HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat Thermofisik Arang Sekam a. Bulk Density. b. Porositas. c. Konduktivitas Panas. d. Panas Jenis

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIMULASI POLA SEBARAN SUHU MEDIA TANAM ARANG SEKAM PADA SISTEM HIDROPONIK SUBSTRAT DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI

SIFAT THERMO-FISIK ARANG SEKAM (Thermo-physical Properties of Rice Husk Char)

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK ABSTRACT. Diterima : 10 Februari 2017; Disetujui : 20 Maret 2017; Online Published : 25 Juli 2017 DOI : /jt.vol11n1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Dr. Ridho Hantoro, ST, MT 2. Dyah Sawitri, ST, MT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) G-184

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

METODOLOGI PENELITIAN

9/17/ KALOR 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran A: Gambar Bagian- bagian dari Alat Penukar Kalor Berdasarkan Standar TEMA

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA

METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Kedatangan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

II. TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

BAB II LANDASAN TEORI

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

KALOR DAN KALOR REAKSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Termodinamika. Energi dan Hukum 1 Termodinamika

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

TAKARIR. Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik. : Kerapatan udara : Padat atau pejal. : Memiliki jumlah sel tak terhingga

Kaji Numerik Pengkondisian Udara di Workshop Teknik Mesin Universitas Majalengka Menggunakan Autodesk Simulation CFD 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

Copyright all right reserved

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI

BAB V KESIMPULAN UMUM

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5

ANALISIS CFD DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KELEMBABAN RELATIF PADA PROSES DEHUMIDIFIKASI SAMPLE HOUSE DENGAN KONSENTRASI LIQUID DESSICANT 30%

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN RELATIF PADA RUMAH TANAMAN (GREEN HOUSE) DENGAN SISTEM HUMIDIFIKASI

BAB 3 PEMODELAN 3.1 PEMODELAN

Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Thermofisik Arang Sekam a. Bulk Density Bulk density arang sekam adalah massa arang sekam setiap satuan volume arang sekam. Semakin tinggi bulk density suatu benda maka akan semakin besar pula massa setiap volumenya. Perhitungan bulk density dilakukan dengan menggunakan Persamaan 6. Dari hasil pengukuran, didapatkan bulk density arang sekam sebesar 0.015324 gram/ml atau setara dengan 15.324 kg/m 3. Bulk density arang sekam lebih rendah bila dibandingkan dengan bulk density sekam, yaitu 100 kg/m 3 (Deptan, 2009). Hal ini berarti dalam massa yang sama arang sekam memiliki volume yang lebih kecil bila dibandingkan dengan volume sekam. Bulk density arang sekam lebih rendah bila dibandingkan dengan bulk density sekam, disebabkan perlakuan penguraian karena panas, yaitu pyrolisis. Tabel pengukuran bulk density arang sekam dan langkah perhitungannya terdapat pada Lampiran 1. b. Porositas Porositas adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap fluida atau bahan formasi atau ruang-ruang yang terisi oleh fluida di antara zat-zat padat. Dari hasil pengukuran di dapatkan bahwa nilai porositas arang sekam sebesar 46% artinya dalam setiap 100 ml arang sekam, terdapat 46 ml ruang kosong yang dapat diisi oleh fluida. Nilai 46% adalah nilai yang sangat besar, karena hampir setengah dari volume arang sekam sebenarnya merupakan ruang kosong. Oleh sebab itu, arang sekam sangat baik bila digunakan sebagai media tanam, karena porositasnya yang tinggi memungkinkan arang sekam menyimpan air dan udara yang cukup untuk akar tanaman. Tabel pengukuran porositas arang sekam dan langkah perhitungannya terdapat pada Lampiran 2. c. Konduktivitas Panas Konduktivitas panas adalah kemampuan suatu benda untuk menghantarkan panas. Dari hasil pengukuran, nilai konduktivitas panas arang sekam adalah 0.0719 W/mK. Bila dibanding dengan kayu yang memiliki konduktivitas panas 0.13 W/mK, nilai konduktivitas panas arang sekam jauh lebih rendah. Ini artinya, kemampuan arang sekam menghantarkan panas jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu. Tabel pengukuran konduktivitas panas arang sekam terdapat pada Lampiran 3. d. Panas Jenis Panas jenis adalah kapasitas panas suatu zat setiap satuan massa. Kapasitas panas adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat setiap satu satuan suhu. Dari hasil pengukuran, nilai panas jenis arang sekam adalah 7.942 kj/kg o C, artinya setiap kilogram arang sekam akan membutuhkan 7.942 kj untuk menaikkan suhu setiap satuan derajat Celsius. Perhitungan panas jenis dilakukan dengan menggunakan Persamaan 7 dan Persamaan 8. Perhitungan panas jenis arang sekam dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai panas jenis arang sekam sangat tinggi bila dibandingkan dengan nilai panas jenis produk-produk pertanian lain misalnya kacang polong yang memiliki panas jenis sebesar 1.85kJ/kg o C. Hal ini kemungkinan besar karena arang sekam sudah diberikan perlakuan 16

berupa pyrolisis sehingga panas jenisnya sangat tinggi. Untuk menguji keakuratan hasil pengukuran, diukur pula panas jenis kayu dan arang kayu dengan alat yang sama. Dari hasil pengukuran, didapatkan hasil panas jenis kayu sebesar 3.853 kj/kg o C mendekati panas jenis air yaitu 4.2 kj/kg o C, sedangkan panas jenis arang kayu sebesar 7.046 kj/kg o C. Perhitungan panas jenis arang kayu dan kayu dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Pengukuran panas jenis arang sekam dapat dikatakan akurat, karena bila dibandingkan antara panas jenis kayu dengan panas jenis arang kayu, didapatkan hasil bahwa panas jenis arang kayu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan panas jenis kayu, sedangkan panas jenis kayu mendekati panas jenis air. Produk pertanian biasanya memang memiliki panas jenis yang mendekati panas jenis air. B. Suhu Lingkungan di Dalam Rumah Tanaman Suhu lingkungan di dalam rumah tanaman merupakan suhu yang paling berpengaruh terhadap terbentuknya sebaran suhu dalam media tanam arang sekam. Suhu lingkungan yang paling berpengaruh terhadap suhu arang sekam adalah suhu udara di dalam rumah tanaman dan suhu lantai rumah tanaman. Suhu udara di dalam rumah tanaman diukur pada koordinat (-3, 2, - 7.65) m, sedangkan suhu lantai diukur pada koordinat (-3.15, 0, -6) m, dengan koordinat (0, 0, 0) m adalah pada sisi depan sebelah kanan bawah rumah tanaman. Suhu udara di dalam rumah tanaman pasti lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di luar rumah tanaman. Hal ini disebabkan karena adanya radiasi gelombang panjang sinar matahari yang terperangkap di dalam rumah tanaman, sehingga menyebabkan suhu di dalam rumah tanaman menjadi lebih tinggi. Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah tanaman merupakan sinar matahari gelombang pendek berenergi tinggi. Setelah masuk melalui kanopi rumah tanaman akan dipantulkan oleh lantai rumah tanaman, berupa radiasi gelombang panjang dengan energi kecil. Dengan berkurangnya energi, sinar matahari tersebut menjadi tidak dapat menembus keluar dari kanopi rumah tanaman sehingga akan kembali memantul ke lantai rumah tanaman. Sinar tersebut akan memantul terus menerus, sehingga menyebabkan suhu udara didalam rumah tanaman menjadi tinggi. Dari hasil pengukuran selama tiga hari mulai dari tanggal 28 Maret 2011 pukul 16:20 hingga tanggal 31 Maret 2011 pukul 16:20, didapatkan suhu udara tertingi di dalam rumah tanaman adalah 35.40 o C yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 12:20, sedangkan suhu udara terendah adalah 22.70 o C yang terjadi pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu udara ratarata dalam rumah tanaman adalah 25.95 o C. Suhu lantai juga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya sebaran suhu di dalam media tanam arang sekam karena lantai bersinggungan langsung dengan polybag berisi arang sekam, oleh sebab itu dilakukan pengukuran terhadap suhu lantai di dalam rumah tanaman. Dari hasil pengukuran selama tiga hari, didapatkan hasil suhu lantai tertinggi adalah 40.40 o C, yang terjadi pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 12:50, sedangkan suhu terendah adalah 25.10 o C yang terjadi pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 06:20. Suhu lantai di dalam rumah tanaman rata-rata adalah 28.88 o C. Fluktuasi suhu udara dan suhu lantai di dalam rumah tanaman dari waktu ke waktu setiap harinya dapat dilihat pada Gambar 6. Data hasil pengukuran suhu udara dan suhu lantai dapat dilihat pada Lampiran 10. 17

Gambar 6. Grafik suhu udara dan suhu lantai rata-rata di dalam rumah tanaman (28 Maret 2011-31 Maret 2011) C. Suhu Media Tanam Arang Sekam di Dalam Polybag Suhu lingkungan akar merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal dari suatu tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik, terutama hidroponik substrat. Media tanam adalah tempat pertumbuhan akar, oleh sebab itu, suhu media tanam harus dikontrol agar suhu lingkungan akar optimal. Sebaran suhu di dalam arang sekam terbentuk karena adanya pengaruh dari suhu udara di dalam rumah tanaman. Perpindahan panas dari udara di dalam rumah tanaman ke dalam arang sekam terjadi secara konveksi. Selain itu, hal lain yang berpengaruh terhadap sebaran suhu arang sekam adalah suhu lantai di dalam rumah tanaman. Perpindahan panas dari lantai ke dalam arang sekam terjadi secara konduksi. Pengukuran sebaran suhu pada arang sekam dilakukan pada tanggal 28 Maret 2011 pukul 16:20 hingga 31 Maret 2011 pukul 15:50, pada dua buah polybag berukuran berbeda berisi arang sekam yang sama. Polybag berukuran 30 cm x 30 cm x 0.007 mm (polybag A) dan polybag berukuran 20 cm x 20 cm x 0.007 cm (polybag B). Polybag A diletakkan pada koordinat (-6, 0,- 3) m sedangkan polybag B diletakkan pada koordinat (-6, 0, -3.3) m. Dari hasil pengukuran, suhu rata-rata pada polybag A lebih besar dibandingkan dengan suhu rata-rata pada polybag B. Hal ini disebabkan karena polybag A berada di sebelah timur polybag B, sehingga mendapatkan radiasi matahari lebih besar dibandingkan dengan polybag B. Data suhu hasil pengukuran pada arang sekam dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Hasil pengukuran pada polybag A menunjukkan bahwa suhu tertinggi dalam polybag A adalah 37.90 o C yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 13:20. Suhu terendah pada polybag A adalah 24.30 o C yaitu pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu rata-rata di dalam polybag A selama tiga hari sebesar 28.02 o C. Hasil pengukuran pada polybag B menunjukkan bahwa suhu tertinggi dalam polybag B adalah 37.10 o C yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 13:20. Suhu terendah pada polybag B adalah 23.80 o C yaitu pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu rata-rata di dalam polybag B 18

selama tiga hari adalah sebesar 27.70 o C. Sebaran media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B dari waktu ke waktu dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik suhu arang sekam di dalam polybag A dan polybag B (28 Maret 2011 31 Maret 2011) D. Simulasi Computatinal Fluid Dynamics a. Penggambaran Geometri Geometri polybag dan arang sekam dibuat menggunakan software AutoCad 2008 yang kemudian dikonversi kedalam software SolidWorks 2010. Model polybag berisi arang sekam dan pengkondisian lingkungan di dalam rumah tanaman kemudian disimulasikan dengan flow simulation. Geometri polybag A dan B dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Model polybag dan computational domain dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 dengan sumbu z sebagai arah utara. Gambar 8. Domain dan geometri arang sekam dalam polybag A tampak piktorial 19

Gambar 9. Domain dan geometri arang sekam dalam polybag B tampak piktorial Tabel 2. Computational domain polybag A dan polybag B berisi arang sekam Computational Domain Polybag A Polybag B X min 5.46 m 5.49 m X max 6.66 m 6.63 m Y min 17.11 m 17.09 m Y max 17.82 m 17.77 m Z min -0.60 m -0.57 m Z max 0.60 m 0.58 m Geometri yang dibuat tidak tepat berada pada titik (0, 0, 0) m karena geometri tersebut merupakan hasil konversi dari software AutoCad ke software SolidWork. Seluruh computational domain berjarak 0.5 m dari dinding terluar polybag, kecuali untuk Y min yang berjarak 1 mm dari dinding terluar polybag yaitu dinding bagian bawah polybag. Hal ini dilakukan karena, bagian bawah polybag bersentuhan langsung dengan lantai rumah tanaman, sehingga jarak computational domainnya hanya sedikit lebih besar dari tebal polybag yaitu 0.07 mm. Letak computational domain pada sistem dapat dilihat pada Tabel 2. b. Analisa Sebaran Suhu Arang Sekam Pengukuran suhu dilakukan selam 3 x 24 jam mulai tanggal 28 Maret 2011 hingga 31 Maret 2011, namun data yang akan digunakan dalam simulasi adalah data pada pukul 12.20 pada tanggal 29 Maret 2011, data pukul 08:50 pada tanggal 30 Maret 2011, dan data pada pukul 05.50 pada tanggal 31 Maret 2011. Simulasi dibuat pada tiga waktu tersebut, karena pada waktu-waktu tersebut merupakan waktu saat suhu udara di dalam greenhouse mencapai nilai ekstrim, baik ekstrim atas maupun ekstrim bawah serta nilai medium diantaranya. Simulasi yang dilakukan adalah simulasi dengan tipe eksternal. Komponen yang digunakan sebagai masukan untuk pembuatan simulasi antara lain suhu udara, suhu lantai, suhu dinding polybag yang diasumsikan sama dengan suhu lantai, geometri polybag, karakteristik polybag dan karakteristik arang sekam. Output yang dihasilkan berupa potongan (irisan) kontur suhu media tanam arang sekam. Analisis aliran dan distribusi udara hasil 20

simulasi dilakukan pada domain. Hasil yang diperoleh ditampilkan dari tampak depan dan tampak atas pada setiap ketinggian pengukuran. Polybag didefinisikan sebagai suatu material solid dengan seluruh bagian luar polybag merupakan real wall. Polybag terbuat dari material Polyethylene low/medium density. Masukan suhu dinding polybag diasumsikan sama dengan suhu lantai karena tidak dilakukan pengukuran suhu pada dinding polybag. Pada Tabel 3 tersaji masukan pendefinisian sistem untuk polybag. Tabel 3. Masukan karakteristik polybag (Polyethylene low/medium density) Masukan Besaran Satuan Density 917 kg/m 3 Spesific heat 1842 J/(kgK) Conductivity type Isotropic Thermal conductivity 0.322 W/(mK) Melting suhue 0 K Suhu dinding pukul 12.20 (29 Maret 2011) 40.1 C Suhu dinding pukul 08:50 (30 Maret 2011) 27.7 C Suhu dinding pukul 05.50 (31 Maret 2011) 25.2 C Arang sekam di dalam polybag didefinisikan sebagai poros medium. Bila suatu benda didefinisikan sebagai poros medium, maka benda tersebut tidak dianggap sebagai benda solid, melainkan dianggap sebagai fluida yang memiliki nilai air flow resistance. Pada Lampiran 7 tersaji perhitungan nilai pressure drop pada arang sekam. Pada Gambar 10 tersaji tabel item properties arang sekam. Gambar 10. Tabel item properties arang sekam Nilai koefisien pindah panas yang diminta oleh software untuk melakukan perhitungan adalah nilai koefisien pindah panas konduksi dan nilai volumetric heat exchange coefficient. Nilai volumetric heat exchange coefficient digunakan untuk menghitung proses pindah panas konveksi dan radiasi yang terjadi pada sistem pindah panas, berupa arang sekam di dalam 21

polybag. Nilai volumetric heat exchange coefficient arang sekam diasumsikan sebesar 0.035 W/m 3 /K. Nilai tersebut adalah nilai yang diberikan oleh software Solidworks. Saat tabel item properties arang sekam diisi, nilai volumetric heat exchange coefficient sudah terisi dengan nilai tersebut. Cukup sulit mengetahui nilai volumetric heat exchange coefficient arang sekam, karena untuk mengetahuinya perlu dilakukan penelitian tersendiri. Pada simulasi ini, mesh yang digunakan adalah pada tingkat lima. Software solidworks melakukan proses perhitungan pada setiap bagian yang disebut dengan mesh. Terdapat delapan tingkatan mesh dimana, semakin tinggi tingkatan mesh yang digunakan maka akan semakin detail perhitungan yang dilakukan, karena bagian yang dihitung akan semakin kecil. Pada pembuatan simulasi, dipilih mesh tingkat lima, karena tingkatan tersebut dianggap paling optimal. Mesh tingkat empat tidak dipilih karena, kontur hasil simulasi tidak begitu halus, sedangkan mesh tingkat enam tidak dipilih karena memori computer yang tidak mendukung. Hasil iterasi menunjukkan jumlah cell yang terbentuk terdiri dari fluid cell dan partial cell. Iterasi dilakukan hingga global goals mencapai konvergen. Hasil iterasi dan jumlah cell yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Hasil iterasi dan jumlah cell Pukul 12:20 Pukul 05:50 Pukul 08:50 Polybag A Polybag B Polybag A Polybag B Polybag A Polybag B Iterasi 82 91 82 91 82 91 Fluid cell 65509 90888 65509 90888 65509 90888 Partial cell 1989 2096 1989 2096 1989 2096 c. Hasil Simulasi Computational Fluid Dynamics Gambar 11 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 12:20 tanggal 29 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 35.4 o C hingga 40.1 o C. Masukan yang digunakan adalah 35.4 o C untuk suhu udara lingkungan dan 40.1 o C untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Masukan suhu adalah suhu ekstrim tertinggi yang didapat pada saat pengukuran. Gambar 12 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 08:50 tanggal 30 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 25 o C hingga 27.7 o C. Masukan yang digunakan adalah 25 o C untuk suhu udara lingkungan dan 27.7 o C untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Data tersebut adalah data medium yang berada diantara waktu suhu ekstrim tertinggi dan suhu ekstrim terendah. Gambar 13 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 05:50 tanggal 31 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 22.7 o C hingga 25.2 o C. Masukan yang digunakan adalah 22.7 o C untuk suhu udara lingkungan dan 25.2 o C untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Masukan suhu adalah suhu ekstrim terendah yang didapat pada saat pengukuran. Dari gambar dapat dilihat bahwa pada masing-masing polybag, baik polybag A maupun polybag B terdapat arang sekam yang bersuhu lebih rendah di sekitar arang sekam yang bersuhu tinggi. Arang sekam bersuhu rendah secara umum merupakan arang sekam yang terletak di bagian tengah polybag, sedangkan arang sekam yang bersuhu tinggi merupakan 22

arang sekam yang terletak dekat dengan dinding dalam polybag, baik itu dinding vertikal maupun dinding bawah yang bersentuhan langsung dengan lantai. Dari gambar yang tersaji, dapat terlihat bahwa arang sekam di dalam polybag kecil pada suhu lingkungan yang sama memiliki sebaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran suhu arang sekam di dalam polybag besar. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B suhu paling tinggi yang terbentuk adalah 40.1 o C. Suhu paling rendah dalam sebaran suhu yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 36 o C, sedangkan suhu terendah yang terbentuk dalam sebaran suhu arang sekam di dalam polyabg B sekitar 37 o C. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B, suhu paling tinggi yang terbentuk pada sebaran suhu adalah 27.7 o C. Suhu paling rendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 25 o C, sedangkan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag B sekitar 26 o C. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B, suhu paling tinggi yang terbentuk pada sebaran suhu adalah 25.2 o C. Suhu paling rendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 22 o C, sedangkan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag B sekitar 23 o C. Perbedaan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A dan polybag B disebabkan karena perbedaan jumlah lubang pada polybag. Perbedaan jumlah lubang pada polybag A dan polybag B yang cukup signifikan menyebabkan sirkulasi udara di dalam polybag B lebih sedikit dibandingkan dengan sirkulasi udara di dalam polybag A, sehingga sebaran suhu arang sekam di dalam polybag B lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran suhu arang sekam di dalam polybag A. Dari hasil pengukuran, telah dijelaskan bahwa rata-rata suhu pada arang sekam di dalam polybag A lebih besar dibandingkan dengan rata-rata suhu pada arang sekam di dalam polybag B, karena polybag A berada disebelah timur polybag B sehingga polybag A mendapatkan radiasi matahari yang lebih banyak dibandingkan dengan polybag B. Namun, hasil simulasi menunjukkan polybag B memiliki nilai rata-rata suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu pada polybag A. Perbedaan ini terjadi karena pada saat pembuatan simulasi masing-masing polybag tidak didefinisikan berada di tempat yang sama. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan computational domain yang berjarak 0.5 m dari dinding terluar masing-masing polybag. Padahal kenyataannya, dalam jarak 0.5 m tersebut terdapat polybag lain berisi arang sekam, juga terdapat sistem hidroponik rakit apung dan sistem hidroponik NFT yang sebenarnya dapat menjadi penghalang bagi radiasi matahari ke polybag berisi arang sekam. 23

T udara = 37 o C T lantai = 40.1 o C Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B Tampak depan 21 cm 18 cm (5 dan 3 cm (10 dan 6 cm (15 dan 9 cm 19.5cm 15cm Gambar 11. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 12.20 (29 Maret 2011) 24

T udara = 25 o C T lantai = 27.7 o C Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B Tampak depan 21 cm 18 cm (5 dan 3 cm (10 dan 6 cm (15 dan 9 cm 19.5cm 15cm Gambar 12. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 08.50 (30 Maret 2011) 25

T lantai = 22.7 o C T lantai = 25.2 o C Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B Tampak depan 21 cm 18 cm (5 dan 3 cm (10 dan 6 cm (15 dan 9 cm 19.5cm 15cm Gambar 13. Sebaran suhu arang sekam pada pukul 05.50 (31 Maret 2011) 26

E. Validasi Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran suhu media tanam arang sekam hasil pengukuran dan hasil simulasi memiliki sedikit perbedaan. Pengukuran sebaran suhu media tanam arang sekam dilakukan pada 18 titik, masing-masing sembilan titik untuk setiap polybag. Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data ekstrim tertinggi tersaji pada Gambar 14. Gambar 14. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (29 Maret 2011, pukul 12:20). Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data pukul 08:50, tanggal 30 Maret 2011 tersaji pada Gambar 15. Gambar 15. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (30 Maret 2011, pukul 08:50). 27

Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data ekstrim terendah tersaji pada Gambar 16. Gambar 16. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (31 Maret 2011, pukul 05:50). Perbedaan hasil pengukuran dan hasil simulasi terjadi karena beberapa hal, diantaranya suhu dinding luar polybag diasumsikan sebagai suhu lantai yang sangat tinggi kemungkinan besar menjadi penyebab sebaran suhu hasil simulasi pada tanggal 29 Maret 2011 berada jauh diatas sebaran suhu hasil pengukuran. Peletakan thermocouple saat melakukan persiapan pengukuran juga sangat besar pengaruhnya pada perbedaan ini. Bila thermocouple diletakkan tidak tepat pada titik yang diharapkan, maka thermocouple akan mengukur suhu pada titik yang berbeda dengan titik sampel yang diambil pada hasil simulasi. Hal ini akan menyebabkan perbedaan nilai sebaran suhu hasil simulasi dibandingkan dengan hasil pengukuran. 28

Gambar 17. Hubungan linier antara sebaran suhu arang sekam hasil simulasi dengan hasil pengukuran Pengujian keakuratan hasil simulasi dapat dilakukan dengan analisis regresi yang terbentuk pada hubungan linier antara sebaran suhu media tanam arang sekam hasil simulasi dengan sebaran suhu media tanam arang sekam hasil pengukuran yang ditunjukkan pada Gambar 17. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa dari persamaan linier y = ax + b, nilai a sebesar 1.350 dan b sebesar 9.586. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CFD dapat digunakan untuk memprediksi sebaran suhu media tanam arang sekam dengan akurasi yang baik. Hal ini didukung oleh nilai a yang mendekati 1, serta nilai korelasi R 2 sebesar 0.969 dimana nilai ini mendekati 1 yang menunjukkan keragaman data. Nilai b seharusnya mendekati 0, namun pada persamaan linier tersebut didapatkan nilai b yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh homogenitas arang sekam pada saat pengukuran. 29