SKENARIO INTEGRASI MODA PENGOPERASIAN FEEDER

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

Kajian Reaktivasi Trayek Angkutan Kota di Kabupaten Subang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

A. Indicator Pelayanan Angkutan Umum 18 B. Waktu Antara {Headway) 18 C. Faktor Muat (Loadfactor) 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PENGARUH PASAR MRANGGEN TERHADAP LALU-LINTAS RUAS JALAN RAYA MRANGGEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan

BAB II LANDASAN TEORI. transportasi untuk kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi

KINERJA RUAS JALAN KORIDOR JALAN TJILIK RIWUT AKIBAT TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KORIDOR BERDASARKAN KONTRIBUSI VOLUME LALU LINTAS

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN OPERASIONAL JARINGAN ANGKUTAN UMUM DI KAWASAN METROPOLITAN PONTIANAK BERBASIS BRT (BUS RAPID TRANSIT)

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

Irvan Banuya NRP : Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

SKENARIO PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA PALANGKA RAYA BERBASIS SISTEM TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendahuluan MODEL PENENTUAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA YANG OPTIMAL DI KOTA BANDUNG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP :

PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang

STUDI VOLUME, KECEPATAN, KERAPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIRKOJA, BANDUNG

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

Merumuskan pola penggunaan/pemilihan moda penduduk Jakarta. Merumuskan peluang perpindahan penggunaan moda dari kendaraan pribadi ke BRT di Jakarta.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG ANGKUTAN MASSAL BUSWAY YANG BERKELANJUTAN DI SURABAYA

ANALISIS DEMAND BUS RAPID TRANSIT PADA MERR SURABAYA

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

KINERJA OPERASI ANGKOT TRAYEK CIMINDI-CIMAHI ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

EVALUASI PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN (DEMAND AND SUPPLY) ARMADA ANGKUTAN UMUM DI KOTA MALANG (STUDI KASUS : ANGKUTAN UMUM JALUR AG ARJOSARI-GADANG)

Transkripsi:

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 64 SKENARIO INTEGRASI MODA PENGOPERASIAN FEEDER GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) DI KOTA PALANGKA RAYA Oleh: Eva Febriani 1), Sutan Parasian Silitonga 2), dan Desi Riani 3) Masyarakat Kota Palangka Raya cenderung memilih kendaraan pribadi sehingga penggunaan angkutan umum rendah. Oleh sebab itu dipertimbangkan moda baru yang lebih menarik minat masyarakat agar lebih efisien. Moda baru tersebut yang aman dan nyaman, serta terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga mampu mengurangi pilihan masyarakat dalam menggunakan kendaraan pribadi. Adapun moda baru itu adalah Bus Rapid Transit (BRT), di mana dalam pelaksanaannya BRT harus didukung dengan pengoperasian angkutan pengumpan (feeder) sehingga tercipta intregrasi moda. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain skenario integrasi moda pengoperasian feeder guna mendukung pengembangan bus rapid transit (BRT) di Kota Palangka Raya, mengetahui analisis dampak penggunaan feeder dari segi efisiensi bahan bakar minyak (BBM) dan kapasitas jalan di Kota Palangka Raya. Yang menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan angkutan umum massal adalah analisis pola jaringan jalan, analisis jenis tata guna lahan dan analisis jenis pergerakan lalulintas. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah skenario 6 rute pengoperasian feeder di jalan Rajawali Kota Palangka Raya. Jumlah armada minimal untuk Kota Palangka Raya untuk 6 rute tersebut adalah 10 unit. Jika Skenario perpindahan 25% memerlukan armada sebanyak 19 unit dan untuk skenario perpindahan 50 % memerlukan armada sebanyak 34 unit. Jika diskenariokan perpindahan 25% dari segi efisiensi bahan bakar biaya penggunaan feeder jauh lebih ekonomis daripada penggunaan kendaraan pribadi sebesar 1:355 sedangkan untuk skenario perpindahan 50% perbandingan biaya bahan bakar minyak penggunaan feeder dan kendaraan pribadi sebesar 1:397. Melihat hal tersebut maka dapat dioptimalkan penggunaan angkutan pengumpan feeder sehingga akan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak. Selain itu adanya pengembangan feeder dapat meningkatkan Level Of Service (LOS) pada ruas jalan di Kota Palangka Raya. Kata Kunci: feeder, Skenario, Efisiensi PENDAHULUAN Masyarakat Kota Palangka Raya cenderung memilih kendaraan pribadi, karena angkutan umum menjadi moda dengan tingkat utilitas yang rendah sehingga kurang diminati oleh masyarakat. Selain itu berdasarkan data jumlah angkutan yang ada terdapat 428 angkutan kota dan memiliki faktor muatan yang masih di bawah batas ideal (70%). Penggunaan transportasi publik yang efisien saat ini harus sudah mulai dipertimbangkan seperti penelitian Yesie (2015) tentang skenario pengembangan sistem Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Palangka Raya. Transportasi publik ini memiliki kapasitas besar dan mampu mengangkut banyak penumpang dalam waktu yang bersamaan serta memiliki lintasan sendiri sehingga dapat bergerak dengan cepat dan tidak terhambat kemacetan lalu lintas. Pada penelitian tersebut diketahui tingkat pelayanan jalan paling tinggi adalah pada ruas jalan Rajawali. Hal ini dikarenakan kawasan Rajawali adalah daerah pemukiman yang memiliki mobilisasi tinggi menuju pusat kota. Pada penelitian tersebut juga meberikan 4 alternatif rute pelayanan BRT. Untuk mengoptimalkan kerja BRT perlu ada tindak lanjut sehingga tercipta integrasi moda dengan melakukan pengoperasian feeder pada trayek cabang atau trayek ranting yang dilayani oleh angkutan kota sebagai lanjutan dari trayek utama yang dilayani dengan bus kota serta penelitian yang melingkupi pertimbangan terbatas dari karakteristik kota yaitu pola jaringan jalan, jenis dan lalulintas harian, serta pertimbangan efisiensi bahan bakar minyak (BBM). Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini: 1. Bagaimana rute pengoperasian feeder guna mendukung pengembangan Bus Rapid Transit (BRT)? 1) Eva Febriani adalah mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya 2) Dr. Sutan Parasian Silitonga, S.T.P., S.T., M.T. adalah staf pengajar tetap di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya 3) Desi Riani, S.T., M.T. adalah staf pengajar tetap di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 65 2. Berapa jumlah feeder yang di butuhkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat guna mendukung pengembangan Bus Rapid Transit (BRT)? 3. Bagaimana skenario integrasi moda pengoperasian feeder guna mendukung pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) yang efektif sesuai kebutuhan di Kota Palangka Raya dari segi efisiensi bahan bakar? Tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya penelitian ini: 1. Mengetahui rute pengoperasian feeder guna mendukung pengembangan Bus Rapid Transit (BRT). 2. Mengetahui jumlah feeder yang di butuhkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat guna mendukung pengembangan Bus Rapid Transit (BRT). 3. Mengetahui skenario integrasi moda pengoperasian feeder guna mendukung pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) yang efektif sesuai kebutuhan di Kota Palangka Raya. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Angkutan Umum Sistem angkutan umum adalah sistem pelayanan jasa angkutan yang berfungsi untuk mengumpulkan dan mendistribusikan penumpang yang mempunyai kebutuhan pergerakan. Ditinjau dari sistem pemakaiannya, angkutan umum dibedakan menjadi dua sistem: 1. Sistem Sewa (Demand Responsive System) yaitu kendaraan bisa dioperasikan baik oleh operator maupun oleh penyewa, dalam hal ini tidak ada rute dan jadwal tertentu yang harus diikuti oleh pemakai. 2. Sistem Penggunaan Bersama (Transit System) yaitu kendaraan dioperasikan dengan rute dan jadwal yang biasanya tetap dan pasti. Angkutan Umum Angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ketempat yang lain dengan menggunakan kendaraan, sementara kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk digunakan oleh umum dengan dipungut bayaran (Munawar, 2005). Tujuan dasar dari penyediaan angkutan umum, (Wells, 1975 dikutip Tamin 2000) mengatakan bahwa menyediakan pelayanan angkutan yang baik, handal, nyaman, aman, cepat dan murah untuk umum. Perencanaan Jaringan Trayek Angkutan Umum Parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam perencanaan jaringan trayek angkutan umum: 1. Pola Tata Guna Lahan Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesibilitas yang baik. 2. Pola Pergerakan Penumpang Angkutan Umum Trayek angkutan umum harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga perpindahan moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan angkutan umum diminimumkan. 3. Kepadatan Penduduk Salah satu faktor yang menjadi prioritas pelayanan angkutan umum adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. 4. Daerah pelayanan Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal itu sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum. 5. Karakteristik Jaringan Jalan Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Jaringan Jalan Jaringan jalan adalah satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem jaringan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis. Sedangkan sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 66 pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Secara umum sistem jaringan jalan dibedakan berdasarkan sistem pelayanan penghubung antara lain: 1. Sistem jaringan jalan primer Sistem jaringan jalan primer merupakan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. 2. Sistem jaringan jalan sekunder Sistem jaringan jalan sekunder merupakan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Adapun jaringan jalan berdasarkan peran atau fungsinya (Miro, 1997) meliputi: 1. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah masuk dibatasi secara efisien. 2. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan jarak sedang dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah masuk yang masih dibatasi. 3. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat (angkutan setempat) dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah masuk yang tidak dibatasi. Teknologi Pengembangan Sistem Angkutan Umum Adapun konsep pengembangan teknologi transportasi angkutan umum yaitu Mass Rapid Transit (MRT). MRT juga disebut sebagai angkutan umum, adalah layanan transportasi penumpang, biasanya dengan jangkauan lokal, yang tersedia bagi siapapun dengan membayar ongkos yang telah ditentukan. Angkutan ini biasanya beroperasi pada jalur khusus tetap atau jalur umum potensial yang terpisah dan digunakan secara ekslusif, sesuai jadwal yang ditetapkan dengan rute yang didesain dengan perhentian tertentu, walaupun MRT dan trem terkadang juga beroperasi dalam lalu lintas yang beragam. Ini dirancang untuk memindahkan sejumlah besar orang dalam waktu bersamaan. Terdapat 4 (empat) bentuk umum MRT, salah satunya Bus Rapid Transit (BRT). Bus Rapid Transit Bus Rapid Transit atau lebih sering disingkat menjadi BRT adalah satu bentuk angkutan berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem transportasi pintar ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik. Ciri-ciri BRT meliputi: 1. Koridor busway pada jalur terpisah-sejajar atau dipisahkan secara bertingkat dan teknologi bus yang dimodernisasi. 2. Menaikkan dan menurunkan penumpang dengan cepat. 3. Penarikan ongkos sebelum berangkat yang efisien. 4. Halte dan stasiun yang bersih, aman dan nyaman. 5. Penandaan yang jelas dan mudah dikenali, dan tampilan informasi yang serta merta (real time). 6. Prioritisasi angkutan di persimpangan. 7. Integrasi moda di stasiun dan terminal. 8. Teknologi bus yang bersih. 9. Identitas pemasaran yang canggih. 10. Layanan pelanggan yang sangat baik. Rencana Integrasi Moda Pengoperasian Feeder Beroperasinya sistem BRT sebagai sarana angkutan umum utama di Kota Palangka Raya yang akan melayani rute-rute utama seperti telah tertuang dalam Penelitian Yesie (2015) merupakan gagasan yang sangat baik, namun Sistem BRT ini hanya berakhir pada halte-halte pemberhentian saja. Maka perlu dipikirkan sarana transportasi bagi masyarakat dari rumah untuk menuju halte berupa angkutan pengumpan (feeder) yang selanjutnya melalui BRT melanjutkan perjalanannya sampai ke tujuan. Rencana integrasi moda dapat meliputi akses pejalan kaki, angkutan kota, integreasi sepeda, stasiun taksi, layanan kereta, dan layanan pelengkap lainnya. BRT juga harus terintegrasi dengan infrastruktur transportasi umum jarak jauh dan terintegrasi dengan perencanaan penggunaan lahan. Adanya integrasi dengan sistem pendukung lain seperti pengumpan (feeder) akan sangat mendukung keberhasilan sistem BRT ini.

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 67 Keutaman Integrasi Moda pengoperasian Feeder Guna Mendukung Pengembangan BRT Seperti diketahui, pembenahan sistem angkutan umum dengan mengembangkan BRT yang didukung dengan pengoperasian Feeder sebagai satu kesatuan integrasi moda harus mulai dipikirkan, agar dapat memberikan pelayanan yang nyaman dan merata sampai titik pemukiman yang ada di daerah pinggiran sehingga dapat menekan besarnya penggunaan kendaraan pribadi di masyarakat. Seperti penelitian yang telah di lakukan sebelumnya, Silitonga (2011) menyatakan masyarakat saat ini masih mengutamakan penggunaan kendaraan pribadi dengan alasan ketertarikan pribadi yang diduga sangat erat kaitannya dengan status sosial di masyarakat. Selain itu, kondisi angkutan umumpun juga turut andil dalam masalah ini, seperti tertuang dalam penelitian Silitonga (2012) masyarakat Kota Palangka Raya cenderung memilih kendaraan pribadi, karena angkutan umum menjadi moda dengan tingkat utilitas yang rendah sehingga kurang diminati oleh masyarakat. Seperti penerapan BRT yang telah berhasil dilakukan diketahui pentingnya integrasi moda dengan pengoperasian fedeer sebagai pendukung sistem penelolaan angkutan umum tersebut, hal ini tertuang pada penelitian Yesie (2015) dikatakan perlu mempertimbangkan pengoperasian feeder yang mendukung pengembangan BRT agar adanya integrasi moda yang sangat baik dan mampu menjangkau kawasan yang tidak dilayani oleh BRT. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kawasan perumahan antara Jalan Rajawali-Tjilik Riwut Kota Palangka Raya. Adapun lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi jaringan jalan di Kota Palangka Raya terdiri dari: 1. Simpang Jalan Garuda 2. Simpang Jalan Tingang 3. Simpang Jalan Lele 4. Simpang Jalan Badak 5. Simpang Jalan Bandeng 6. Simpang Jalan Hiu Putih Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan cara sebagai berikut 1. Data Primer diperoleh dengan melakukan survai lalu lintas dan survai geometrik jalan. 2. Data Sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari instansi-instansi terkait dan studi literatur. Adapun data sekunder ini berupa: a. Peta jaringan jalan (google earth). b. Data jumlah kendaraan dan rute angkutan kota yang beroperasi dari Dinas Perhubungan Kota, untuk mengetahui ketersediaan armada dan rute pelayanannya di kawasan perumahan antara Jalan Rajawali-Tjilik Riwut. c. Jumlah penduduk, untuk mengetahui tingkat kepadatan penduduk. d. Tingkat kepemilikan kendaraan, untuk mengetahui jumlah kepemilikan dan jenis kendaraan yang ada. Dasar Pertimbangan Pengembangan Angkutan Umum Massal Untuk pertimbangan pengembangan sistem angkutan umum di Kota Palangka Raya berdasarkan: 1. Analisis pola jaringan jalan, jaringan jalan utama merupakan prioritas utama pengembangan. 2. Analisis jenis tataguna lahan, dengan mengembangkan sistem agregat untuk mewakili karakteristik jenis tataguna lahan keseluruhan. 3. Analisis jenis pergerakan lalulintas dominan yang ditandai dengan aktivitas tertinggi yang melintas di suatu ruas jalan. Penentuan Jumlah Armada Angkutan Penumpang Umum Pada dasarnya pengguna kendaraan angkutan umum menghendaki adanya tingkat pelayanan yang cukup memadai, baik waktu tempuh, waktu tunggu maupun keamanan dankenyamanan yang terjamin selama dalam perjalanan. Tuntutan akan hal tersebut dapat dipenuhi bila penyediaan armada angkutan penumpang umum berada pada garis yang

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 68 seimbang dengan permintaan jasa angkutan umum. Dasar Dasar Perhitungan 1. Faktor muat (load factor) merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dan kapasitas tersedia untuk satu perjalanan yang biasa dinyatakan dalam persen (%). 2. Kapasitas kendaraan adalah daya muat penumpang pada setiap kendaraan angkutan umum. 3. Waktu sirkulasi dan waktu henti kendaraan di terminal. 4. Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20 km perjam dengan deviasi waktu sebesar 5 % dari waktu perjalanan. Waktu henti kendaraan di asal atau tujuan (TTA atau TTB) ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan antar A dan B. Waktu sirkulasi dihitung dengan rumus: CT ABA = (T AB+T BA) + (σ AB + σ BA) + (T TA+T TB)... (1) di mana CT ABA adalah waktu sirkulasi dari A ke B kembali ke A, T AB adalah waktu perjalanan rata-rata dari A ke B, T BA adalah waktu perjalanan rata-rata dari B ke A, σ AB adalah deviasi waktu perjalanan dari A ke B, σ BA adalah deviasi waktu perjalanan dari B ke A, T TA adalah waktu henti kendaraan di A, dan T T adalah waktu henti kendaraan di B. 5. Waktu antara kendaraan ditetapkan berdasarkan rumus sebagi berikut: 60.C.Lf H =... (2) P di mana H adalah waktu antara (menit), P adalah jumlah penumpang perjam pada seksi terpadat, C adalah kapasitas kendaraan, dan Lf adalah faktor muat, diambil 70% (pada kondisi dinamis) dengan catatan H ideal adalah 5 10 menit dan H Puncak adalah 2 5 menit. 6. Jumlah armada perwaktu sirkulasi yang diperlukan dihitung dengan rumus: CT K =... (3) H.fA di mana K adalah jumlah kendaraan, CT adalah waktu sirkulasi (menit), H adalah waktu antara (menit), dan fa adalah faktor ketersediaan kendaraan (100%). Analisis Kapasitas Jalan Kapasitas jalan adalah arus lalulintas maksimum yang dapat ditampung oleh suatu ruas jalan. Nilai kapasitas ruas jalan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan standar di Indonesia yaitu Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Menurut MKJI, kapasitas suatu ruas jalan di perkotaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi: 1. Jumlah dan lebar jalur lalulintas 2. Distribusi arah 3. Hambatan Samping 4. Ukuran kota Kapasitas dihitung dengan menggunakan rumus: C = Co x FC W x FC SP x FC SF x FC CS... (4) di mana C adalah Kapasitas (smp/jam), Co adalah Kapasitas dasar untuk kondisi tertentu (smp/jam), F CW adalah Faktor penyesuaian lebar jalur lalulintas, F CSP adalah Faktor penyesuaian pemisah arah, F CSF adalah Faktor penyesuaian hambatan samping, dan F CCS adalah Faktor penyesuaian ukuran kota. PEMBAHASAN Gambaran Umum Angkutan Umum di Kota Palangka Raya Berdasarkan studi penelitian sebelumnya Silitonga (2010) mengenai Analisis Kinerja Angkutan Umum Kota Palangka Raya dilihat dari waktu pelayanannya, waktu operasi aktual 9 jam, relatif kurang memenuhi standart Dirjen Perhub. Darat (2002) yaitu 14 jam. Trayek tidak tetap pada sore hari di duga menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum tersebut. Selain itu berdasarkan rata-rata load factor sangat rendah (26,4%), ini memberikan gambaran awal bahwa pengguna angkutan umum ini kurang optimal. Sedangkan dari sisi jumlah penumpang total pun masih rendah (7,32 penumpang/rit). Hal ini tentu akan memberatkan pengelola angkutan umum tersebut. Jumlah kendaraan yang beroperasi saat ini, sangat tidak optimal (<18%). Jumlah armada terlalu banyak untuk jumlah potensi penumpang yang tidak terlalu besar.

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 69 Kondisi ini merupakan salah satu cerminan semakin terpuruknya angkutan kota di Kota Palangka Raya, dan jika hal ini tidak ditanggapi dengan serius sulit untuk meningkatkan kinerja pelayanan angkutan umum karena penghasilan yang tidak sebanding. Hal ini jelas akan mengarah kepada kebangkrutan dari perusahaan pengelola tersebut. Skenario Pengembangan Sistem Angkutan Umum Hasil penelitian Silitonga (2014) juga menunjukan bahwa jika pilihan masyarakat tersebut direspon maka 70% dari responden bersedia menggunakan sistem angkutan umum yang baru. Hal ini menunjukan bahwa dari 31% respon pengguna angkutan umum, akan bertambah menjadi 70% dengan pengembangan sistem angkutan umum yang baru. Maka dari kondisi saat ini diskenariokan keinginan perpindahan moda kendaraan pribadi ke penggunaan BRT di Kota Palangka Raya sebesar 25 % dan 50 % yang di tunjang oleh angkutan pengumpan feeder. Agar berjalan dengan baik, harus adanya integrasi moda antara BRT dan feeder berupa angkutan kota di Kota Palangka Raya. Sehingga BRT yang melayani jaringan jalan utama sedangkan untuk penataan angkutan kota melayani jaringan trayek ranting yang dianggap sebagai trayek pengumpan (feeder) adalah angkutan kota. Pengembangan Sistem Rute dan Pelayanan Angkutan Umum Baru Adapun hasil survei volume lalu lintas pada titik lokasi survei dapat dilihat pada lampiran. Maka dengan beberapa pertimbangan yang sudah ditentukan akan didesain rute-rute pada setiap persimpangan di ruas jalan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat tidak perlu berjalan cukup jauh dari tempat tinggal untuk menemukan angkutan kota. Adapun 6 rute tersebut: 1. Rute 1: Jl. Garuda, Jl. Tjilik Riwut, Jl. Tingang, Jl. Garuda V, Jl. Rajawali I, Jl. Bangau, Jl. Jalak, Kembali lagi ke Jl. Garuda. 2. Rute 2: Jl. Rajawali IX, Jl. Lele, Jl. Lele II, Jl. Rajawali VIII, Jl. Rajawali II, Jl. Tingang, Jl. Tjilik Riwut, Kembali lagi ke Jl. Rajawali IX. 3. Rute 3: Jl. Rajawali IX, Jl. Tjilik Riwut, Jl. Badak, Jl. Badak IV, Jl. Manjuhan, Jl. Rajawali, Kembali lagi ke Jl. Rajawali IX. 4. Rute 4: Jl. Bandeng V, Jl. Rajawali, Jl. Badak, Jl. Tjilik Riwut, Kembali lagi ke Jl. Bandeng V. 5. Rute 5: Jl. Hiu Putih, Jl. Rajawali, Jl. Bandeng V, Jl. Tjilik Riwut, Kembali lagi ke Jl. Hiu Putih. 6. Rute 6: Jl. Hiu Putih, Kembali lagi ke Jl. Hiu Putih. Simulasi Operasional Sistem Feeder Berupa Angkutan Kota Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah armada feeder yang sesuai kebutuhan masyarakat di setiap alternatif rute pada persimpangan ruas jalan Rajawali. Selain itu ketersediaan fasilitasnya seperti headway yang teratur, dan waktu tempuh yang telah terprediksi menjadi acuan untuk pengembangan feeder di Kota Palangka Raya. Adapun simulasi operasional yang dilakukan sebagaimana berikut: 1. Feeder beroperasi selama 12 jam per hari, sejak pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00 WIB. 2. Load Factor 70 %. 3. Kecepatan perjalanan pada kondisi normal 20 km/jam. 4. Jumlah halte 4 unit, waktu pelayanan feeder di halte bus (boarding-alighting) 45 detik. 5. Headway 5 menit. 6. Kapasitas feeder 10 seat. Dari hasil perhitungan total waktu tempuh dan panjang rute maka jumlah armada yang digunakan per waktu sirkulasi untuk masingmasing rute alternatif dengan headway yang diskenariokan 5 menit sebagai berikut: 1. Rute 1 Total waktu tempuh = 13,51 menit Panjang rute = 4,5 km Jumlah armada = 3 unit 2. Rute 2 Total waktu tempuh = 10,21 menit Panjang rute = 3,4 km Jumlah armada = 3 unit 3. Rute 3 Total waktu tempuh = 9,91 menit Panjang rute = 3,3 km Jumlah armada = 2 unit

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 70 4. Rute 4 Total waktu tempuh = 8,41 menit Panjang rute = 2,8 km Jumlah armada = 2 unit 5. Rute 5 Total waktu tempuh = 9,91 menit Panjang rute = 3,3 km Jumlah armada = 2 unit 6. Rute 6 Total waktu tempuh = 9,61 menit Panjang rute = 3,2 km Jumlah armada = 2 unit Maka untuk efisiensi diambil jumlah armada yang terbanyak alternatif rute 1 dan alternatif rute 2 adalah 3 unit. Analisis Ekonomis Bahan Bakar Seiring dengan pertambahan penggunaan kendaraan pribadi maka pengggunaan bahan bakar pula semakin meningkat oleh sebab itu dengan pengembangan sistem angkutan massal merupakan salah satu efisiensi penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Jika beroperasi perbandingan biaya bahan bakar (BBM) untuk penggunaan bus dan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan pribadi per km diperoleh sebagai berikut: Penggunaan BBM pada Angkutan Massal yang Baru Pemakaian BBM = 0,1 l/km Harga BBM = Rp. 7.300,-/l Biaya BBM feeder/km = 0,1 l/km x Rp.7.300,-/l = Rp. 730,-/km a. skenario 25% perpindahan jumlah feeder 19 unit maka biaya Total BBM = 19 x Rp. 730,- /km = Rp. 13.870,-/km b. Skenario 50% perpindahan jumlah feeder 34 unit maka biaya Total BBM = 34 x Rp. 730,- /km = Rp. 24.820,-/km Penggunaan Kendaraan Pribadi Berdasarkan survei lalu lintas dititik lokasi yang sudah ditentukan jika diskenariokan perpindahan 25% kendaraan baik pada hari kerja maupun hari libur MC= 15.393 kendaraan dan LV= 3.304 kendaraan. Maka jumlah pemakaian bbm dapat dihitung sebagai berikut: a. Golongan Motorcycle (MC) Pemakaian BBM per liter = 50 km/l Pemakaian BBM per km = 0,02 l/km Harga BBM = Rp. 7.300,-/l Biaya BBM 1 kend/km = 0,02 l/km x Rp. 7.300,-/l = Rp. 146,-/km Biaya Total BBM = 15.393 x Rp. 146,-/km = Rp. 2.247.378,-/km b. Golongan Light Vehicle (LV) Pemakaian BBM per liter = 9 km/l Pemakaian BBM per km = 0,111 l/km Harga BBM Biaya BBM 1 kend/km = Rp. 7.300,-/l = 0,111 l/km x Rp. 7.300,-/liter = Rp. 810,-/km Biaya Total BBM = 3.304 x Rp. 810,-/km = Rp.2.677.231,-/km Jadi total biaya BBM untuk kendaraan pribadi berupa sepeda motor dan mobil adalah Rp. 4.924.609,-/km. Selain itu berdasarkan skenario kedua perpindahan 50 % kendaraan baik pada hari kerja maupun hari libur MC= 30.786 kendaraan dan LV= 6.608 kendaraan. Maka jumlah pemakaian bbm dapat dihitung sebagai berikut: a. Golongan Motorcycle (MC) Pemakaian BBM = 0,02 l/km Harga BBM = Rp. 7.300,-/l Biaya BBM 1 kend/km = 0,02 l/km x Rp. 7.300,-/l = Rp. 146,-/km Biaya Total BBM = 30.786 x Rp. 146,-/km = Rp. 4.494.756,-/km b. Golongan Light Vehicle (LV) Pemakaian BBM = 0,111 l/km Harga BBM = Rp. 7.300,-/l Biaya BBM 1 kend/km= 0,111 l/km x Rp. 7.300,-/l = Rp. 810,-/km Biaya Total BBM = 6.604 x Rp. 810,-/km = Rp. 5.349.240,-/km Jadi total biaya BBM untuk kendaraan pribadi berupa sepeda motor dan mobil adalah Rp. 9.843.996,-/km. Dari kedua hasil tersebut dapat dilihat sangat jauh perbandingannya apabila dapat dioptimalkan penggunaan angkutan umum massal yang baru sehingga dapat mengefisiensikan penggunaan bahan bakar minyak (BBM).

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 71 PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian skenario terbaik untuk pengembangan angkutan pengumpan (feeder) di Kota Palangka Raya sebagai berikut 1. Rute-rute untuk pengembangan feeder di Kota Palangka Raya terdiri dari: a. Rute 1: Jl. Garuda, Jl. Tjilik Riwut, Jl. Tingang, Jl. Garuda V, Jl. Rajawali I, Jl. Bangau, Jl. Jalak, Kembali lagi ke Jl. Garuda b. Rute 2: Jl. Rajawali IX, Jl. Lele, Jl. Lele II, Jl. Rajawali VIII,Jl. Rajawali II, Jl. Tingang,Jl. Tjilik Riwut,Kembali lagi ke Jl. Rajawali IX c. Rute 3: Jl. Rajawali IX, Jl. Tjilik Riwut, Jl. Badak, Jl. Badak IV, Jl. Manjuhan, Jl. Rajawali, Kembali lagi ke Jl. Rajawali IX. d. Rute 4: Jl. Bandeng V, Jl. Rajawali, Jl. Badak, Jl. Tjilik Riwut, Kembali lagi ke Jl. Bandeng V e. Rute 5: Jl. Hiu Putih, Jl. Rajawali, Jl. Bandeng V, Jl. Tjilik Riwut, Kembali lagi ke Jl. Hiu Putih f. Rute 6: Jl. Hiu Putih, Kembali lagi ke Jl. Hiu Putih 2. Jumlah armada yang diperlukan minimal untuk Kota Palangka Raya adalah 19 unit untuk melayani keenam rute tersebut. 3. Hasil skenario pengembangan angkutan pengumpan (feeder) terjadi efisiensi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi jika feeder : a. Skenario perpindahan 25% biaya pengoperasian per km dengan jumlah bus 19 unit maka memerlukan biaya Rp. 13.870,-/km dan penggunaan kendaraan pribadi mengeluarkan biaya bahan bakar minyak (BBM) Rp. 4.924.609,-/km. Sedangkan skenario perpindahan 50% biaya pengoperasian per km dengan jumlah feeder 34 unit maka memerlukan biaya Rp. 24.820,-/km dan penggunaan kendaraan pribadi mengeluarkan biaya bahan bakar minyak (BBM) Rp. 9.843.996,-/km. b. Dilihat dari penerapan angkutan pengumpan (feeder) dengan skenario perpindahan 50% akan sangat mempengaruhi peningkatan Level Of Saran Service (LOS) pada ruas jalan di Kota Palangka Raya. 1. Perlu dipertimbangkan pengoperasian angkutan umum massal pada tahap awal yaitu Bus Rapid Transit (BRT) yang pengoperasiannya didukung dengan angkutan pengumpan (feeder) di Kota Palangka Raya. 2. Untuk pengembangan penelitian diperlukan penelitian lanjutan khususnya survei MAT (Matrik Asal tujuan) agar dalam penentuan rute feeder dapat lebih maksimal. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Urgensi Peningkatan Utilitas dan Penggunaan Angkutan Umum. Laporan Penelitian Unggulan, Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya. Dirjen Perhubungan Darat. 2002. Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan teratur. Jakarta: Departemen Perhubungan RI. Munawar, A. 2005. Dasar-dasar Teknik Transportasi. Yogyakarta: Beta Offset. Saleh, S. 2004. Statistik Deskriptif. Yogyakarta: Penerbit UPP (Unit Penerbit dan Percetakan) AMP YPKN. Silitonga, S.P. 2011. Modal Split Model for Public Transport Development in Indonesia. Journal of Applied Sciences Research 7(12), ISSN 1819-544X. Warpani, S. 1990. Merencanakan Sistem Angkutan Umum. Bandung: Penerbit ITB. Wright, L. 2002. Angkutan Bus Cepat, Transportasi Berkelanjutan: Panduan bagi Pembuat Kebijakan di Kota-kota Berkembang. Jerman: GTZ. Wright, L. dan K. Fjellstrom. 2002. Opsi Angkutan Massal, Transportasi Berkelanjutan: Panduan bagi Pembuat Kebijakan di Kota-kota Berkembang. Jerman: GTZ.