BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No."

Transkripsi

1 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini adalah pasir lolos saringan ASTM no. dan tertahan Pada no. 200 dan nilai d50 diperoleh dari pengujian gradasi butiran. Pasir sebagai material dasar diayak terlebih dahulu untuk mendapatkan ukuran butiran yang besarnya relatif merata. Hasil analisis gradasi butiran dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1 Ukuran Saringan Massa Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. (mm) Tertahan (g) (g) Tertahan Lolos No. 2,00,00 0,00 No. 2, ,1 732,1 53,06 46,94 No. 3, ,3 1145,4 83,01 16,99 No. 4,425 84,4 1229,8 89,13,87 No. 5, ,8 91,96 8,04 No. 7,212 38,1 1306,9 94,72 5,28 No. 8,180 14,4 1321,3 95,76 4,24 No.,150 17,3 1338,6 97,01 2,99 No. 12,125 8,5 1347,1 97,63 2,37 No. 20,075 18,5 1365,6 98,97 1,03 Pan 14,2 1379,8 0,0,00 (Sumber: Hasil Penelitian) Persen lolos (%) ,1 Diameter butiran (mm) Gambar 5.1 Gradasi butiran sampel 1 0,01

2 33 Tabel 5.2 Analisis Gradasi butiran sampel 2 Ukuran Saringan Massa Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. (mm) Tertahan (g) Tertahan Lolos (g) No. 2,00,00 0,00 No. 2, ,3 986,3 68,11 31,89 No. 3, ,3 1408,6 97,27 2,73 No. 4,425 19, ,61 1,39 No. 5,300 1,7 1429,7 98,73 1,27 No. 7, ,7 98,73 1,27 No. 8, ,7 98,73 1,27 No.,150 2,8 1432,5 98,92 1,08 No. 12,125 1,4 1433,9 99,02 0,98 No. 20,075 4,6 1438,5 99,34 0,66 Pan 9,6 1448,1 0,0,00 (Sumber: Hasil Penelitian) Persen lolos (%) ,1 0,01 Diameter butiran (mm) Gambar 5.2 Gradasi butiran sampel 2 Analisis gradasi butiran menggunakan 2 sampel pengujian. Hasil analisis gradasi butiran dimasukkan dalam bentuk grafik grain diameter (Gambar 5.1 dan 5.2) yang kemudian dapat diketahui d50. Pada sampel 1 hasil d50 adalah 0,89 mm dan nilai d50 pada sampel 2 adalah 1,06 mm sehingga diperoleh nilai rata-rata d50 yaitu 0,975 mm. B. Analisis Pola Gerusan Pola gerusan di sekitar pilar tajam berasal dari aliran yang berasal dari hulu yang terhalang oleh pilar. Hal ini menyebabkann aliran air terganggu dan menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan pusaran yang terjadi akibat kecepatan aliran yang

3 34 membentur pilar depan menjadi gaya tekan di sekitar pilar. Gaya tekan ini mengakibatkan terjadinya aliran bawah (down flow) yang dapat mengikis dasar saluran, yang dapat menimbulkan gerusan di sekitar pilar. Gerusan yang terjadi di bagian kiri dan kanan pilar disebakan oleh gradien kecepatan vertikal yang berubah menjadi gradien tekanan karena membentur dasar saluran yang terjadi di daerah tersebut, sedangkan daerah pengaruh gerusan di bagian tebing saluran disebabkan oleh kecepatan aliran itu sendiri. 1. Pilar Kapsul I-I II-II III-III IV-IV I-I II-II III-III Gambar 5.3 Tampak atas pola gerusan di sekitar pilar kapsul IV-IV potongan I-I Elevasi (mm) elevasi awal elevasi akhir Jarak potongan melintang (cm) (a)

4 35 Elevasi (mm) potongan II-II Pilar Jarak potongan melintang (cm) (b) elevasi awal elevasi akhir potongan III-III 60 Elevasi (mm) Elevasi awal elevasi akhir Jarak potongan melintang (cm) (c ) Elevasi (mm) potongan IV-IV Jarak potongan melintang (cm) elevasi awal elevasi akhir (d) Gambar 5.4 Grafik elevasi dasar saluran dan pola gerusan pilar kapsul pada potongan I-I,II-II, III-III, IV-IV kondisi elevasi awal dan akhir potongan melintang

5 36 Pada gambar 5.4 menunjukkan tampak atas pola gerusan pada pilar kapsul. Pada bagian hulu terjadi gerusan sepanjang 8 cm dari pilar. Daerah pengaruh gerusan sekitar pilar dapat dilihat di bagian kanan pilar sepanjang 9 cm dan di bagian kiri pilar sejauh cm, pada bagian samping pilar daerah pengaruh gerusan cenderung melebar. Pelebaran daerah gerusan tersebut terjadi sejauh 5 cm menuju hilir pilar. Terdapat daerah pengaruh gerusan juga yang berbentuk timbunan sedimen pada hilir pilar sepanjang 36 cm di bagian tengah, di bagian kiri garis pengaruh sepanjang 52 cm, sedangkan di bagian kanan daerah pengaruh gerusan sepanjang 44 cm. Potongan ini merupakan potongan melintang saluran. Gambar 5.4 bagian (a) potongan I-I menunjukan pola gerusan pada awal terjadinya gerusan di bagian hulu pilar yang berjarak 6 cm dari pilar. Lebar Daerah pengaruh gerusan pada potongan ini adalah cm melintang pilar. Kedalaman gerusan maksimum yang terjadi adalah 0,6 cm. Pada Bagian (b) potongan II-II dapat dilihat bahwa kedalaman gerusan maksimum sebesar 4,4 cm yang terjadi di sekitar pilar bagian kiri dan kanan ujung pilar tajam. Lebar daerah gerusan pada potongan ini adalah 31 cm melintang pilar. Pada bagian (c) potongan III-III merupakan potongan pada bagian hilir pilar sejauh 4 cm dari pilar tajam mengalami gerusan melintang pilar sepanjang 40 cm dengan kedalaman gerusan maksimum sebesar 0,6 cm dan terjadi timbunan sedimen setinggi 0,2 cm dari elevasi awal dasar. Pada bagian (d) potongan IV-IV merupakan potongan akhir daerah pengaruh gerusan pilar kapsul, potongan ini sepanjang 53 cm dari ujung pilar. Gambar 5.5 Pola gerusan di sekitar pilar kapsul

6 37 Arah melintang Arah memanjang Gambar 5.6 Pola gerusan dan kontur elevasi dasar di sekitar pilar kapsul Gambar 5.5 menunjukan pola gerusan real di laboratorium sedangkan Gambar 5.6 menunjukkan pola gerusan dan kontur elevasi menggunakan SMS. Gambar 5.6 menggunakan skala warna dari biru yang mendeskripsikan elevasi dasar sebesar 58 mm sampai warna merah yang mendeskripsikan kedalaman gerusan maksimum ditunjukkan pada elevasi mm. Elevasi awal dasar saluran ditunjukkan dengan warna biru sebesar 54 mm terdapat disepanjang hulu dan hilir saluran sehingga kedalaman gerusan maksimum sebesar 44 mm. Elevasi dasar saluran mulai terlihat berubah ketika terdapat halangan berupa pilar jembatan. Perubahan tersebut terlihat di sekitar hulu pilar elevasi dasar semakin dalam sampai tepat berada di sisi kiri dan kanan pilar kapsul yang ditandai dengan warna merah menunjukkan elevasi dasar dengan kedalaman mm. Daerah pengaruh gerusan juga terlihat mendekati tebing saluran, semakin menuju ke tebing saluran elevasi mengalami kenaikan yang ditunjukkan dengan warna kuning dan hijau. Elevasi dasar saluran mulai mengalami kenaikan ketika menuju bagian hilir. Terdapat pula daerah pengaruh gerusan berupa sedimentasi pada elevasi 56 mm.

7 38 2. Pilar Tajam I-I II-II III-III IV-IV I-I II-II III-III IV-IV Gambar 5.7 Tampak atas pola gerusan di sekitar pilar tajam Elevasi (mm) Jarak potongan melintang (cm) (a) Potongan II-II Potongan I-I pilar elevasi awal Elevasi akhir Elevasi (mm) Elevasi awal elevasi akhir Jarak potongan melintang (cm) (b)

8 39 potongan III-III Elevasi (mm) Elevasi (mm) Jarak potongan melintang (cm) (c) Potongan IV- IV Jarak potongan melintang (cm) elevasi awal elevasi akhir elevasi awal elevasi akhir (d) Gambar 5.8 Grafik elevasi dasar saluran dan pola gerusan pilar tajam pada potongan I-I,II-II, III-III, IV-IV kondisi elevasi awal dan akhir potongan melintang Pada gambar 5.8 menunjukkan tampak atas pola gerusan pada pilar tajam. Pada bagian hulu terjadi gerusan sepanjang 4,5 cm dari pilar. Daerah pengaruh gerusan sekitar pilar dapat dilihat di bagian kanan pilar sepanjang 16 cm dan di bagian kiri pilar sejauh 12 cm, pada bagian hilir pilar daerah pengaruh gerusan cenderung melebar. Pelebaran daerah gerusan tersebut terjadi sejauh cm menuju hilir pilar. Terdapat daerah pengaruh gerusan juga yang berbentuk timbunan sedimen pada hilir pilar sepanjang 34 cm di bagian tengah, panjang daerah pengaruh gerusan di hilir pilar sejauh 54 cm. Potongan ini merupakan potongan melintang saluran. Gambar 5.8 bagian (a) potongan I-I menunjukkan pola gerusan pada awal terjadinya

9 40 gerusan di bagian hulu pilar yang berjarak 3 cm dari pilar. Lebar Daerah pengaruh gerusan pada potongan ini adalah 11 cm melintang pilar. Kedalaman gerusan maksimum yang terjadi adalah 1,3 cm. Pada Bagian (b) potongan II-II dapat dilihat bahwa kedalaman gerusan maksimum sebesar 3,4 cm yang terjadi di sekitar pilar bagian kiri dan kanan ujung pilar tajam. Lebar daerah gerusan pada potongan ini adalah 29 cm melintang pilar. Pada bagian (c) potongan III-III merupakan potongan pada bagian hilir pilar sejauh 8 cm dari pilar tajam mengalami gerusan melintang pilar sepanjang 36 cm dengan kedalaman gerusan maksimum sebesar 0,4 cm dari elevasi awal dan terjadi timbunan sedimen di bagian tengah setelah pilar setinggi 0,4 cm dari kondisi awal elevasi. Pada bagian (d) potongan IV-IV merupakan potongan akhir daerah pengaruh gerusan pilar tajam, potongan ini sepanjang 58 cm dari ujung pilar. Gambar 5.9 Pola gerusan di sekitar pilar tajam Arah melintang Arah memanjang Gambar 5. Kontur elevasi dasar di pilar tajam

10 41 Gambar 5.7 menunjukan pola gerusan real di laboratorium sedangkan Gambar 5.8 menunjukkan pola gerusan dan kontur elevasi menggunakan SMS. Gambar 5.8 menggunakan skala warna dari biru yang mendeskripsikan elevasi dasar sebesar 60,5 mm sampai warna merah yang mendeskripsikan kedalaman gerusan maksimum ditunjukkan pada elevasi 20 mm. Elevasi awal dasar saluran ditunjukkan dengan warna biru sebesar 54 mm terdapat disepanjang hulu dan hilir saluran sehingga kedalaman gerusan maksimum sebesar 34 mm. Elevasi dasar saluran mulai terlihat berubah ketika terdapat halangan berupa pilar jembatan. Perubahan tersebut terlihat di sekitar hulu pilar elevasi dasar semakin dalam sampai tepat berada di sisi sudut kiri dan kanan pilar tajam yang ditandai dengan warna merah menunjukkan elevasi dasar sebesar 20 mm. Daerah pengaruh gerusan juga terlihat mendekati tebing saluran, semakin menuju ke tebing saluran elevasi mengalami kenaikan yang ditunjukkan dengan warna kuning dan hijau. Elevasi dasar saluran mulai mengalami kenaikan ketika menuju bagian hilir. Terdapat pula daerah pengaruh gerusan berupa timbunan pada elevasi 58 mm. C. Analisis Pola Aliran Pola aliran mengalir dari hulu menuju ke hilir saluran, dalam teori hidraulika air akan mengalir dari daerah yang memiliki tekanan yang tinggi menuju ke tekanan yang rendah.tetapi, pola atau arah aliran bias saja berbelok apabila adanya perubahan morfologi penampang saluran seperti adanya pilar jembatan. Pola aliran berpengaruh untuk mengetahui jenis belokan aliran yang terjadi pada saat menabrak pilar jembatan. Hal tersebut juga berhubungan dengan turbulensi aliran yang akan memengaruhi kedalaman dan pola gerusan yang terjadi. Pola aliran dapat dianalisis dengan menggunakan sediment tracking. Sediment tracking tersebut akan mengalir sesuai arah aliran yang terjadi. Hal tersebut diamati secara visual pergerakan sediment tracking dalam waktu tertentu. Pada analisis pola aliran ini waktu tiap frame yaitu 0,28 detik.

11 42 1. Pilar Kapsul (a) (b) (c)

12 43 (d) (e) Gambar 5.11 Pola aliran dari hulu sampai hilir pilar Gambar 5.11 bagian (a), (b), (c), dan (d) menunjukkan kondisi pola aliran dari hulu pilar sampai ke hilir pilar kapsul. Terlihat bahwa pada bagian hulu pola aliran masih stabil, semakin menuju ke sekitar pilar pola aliran mulai tidak stabil karena aliran terganggu akibat adanya penyempitan saluran akibat terhalang pilar. Pola aliran di sekitar pilar kapsul cenderung menyebar seperti yang ditunjukkan oleh arah sediment tracking dan memiliki pengaruh pola aliran lebih pendek daripada pilar tajam. Kondisi aliran pada pilar kapsul ini, arah aliran cenderung mengikuti bentuk pilar. arah aliran menuju sisi pilar kapsul mengikuti bentuk pilar. Kecepatan pada daerah tersebut juga tidak stabil. Namun, semakin ke arah hilir pola aliran mulai

13 44 stabil karena telah menjauhi daerah pilar. Pola aliran yang terjadi akan berkembang sesuai mekanisme lubang gerusan yang terjadi di daerah sekitar pilar. Bentuk arus yang berbeda juga akan menyebabkan adanya gerusan di sekitar pilar. 2. Pilar Tajam (a) (b) (c)

14 45 (d) (e) Gambar 5.12 Pola aliran dari hulu sampai hilir pilar Gambar 5.12 bagian (a), (b), (c), dan (d) menunjukkan kondisi pola aliran dari hulu pilar sampai ke hilir pilar tajam. Terlihat bahwa pada bagian hulu pola aliran masih stabil, semakin menuju ke sekitar pilar pola aliran mulai tidak stabil karena aliran terganggu akibat adanya penyempitan saluran akibat terhalang pilar. Pola aliran di sekitar pilar tajam lebih terkonsentrasi pada titik tertentu seperti yang dapat dilihat pada arah sediment tracking. Arah aliran cenderung mengikuti bentuk pilar. Pada sekitar pilar tajam pola aliran menuju kiri dan kanan pilar mengikuti bentuk pilar. Kecepatan pada daerah tersebut juga tidak stabil. Namun, semakin ke arah hilir pola aliran mulai stabil karena telah menjauhi daerah pilar Bentuk arus yang berbeda juga akan menyebabkan adanya gerusan di sekitar pilar.

15 46 D. Analisis Kecepatan Aliran Kecepatan aliran setelah dilakukan eksperimen memiliki karakteristik berbeda pada setiap pilar. Kecepatan aliran akan berubah apabila ada perubahan morfologi pada penampang saluran seperti adanya pilar jembatan. Perubahan tersebut dapat berupa percepatan dan perlambatan dari kecepatan aliran awal sebelum adanya perubahan morfologi penampang saluran akibat adanya pilar jembatan.. Dari kedua jenis pilar, Kecepatan aliran di dekat pilar cenderung lebih kecil dan kecepatan aliran di daerah tebing saluran lebih besar. 1. Pilar Kapsul (a) (b)

16 47 (c) Gambar 5.13 Vektor kecepatan aliran (a), vektor kecepatan aliran di hulu pilar (b) dan vektor kecepatan aliran di sekitar pilar kapsul (c) Tabel 5.3 Kecepatan aliran di sekitar pilar kapsul Titik observasi x y , ,5 0, , , ,5 2,5 0, ,5 7 0, ,5 16,5 0,5 14 0,5 20, jarak x (cm) jarak y (cm) Perpindahan (cm) Waktu, t (s) V (m/s) 7 0,5 7,0178 0,142 0,4942 7,5 0,5 7,5166 0,142 0,5293 5,5 1 5,5902 0,142 0,3937 5,5 2 5,8523 0,142 0, ,3852 0,142 0,3792 2,5 2,5 3,5355 0,142 0, ,5 5,0249 0,142 0,3539 6,5 0 6,500,142 0,4577 6,5 1,5 6,6708 0,142 0, ,000,142 0,4225

17 48 Tabel 5.3 Lanjutan Titik observasi x y jarak x jarak y Perpindahan Waktu, t (s) V (m/s) 18 0,5 (cm) (cm) (cm) 1 8 0,5 8,0156 0,142 0, ,5 16 0, ,000,142 0, ,5 11,5 0,5 6,5 1 6,5765 0,142 0, , ,000,142 0, ,5 6,0208 0,142 0, ,5,5 6,5 1,5 6,6708 0,142 0,4698 6,5 2 0,5 0 3,5 0 3,500,142 0, ,099,142 0, ,000,142 0, ,5 5,0249 0,142 0, ,5 4,5 0 4,5 0 4,500,142 0,3169 (Sumber: Hasil perhitungan) Vektor kecepatan aliran menunjukkan arah dan besaran kecepatan yang terjadi di sekitar pilar. Sebelum adanya pilar arah dan besaran kecepatan stabil, namun setelah adanya halangan seperti pilar jembatan maka saluran mengalami penyempitan aliran sehingga arah dan besaran kecepatan aliran mulai tidak stabil. Gambar 5.13 menunjukkan vektor kecepatan aliran di sekitar pilar kapsul. Seperti yang terlihat pada gambar bahwa arah aliran mengikuti bentuk pilar. Nilai kecepatan di sekitar pilar kapsul memiliki rentang nilai 0,249 m/s sampai 0,565 m/s. Nilai kecepatan yang terjadi paling dekat dengan pilar cenderung lebih kecil, namun tidak menutup kemungkinan bahwa ada beberapa kecepatan yang lebih kecil pada jarak yang lebih jauh dari pilar. selain kecepatan aliran juga dianalisis kecepatan kritik di sekitar pilar. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5.4 dan gambar 5.14

18 49 Tabel 5.4 Kecepatan kritik di sekitar pilar kapsul kedalaman aliran, h (m) Gaya Gravitasi, g (m/s2) Kecepatan Kritik, Ucr (m/s) Titik Kondisi observasi Slope, S 1 0,026 9,81 0,004 0,032 bergerak 2 0,032 9,81 0,004 0,035 bergerak 3 0,036 9,81 0,004 0,038 bergerak 4 0,061 9,81 0,004 0,049 bergerak 5 0,068 9,81 0,004 0,052 bergerak 6 0,068 9,81 0,004 0,051 bergerak 7 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 8 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 9 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 1,051 9,81 0,004 0,045 bergerak 11 0,052 9,81 0,004 0,045 bergerak 12 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 13 0,059 9,81 0,004 0,048 bergerak 14 0,063 9,81 0,004 0,050 bergerak 15 0,028 9,81 0,004 0,033 bergerak 16 0,029 9,81 0,004 0,034 bergerak 17 0,025 9,81 0,004 0,031 bergerak 18 0,025 9,81 0,004 0,031 bergerak 19 0,025 9,81 0,004 0,031 bergerak 2,025 9,81 0,004 0,031 bergerak 21 0,025 9,81 0,004 0,031 bergerak (Sumber: Hasil perhitungan) Berdasarkan Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa semua butiran sedimen yang berada di sekitar pilar di daerah gerusan tersebut bergerak. Seperti pada titik observasi 1 memiliki kecepatan kritik (Ucr) sebesar 0,032 m/s dengan nilai d5,975 mm dan menghasilkan butiran dasar tersebut bergerak pada daerah gerusan.

19 50 Gambar 5.14 Diagram shields pada pilar kapsul Gambar 5.14 menunjukkan grafik analisis awal gerak butir yang di tandai dengan lingkaran yang telah diberi nomor titik observasi berdasarkan vektor kecepatan pada analisis Particle Image velocimetry (PIV). Grafik tersebut tidak menggunakan hubungan bilangan Reynolds dan tegangan geser namun menggunakan d50 pasir dan kecepatan kritik pasir (Ucr). Garis d50 dan garis Kecepatan kritik ditarik hingga berpotongan satu sama lain sehingga hal tersebut dapat menentukan pasir tersebut bergerak atau tidak. 2. Pilar Tajam (a)

20 51 (b) (c) Gambar 5.15 Vektor kecepatan aliran (a), vektor kecepatan aliran di hulu pilar (b) dan vektor kecepatan aliran di sekitar pilar tajam (c)

21 52 Tabel 5.5 Kecepatan aliran di sekitar pilar tajam Titik observasi x y 6 0 1,5 0,5 4,5 0,5 0,5 0,5 3,5 1 3, ,5,5 0,5 13 0,5 5, ,5 8 0, , ,5 5,5 2 0, ,5 6,5 1 0, ,5 5 1,5 jarak x (cm) jarak y (cm) Perpindah an (cm) waktu, t ( s) V (m/s) 6 0 6,00,138 0, ,00,138 0, ,5 3,041 0,138 0,220 2,5 1 2,693 0,138 0, ,5 3,202 0,138 0,232 2,5 0 2,50,138 0,181 1,5 2 2,50,138 0, ,5 4,717 0,138 0, ,5 5,22,138 0,378 5,5 2 5,852 0,138 0, ,00,138 0, ,385 0,138 0,390 5,5 1,5 5,701 0,138 0,413 4,5 0 4,50,138 0,326 5,5 0,5 5,523 0,138 0,400 6,5 1 6,576 0,138 0, ,5 6,021 0,138 0, ,5 5,22,138 0,378

22 53 Tabel 5.5 Lanjutan Titik observasi x y 6,5 1 5,5 1 3,5 0, ,5 0,5 4,5 0,5 4 0,5 4 0 (sumber: hasil Penelitian) jarak x (cm) jarak y (cm) Perpindah an (cm) waktu, t ( s) V (m/s) 6,5 1 6,576 0,138 0,477 5,5 1 5,59,138 0,405 3,5 0,5 3,536 0,138 0, ,00,138 0,290 4,5 0,5 4,528 0,138 0,328 4,5 0,5 4,528 0,138 0, ,5 4,031 0,138 0, ,00,138 0,290 Vektor kecepatan aliran menunjukkan arah dan besaran kecepatan yang terjadi di sekitar pilar. Sebelum adanya pilar arah dan besaran kecepatan masih stabil, namun setelah adanya halangan seperti pilar jembatan maka saluran mengalami penyempitan aliran sehingga arah dan besarn kecepatan aliran mulai tidak stabil. Gambar 5.11 menunjukkan vektor kecepatan aliran di sekitar pilar tajam. Seperti yang terlihat pada gambar bahwa arah aliran mengikuti bentuk pilar, pilar tajam memiliki sudut di sisi kiri dan kanan. Sehingga aliran mengalami belokan cenderung mengarah ke tebing saluran. Di sekitar pilar tajam kecepatan aliran mengalami perlambatan, seperti terlihat pada vektor nomor 2,3,4,5,7 secara berurutan bernilai 0,217 m/s, 0,22 m/s, 0,195 m/s, 0,232 m/s, 0,181 m/s. Nilai vektor kecepatan yang menjauhi pilar lebih besar dari pada kecepatan di dekat pilar, seperti vektor kecepatan pada nomor 16 memiliki vektor tepanjang sehingga nilai kecepatannya sebesar 0,477 m/s. Sedangkan nilai kecepatan aliran di hulu di tunjukan pada nomor 21,22,23,24,25,26, secara berurutan memiliki nilai 0,256 m/s, 0,290 m/s, 0,328 m/s,

23 54 0,328 m/s, 0,292 m/s, 0,290 m/s. Selain itu, dianalisis kecepatan kritik di sekitar pilar. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Kecepatan kritik butir material dasar Titik observasi Kedalaman Aliran, h (m) Gaya Gravitasi, g (m/s2) Slope, S Kecepatan Kritik, Ucr (m/s) Kondisi 1 0,033 9,81 0,004 0,036 bergerak 2 0,043 9,81 0,004 0,041 bergerak 3 0,037 9,81 0,004 0,038 bergerak 4 0,050 9,81 0,004 0,044 bergerak 5 0,053 9,81 0,004 0,046 bergerak 6 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 7 0,053 9,81 0,004 0,046 bergerak 8 0,051 9,81 0,004 0,045 bergerak 9 0,051 9,81 0,004 0,045 bergerak 1,050 9,81 0,004 0,044 bergerak 11 0,047 9,81 0,004 0,043 bergerak 12 0,047 9,81 0,004 0,043 bergerak 13 0,043 9,81 0,004 0,041 bergerak 14 0,029 9,81 0,004 0,034 bergerak 15 0,035 9,81 0,004 0,037 bergerak 16 0,041 9,81 0,004 0,040 bergerak 17 0,031 9,81 0,004 0,035 bergerak 18 0,042 9,81 0,004 0,040 bergerak 19 0,031 9,81 0,004 0,035 bergerak 2,0295 9,81 0,004 0,034 bergerak 21 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 22 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 23 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 24 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 25 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 26 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak (Sumber: hasil perhitungan)

24 55 Gambar 5.16 Diagram shields pada tajam Akibat adanya aliran air, maka terjadi gaya-gaya yang bekerja pada material sedimen. Gaya-gaya tersebut memiliki kecenderungan untuk dapat menggerakkan butir material dasar saluran. Pada saat gaya-gaya yang bekerja pada butiran material sedimen mencapai nilai tertentu,maka apabila sedikit gaya ditambah akan menyebabkan butiran sedimen bergerak, kondisi tersebut disebut kondisi kritik. Pada analisis gerak awal butir ini menggunakan parameter kecepatan kritik dan nilai d50 butiran, untuk membuktikan apakah butiran sedimen bergerak pada daerah gerusan sekitar pilar atau tidak. Gambar 5.16 menunjukkan grafik awal gerak butir yang ditandai dengan lingkaran yang telah diberi nomor berdasarkan vektor kecepatan pada analisis Particle Image velocimetry (PIV). Grafik tersebut membuktikan bahwa semua butiran sedimen yang berada di sekitar pilar di daerah gerusan tersebut bergerak. Seperti pada nomor 1 memiliki kecepatan kritik (Ucr) sebesar 0,036 m/s dengan nilai d5,975 mm menghasilkan butiran dasar saluran tersebut bergerak pada daerah gerusan tersebut.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan Software iric: Nays2DH 1.0 yang dibuat oleh Dr. Yasuyuki Shimizu dan Hiroshi Takebayashi di Hokkaido University,

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik) Physical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 30 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Uji model hidraulik fisik dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Data yang dihasilkan yaitu berupa rekaman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Penelitian ini dimodelkan dengan manggunakan software iric : Nays2DH 1.0 yang dikembangkan oleh Hiroshi Takebayashi dari Kyoto University dan Yasutuki Shimizu

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi pemodelan pada HEC-RAS memodelkan aliran permanen (steady flow) yang selanjutnya membandingkan kedalaman dan kecepatan aliran pada eksperimen di laboratorium dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah suatu saluran terbuka yang berfungsi sebagai saluran drainasi yang terbentuk secara alami. Sungai mengalirkan air dari tempat yang tinggi (hulu) ketempat

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN

ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN 1 (Studi Kasus: Pilar Tajam dan Pilar Kapsul pada Aliran Superkritik) Ahmad Arwana 2, Puji Harsanto 3, Jazaul Ikhsan 4 INTISARI Dengan adanya pilar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pengujian dilakukan di Laboratorium Keairan dan Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didapatkan hasil dari penelitian dengan aliran superkritik

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI Lajurady NRP: 0921054 Pembimbing: Endang Ariani, Ir., Dipl.H.E. ABSTRAK Pada saat ini sering terjadi kerusakan

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam) Mathematical Model Analysis of Local Scouring on Bridge Pillars

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR

ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR (Studi Kasus Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi, Aliran Subkritik) (NUMERICAL ANALYSIS OF LOCAL SCOURING AT PILE Case Study : Circular Pillar and

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Diketahui jika hasil simulasi pemodelan pada HEC-RAS memodelkan aliran dengan steady flow yang selanjutnya akan dilakukan analisa dengan gerusan pada pilar jembatan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui morfologi Sungai Progo bagian hilir, distribusi ukuran sedimen dan porositas sedimen dasar Sungai Progo pada tahun 2017.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui morfologi sungai Progo Hilir, porositas sedimen dasar sungai Progo Hilir pasca erupsi Gunung Merapi 2010, dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Gerusan Berdasarkan Eksperimen. Gerusan Pilar Ys Kanan Kiri. Jenis Aliran Sub kritik Super kritik. Jenis. Satuan. No.

Tabel 6.1 Gerusan Berdasarkan Eksperimen. Gerusan Pilar Ys Kanan Kiri. Jenis Aliran Sub kritik Super kritik. Jenis. Satuan. No. BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan software HEC-RAS 5.0.3 yang menganalisis gerusan lokal dengan aliran steady flow. Di penelitian ini metode yang digunakan pada

Lebih terperinci

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI Zezen Solide NRP : 9421002 NIRM : 41077011940256 Pembimbing : Endang Ariani, Ir., Dipl. HE. FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. STUDI LITERATUR Studi literatur dilakukan dengan mengkaji pustaka atau literature berupa jurnal, tugas akhir ataupun thesis yang berhubungan dengan metode perhitungan kecepatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 47 BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui morfologi Sungai Progo, pasca erupsi Gunung Merapi 2010 dan mengetahui jumlah angkutan sedimen yang terjadi setelah

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai, 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Gerusan Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena perubahan pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan tersebut terjadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Barat Tamantrito Kasihan Bantul Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

BAB III Metode Penelitian Laboratorium BAB III Metode Penelitian Laboratorium 3.1. Model Saluran Terbuka Pemodelan fisik untuk mempelajari perbandingan gerusan lokal yang terjadi di sekitar abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN Tabel Pengujian analisa saringan agregat halus dan kasar Lokasi asal sampel Sungai Progo segmen Kebon Agung II Jenis sampel Sedimen dasar sungai Berat sampel yang di

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM : NASKAH SEMINAR 1 ANALISA NUMERIK GERUSAN LOKAL METODE CSU (COLORADO STATE UNIVERSITY) MENGGUNAKAN HEC-RAS 5.0.3 PADA ALIRAN SUPERKRITIK (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi) Vinesa Rizka Amalia

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 Sunaryo 1, Darwizal Daoed 2, Febby Laila Sari 3 ABSTRAK Sungai merupakan saluran alamiah yang berfungsi mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN Lutjito 1, Sudiyono AD 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY lutjito@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this research is to find out

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN Tabel analisis ukuran butiran pada segmen 1 1. Segmen 1 Jembatan Bogem Lokasi asal sampel Jenis sampel Berat sampel yang di uji Sungai Opak pada segmen 1 Jembatan Bogem

Lebih terperinci

Kata Kunci : Vektor kecepatan, pola aliran, PIV, pemodelan, pilar jembatan 1 Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 3 Dosen Pembimbing I

Kata Kunci : Vektor kecepatan, pola aliran, PIV, pemodelan, pilar jembatan 1 Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 3 Dosen Pembimbing I NASKAH SEMINAR 1 ANALISA VEKTOR KECEPATAN DAN POLA ALIRAN DI SEKITAR PILAR DENGAN METODE PIV (Particle Image Velocimetry) (Studi Kasus Model Pilar Berpenampang Lingkaran dan Persegi) Sitty Rukmini Mokobombang

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU NASKAH SEMINAR 1 ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU Pilar (Pilar Kapsul dan Pilar Tajam dengan Aliran Superkritik) Anjelita Suratinoyo 2, Puji Harsanto 3, Jaza ul Ikhsan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konsep Gerusan Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Progo Hilir. Contoh perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 47 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 4.1 PENDAHULUAN Bab ini menampilkan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan masing-masing variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian. Hasil pengukuran

Lebih terperinci

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil ANDY AZIS 09 0404 029 BIDANG STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Progo. Contoh perhitungan diambil

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL BANDUNG 2004 ABSTRAK

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL BANDUNG 2004 ABSTRAK PENGARUH GEOTEKSTIL PADA ANGKA PERMEABILITAS TANAH PASIR DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA-BEDA (STUDI LABORATORIUM) Disusun Oleh : Richard R. Sitorus. NRP : 9821058 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Morfologi Sungai

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Morfologi Sungai 57 BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Progo. Contoh perhitungan diambil

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Elevation (m) BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Pada hasil penelitian yang berupa simulasi permodelan menggunakan software HEC-RAS 5.0.3 memodelkan aliran permanen (steady flow) yang akan dilakukan analisa gerusan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERBEDAAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN ANTARA PILAR SILINDER DENGAN ELLIPS

TUGAS AKHIR PERBEDAAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN ANTARA PILAR SILINDER DENGAN ELLIPS TUGAS AKHIR PERBEDAAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN ANTARA PILAR SILINDER DENGAN ELLIPS Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) DisusunOleh : NAMA : Steven

Lebih terperinci

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 145 PERBANDINGAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN BERBENTUK SPILL-THROUGH ABUTMENT DAN VERTICAL WALL WITHOUT WING Oleh: Jennifer Claudia 1), Hendro Suyanto

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aliran Air di Saluran Terbuka Aliran air dapat terjadi pada saluran terbuka maupun pada saluran tertutup (pipe flow). Pada saluran terbuka, aliran air akan memiliki suatu permukaan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Syarat Penyelesaiaan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM Kajian Laboratorium mengenai gerusan yang terjadi di sekitar abutment bersayap pada jembatan dilakukan di Laboratorium Uji Model Hidraulika Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Sungai Perhitungan ini akan menjelaskan langkah-langkah perhitungan hidrometri dan menentukan tipe morfologi Sungai Opak. Contoh perhitungan diambil

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Penentuan Data Uncertainty Dalam setiap penelitian, pengambilan data merupakan hal yang penting. Namun yang namanya kesalahan pengambilan data selalu ada. Kesalahan tersebut

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Sungai Sungai merupakan jalan air alami dimana aliranya mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Menurut Soewarno (1991) dalam Ramadhan (2016) sungai

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS MODEL FISIK. GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi, Aliran Subkritik)

TUGAS AKHIR ANALISIS MODEL FISIK. GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi, Aliran Subkritik) TUGAS AKHIR ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi, Aliran Subkritik) Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Jenjang Strata-1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

Tujuan: mendapatkan campuran agregat halus dan kasar yang optimal, sehingga menghasilkan beton yang murah dan workable Syaratnya:

Tujuan: mendapatkan campuran agregat halus dan kasar yang optimal, sehingga menghasilkan beton yang murah dan workable Syaratnya: Tujuan: mendapatkan campuran agregat halus dan kasar yang optimal, sehingga menghasilkan beton yang murah dan workable Syaratnya: Tahu gradasi masing-masing agregat (kasar dan halus) Tahu spesifikasi gradasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara debit aliran air dengan berapa banyak sedimen yang terangkut, berat jenis sedimen, distribusi ukuran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat dan bahan. Tanah merah diambil dari sebuah lokasi di bogor, sedangkan untuk material agregat kasar dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALIRAN DAN SEDIMENTASI DI PERTEMUAN SUNGAI OLEH MINARNI NUR TRILITA

KARAKTERISTIK ALIRAN DAN SEDIMENTASI DI PERTEMUAN SUNGAI OLEH MINARNI NUR TRILITA KARAKTERISTIK ALIRAN DAN SEDIMENTASI DI PERTEMUAN SUNGAI OLEH MINARNI NUR TRILITA LATAR BELAKANG FUNGSI SUNGAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA MEMAHAMI KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERUBAHAN MORFOLOGI -Transportasi

Lebih terperinci

MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE CYLINDER GROUPED DENGAN PENGAMAN PILAR TIPE TIRAI PADA SUNGAI BERBELOK

MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE CYLINDER GROUPED DENGAN PENGAMAN PILAR TIPE TIRAI PADA SUNGAI BERBELOK MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE CYLINDER GROUPED DENGAN PENGAMAN PILAR TIPE TIRAI PADA SUNGAI BERBELOK Michael Chrisyie Daniel Bintang ) Mudjiatko ) Rinaldi ) ) Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Journal INTEK. April 17, Volume 4 (1): 6-6 6 Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan Hasdaryatmin Djufri 1,a 1 Teknik Sipil, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Tamalanrea Km., Makassar,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A.Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tipe morfologi sungai, endapan lahar dingin di dasar sungai, besarnya angkutan sedimen di dasar sungai pasca erupsi Gunung

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PILAR TERHADAP PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI. Vinia Kaulika Karmaputeri

PENGARUH BENTUK PILAR TERHADAP PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI. Vinia Kaulika Karmaputeri PENGARUH BENTUK PILAR TERHADAP PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI Vinia Kaulika Karmaputeri 0721065 Pembimbing: Endang Ariani, Ir., Dipl., H.E ABSTRAK Sungai mempunyai

Lebih terperinci

Koordinat : S : ,64 E : Hari tanggal : Sabtu, 1 April 2017 Jam :15.32 WIB Elevasi : m SKETSA

Koordinat : S : ,64 E : Hari tanggal : Sabtu, 1 April 2017 Jam :15.32 WIB Elevasi : m SKETSA Lokasi : Sungai Progo, pertemuan Progo- Pabelan Koordinat : S : 07 34 44,64 E : 110 13 41 Hari tanggal : Sabtu, 1 April 2017 Jam :15.32 WIB Elevasi : + 226 m SKETSA Lebar Banjiran 5 m 12 m 17,9 m 18,8

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tipe Morfologi Sungai Perhitungan berikut ini akan menjelaskan langkah-langkah analisis hitungan hidrometri dari Kali Putih kemudian menentukan jenis atau tipe morfologinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat pesat dan pembangunan juga terjadi di segala lahan untuk mencapai efektifitas pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SALURAN PRIMER JETU TIMUR TERHADAP GERUSAN DASAR DAN SEDIMENTASI PADA SISTEM DAERAH IRIGASI DELINGAN.

EFEKTIFITAS SALURAN PRIMER JETU TIMUR TERHADAP GERUSAN DASAR DAN SEDIMENTASI PADA SISTEM DAERAH IRIGASI DELINGAN. EFEKTIFITAS SALURAN PRIMER JETU TIMUR TERHADAP GERUSAN DASAR DAN SEDIMENTASI PADA SISTEM DAERAH IRIGASI DELINGAN Tri Prandono 1, Nina Pebriana 2 \ 1,2 Dosen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara debit aliran air dengan berapa banyak sedimen yang terangkut, berat jenis sedimen, distribusi ukuran

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI Simposium Nasional eknologi erapan (SN)2 214 ISSN:2339-28X SUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN IPE GRADASI MAERIAL DASAR SUNGAI Jazaul Ikhsan 1 1 Jurusan eknik Sipil, Fakultas eknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 (S1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 (S1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta TUGAS AKHIR ANALISA MODEL FISIK PENGARUH ALIRAN DEBRIS TERHADAP GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI PILAR JEMBATAN (Studi Kasus : Pilar Kapsul dan Pilar Tajam, Aliran Superkritik) (Physical Model Analysis of

Lebih terperinci

MEKANISME GERUSAN LOKAL PADA PILAR SILINDER TUNGGAL DENGAN VARIASI DEBIT

MEKANISME GERUSAN LOKAL PADA PILAR SILINDER TUNGGAL DENGAN VARIASI DEBIT MEKANISME GERUSAN LOKAL PADA PILAR SILINDER TUNGGAL DENGAN VARIASI DEBIT Syarvina 1, Terunajaya 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1Kampus USU Medan Email: syarvina@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB V RENCANA PENANGANAN BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALIRAN SEDIMEN SUSPENSI PADA SALURAN MENIKUNG USULAN PENELITIAN DESERTASI

KARAKTERISTIK ALIRAN SEDIMEN SUSPENSI PADA SALURAN MENIKUNG USULAN PENELITIAN DESERTASI KARAKTERISTIK ALIRAN SEDIMEN SUSPENSI PADA SALURAN MENIKUNG USULAN PENELITIAN DESERTASI OLEH: CHAIRUL MUHARIS 09/292294/STK/245 1 LATAR BELAKANG Meandering yang terjadi pada sungai alami atau saluran buatan

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Sumber referensi yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini berasal dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Jurnal-jurnal yang berkaitan

Lebih terperinci

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap Standar Nasional Indonesia Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap ICS 93.025; 17.120.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI

PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI 1. PENDAHULUAN Kegiatan penelitian dan pengembangan ini termasuk dalam Kelompok Pengendalian Daya

Lebih terperinci

OPTIMASI PEREDAM ENERGI TIPE BUCKET PADA BENDUNG MERCU BULAT. Tesis Magister. Oleh: DEDDI YAN ANDI AMRA

OPTIMASI PEREDAM ENERGI TIPE BUCKET PADA BENDUNG MERCU BULAT. Tesis Magister. Oleh: DEDDI YAN ANDI AMRA OPTIMASI PEREDAM ENERGI TIPE BUCKET PADA BENDUNG MERCU BULAT Tesis Magister Oleh: DEDDI YAN ANDI AMRA 25099021 PENGUTAMAAN REKAYASA SUMBER DAYA AIR JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN A.

BAB IV METODE PENELITIAN A. BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar angkutan sedimen dasar (bedload) pada Sungai Progo, gradisi butiran, dan erosi juga sedimentasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal serta beberapa tugas akhir tentang gerusan lokal yang digunakan untuk menunjang penelitian, baik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi, penyediaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I

Lebih terperinci

Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles

Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles Standar Nasional Indonesia Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci