BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah sebuah proses interaksi yang memungkinkan sejumlah peserta didik melakukan kegiatan belajar, sedangkan guru memerankan diri sebagai fasilitator (Supriadi & Darmawan, 2012:14). Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran matematika. Matematika menurut Johnson & Rissing adalah pengetahuan berstruktur, dengan sifat dan teori yang dibuat secara deduktif dan ilmiah (Runtukahu & Kandou, 2014: 28). Sehingga pembelajaran matematika merupakan kegiatan belajar yang memuat pengetahuan berstruktur secara ilmiah. Pembelajaran matematika dapat terlaksana dengan baik jika guru menguasai konsep-konsep matematika yang akan diajarkan (Runtukahu & kandou, 2014: 27). Komponen pembelajaran matematika tediri dari guru, peserta didik, tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Dari komponen tersebut hal yang paling utama adalah guru. Guru merupakan orang yang bertugas melakukan kegiatan, membentuk, membimbing, dan mengarahkan peserta didik dalam mencapai tujuan-tujuan edukatif (Karim, 2011: 539). Guru professional merupakan orang yang memiliki kemampuan, keahlian khusus serta pengalaman yang kaya dalam bidang kegurun yang dapat dipertanggungjawabkan (Yuhendriyal, 2013: 286). Tugas guru dalam proses pembelajaran adalah guru dituntut memiliki sejumlah pengetahuan dan kemampuan teknis pembelajaran, selain itu guru harus 1
menguasai sepenuhnya pokok bahasan yang menjadi fokus pembelajaran dan mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat lebih fleksibel dalam menerima gagasan peserta didik yang berbeda (Supriadi & Darmawan, 2012:90). Proses belajar mengajar yang baik, guru harus memiliki dan menggunakan strategi-strategi pembelajaran agar peserta didik dapat belajar dengan efektif, efisien dan mengena pada tujuan pembelajaran. Tentunya seorang guru dituntut untuk mampu mengembangkan serta menerapkanya dalam proses pembelajaran. Dengan demikian efektivitas pembelajaran matematika akan berjalan dengan baik dan akan menumbuhkan kreativitas belajar peserta didik serta memudahkan peserta didik untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik dapat dilihat dari keaktifan peserta didik di dalam kelas. Keaktifan merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan peserta didik terlihat dari beberapa hal yaitu interaksi peserta didik, peserta didik mendengarkan penjelasan guru, kerjasama peserta didik, kesiapan peserta didik dalam menjawab pertanyaan, peserta didik mempresentasikan hasil, peserta didik merespon jawaban teman, dan kedisiplinan peserta didik (Musfirotun, 2010: 41). Keaktifan peserta didik dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Salah satu pendekatan yang dapat mengaktifkan peserta didik yaitu metakognitif karena salah satu ciri dari pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas peserta didik di dalam kelas. 2
Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada (Iskandarwassid & Dadang. 2008: 133). Adapun komponen kreativitas menurut Filsaime (dalam Fauziah, 2011: 100) antara lain fluency, flexibility, originality dan elaboratin. Selain mempunyai kreativitas, peserta didik juga harus mempunyai kemampuan dalam pemecahan masalah, pemecahan masalah merupakan proses berpikir yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Runtukahu & Kandou, 2014: 192). Polya menyatakan solusi soal pemecahan masalah dengan empat tahap penyelesaian yang meliputi memahami masalah, membuat rencana strategi penyelesaian, melaksanakan strategi yang telah direncanakan, dan melaksanakan pengujian jawaban yang bertujuan untuk membandingkan jawaban atau menguji jawaban apakah sesuai dengan soal (Runtukahu & Kandou, 2014: 195-196). Hasil observasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 01-03-2016 terhadap peserta didik kelas VII-E SMPN 11 Malang pada mata pelajaran matematika yang dilaksanakan oleh salah satu guru menunjukkan bahwa pada awal pembelajaran guru memberikan salam, mengabsen peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran dan melanjutkan dengan mengingatkan kembali materi pada pertemuan sebelumnya melalui tanya jawab, kemudian guru menjelaskan materi selanjutnya. Setelah itu peserta didik dibentuk kelompok yang terdiri dari 4 anggota, setiap kelompok diberikan latihan soal dengan bahasan yang berbeda untuk didiskusikan. Pada saat diskusi guru berkeliling untuk mengetahui bagaimana cara peserta didik untuk mengerjakan soal, namun guru masih terlibat aktif ketika peserta didik mengerjakan soal-soal kelompok yang telah diberikan, sehingga cara penyelesaian dari setiap kelompok mengerjakan soal-soal 3
cenderung sama hal ini akan berakibat pada rendahnya kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dan tidak membangun pemahaman sendiri ketika belajar secara berkelompok. Dalam hal ini peserta didik di kelas VII-E SMPN 11 Malang masih dikategorikan kurang mampu mengembangkan kreativitasnya, terlihat pada saat peserta didik diberikan soal yang dikembangkan lebih lanjut (bervariasi), dari 32 peserta didik hanya 6 peserta didik yang mampu memahami dan memiliki alternatif dalam penyelesaian soal tersebut, sedangkan 26 peserta didik yang lain kesulitan memahami dan masih kurang memiliki alternatif dalam menyelesaikan soal tersebut, dibuktikan dengan sikap mereka yang hanya mendengarkan, meniru pola-pola yang diberikan oleh guru, serta mencontoh cara-cara guru menyelesaikan soal, disamping itu faktor malas yang menyebabkan rendahnya kreativitas mereka. Misalnya peserta didik malas mengerjakan soal yang mereka anggap sulit hingga hanya menunggu jawaban dari teman lain yang mengerjakan ataupun menunggu guru mengerjakan. Disisi lain dalam hal kemampuan pemecahan masalah, mereka tergolong rendah. Terlihat pada saat peserta didik mengerjakan soal yang diberikan oleh guru dan pada buku tugas yang telah dikerjakan, dalam satu kelas hanya 13 peserta didik yang menuliskan langkahlangkah dengan mengidentifikasikan apa yang diketahui dan apa yang dicari, sedangkan 19 peserta didik langsung menjawab soal dengan jawaban akhir tanpa langkah-langkah mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang dicari. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas peserta didik masih kurang dalam kegiatan pembelajaran, dilihat dari indikator kreativitas peserta didik antara lain fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), originality 4
(originalitas) dan elaboration (merinci). Saat peserta didik diberikan soal yang dikembangkan lebih lanjut (bervariasi), dari 32 peserta didik hanya 6 peserta didik yang mampu memahami dan memiliki alternatif dalam penyelesaian soal tersebut. Selain itu, untuk kemampuan pemecahan masalah masih rendah, terlihat pada saat peserta didik mengerjakan soal yang diberikan oleh guru dan pada buku tugas yang telah dikerjakan, dalam satu kelas hanya 13 peserta didik yang menuliskan langkah-langkah dengan mengidentifikasikan apa yang diketahui dan apa yang dicari. Setelah melakukan wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran matematika kelas VII-E SMPN 11 Malang diperoleh informasi bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik masih belum baik dan butuh suatu bimbingan. Kemudian guru menjelaskan bahwa langkah-langkah pemecahan masalah yang dilakukan oleh peserta didik rata-rata langsung menjawab tidak mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang dicari. Tugas guru dalam hal ini adalah membimbing dan mengarahkan peserta didik agar tingkat pemecahan masalah lebih baik dan benar dengan berpedoman pada proses pemecahan masalah para ahli. Kemudian untuk kreativitas daya imajinasi peserta didik masih kurang, terlihat pada saat peserta didik mengerjakan soal latihan masih kurang memiliki alternatif dalam penyelesaian masalah, dan pada saat guru memberikan variasi soal dalam contoh yang berbeda peserta didik kesulitan untuk mengerjakannya. Selain itu informasi yang diperoleh yaitu kurikulum yang digunakan di sekolah SMPN 11 Malang yaitu kurikulum 2013. Guru di kelas VII-E menggunakan metode diskusi kelompok dan tanya jawab dengan langkah-langkah 5
pembelajaran di sesuaikan dengan langkah-langkah kurikulum 2013 yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Namun, metode diskusi kelompok digunakan guru sesuai dengan keadaan peserta didik di kelas sehingga guru kebanyakan menggunakan metode ceramah. Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka pembelajaran yang sudah berjalan baik adalah (1) guru memberikan salam sebelum memulai pelajaran adalah hal positif, karena dengan begitu seorang guru menanamkan nilai kesopanan kepada peserta didik; (2) guru mengabsen peserta didik dengan begitu guru menaruh perhatian dan secara tidak langsung menanyakan kabar anak didiknya; (3) guru menyampaikan tujuan pembelajaran sehingga peserta didik akan memahami materi yang akan diajarkan serta langkahlangkah pembelajaran yang akan digunakan; (4) guru mereview kembali apa saja yang sudah dibahas pada petemuan sebelumnya melalui tanya jawab sehingga peserta didik akan mengingat materi dan tidak melupakan pada saat melanjutkan materi selanjutnya. Kegiatan proses pembelajaran yang perlu diperbaiki adalah cara dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, dimana guru masih terlibat aktif ketika peserta didik mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru, sehingga mengakibatkan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik masih dalam kategori kurang. Penggunaan metode atau model pembelajaran ketika mengajar sudah terlaksana dengan baik. Akan tetapi guru belum menerapkan metode atau model pembelajaran secara bervariasi. Pada kenyataannya, jika guru mampu menerapkan berbagai metode pembelajaran 6
secara bervariasi dapat membantu mengaktifkan peserta didik baik secara fisik, intelektual maupun emosional, membangun kolaborasi antarpeserta didik, menciptakan semangat tim belajar, menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif sehingga mampu mendorong kreativitas peserta didik secara keseluruhan. Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu upaya untuk memperbaiki pembelajaran yang dapat membantu mengaktifkan peserta didik secara fisik, intelektual maupun emosional. Selain itu, dapat membantu mengembangkan kemampuan memecahkan masalah sekaligus mengembangkan kreativitas yang dimiliki peserta didik dalam memecahkan masalah, yang nantinya peserta didik akan belajar menemukan informasi dan metode untuk memecahkan masalah, menganalisa, merumuskan masalah serta mengadakan penemuan. Salah satu solusinya adalah dengan menerapkan metode STAD (Student Teams Achievement Division) dengan pendekatan metakognitif. Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model paling baik untuk tahap permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2015:143). Student Teams Achievement Division (STAD) terdiri dari lima komponen utama, yaitu: 1) persentasi kelas; 2) tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Pembelajaran dengan metode STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan metode pembelajaran sederhana yang terdiri dari kelompok dengan anggota heterogen yang dibentuk untuk saling bekerja sama dalam satu tim dan saling melengkapi kekurangan anggota yang lainnya dalam 7
menyelesaikan permasalahan yang diberikan, metode STAD peserta didik bekeja secara berkelompok dan tidak mengabaikan penilaian secara individu karena metode STAD memberikan kuis yang dikerjakan secara mandiri untuk dapat mengukur kemajuan peserta didik secara individu. Pembelajaran dengan sistem kelompok pada STAD membuat peserta didik lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Sehingga dengan begitu kreativitas peserta didik akan meningkat. Selain itu peserta didik juga mampu memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Hasil penelitian STAD dari Nopiandari (2013) menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi bangun datar. Demikian pula hasil penelitian Rahayu, dkk (2012) menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions) dapat meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar matematika tentang pecahan. Peningkatan tersebut diindikasikan dengan meningkatnya rerata hasil belajar peserta didik di setiap siklus. Metode pembelajaran STAD perlu didukung dengan pendekatan yang dapat membantu peserta didik memecahkan masalah matematika. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan metakognitif. Menurut Suzana (dalam Maulana, 2008) pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas peserta didik, membantu dan membimbing peserta didik jika ada kesulitan, serta membantu peserta didik untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar matematika. Strategi untuk mengembangkan perilaku metakognitif dinyatakan oleh Blankey & Spence (dalam Putri, dkk, 2012: 9), yaitu 8
mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui; menceritakan tentang pemikirannya; menjaga catatan pemikiran; merencanakan dan melakukan pengaturan diri; menanyakan proses berpikir; dan mengevaluasi diri. Menurut Abdul Muin (dalam Putri, 2012: 10) menyatakan bahwa tahap-tahap pembelajaran matematika dalam menerapkan konsep terhadap persoalan matematika dan strategi metakognitif yang harus dilakukan adalah 1) perencanaan, 2) pemantauan, dan 3) evaluasi. Metakognitif merupakan kesadaran berfikir peserta didik atau tentang bagaimana proses berfikirnya sendiri (Syaiful, 2011: 4). Sehingga bila kesadaran terwujud, maka akan timbul keterampilan metakognitif dimana seseorang dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya. Hasil penelitian metode metakognitif dari Fitriani (2013) menyatakan bahwa penerapan strategi pembelajaran metakognitif berbasis tutor sebaya dapat meningkatkan kemandirian dan hasil belajar matematika peserta didik. Demikian pula hasil penelitian Putri, dkk (2012) menyatakan bahwa penerapan strategi Metakognitif dalam pembelajaran matematika peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Padang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik. Berdasarkan deskripsi dan hasil penelitian terdahulu pada metode STAD dan pendekatan metakgnitif variabel yang banyak digunakan oleh penelitian sebelumnya adalah aktivitas belajar, prestasi belajar, proses pembelajaran, dan hasil belajar. Penelitian kali ini meneliti tentang dua hal yaitu kreativitas peserta didik terhadap pembelajaran matematika dan kemampuan pemecahan masalah 9
pada pembelajaran matematika. Penerapan metode STAD (Student Teams Achievement Divisions) dan pendekatan metakognitif dapat memberikan ide atau inovasi baru. Salah satunya adalah dengan menggabungkan antara STAD (Student Teams Achievement Divisions) dan pendekatan metakognitif. Metode STAD dengan pendekatan metakognitif sangat tepat dalam pembelajaran karena dalam metode STAD jika ada peserta didik yang kesulitan dalam memecahkan masalah, maka peserta didik yang merasa mampu harus membantu peserta didik yang kesulitan dalam memecahkan masalah. Salah satu bentuk pemecahan masalah menggunkan langkah pemecahan masalah polya. Pendekatan metakognitif dan langkah polya jika dikombinasikan dapat menghasilkan hasil yang positif untuk peserta didik, karena dapat membelajarkan peserta didik dalam kemampuan pemecahan masalah yang benar. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya dalam belajar dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah akan bertambah lebih bagus. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kreativitas dan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah pada pembelajaran matematika, dengan judul penelitian Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Meggunakan Metode Student Teams Achievement Divisions dengan Pendekatan Metakognitif. 10
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah penelitian adalah: 1. Bagaimana penerapan metode STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan pendekatan metakognitif pada pembelajaan matematika di kelas VII SMPN 11 Malang? 2. Bagaimanakah kreativitas peserta didik pada pembelajaran matematika menggunakan metode STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan pendekatan metakognitif di kelas VII SMPN 11 Malang? 3. Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika menggunakan metode STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan pendekatan metakognitif di kelas VII SMPN 11 Malang? 1.3 Batasan Masalah Tujuan pembatasan masalah ini adalah untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitiannya supaya efektif dan efisien, mengingat keterbatasan peneliti maka peneliti akan membatasi masalah-masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini : 1. Peneliti hanya akan meneliti peserta didik kelas VII-E SMPN 11 Malang berjumlah 32 peserta didik. 2. Komponen kreativitas yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain fluency, flexibility, originality dan elaboration. 3. Peneliti hanya menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah Polya. 4. Peneliti hanya menggunakan metode STAD (Student Teams-Achievement Divisions) dengan pendekatan metakognitif dalam pembelajaran. 11
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan : 1. Penerapan metode STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan pendekatan metakognitif pada pembelajaan matematika di kelas VII SMPN 11 Malang 2. Kreativitas peserta didik pada pembelajaran matematika menggunakan metode STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan pendekatan metakognitif di kelas VII SMPN 11 Malang 3. Kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika menggunakan metode STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan pendekatan metakognitif di kelas VII SMPN 11 Malang 1.5 Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak terkait, antara lain: 1. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru dalam mengembangkan dan menerapkan metode-metode pembelajaran yang sudah ada dalam kegiatan belajar mengajar sehingga dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai calon guru nantinya. 2. Bagi guru Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberikan alternatif bagi guru dalam menerapkan perpaduan antara metode STAD (Student Teams- Achievement Divisions) dengan pendekatan metakognitif untuk diterapkan 12
dalam kegiatan belajar mengajar dan diharapkan dapat mewujudkan inovasi baru dalam merancang metode pembelajaran yang akan diterapkan. 3. Bagi peserta didik Memberikan suasana belajar baru serta dapat melatih peserta didik untuk aktif dalam mengembangkan potensi atau keterampilan dan pengetahuan yang sudah dimiliki serta mengembangkan kreativitas dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam pembelajaran matematika. 1.6 Definisi Operasional Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota kelompok 4-5 orang peserta didik secara heterogen. 2. Metakognitif merupakan kesadaran berfikir peserta didik atau tentang bagaimana proses berfikirnya sendiri. 3. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan caracara baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada. 4. Pemecahan masalah pada penelitian ini menggunakan proses pemecahan masalah polya. Pemecahan masalah adalah langkah-langkah dalam penyelesaian masalah yang berbentuk soal dengan tahap penyelesaian yang meliputi memahami masalah, membuat rencana strategi penyelesaian, melaksanakan strategi yang telah direncanakan, dan melaksanakan pengujian jawaban yang bertujuan untuk membandingkan jawaban atau menguji jawaban apakah sesuai dengan soal. 13