BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang "Pada masa sekarang ini, segala sesuatu yang mampu memberi makna cenderung berkembang lebih cepat", ujar Bob Johansen (Uprising: How To Build a Brand and Change The World By Sparking Cultural Movements, p6). Mengacu pada pendapat tersebut, tidak heran jika saat ini banyak perusahaan yang mulai mengkomunikasikan nilai-nilai yang dijunjungnya untuk menarik perhatian pelanggan. The Body Shop, Pfizer, Mahindra, dan Innocentive adalah contoh perusahaanperusahaan yang mulai sadar untuk mengkomunikasikan nilai-nilainya. Nilai perusahaan tersebut akhirnya menciptakan gerakan sosial sehingga membuat dunia menjadi lebih baik. The Body Shop selama ini mengandalkan nilai yang dijunjung untuk mengenalkan mereknya. Sebagai sebuah perusahaan kecantikan, The Body Shop tidak mengkampanyekan keunggulan produk yang dimilikinya tetapi lebih mengedepankan nilai yang diyakininya, seperti perlindungan terhadap alam, perlawanan terhadap pengetesan kepada binatang untuk suatu produk yang lazim dilakukan di industri kecantikan, mendukung perdagangan yang adil, membela hak asasi manusia dan juga mengajak pelanggannya untuk lebih percaya diri. Pada akhirnya nilai-nilai ini justru membuat pelanggannya membeli produk The Body Shop. Nilai-nilai ini pada akhirnya menimbulkan gerakan sosial yang mampu mengajak pelanggannya untuk mendukung 1 setiap kegiatan The Body Shop. Efek dari nilai-nilai tersebut juga membentuk
komunitas The Body Shop karena pelanggan ikut merasakan dan meyakini nilai yang dijunjung The Body Shop. Serupa dengan The Body Shop, perusahaan lain seperti Pfizer, Mahindra, dan Innocentive juga mengandalkan nilainya untuk memberitahu misi mereka dalam berbisnis. Pfizer dengan gerakan melindungi alam dan perlindungan kesehatan bagi lingkungan di sekitarnya, Mahindra dengan ajakan kepada orang-orang untuk bangkit menjalani hidup yang lebih baik dan Innocentive dengan seruan kepada setiap orang untuk berani menerima tantangan dan pemberian solusi adalah contoh-contoh perusahaan yang berhasil menempatkan mereknya di hati pelanggan. Akibat dari nilai tersebut mulai timbul gerakan sosial karena pelanggannya ikut merasakan apa yang menjadi tujuan perusahaan itu eksis. Mengacu pada Dobni dan Zinkhan yang mengatakan bahwa orang membeli suatu produk dari merek tertentu lebih daripada sekedar atribut fisik dan fungsi (In Search Of Brand Image: Foundation Analysis, p110) maka tren bisnis yang mengarah pada suatu nilai yang menimbulkan gerakan sosial dirasakan sangat penting pada saat sekarang ini. Fournier mengindikasikan kalau pelanggan memilih sebuah merek karena merasakan sebuah ikatan kepada perusahaan tersebut yang memiliki tujuan dan passion yang sama dengan pelanggan (Consumer and Their Brands: Developing Relationship Theory in Conusmer Research). Oleh karena itu, jelas saat ini perusahaan harus bisa menyampaikan nilainya dengan baik sehingga mampu diterima oleh pelanggannya yang memiliki keyakinan yang sama. Melihat tren bisnis yang ada, kami mencoba untuk membuat bisnis yang memiliki potensi untuk berkembang dengan baik dan juga mampu mendukung gerakan sosial. Menilik beberapa industri yang ada di Indonesia, kami melihat industri kreatif memiliki masa depan yang cerah. Industri kreatif makin menunjukkan
perannya dalam memberi sumbangan terhadap kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat sektor-sektor yang memiliki kontribusi yang tinggi bagi pertumbuhan ekonomi antara lain industri fashion, kerajinan, serta komputer dan piranti lunak. Industri fashion memiliki kontribusi tertinggi yaitu sebesar 44.3% dari total kontribusi industri kreatif (Neraca.co.id, 12 Juni 2012). Mengacu pada kontribusi yang cukup besar tersebut, dapat dikatakan industri fashion memiliki potensi yang sangat besar untuk terus berkembang. Perkembangan ini dapat dilihat dari kemunculan beberapa brand lokal dan event tahunan yang menjadi media perkenalan dan pemasaran produk lokal yang berkualitas. Brightspot Market dan Trademark merupakan event tahunan yang dilakukan di Kota Jakarta dan Kota Bandung yang bertujuan untuk memperkenalkan produk-produk fashion lokal. Maraknya perkembangan dunia fashion membuat industri ini menjadi menarik untuk digarap oleh para pelaku bisnis. Industri ini menarik karena fashion merupakan kebutuhan semua segmen mulai dari bayi hingga orang tua. Fashion bisa meliputi pakaian, sepatu, tas, perhiasan dan aksesori lainnya yang dapat membuat penampilan seseorang menjadi lebih sempurna. Pertumbuhan clothing lokal yang meningkat sebesar enam persen pada tahun 2011, menunjukkan bahwa pakaian merupakan salah satu produk dari kategori fashion yang paling diminati untuk dijual (mediaindonesia.com, Maret 2011). Selama tiga bulan observasi yang kami lakukan, bisnis clothing umumnya menyasar pada kalangan anak muda dengan tawaran dan fitur produk yang hampir sama sehingga persaingan diantaranya menjadi cukup ketat. Pengamatan yang kami lakukan di Kota Jakarta dan Bandung juga menemukan bahwa ternyata belum banyak perusahaan lokal yang memfokuskan diri
untuk kalangan bayi atau anak-anak walaupun pasarnya besar. Besarnya potensi pasar yang dapat diraih dapat ditunjukkan oleh besarnya tingkat kelahiran bayi di Indonesia. Menurut data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di Indonesia ada sekitar 4-5 juta bayi yang lahir dalam setahun. Pada tahun 2011 lalu, tercatat ada sekitar 4.372.600 kelahiran (depkes.go.id, Juli 2011). Selain itu ketika dilakukan penelusuran pencarian di dunia online, orang-orang yang memiliki minat dalam pencarian baju bayi setiap bulannya terdapat sekitar 60.500 orang (Research: Google Keyword Tool External). Jumlah ini terhitung besar dan jika bisa dimanfaatkan maka akan berpotensi mendatangkan keuntungan. Berdasarkan pengamatan ternyata belum banyak perusahaan lokal yang fokus menggarap bisnis baju bayi. Apabila ingin mencari baju bayi yang bermerek, kebanyakan baju bayi bermerek di Indonesia itu adalah merek-merek asing seperti Mothercare, ZARA Baby, Moonson dan lainnya. Belum ada perusahaan lokal yang mampu mencuri perhatian masyarakat dengan produk baju bayinya. Apabila mencari yang kurang dikenal mereknya, barulah ditemukan merek-merek lokal tetapi kualitasnya kurang bagus. Oleh karena itu baju bayi lokal berkualitas masih memiiki peluang besar untuk sukses. Berdasarkan kondisi di atas, kami memutuskan untuk terjun ke dalam bisnis baju bayi. Hanya saja, kami tidak akan sekedar membangun bisnis baju bayi biasa karena tidak akan membedakan kami dengan kompetitor yang ada. Kami akan membuat baju bayi yang jumlahnya terbatas untuk menjaga keotentikan dan eksklusivitas desain sehingga orang tua tidak perlu merasa kikuk apabila bertemu bayi lainnya yang memiliki baju yang sama. Harga yang kami berikan juga mampu bersaing di pasaran dengan posisi sedikit lebih tinggi di atas merek lokal lain dan lebih rendah dibanding merek impor seperti Mothercare dan kualitas produk kami
sama seperti merek impor. Selain itu ada misi sosial yang kami ingin terapkan yaitu dengan konsep 1 untuk 1 dimana setiap 1 baju yang terjual maka kami akan menyumbangkan baju lainnya kepada bayi yang membutuhkan. Saat ini menurut data dari BPS, jumlah penduduk miskin adalah sebesar 29,89 juta orang. Dilihat dari statistik tersebut, kami mencermati bahwa peranan Komoditi Bukan Makanan seperti pakaian jadi anak-anak menyumbang 2,1% di daerah perkotaan dan 1,72% di daerah pedesaan yang memberi pengaruh terhadap garis kemiskinan (Survei Sosial Ekonomi Nasional, September 2011). Oleh karenanya tidak heran jika setiap melintasi lampu merah atau melihat orang-orang yang hidup di kolong jembatan, banyak anak kecil termasuk bayi yang memakai pakaian kotor ketika mengenakan pakaian sehari-hari. Sehingga dengan konsep 1 untuk 1, kami bisa membantu bayi-bayi tersebut mendapatkan baju yang layak. Kami akan mengajak artis atau orang terkenal yang memiliki kepedulian terhadap misi sosial untuk ikut mendesain baju bayi kami. Kami berharap dengan adanya mereka, maka merek kami akan cepat dikenal oleh masyarakat dan penjualan akan berjalan dengan baik karena mereka merasa kalau desain baju yang dibeli dibuat oleh artis atau orang terkenal. Selain itu kami juga akan membuat baju bayi ini dari bahan katun combed 30S sehingga memiliki serat benang yang lebih halus. Katun combed ini memiliki serat kapas yang lebih panjang dan menjadikan kapas jarang memiliki NAP (sambungan kapas dalam pilinan). Oleh karenanya hasil rajutan dan penampilan lebih rata. Untuk menjadi baju bayi yang berkualitas tinggi, kami juga akan menggunakan sablon yang ramah lingkungan menggunakan bahan sablon berbasis air. Baju bayi kami akan kami jual melalui website. Kami memilih masuk ke dunia online karena jangkauannya yang lebih luas. Selain itu, dunia e-commerce Indonesia
juga memperlihatkan tren yang positif dengan bermunculannya perusahaanperusahaan retail yang melihat potensi online Indonesia yang terus tumbuh. Tercatat menurut Mastercard Worldwide Online Shopping Survey, dari jumlah 55 juta pengguna internet, Indonesia mencatat kenaikan 15% dalam hal berbelanja online menjadi 76% pengguna internet Indonesia pernah berbelanja online dan yang lebih meyakinkan kami adalah fakta bahwa belanja pakaian menempati urutan pertama dalam daftar barang yang menjadi objek jual beli online. Teknologi juga semakin memudahkan kami untuk menyebarkan misi kami kepada orang-orang sehingga pesan yang ada akan tersebar lebih cepat. 1.2. Business Plan Creation Framework Dalam membangun bisnis model Tallulah, kami merancangnya dalam beberapa langkah yang dimulai dari pencarian ide bisnis hingga membuat prototype. Kami menggunakan The Nine Building Block dari Business Model Generation oleh Osterwalder & Pigneur (2010) untuk membangun bisnis ini yang bermula dari menentukan segmentasi customer hingga struktur biaya. Customer Segments Blok ini melingkupi segmentasi pasar dari bisnis kami dan seberapa besar dan potensial pasar yang kami incar. Value Propositions
Kami perlu untuk melakukan diferensiasi pada produk atau brand kami untuk memastikan konsumen lebih memilih untuk membeli produk atau memakai brand kami dibandingkan dengan kompetitor. Channels Blok ini menjelaskan mengenai bagaimana kami mendistribusikan produk kami untuk mencapai pasar yang dituju. Customer Relationships Blok ini menjelaskan strategi yang kami bangun dalam menjaga hubungan dengan pelanggan kami. Revenue Streams Blok ini menjelaskan bagaimana kami mendapatkan uang sebagai hasil dari value propositions kami. Key Resources Aset kami yang paling berharga dalam menjalankan bisnis ini untuk mencapai objektif bisnis akan dijelaskan dalam blok ini. Key Activities Berbagai kegiatan yang kami lakukan dalam menjalankan bisnis model.
Key Partnerships Blok ini menjelaskan mengenai siapa-siapa saja partner kami dalam menjalankan bisnis. Cost Structure Semua elemen dalam bisnis model yang kami lakukan akan terlihat hasilnya dari struktur biaya. Ini menjelaskan mengenai biaya yang kami gunakan dalam menjalankan bisnis.