BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dipenuhi agar dapat mencapai well being. Remaja dalam memenuhi tugas

dokumen-dokumen yang mirip
PELATIHAN RESILIENSI UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN AKADEMIK PADA REMAJA

PELATIHAN RESILIENSI UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN AKADEMIK PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. memiliki anak dengan riwayat gangguan skizofrenia

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan kehidupannya. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam

PENGARUH TERAPI MUSIK JAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA MAGETAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan. setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN

BAB I PENDAHULUAN. [CDC], 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar ( 2013), prevalensi. gangguan mental emosional (gejala -gejala depresi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh, dapat

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab

STRES KERJA PADA PERAWAT UNIT GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. fisik seperti sakit perut, jantung berdebar, otot tegang dan muka merah. Lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat

PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI TINGKAT AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sel-sel baru, memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB V PEMBAHASAN. spiritual terhadap penurunan tingkat stress remaja di LPKA Kelas I Blitar.

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program

BAB I PENDAHULUAN. realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. 2 Studi di Amerika

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Semester (SKS). Dalam Sistem Kredit Semester terdapat satuan kredit yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB I PENDAHULUAN. (Fidianty & Noviastuti, 2010). Menurut Taylor (2006) kecemasan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

Bab I Pendahuluan. adalah memiliki keturunan. Namun tidak semua pasangan suami istri dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB 1 PENDAHULUAN. lahir hingga meninggal secara mandiri. Contoh konkretnya. sendiri melainkan harus ditunjang dan dibantu oleh sang ibu

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Seorang ibu yang sedang mengalami kehamilan pertama akan merasa berbeda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke. baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Stanley, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi. Berupa rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Saat ini. 47,7% remaja sering merasa cemas (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perjalanan kehidupan manusia berada dalam rentang toleransi dan keseimbangan yang dinamis terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

DAFTAR ISI Esya Anesty Mashudi, 2012

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khulaimata Zalfa, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang berkualitas agar perusahaan dapat bersaing dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan yang harus dilalui oleh setiap orang. Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar dapat mencapai well being. Remaja dalam memenuhi tugas perkembangannya akan dihadapkan pada masalah pribadi yang meliputi masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi pribadi serta masalah khas remaja yang meliputi masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas, seperti masalah pencapaian kemadirian, kesalahpahaman atau penilaian sterotip yang keliru dan tuntutan dari lingkungan (Hurlock, 2003). Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan pikiran, perasaan maupun perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Retnowati, 2007). Dari masalah-masalah psikologis yang dialami oleh remaja, kecemasan merupakan salah satu masalah psikologis yang paling banyak dialami oleh remaja. Dalam sebuah berita elektronik mengungkapkan bahwa remaja masa kini lebih mudah mengalami kecemasan dibanding remaja pada generasi sebelumya dikarenakan tuntutan akademik saat ini lebih berat dibanding jaman orangtuanya dahulu dan kecemasan yang terjadi pada remaja bisa menyebabkan penyalahgunaan obat-obatan atau narkoba (Mayasari,

2013). Fenomena kecemasan yang terjadi pada remaja juga di dukung oleh beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Andrew dan Engler (dalam William, Donna, & Kristine, 2001) menyatakan bahwa kecemasan adalah kondisi lemah yang akan menimpa setidaknya 1 dari setiap 75 orang di seluruh dunia selama hidup mereka, dan kelompok usia yang memiliki prevalensi terbesar mengalami kecemasan adalah usia 15 dan 24. Penelitian yang dilakukan oleh Deb (2010) menyebutkan bahwa kecemasan sering dialami oleh anak dan remaja usia sekolah dengan tingkat prevalensi berkisar 4 % menjadi 25 % dengan rata-rata 8%. Penelitian mengenai tingkat kecemasan yang dilakukan oleh Siregar (2013) terhadap 78 orang santri Pondok Pesantren Nurul Huda Singosari Malang dengan menggunakan Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS) didapatkan hasil bahwa sebesar 14,1% atau 11 santri mengalami kecemasan dengan tingkat tinggi, sedangkan yang mengalami tingkat kecemasan sedang sebesar 66,7% atau sekitar 52 santri dan sisanya sebesar 19, 2% atau sekitar 15 santri mengalami tingkat kecemasan rendah. Fenomena kecemasan yang terjadi pada remaja yang telah diungkapkan melalui berita maupun jurnal membuat peneliti ingin melihat apakah fenomena kecemasan tersebut juga terjadi pada remaja di SMA Muhammadiyah Surakarta. Peneliti memilih SMA Muhammadiyah Surakarta dengan alasan bahwa SMA Muhammadiyah adalah salah satu SMA swasta yang memiliki kurikulum yang lebih padat dibandingkan SMA negeri karena adanya tambahan mata pelajaran agama yang lebih mendalam. Peneliti

melakukan survei dengan menggunakan angket mengenai gambaran tingkat kecemasan remaja di sekolah menengah atas Muhamadiyah Surakarta. Survei dilakukan pada siswa kelas I dengan jumlah 31 orang. Hasil survei mengenai gambaran kecemasan di SMU Muhammadiyah Surakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Hasil Survei Gambaran Tingkat Kecemasan di SMA Muhammadiyah Surakarta Range Skor Kecemasan (Kategorisasi) 1-4 (Ringan) 5-7 (Sedang) 8-10 (Berat) Sekolah Jumlah Prsentase Jumlah Prsentase Jumlah Prsentase SMA Muhammadiyah 1 8 25, 81% 19 61,29% 4 12,90% SMA Muhammadiyah 3 8 25,81% 16 51,61% 7 22,58% SMA Muhammadiyah 6 13 41,94% 17 54,84% 1 3,22% Survei yang dilakukan di SMU Muhammadiyah 1 Surakarta pada 31 orang siswa didapatkan hasil 8 siswa mengalami kecemasan ringan, 19 siswa mengalami kecemasan sedang dan 4 siswa mengalami kecemasan berat. Hasil Survei yang dilakukan di SMU Muhammadiyah 3 Surakarta pada 31 orang siswa adalah 8 siswa mengalami kecemasan ringan, 16 siswa mengalami kecemasan sedang dan 7 siswa mengalami kecemasan berat. Survei yang dilakukan di SMU Muhammadiyah 6 Surakarta pada 31 orang siswa didapatkan hasil 13 siswa mengalami kecemasan ringan, 17 siswa mengalami kecemasan sedang dan 1 siswa mengalami kecemasan berat. Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa lebih dari 50 % remaja mengalami kecemasan sedang.

Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan, yang memiliki sumber yang kurang jelas dan seringkali disertai dengan perubahan fisiologis dan perilaku. Berdasarkan DSM IV-TR perubahan fisiologis dan perilaku yang mengikuti kecemasan adalah gelisah atau perasaan tegang atau cemas, merasa mudah lelah, sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong, iritabilitas, ketegangan otot, dan mengalami gangguan tidur. Kecemasan bisa timbul secara mendadak atau secara bertahap selama beberapa menit, jam atau hari dan dapat berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa tahun. Kecemasan merupakan salah satu bagian dari respon yang penting dalam mempertahankan diri yaitu dengan menjadi unsur peringatan yang tepat dalam suatu keadaan yang berbahaya. Kecemasan menjadi tidak normal apabila menganggu keberfungsian individu secara normal dan membuat individu menjadi tidak adaptif dalam melakukan aktifitasnya. Kecemasan yang terjadi pada remaja salah satunya adalah kecemasan akademik. Kecemasan akademik adalah perasaan tegang dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, dan perasaan tersebut menganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis (Valiante & Pajares, 2000). Kecemasan akademis yang terjadi pada remaja diakibatkan karena tekanan akademik yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Tekanan akademik yang biasanya dialami oleh remaja adalah ujian, persaingan nilai, tuntutan waktu, guru, lingkungan kelas, karir dan masa depan (Bariyyah,

2013). Tuntutan tugas sekolah di satu sisi merupakanaktivitas sekolah yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan remaja, namun di sisi lain apabila tugas sekolah yang diberikan melebihi potensi remaja, maka akan dapat menimbulkan kecemasan akademik pada diri remaja tersebut. Kecemasan yang terjadi pada remaja dapat menghambat remaja untuk dapat memenuhi tugas-tugas perkembangannya, dikarenakan remaja yang mengalami kecemasan tidak dapat berfungsi secara optimal. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Mu arifah (2005) menyatakan bahwa individu yang mengalami kecemasan akan berdampak pada gangguan terhadap fungsi pikiran, fisiologis, psikologis serta mengganggu organ tubuh lainnya. Kecemasan yang berlebihan akan mengakibatkan remaja memiliki pikiran yang kacau (dissipation) dan gaya atribusi bermusuhan (Krahee, 2005). Kecemasan akademis yang terjadi pada remaja bisa menyebabkan perilaku yang tidak diinginkan seperti agresifitas yang berujung pada perkelahian, serta dapat menghambat remaja dalam mencapai prestasi. Penelitian yang dilakukan oleh Jasmine dan Fuad (2009) diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan agresifitas, sehingga remaja dengan kecemasan yang tinggi maka tingkat agresifitasnya akan tinggi, dan sebaliknya semakin rendah kecemasan maka semakin rendah agresivitas yang dimilikinya. Kecemasan yang terjadi pada individu dapat dicegah dengan berbagai cara. Wulandari (2004) pernah melakukan penelitian penggunaan modifikasi perilaku kognitif untuk mengurangi kecemasan. Hasil penelitiannya

menyatakan bahwa modifikasi perilaku kognitif efektif untuk mengurangi kecemasan, dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama. Rachmaniah (2012) juga meneliti intervensi lain untuk mengurangi kecemasan yaitu melalui psikoedukasi. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa psikoedukasi yang diberikan berpengaruh terhadap penurunan kecemasan dan koping pada orang tua yang memiliki anak dengan thalasemia mayor. Nurlaila (2011) melakukan penelitian mengenai pelatihan efikasi diri untuk menurunkan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir nasional, dan hasilnya siswa yang mendapat pelatihan efikasi diri secara signifikan menunjukkan adanya penurunan kecemasan dalam menghadapi UAN. Penelitian mengenai intervensi kecemasan juga dilakukan oleh Putri (2012) yang menggunakan intervensi kelompok cognitive behavioral therapy (CBT) untuk menurunkan kecemasan pada lansia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya penurunan kecemasan pada partisipan, hasil intervensi juga bergantung pada masalah yang dihadapi dan ketaatan partisipan saat mengikuti intervensi. Salah satu intervensi yang dapat mengatasi dan mencegah kecemasan dengan membuat kondisi psikologis tetap stabil yaitu resiliensi. Bonanno (2004) menyatakan bahwa resilensi berbeda dengan intervensi lain yang bertujuan untuk pemulihan (recovery) dalam suatu peristiwa yang merugikan atau menyebabkan trauma dan resilensi merupakan salah satu cara yang tepat dalam menghadapi peristiwa yang merugikan atau yang dapat menimbulkan trauma. Hal ini dikarenakan masa pemulihan diartikan sebagai kondisi normal

seseorang dalam memberikan jalan kepada batas psikopatologi (seperti gejala depresi atau stres pasca peristiwa trauma), biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan dan untuk penyembuhan total membutuhkan waktu satu hingga dua tahun, sedangkan resiliensi adalah kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan yang stabil. Resilensi adalah kemampuan seseorang dalam keadaan normal yang apabila dihadapkan pada peristiwa yang sangat berpotensi mennganggu seperti kematian orang terdekat atau peristiwa yang mengancam kehidupan dan kekerasan masih dapat bertahan dan relatif memiliki kestabilan dalam hal fungsi fisik maupun psikologis. Resiliensi adalah kapasitas untuk merespon sesuatu dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma, terutama untuk mengendalikan tekanan hidup sehari-hari (Reivich & Shatte, 2002). Resiliensi sangat penting dikembangkan sejak dini pada anakanak dan remaja sebagai bekal dalam menghadapi tantangan yang akan terjadi selama memenuhi tugas perkembangannya. Pentingnya membentuk dan mengembangkan resiliensi pada individu dalam menghadapi tantangan membuat para ahli tertarik untuk melakukan penelitian maupun kajian mengenai resiliensi. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Vick, Sharpley, & Peters (2010) menyatakan hasil bahwa resiliensi memiliki hubungan yang signifikan terhadap kecemasan dan depresi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Kathryn & Jonathan (2003) mengenai perkembangan skala resiliensi yaitu sakala CD-RISC memberikan hasil

bahwa skala resiliensi dapat dikembangkan untuk mengetahui gambaran kondisi klinis seseorang secara umum. Peningkatan nilai pada skala resiliensi CD-RISC menunjukkan seseorang dalam kondisi klinis yang baik, sedangkan penurunan nilai pada pada skala resiliensi CD-RISC menunjukkan seseorang dalam kondisi klinis yang kurang baik. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa resiliensi dapat dimodifikasi dan dikembangkan menjadi lebih baik. Berdasarkan pemaparan diatas lebih dari 50% siswa di SMU Muhammadiyah Surakarta mengalami kecemasan tingkat sedang. Salah satu faktor yang dapat membuat seseorang memiliki kondisi yang stabil ketika menghadapi kecemasan adalah resiliensi. Resiliensi dapat dibentuk melalui pelatihan. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana efektifitas pelatihan resiliensi dalam mengurangi kecemasan pada remaja. Pelatihan resiliensi yang diberikan dirancang sesuai dengan teori dan aspek pembentuk resiliensi. Pelatihan diberikan dengan cara ceramah, diskusi kelompok, penugasan dan role play selama satu hari. Pemberian pelatihan resiliensi dalam waktu satu hari mengacu pada efektifitas pelatihan resiliensi yang pernah dilakukan oleh Vita dan Irawan (2009) dalam meningkatkan asertifitas. Pelatihan resiliensi yang dilakukan oleh Vita dan Irawan (2009) dalam meningkatkan asertifitas dilakukan dalam satu hari dan mencakup tujuh sesi. Selain itu, pemberian pelatihan resiliensi dalam waktu sehari juga mengacu pada modul pengembangan resiliensi yang disusun oleh Suwarjo (2008). Dalam modul tersebut pelatihan diberikan dalam tujuh kegiatan yang

meliputi mempelajari ABC -mu, menghindari perangkap-perangkap pikiran, mendeteksi gunung es, menantang keyakinan-keyakinan, penempatan pikiran dan perspektif, penanganan dan pemfokusan, serta real-time resiliensi. B. Tujuan Penelitian Mengetahui efektifitas pelatihan resiliensi dalam menurunkan tingkat kecemasan pada remaja C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis a. Memperkaya kajian pada bidang Psikologi Klinis, khususnya pada bidang intervensi untuk remaja yang memiliki kecemasan. b. Memperkaya kajian pada bidang Psikologi Pendidikan, khususnya pada kajian mengenai kecemasan akademik. 2. Manfaat praktis a. Bagi psikolog Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi kepada psikolog mengenai salah satu alternatif intervensi untuk menurunkan kecemasan pada remaja.

b. Bagi remaja Penelitian ini diharapkan dapat membantu mereka mengurangi kecemasan dan membantu mereka untuk lebih tangguh dalam menghadapi masalah. c. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai kecemasan atau resiliensi pada remaja. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai resiliensi dan kecemasan sebelumnya pernah dilakukan oleh Vick, Sharpley, & Peters (2010), untuk mengetahui hubungan antara resiliensi, kecemasan, dan depresi dimana resiliensi sebagai variabel bebas sedangkan kecemasan serta depresi sebagai variabel terikat. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah adanyanya hubungan yang signifikan antara resiliensi dengan kecemasan dan depresi. Pada penelitian tersebut Vick, Sharpley, & Peters (2010) sama-sama meneliti mengenai reseiliensi namun menggunakan metode penelitian yang berbeda dengan peneliti yaitu dengan metode kuantitatif sedangkan peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Kathryn & Jonathan (2003) meneliti mengenai perkembangan skala resiliensi yaitu skala The Connor-Davidson Resilience scale (CD-RISC). Penelitian yang dilakukan untuk mengkaji mengenai manfaat skala CD-RISC dalam sebuah treatment tersebut menggunakan sample yang terdiri dari

masyarakat, pasien rawat jalan perawatan utama, pasien rawat jalan psikiatri umum, percobaan klinis gangguan kecemasan umum, dan dua percobaan klinis PTSD. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa tingkat resiliensi dapat digunakan untuk mengukur kesehatan mental seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat resiliensi yang tinggi, maka kesehatan mentalnya lebih baik dibanding dengan orang dengan tingkat resiliensi rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Kathryn & Jonathan (2003) tersebut hanya menggunakan satu variabel yaitu resiliensi dengan metode penelitian kualitatif sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan resiliensi sebagai variabel bebas dan kecemasan sebagai variabel terikat dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian resiliensi sebagai salah satu intervensi pernah dilakukan oleh Vita & Irwan (2009) untuk meningkatkan perilaku asertif pada remaja. Penelitian tersebut menggunakan metode eksperimen pre test- post test control design. Subjek yang terlibat dalam penelitian tersebut adalah siswa SLTP Negeri 2 Ngaglik Sleman Yogyakarta yang berusia 12 sampai 15 tahun. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa pelatihan resiliensi berpengaruh dalam meningkatkan asertifitas remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Vita & Irwan (2009) sama-sama menggunakan metode eksperimen dan variabel bebas resiliensi namun berbeda pada variabel terikatnya yaitu asertifitas sedangkan dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kecemasan akademik.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dipaparkan di atas, penelitian yang akan dilakukan mengenai pelatihan resiliensi terhadap kecemasan remaja memiliki perbedaan-perbedaan terhadap penelitian sebelumnya dalam hal variabel, subjek dan metode.