapangan dipersiapkan untuk pemasangan model. Hal yang perlu diperhatikan adalah target elevasi dasar penampang melintang pada masing-masing cross section. Pekerjaan ini telah dibantu oleh pembuatan grid lapangan pada langkah sebelumnya. Gambar 3-8. Pola penampang melintang model (kiri) dan pemasangan pola di lapangan (kanan) Pola penampang melintang kemudian dipasang di area model dengan menyesuaikan kembali elevasi dasar penampang. Pengecekan ulang elevasi penampang dilakukan lagi setelah penampang terpasang. Setelah sesuai, penampang melintang (saluran) model diperkeras dengan bantuan pola tersebut. Pada Gambar 3-8 (kiri) terlihat sebagian penampang melintang yang telah dibuat. Sedangkan pada Gambar 3-8 (kanan) terlihat seluruh penampang telah selesai dibuat. Gambar 3-9. Proses peniruan tampang lintang Gambar-gambar di bawah ini menunjukkan saluran yang dibentuk dari bagian tanah dan telah diurug kemudian dilapisi dengan mortar. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 16

23 Gambar Penampang melintang pada model Pada saat pembuatan model, dilakukan beberapa kali control elevasi. Hal ini dilakukan terutama untuk menjaga elevasi dasar saluran supaya sesuai dengan prototype. Kegiatan ini ditampilkan pada gambar di bawah. Gambar Kontrol elevasi dasar saluran 3.6 PEMBUATAN MODEL MERCU BENDUNG Seperti pada pembuatan model penampang melintang saluran, penampang melintang bendung pun dibuat dengan membuat pola penampang terlebih dahulu. Untuk pola model penampang bendung, digunakan papan setebal ± 2cm (Gambar kiri). Pada gambar tersebut terlihat juga pembagian ruas-ruas sebagai tempat meletakkan selang untuk manometer (Gambar 3-12). Gambar 3-13 (kanan) menunjukkan model bendung yang telah selesai dibuat. Sebelum model Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 17

24 digunakan untuk simulasi, lubang-lubang pipa tekan atau manometer tersebut ditutup agar tidak terjadi penyumbatan pada saat pelaksanaan pemasangan atau persiapan model lainnya. Gambar Mal penampang bendung dengan letak lubang untuk pipa ukur tekanan Gambar Pola penampang melintang bendung (kiri) dan model bendung yang telah dibuat (kanan) Gambar Persiapan model rip rap Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 18

25 Gambar 3-14 dan Gambar 3-15 memperlihatkan peniruan model riprap yang akan di pasang di sebelah hilir lantai hilir bendung. Untuk model riprap, digunakan kerikil sebesar 7 9 mm. Gambar Model bendung dan rip rap yang telah terpasang 3.7 PEMBUATAN BANGUNAN PELENGKAP BENDUNG Model bendung Sei Silau ini dilengkapi dengan bangunan pelengkap, yaitu pintu pembilas, saluran intake, dan sedimen trap. Detail bangunan ini dibuat dari bahan akrilik dan kayu. Gambargambar di bawah memperlihatkan proses pembuatan tiruan bangunan pelengkap bendung. Gambar Pembuatan saluran dan pintu intake dengan menggunakan akrilik Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 19

26 Gambar Tempat saluran dan pintu intake akan dipasang Gambar Pemasangan model saluran dan pintu intake serta pintu pembilas beserta fishway Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 20

27 Gambar Model bangunan pelengkap yang telah terpasang (pintu pembilas dan pintu intake) 3.8 PEMBUATAN MODEL BANGUNAN PENANGKAP PASIR Model Bendung Sei Silau ini juga dilengkapi dengan model bangunan penangkap sedimen, atau sediment trap. Tiruan bangunan penangkap pasir ini dibuat dari bahan multipleks dan kayu. Gambar 3-20 menunjukkan kegiatan pembuatan model penangkap sedimen, sedangkan Gambar 3-21 menyajikan bangunan penangkap sedimen yang telah selesai dibuat dan dipasang. Gambar Pembuatan model penangkap sedimen Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 21

28 Gambar Model bangunan pengambilan dan kantong sedimen yang telah dipasang 3.9 PEKERJAAN FINISHING Pada dasarnya, pekerjaan finishing merupakan persiapan dari simulasi model. Pekerjaan ini meliputi pengecekan kembali seluruh kelengkapan model, seperti alat ukur dan komponenkomponen lainnya. Termasuk juga pengecatan dan pembersihan model. Gambar di bawah ini menunjukkan model yang telah selesai dibuat dan siap untuk digunakan. Gambar Model 3D telah siap digunakan Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 22

29 BAB 4 SIMULASI MODEL 4.1 JENIS PEMODELAN DAN TIPE PENGAMATAN Model 3D Bendung Sei Silau ini dilakukan dengan simulasi aliran permanen, atau steady flow yaitu aliran yang tidak berubah terhadap waktu. Debit sungai yang disimulasikan meliputi debit sungai normal, dan debit banjir seperti disebutkan pada subbab Pengamatan yang dilakukan adalah pengukuran kedalaman aliran, pengukuran tinggi tekanan, kecepatan, dan pengukuran debit pada saluran pengambilan. Selain itu, dilakukan juga pengamatan pada performa saluran penangkap sedimen, terutama untuk kemampuan pembilasannya. Kedalaman aliran diukur dengan menggunakan mistar ukur dan dilakukan secara visual, sedangkan tinggi tekanan dilakukan dengan bantuan alat ukur manometer. Pengukuran kecepatan dilakukan dengan menggunakan current meter, sedangkan pengukuran debit saluran pengambilan dilakukan dengan mengunakan cara volumetrik. Dilakukan juga pengamatan terhadap perilaku pembilasan pada sedimen trap, untuk mengetahui apakah sedimen yang mengendap pada saluran penangkap sedimen dapat dibilas sesuai perancangan. Pada saat pengujian, pola pengendapan pada saluran juga diamati. Debit pembilasan yang dipakai hendaknya lebih besar daripada debit pengambilan, tetapi tidak dilakukan pada debit banjir. Karakteristik scouring pada riprap di hilir bendung juga diamati. Hal ini terutama dilakukan pada debit normal dan sebit banjir dengan kala ulang 100 tahunan. Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan kalibrasi untuk memastikan bahwa model yang dibuat benar-benar dapat mewakili saluran di lapangan. Juga dilakukan persiapan bahwa semua fasilitas dan komponen model dapat digunakan dengan semestinya sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan baik pada titik titik pengamatan Syarat Batas Syarat batas merupakan kondisi yang harus dipenuhi pada model untuk menirukan aliran pada prototipe. Syarat batas di hulu saluran adalah debit, sedangkan di hilir saluran adalah kedalaman, atau elevasi muka air. Untuk setiap simulasi, kedua syarat tersebut harus dipenuhi supaya aliran yang dimodelkan menyerupai aliran pada prototipe. Kedua syarat batas pada model disajikan pada Tabel 4-1 dan Tabel 4-2. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 23

30 Tabel 4-1. Besaran debit pada model dan pada prototipe sebagai syarat batas hulu model No Kala Ulang (Tahun) Debit prototipe(m 3 /s) Debit model (l/s) ,59 22, ,54 70, ,19 96, ,49 137, ,98 173,24 Tabel 4-2. Elevasi muka air pada prototipe sebagai syarat batas hilir model No Kala Ulang (Tahun) Elevasi Muka Air Hilir (MSL) , , , , ,86 Kontrol pada kondisi hulu dilakukan melalui dua buah katup dan rectangular notch pada reservoir ketiga. Tinggi muka air pada rectangular notch dijaga sedemikian sehingga debit yang dialirkan ke model sesuai dengan debit yang diinginkan. Pada Gambar 4-1 (kanan) terlihat bahwa katup sedang diatur untuk memperoleh debit yang diinginkan, dengan kontrol bantuan pada Gambar 4-1 (kiri) yang memperlihatkan tinggi muka air pada alat ukur rectangular notch pada reservoir, sesuai dengan rating curve-nya (Gambar 4-2). Gambar 4-1. Kontrol kondisi batas hulu Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 24

31 muka air (m) Debit (l/s) Gambar 4-2. Rating curve peluap ambang tajam persegi pada Lab H-H PSIT UGM Kontrol pada syarat batas hilir dilakukan dengan menjaga tinggi muka air hilir sesuai dengan prototipe, seperti terlihat pada gambar di bawah ini Kalibrasi Manometer Gambar 4-3. Kontrol syarat batas hilir pada saat pengujian Kalibrasi manometer dilakukan untuk mendapatkan hasil tinggi tekanan. Langkah kalibrasi manometer ini dilaksanakan dengan cara mengisi air hingga penuh pada pipa manometer untuk setiap nomornya, sehingga ketinggian muka air manometer menunjukkan elevasi badan bendungnya seperti tertuang pada Tabel 4-3. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 25

32 Tabel 4-3. Elevasi dasar pembacaan manometer pada model Titik x (cm) Elevasi dasar (cm) Kiri As Kanan 1 0,0 10,40 10,80 10,80 2 3,5 17,20 16,90 15,30 3 8,0 17,80 18,00 16, ,2 14,90 14,40 12, ,0 11,80 12,00 10, ,7 8,60 9,20 7, ,8 3,60 2,90 1, OVERFLOW Kapasitas overflow pelimpah merupakan salah satu item pengamatan pada pengujian model Bendung Sei Silau. Pengamatan terutama dilakukan pada tinggi desain rencana, atau pada debit rencana pelimpah, yaitu Q100. Meskipun telah banyak pedoman pedoman perancangan pelimpah yang tersedia, namun kondisi pada tiga dimensi atau pada kenyataannya mungkin berbeda dengan kondisi desain. Oleh karena itu, overflow pada pelimpah juga merupakan salah satu item pengujian. Lebih detail mengenai overflow pada masing-masing debit banjir desain akan dipaparkan pada sub-bab berikutnya. 4.3 KOEFISIEN DEBIT Karakteristik aliran di atas mercu bendung salah satunya dipengaruhi oleh nilai koefisien debit, CD. Dengan demikian, kondisi aliran pada hulu bendung juga dipengaruhi oleh besaran koefisien debit ini. Semakin kecil nilai koefisien debit, kedalaman air di hulu bendung semakin tinggi, sehingga mungkin dapat membahayakan tanggul pada hulu bendung. Oleh karena itu, nilai koefisien debit perlu dipelajari dalam pengujian model sebuah bendung. Besarnya koefisien debit (CD) ini menentukan bentuk rating curve suatu pelimpah. Dalam dokumen perencanaan Bendung Sei Silau, grafik muka air debit ini diwakili oleh persamaan berikut. Q = 1.71fC D B e H Pada persamaan di atas, f merupakan faktor pengurangan aliran tenggelam, yaitu 0,71. Be merupakan lebar efektif bendung, yang dengan asumsi koefisien kontraksi pangkal bendung sebesar 0,15, diperoleh lebar efektif bendung sebesar 63,74 m. Sedangkan tinggi energi desain (H1) sebesar 4,2 m. Dengan asumsi tersebut, pada debit desain, yaitu debit banjir 100 tahunan, Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 26

33 diperoleh angka koefisien debit 1,282. Dengan asumsi-asumsi koefisien seperti disebutkan, persamaan muka air debit di atas menjadi: Q = 1,556B e H atau dalam persamaan tinggi energi debit pada pelimpah secara umum, yaitu: Q = CBH 1.5 Dengan C adalah angka tak berdimensi yang juga menggambarkan koefisien debit, B adalah lebar bendung, dan H adalah tinggi muka air di atas mercu bendung. Perlu dicermati bahwa tinggi muka air ini adalah muka air di hulu bendung sebelum drawdown seperti pada Gambar 4-4. ha q = CH d 1.5 Muka air sebelum drawdown q 2 h a = 2g(P + h 0 ) 2 h0 Hd P Gambar 4-4. Profil muka air pada mercu bendung Dari pasangan data debit dan muka air pada pengujian model, diperoleh nilai koefisien debit yang bernilai antara 1,3 sampai 2,0 m 0,5 /s dengan nilai rerata 1,69 m 0,5 /s. Nilai koefisien debit tersebut disajikan dalam Tabel 4-4. Nilai koefisien dari hasil pengukuran pada tabel tersebut sesuai dengan nilai kisaran teoretis sehingga hasil pengujian ini dirasa cukup baik. Tabel 4-4. Nilai koefisien debit No Q i Q p H 1model H 1prototype B (m 3 /s) (cm) (m) (m) C C D 1 Q 2 111,59 3,98 1, ,31 1,08 2 Q ,54 6,83 2, ,81 1,49 3 Q ,19 7,88 2, ,01 1,65 4 Q ,49 11,13 3, ,70 1,40 5 Q ,98 13,38 4, ,63 1,35 Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 27

34 Overflow (m) Gambar 4-5 menunjukkan perbandingan antara nilai koefisien debit hasil pengukuran dengan nilai koefisien pada asumsi desain. Nilai koefisien debit hasil pengukuran cenderung lebih besar. Hal ini berarti bahwa pada suatu nilai debit yang sama, elevasi muka air di hulu bendung akan lebih rendah dari pada elevasi muka air pada hitungan atau rancangan, sehingga secara umum, tanggul sungai akan aman pada debit banjir rancangan. Demikian juga sebaliknya, untuk tinggi muka air yang sama, debit yang melewati bendung akan lebih besar daripada hitungan pengukuran desain Debit (m 3 /s) Gambar 4-5. Perbandingan nilai koefisien debit desain dan hasil pengukuran Grafik debit kedalaman overflow Bendung Sei Silau disajikan pada Gambar 4-6 yang sekaligus menyajikan perbandingan grafik debit kedalaman dari hasil hitungan desain dan hasil pengukuran. Seperti disimpulkan sebelumnya, bahwa pada debit banjir yang sama, kedalaman overflow pada bendung diperkirakan lebih rendah daripada desain. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi bendung, terutama dari segi keamanan tanggul dan kapasitas bendung dalam mengalirkan aliran. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 28

35 Overflow (m) 5.0 pengukuran desain Debit (m 3 /s) Gambar 4-6. Perbandingan kedalaman overflow di atas mercu Bendung Sei Silau Kedua grafik, baik desain maupun pengukuran menunjukkan bahwa kedalaman overflow berbanding lurus terhadap debit, dengan perubahan yang cukup proporsional. Hal ini mendukung kesimpulan bahwa nilai koefisien debit berkisar pada nilai 1,69 m 0,5 /s atau 1,39m 0,5 /s apabila menggunakan persamaan sesuai desain, untuk menggantikan CD desain (1,282 m 0,5 /s). Dengan memakai nilai koefisien debit dari hasil pengukuran, dapat dibuat usulan rating curve yang dapat digunakan di lapangan, dengan persamaan: Q = 1,69BH atau Q = 1.71f1,39B e H dengan B adalah lebar bendung (65 m) dan H1 adalah kedalaman overflow, atau tinggi muka air di atas mercu, yang diukur di hulu bendung sebelum terjadinya drawdown. Pada Gambar 4-7, garis putus-putus menunjukkan kurva debit tinggi muka air yang diusulkan. Pada gambar tersebut juga disajikan titik-titik hasil pengukuran, yang merupakan pasangan data debit dan kedalaman overflow. Gambar tersebut menunjukkan kesesuaian antara titk-titik pengukuran dengan kurva teoretisnya. Dengan demikian, usulan rating curve dengan nilai koefisien debit 1,69 ni dapat digunakan. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 29

36 Overflow (m) pengukuran teoretis Debit (m 3 /s) Gambar 4-7. Rating curve dari hasil pengukuran 4.4 LONCAT AIR Pada saat pengujian, loncat air tidak pernah terjadi, melainkan hanya turbulensi aliran. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan elevasi mercu bendung dengan elevasi lantai hilir yang cukup tinggi. Selain itu, tidak adanya loncat air dapat juga disebabkan oleh tingginya elevasi muka air pada tailwater. Dari segi keamanan lantai hilir, hal ini cukup menguntungkan, meskipun dapat dikatakan kurang ekonomis. Namun demikian, elevasi end sill dirasa cukup tinggi sehingga mengakibatkan turbulensi berikutnya, yang dapat mengakibatkan erosi di bagian hilirnya. Pada debit 20 tahunan, 50 tahunan dan 100 tahunan, aliran yang terjadi adalah aliran tenggelam (lihat Gambar 4-10 dan Gambar 4-11). Loncat air pada aliran tenggelam tidak terjadi karena telah teredam akibat pengaruh kedalaman hilir. Namun demikian pada debit kala ulang 2 tahunan dan 10 tahunan yang tidak terjadi aliran tenggelam, loncat air juga tidak terlihat karena loncatan yang terjadi merupakan loncatan tenggelam (lihat Gambar 4-8 dan Gambar 4-9). Hal ini sangat mungkin terjadi akibat ambang cukup tinggi untuk menaikkan tinggi muka air setelah loncatan sehingga kedalaman pada stilling basin lebih besar daripada kedalaman konjugasinya. Pada stilling basin terdapat olakan sekunder di atas ambang. Hal ini mungkin terjadi akibat dari dimensi ambang yang terlalu tinggi. Olakan sekunder ini dapat menyebabkan gerusan yang mempengaruhi riprap pada bagian hilir ambang atau bangunan bendung. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 30

37 Loncatan tenggelam Olakan sekunder di atas ambang Gambar 4-8. Sketsa profil muka air di areal bendung pada Q 2 Loncatan tenggelam Olakan sekunder di atas ambang Gambar 4-9. Sketsa profil muka air di areal bendung pada Q 10 Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 31

38 Gambar Profil muka air di areal bendung pada Q 50 Riprap terdegradasi Gambar Profil muka air di areal bendung pada Q 100 Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 32

39 4.5 GERUSAN Untuk melindungi bendung, terutama dari gerusan lokal di sebelah hilir, digunakan pengamanan dengan menggunakan rip rap dengan ukuran cm. Pada model test, rip rap tersebut ditirukan dengan menggunakan kerikil yang disaring menggunakan ayakan berukuran 7 dan 9 mm. Seperti terlihat pada hasil pengujian yang disajikan dalam Gambar 4-8 sampai dengan Gambar 4-11, gerusan praktis hanya terjadi pada debit banjir dengan kala ulang 100 tahunan. Pada kondisi debit banjir dengan kala ulang 50 tahunan dan dibawahnya, kerusakan rip rap yang terjadi tidak signifikan. 4.6 KAPASITAS TANGGUL Untuk pengujian kapasitas tanggul di hulu bendung, dilakukan simulasi dengan debit banjir 100 tahunan sesuai perencanaan. Selain itu, dilakukan juga pengujian model untuk debit banjir 2, 10, 20, dan 50 tahunan untuk melihat profil muka air banjir. Kedalaman aliran yang terjadi diukur dengan menggunakan mistar ukur seperti dipaparkan pada subbab Elevasi muka air maksimum yang terjadi pada saat debit banjir rencana (Q100) adalah +39,97 mmsl. Tinggi kedalaman maksimum ini terjadi di hulu bendung, yaitu di daerah yang masih terpengaruh oleh backwater akibat adanya pembendungan, yaitu pada jarak ±120 di hulu bendung. Elevasi muka air sebelum dipengaruhi efek backwater adalah +39,5 mmsl. Oleh karena itu, tanggul yang dirancang dengan elevasi +41,3 mmsl di hulu bendung dan +39,96 mmsl di hilir, dikatakan dapat mengakomodir aliran banjir 100 tahunan (Gambar 4-12). Tanggul kiri Tanggul kanan Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 33

40 Gambar Uji model pada Q 100; tidak ada limpasan yang terjadi Profil muka air banjir hasil pengamatan disajikan pada Gambar 4-13 dengan skala prototipe mulai dari hulu hingga hilir saluran. Jarak 0 m hingga 551 m merupakan bagian saluran, dan jarak 551 m hingga 568 m merupakan bagian badan bendung. Profil muka air banjir pada daerah bendung (hasil dari pembacaan manometer) didetilkan pada gambar Gambar Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 34

41 Elevasi muka air prototipe (+mmsl) Dasar Q2th Q10th Q20th Q50th Q100th Tanggul Jarak (m) Gambar Profil muka air banjir untuk setiap debit yang dimodelkan dalam skala prototipe Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 35

42 Elevasi muka air prototipe (+mmsl) Dasar Q2th Q10th Q20th Q50th Q100th Tanggul Jarak (m) Gambar Grafik muka air di sekitar bendung Gambar 4-15 di bawah ini menunjukkan kondisi di area sekitar lantai hilir pada saat simulasi debit banjir dengan kala ulang 100 tahunan. Tampak bahwa tinggi tanggul di hilir masih dapat mengakomodir debit banjir rencana. Gambar Kondisi uji model pada Q 100; tidak ada limpasan yang terjadi 4.7 PENGAMATAN DEBIT INTAKE Debit intake ditentukan dari besarnya kebutuhan air di daerah irigasi dan kebutuhan pengembangan daerah irigasi di masa depan. Pada intake Sei Silau, debit pengambilan direncanakan sebesar 10 m 3 /s. Pada dokumen perencanaan, skenario bukaan yang direncanakan Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 36

43 adalah kedua pintu dibuka dengan tinggi bukaan pada masing masing pintu adalah 0,92 m. Dengan tinggi bukaan tersebut, diharapkan debit pengambilan yang dibutuhkan sebesar 10 m 3/ s dapat terpenuhi. Pada pelaksanaan pengujian yang dilakukan tidak hanya sesuai dengan desain yang telah ditentukan. Pengujian dilakukan dengan 12 skenario bukaan pintu. Jumlah skenario ini berdasarkan ketinggian air yang ada di depan pintu intake pada saat debit normal. Skenario tersebut tersaji dalam Tabel 4-5. Pengukuran debit dilakukan dengan mencatat waktu terpenuhinya sebuah wadah dengan volume 16 liter. Pencatatan dilakukan sebanyak tiga kali sehingga diperoleh waktu rerata untuk menghitung debit yang masuk kedalam saluran intake. 4.8 PENGUJIAN BANGUNAN PENGAMBILAN Bangunan pengambilan perlu diamati untuk menguji kapasitas pengambilan, terutama pada debit rendah. Pada pengujian ini, dilakukan beberapa skenario dengan variasi tinggi bukaan pintu dan juga letak pintu yang di buka / tutup. Tabel 4-5 di bawah ini menyajikan hasil pengamatan debit pengambilan dari berbagai skenario bukaan pintu. Pengamatan tersebut dilakukan dengan debit saluran sebesar debit normal rencana, yaitu QP = 23,26 m 3 /s pada prototipe. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa debit pengambilan tidak dapat memenuhi debit pengambilan yang direncanakan pada 10 m 3 /s. Debit maksimal yang dihasilkan adalah 7 m 3 /s, pada bukaan pintu penuh. Sedangkan pada bukaan pintu sesuai rancangan, yaitu 0,92 m di prototipe, debit yang dapat diambil adalah 6,68 m 3 /s. Untuk mencapai debit pengambilan sesuai rencana, perlu dilakukan modifikasi desain. Beberapa pilihan modifikasi desain yang dapat dilakukan diantaranya adalah modifikasi pintu dan saluran pengambilan, peninggian elevasi mercu bendung serta tanggul, atau modifikasi pada area pintu pengambilan, seperti penambahan sayap, atau modifikasi lainnya. Kemudian, modifikasi tersebut perlu diuji kembali. Namun demikian, uji modifikasi berada di luar lingkup pekerjaan sehingga tidak dilakukan uji modifikasi. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 37

44 Tabel 4-5. Hasil pengamatan debit pengambilan pada variasi skenario (Q saluran = Q normal) Tinggi bukaan pintu pada model Pintu utara Pintu selatan Volume wadah (liter) Waktu rerata (detik) Qm (l/s) Qp (m 3 /s) Penuh 16 3 cm 16 2 cm cm 2 *Note : = buka, = tutup 11,2 1,43 7,04 12,9 1,24 6,10 14,4 1,11 5,48 11,8 1,36 6,68 14,7 1,09 5,38 14,7 1,09 5,37 13,5 1,19 5,84 15,9 1,01 4,97 17,0 0,94 4,63 17,9 0,89 4,41 3,5 0,60 2,96 3,3 0,57 2, UJI PEMBILASAN SEDIMEN Pada bangunan penangkap pasir, dilakukan uji pembilasan sedimen untuk mengamati performa bangunan untuk pembilasan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sedimen halus dengan berat jenis yang sama, yaitu 2,6 ton/m 3. Diameter sedimen pada dokumen perencanaan adalah 0,1 mm. Pengujian dilakukan dengan beberapa skenario bukaan pintu yang berbeda. Durasi masing-masing skenario adalah 30 menit (model). Pada saat pengujian, dilakukan pengukuran terhadap kedalaman aliran di beberapa titik observasi. Debit yang mengalir pada saluran juga diukur dengan metode volumetrik. Gambar 4-16 di bawah ini menyajikan tampak atas rencana bangunan sedimen trap yang didesain dengan panjang 2 80m ukuran prototipe dengan kemiringan dasar 0,0033. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 38

45 2,67 m 0,8 m 0,8 m Gambar Desain sandtrap (ukuran model) Gambar 4-17 di bawah ini menyajikan persiapan model untuk uji pembilasan sedimen, dengan asumsi bahwa kondisi awal simulasi adalah kantong sedimen telah terisi endapan. Gambar Persiapan uji pembilasan sedimen Seperti telah dipaparkan sebelumnya, sesuai hasil pengujian, bahwa pada saat debit normal, debit maksimal yang dapat dialirkan melalui bangunan intake adalah 7 m 3 /s dengan bukaan pintu maksimal. Oleh karena itu, untuk pengujian pembilasan sedimen digunakan debit sungai setengah dari debit banjir dua tahunan (0,5 Q2) sehingga diharapkan debit yang dapat dialirkan melalui kantong lumpur lebih besar. Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 39

46 Tabel 4-6. Hasil pengamatan debit pembilasan pada variasi skenario bukaan pintu (Q saluran = 0.5Q 2) Tinggi bukaan pintu pada model Pintu utara Pintu selatan Volume wadah (liter) Waktu rerata (detik) Qm (l/s) Qp (m 3 /s) Penuh *Note : = buka, = tutup Dengan menggunakan debit sungai 1 2 Q 2, yaitu 55,8 m 3 /s, debit maksimum yang dapat dilewatkan saluran pembilasan adalah 10,45 m 3 /s masih belum memenuhi target debit pembilasan rencana. Namun demikian, pengujian dengan debit ini tetap dilaksanakan. Selain debit pembilasan tersebut, dilakukan juga pengujian dengan debit yang lebih besar, untuk melihat performa pembilasan apabila digunakan debit sesuai rencana. Mengenai pengujian sandtrap akan dipaparkan berikut ini Uji Pembilasan Skenario 0,5Q2S01 Uji pembilasan skenario ini menggunakan debit sungai 1 2 Q 2, yaitu 55,8 m 3 /s dengan bed load adalah sedimen halus berukuran 0,1 mm dengan berat jenis 2,6 ton/m 3. Debit maksimum yang sebesar 9,77 m 3 /s pada kondisi kedua pintu dibuka. Kecepatan yang diperoleh adalah sebesar 0,39 m/s, jauh di bawah kecepatan rencana. Di bawah ini disajikan tabel hasil pengamatan kedalaman muka air pada saluran sand trap pada beberapa variasi skenario. Terlihat bahwa untuk skenario bukaan satu pintu, kecepatan yang diperoleh dua kali lebih besar. Dengan skenario bukaan satu pintu, yaitu pintu selatan, debit yang mengalir sebesar 8,21 m 3 /s, dan kecepatan aliran yang terjadi sebesar 0,77 m/s. Tabel 4-7. Hasil pengamatan kedalaman aliran sand trap pada beberapa variasi skenario (Q saluran = 0.5Q 2) Skenario pintu debit prototipe (m3/s) Tinggi basah (m) lebar (m) Luas basah (m2) kecepatan aliran (m/s) 2 pintu dibuka 9,77 1, ,6 0,39 pintu utara dibuka 7,75 1, ,96 0,78 pintu selatan dibuka 8,21 1, ,8 0,77 Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 40

47 Tabel 4-8. Hasil pengamatan kedalaman aliran sand trap pada beberapa variasi skenario (Q saluran = 0.5Q 2) Skenario Panjang terbilas (m) Panjang model sandtrap (m) Prosentase terbilas (%) 2 pintu dibuka 0,35 2,67 13,13 Pintu utara dibuka 0,64 2,67 24,00 Pintu selatan dibuka 0,53 2,67 19,88 Gambar-gambar di bawah ini menyajikan kondisi kantong lumpur setelah dilakukan uji pembilasan. Terlihat bahwa hanya sebagian kecil area di awal saluran yang dapat terbilas. Selain itu, juga terjadi backwash ketika salah satu pintu di tutup, sehingga aliran beserta sedimen terlarut menuju ke saluran dengan pintu tertutup. Qsungai = 55,8 m 3 /s Qbilas = 9,8 m3/s area terbilas Gambar Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan dua pintu dibuka Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 41

48 Q sungai = 55,8 m 3 /s Q bilas = 7,75 m3/s area terbilas Gambar Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan satu pintu (utara) dibuka Q sungai = 55,8 m 3 /s Q bilas = 8,21 m3/s area terbilas Gambar Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan satu pintu (selatan) dibuka Uji Pembilasan Skenario Q2S01 Pada skenario sebelumnya, pengujian dilakukan dengan menggunakan debit setengah dari debit banjir dua tahunan (0,5 Q2), dengan debit aliran pada sand trap adalah 9,7 m 3 /s. Untuk melihat Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 42

49 performa pembilasan yang sesuai dengan perencanaan, dilakukan uji pembilasan dengan menggunakan debit banjir dua tahunan (Q2). Perlu diberi catatan bahwa pada kenyataannya, pembilasan dengan debit banjir relatif sulit dilakukan. Namun, dalam hal ini, pengujian dengan debit banjir dua tahunan dilakukan untuk memperoleh debit pada saluran sand trap yang sesuai rencana. Dengan debit banjir dua tahunan ini, diperoleh debit yang masuk ke saluran intake adalah sebesar 12,89 m 3 /s. Namun demikian, kecepatan yang diperoleh (0,4 m/s) masih kurang dari kecepatan rencana (1,8 m/s). Untuk memperoleh kecepatan rencana, diperlukan modifikasi pada desain, misalnya dengan menambah kemiringan saluran. Hal ini akan dipaparkan pada subbab selanjutnya. Gambar-gambar di bawah ini menyajikan hasil simulasi uji pembilasan pada debit banjir dua tahunan. Terlihat bahwa sedimen tidak dapat dibilas meskipun dengan debit pembilasan sebesar 12 m3/s. Hal ini disebabkan terutama oleh kecepatan aliran, yang sebenarnya dapat menggerakkan butir sedimen dari bedload, akan tetapi kemudian terendapkan kembali. Untuk melihat mode gerak sedimen yang lain, dilakukan juga uji pembilasan dengan menggunakan abu, yang memiliki berat jenis lebih ringan, sehingga diharapkan dapat melihat pola pembilasannya. Uji pembilasan dengan abu, akan dipaparkan pada subbab berikutnya. Q sungai = 111,6 m 3 /s Q bilas = 12,89 m3/s area terbilas Gambar Flushing sedimen skenario Q2S01 dengan dua pintu dibuka Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau 43

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

BAB III Metode Penelitian Laboratorium BAB III Metode Penelitian Laboratorium 3.1. Model Saluran Terbuka Pemodelan fisik untuk mempelajari perbandingan gerusan lokal yang terjadi di sekitar abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12 DAI TAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) Evi J.W. Pamungkas Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI Pribadi Maulana NRP : 0121113 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil percobaan dan pembahasan diatas dibagi dalam 2 bagian yakni kesimpulan khusus yang berhubungan dengan perencanaan Bendung Pamarayan dan kesimpulan umum

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG LAPORAN PENELITIAN PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER PENELITI / TIM PENELITI Ketua : Ir.Maria Christine Sutandi.,MSc 210010-0419125901 Anggota : Ir.KanjaliaTjandrapuspa T.,MT 21008-0424084901

Lebih terperinci

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap Standar Nasional Indonesia Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap ICS 93.025; 17.120.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA 6.1 UMUM Bendung direncanakan untuk mengairi areal seluas 1.32700 ha direncanakan dalam 1 (satu) sistem jaringan irigasi dengan pintu pengambilan di bagian kiri bendung.

Lebih terperinci

BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM )

BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM ) BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM ) 1.1 Teori 1.1.1 Pendahuluan Dari suatu aliran air dalam saluran terbuka, khususnya dalam hidrolika kita mengenal aliran beraturan yang berubah

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **)

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **) PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK Dwi Kurniani *) Kirno **) Abstract A manual of intake gate operation for embung is an important tool it depends. One factor which

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular.

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular. BAB I PENDAHULUAN I. Umum Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah dalam usaha pertanian. Di samping sebagai alat transportasi zat makanan untuk pertumbuhan, air memegang peranan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM Kajian Laboratorium mengenai gerusan yang terjadi di sekitar abutment bersayap pada jembatan dilakukan di Laboratorium Uji Model Hidraulika Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk menempuh Colloquium Doctum/ Ujian

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A)

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A) PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (8A) Agatha Padma L Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaa Yogakarta, Jl. Babarsari 44 Yogakarta Email: padma_laksita@ahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN POLA ALIRAN EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK FISIK. Dyah Ari Wulandari *), K i r n o **)

PENYELIDIKAN POLA ALIRAN EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK FISIK. Dyah Ari Wulandari *), K i r n o **) PENYELIDIKAN POLA ALIRAN EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK FISIK Dyah Ari Wulandari *), K i r n o **) Abstract Samiran Dam is located in Grawah river, Boyolali Regency, Central Java Province. The

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Analisis Kajian

Bab III Metodologi Analisis Kajian Bab III Metodologi Analisis Kajian III.. Analisis Penelusuran Banjir (Flood Routing) III.. Umum Dalam kehidupan, banjir adalah merupakan musibah yang cukup sering menelan kerugian materi dan jiwa. Untuk

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Rudi M. Nainggolan NRP: 0021008 Pembimbing: Ir. Endang Ariani, Dipl.H.E. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran Beberapa waktu lalu sudah dibahas mengenai cara menghitung debit rencana untuk kepentingan perencanaan saluran drainase. Hasil perhitungan debit rencana bukan

Lebih terperinci

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY digilib.uns.ac.id ABSTRAK Sad Mei Nuraini, 2012. MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY DENGAN STEPPED CHUTES. Skripsi, Jurusan Tenik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bangunan spillway

Lebih terperinci

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1 I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa Sumber Daya Air dengan luas areal irigasi lebih dari 3.000 Ha atau yang mempunyai wilayah lintas propinsi menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal serta beberapa tugas akhir tentang gerusan lokal yang digunakan untuk menunjang penelitian, baik pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI Lajurady NRP: 0921054 Pembimbing: Endang Ariani, Ir., Dipl.H.E. ABSTRAK Pada saat ini sering terjadi kerusakan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Pengatur Overflow Weir Side Weir PERENCANAAN HIDROLIS OVERFLOW WEIR Bangunan dapat digolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Konstruksi dan Bangunan Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. STUDI LITERATUR Studi literatur dilakukan dengan mengkaji pustaka atau literature berupa jurnal, tugas akhir ataupun thesis yang berhubungan dengan metode perhitungan kecepatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK DAN KEMIRINGAN DASAR SALURAN 2% ABSTRAK

STUDI ANALISIS PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK DAN KEMIRINGAN DASAR SALURAN 2% ABSTRAK STUDI ANALISIS PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR III DENGAN MODEL FISIK DAN KEMIRINGAN DASAR SALURAN 2% Ridson Leonard NRP: 1021026 Pembimbing: Ir. Maria Christine Sutandi, M.Sc. ABSTRAK Upaya perencanaan

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE MDO DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE MDO DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE MDO DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Rokki M N Hutagalung NRP : 0421016 Pembimbing : ENDANG ARIANI., Ir., Dipl. HE JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG 5.1 Uraian Umum 5.1.1 Latar Belakang Pembangunan Bendung Kaligending menjadi bendung permanen untuk melayani areal seluas 948 ha, dengan tinggi mercu m dan

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi, penyediaan

Lebih terperinci

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged Cabang Teluknaga Kabupaten Tangerang. Pemilihan tempat penelitian ini

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bendung Juwero adalah bendung tetap yang dibangun untuk memenuhi keperluan air irigasi. Bendung Juwero di sungai Bodri memiliki luas DAS ± 554 km 2 dan terletak ±

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan Software iric: Nays2DH 1.0 yang dibuat oleh Dr. Yasuyuki Shimizu dan Hiroshi Takebayashi di Hokkaido University,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1 Studi Pustaka Dalam melakukan studi pustaka tentang kasus Sudetan Wonosari ini diperoleh data awal yang merupakan data sekunder untuk keperluan

Lebih terperinci

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL Standar Nasional Indonesia Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL ICS 93.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK

LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK UNTUK PLTM...... X... MW PROVINSI... LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK DAFTAR ISI 1. Definisi 2. Informasi Umum Pembangkit 3. Informasi Finansial Proyek 4. Titik Interkoneksi 1. Definisi

Lebih terperinci

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6.1 EVALUASI BENDUNG JUWERO Badan Bendung Juwero kondisinya masih baik. Pada bagian hilir bendung terjadi scouring. Pada umumnya bendung masih dapat difungsikan secara

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4.

4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4. Sebelumnya perlu Dari perhitungan tabel.1 di atas, curah hujan periode ulang yang akan digunakan dalam perhitungan distribusi curah hujan daerah adalah curah hujan dengan periode ulang 100 tahunan yaitu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pengujian dilakukan di Laboratorium Keairan dan Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didapatkan hasil dari penelitian dengan aliran superkritik

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE VLUGHTER DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE VLUGHTER DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE VLUGHTER DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Jendrik Sitanggang NRP : 0021092 Pembimbing : ENDANG ARIANI., Ir., Dipl. HE JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT

ANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT ANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Syofyan. Z 1), Frizaldi 2) 1) DosenTeknik Sipil 2) Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I 1.1 LATAR BELAKANG Sungai Gung merupakan salah satu sungai yang berada di Kabupaten Tegal. Sungai Gung bersumber dari Gunung Slamet dan bermuara di Laut Jawa. Palung Sungai Gung terutama di ruas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bendung atau pelimpah adalah bangunan yang melintang sungai yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air untuk keperluan irigasi, PLTA, dan air bersih dan keperluan

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

Analisa Mercu Bendung Daerah irigasi Namurambe

Analisa Mercu Bendung Daerah irigasi Namurambe Laporan Penelitian Analisa Mercu Bendung Daerah irigasi Namurambe Oleh Ir. Salomo Simanjuntak, MT Dosen Tetap Fakultas Teknik LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2009 KATA PENGANTAR Pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pilar berpenampang bulat (silinder) diyakini sebagai pilar yang memiliki performa yang baik terhadap perubahan arah aliran sebagaimana yang terlihat dalam beberapa

Lebih terperinci

ANALISA UJI MODEL FISIK PELIMPAH BENDUNGAN SUKAHURIP DI KABUPATEN PANGANDARAN JAWA BARAT

ANALISA UJI MODEL FISIK PELIMPAH BENDUNGAN SUKAHURIP DI KABUPATEN PANGANDARAN JAWA BARAT ANALISA UJI MODEL FISIK PELIMPAH BENDUNGAN SUKAHURIP DI KABUPATEN PANGANDARAN JAWA BARAT Rahmah Dara Lufira 1, Suwanto Marsudi 1 1) Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Fakultas

Lebih terperinci

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling Standar Nasional Indonesia SNI 3408:2015 Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling ICS 93.160 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT

MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT 6.1. Pendahuluan 6.1.1. Latar Belakang Pintu sorong adalah sekat yang dapat diatur bukaannya. Pada bangunan air, aplikasi pintu sorong adalah pintu pembilas. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Microsoft Excel dan Bendung Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft

Lebih terperinci

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT PEMANFAATAN KEHILANGAN ENERGI PADA BANGUNAN TERJUN SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (studi kasus bangunan terjun (BT2 BT4) pada saluran primer Padi Pomahan, D.I Padi Pomahan, Desa Padi, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP PENGERTIAN LUBANG : bukaan pada dinding atau dasar tangki dimana zat cair mengalir melaluinya. PELUAP : bukaan dimana sisi atas dari bukaan tersebut berada di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG

BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG 5.1. PERENCANAAN SABO DAM 5.1.1. Pemilihan Jenis Material Konstruksi Dalam pemilihan jenis material konstruksi perlu dipertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai BAB I Bab I-Pendahuluan PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai sumber air baku yaitu air yang dapat berasal dari sumber air

Lebih terperinci

Mengenalkan kepada Peserta beberapa contoh bangunan irigasi, khususnya bangunan sadap, bangunan pembawa, serta bangunan pembagi.

Mengenalkan kepada Peserta beberapa contoh bangunan irigasi, khususnya bangunan sadap, bangunan pembawa, serta bangunan pembagi. Yogyakarta, Kamis 5 April 2012 Mengenalkan kepada Peserta beberapa contoh bangunan irigasi, khususnya bangunan sadap, bangunan pembawa, serta bangunan pembagi. 1. Peserta mengenali fungsi bangunan sadap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Waduk yang sangat strategis di karsidenan Banyumas yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Waduk yang sangat strategis di karsidenan Banyumas yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk yang sangat strategis di karsidenan Banyumas yang terdiri dari empat kabupaten yaitu Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap adalah waduk Mrica atau waduk

Lebih terperinci

BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN DANAU, WADUK DAN BENDUNG

BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN DANAU, WADUK DAN BENDUNG BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN DANAU, WADUK DAN BENDUNG DANAU Danau merupakan bentuk alamiah dari p genangan air yang mempunyai volume yang besar. Karena perbedaan ketinggian yang

Lebih terperinci

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan uraian tentang beberapa cara pengukuran data unsur aliran

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU Vicky Richard Mangore E. M. Wuisan, L. Kawet, H. Tangkudung Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email: vicky_mangore@yahoo.com

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE SCHOKLITSCH DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE SCHOKLITSCH DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE SCHOKLITSCH DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Aditya Rahardjoputro NRP : 0421069 Pembimbing : ENDANG ARIANI., Ir., Dipl. HE JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL

BAB IV ANALISA HASIL BAB IV ANALISA HASIL 4.1 Bendung Tipe bendung yang disarankan adalah bendung pelimpah pasangan batu dengan diplester halus. Bagian bendung yang harus diperlihatkan adalah mercu bendung, bangunan pembilas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET Bendung karet adalah bendung gerak yang terbuat dari tabung karet yang mengembang sebagai sarana operasi pembendungan air. Berdasarkan media pengisi tabung karet, ada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Studi 1. Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Jepara dan Daerah Tangkapan Hujan Waduk Way Jepara secara geografis terletak pada 105 o 35 50 BT

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan

Lebih terperinci