Bab I Pendahuluan. Sepeda motor merupakan jenis transportasi umum yang sering digunakan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lalu lintas dan angkutan jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, nyaman,

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan yang segara diselesaikan oleh individu, sehingga seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan mudah. Hal ini berpengaruh terhadap pergeseran kebutuhan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu pula.

BAB I PENDAHULUAN. heran karena seirama dengan kemajuan dalam berbagai kehidupan, pertambahan

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

BAB I PENDAHULUAN. pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

1. PENDAHULUAN. tidur hingga kembali tidur. Menurut Harold Lasswell, lalu lintas dimana polisi lalu lintas bertindak sebagai komunikator

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepeda motor saat ini menjadi super booming, dan menjadi alat angkut

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

BAB I PENDAHULUAN. Aman dalam berkendara, bukanlah sebuah slogan sebuah instansi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menggambarkan budaya bangsa. Kalau buruk cara kita berlalu lintas maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di sekitar jalan raya, sehingga undang-undang ini memiliki fungsi hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah

terbanyak keempat didunia, menurut Akbar (2015), jumlah penduduk mencapai

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. banyak menyita perhatian masyarakat dan menjadi masalah yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian

BAB I PENDAHULUAN. transportasi pribadi khususnya sepeda motor guna mempercepat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

PENGARUH LAYANAN INFORMASI TATA TERTIB LALU LINTAS TERHADAP SIKAP BERLALULINTAS SISWA KELAS XII IPS (Studi di SMA Negeri 1 Palu )

BAB III PRAKTIK MASYARAKAT KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN MEMILIKI MODA ANGKUTAN DAN KETAATAN TERHADAP LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengguna jalan itu bukan hanya satu, dua atau tiga orang. Belasan,

Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas PERTEMUAN 9 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

BAB I PENDAHULUAN. sepeda motor yang tidak memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi). Kurangnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penggemar sepeda motor gede (moge) jumlahnya semakin bertambah dengan seiringnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KEDISIPLINAN BERLALU LINTAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR SKRIPSI

ANALISIS PELANGGARAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. dengan Kampus, sekolah, dan rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelian kendaraan bermotor yang tinggi. motor meningkat setiap tahunnya di berbagai daerah.

BAB II TATA TERTIB LALU LINTAS BAGI KENDARAAN BERMOTOR. yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DI BAWAH UMUR DI DESA RANCAMANYAR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widya Budhi Wicoksono, 2013

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang permasalah. Semua makhluk hidup pasti sangat membutuhkan lalu lintas, untuk berpindah

BAB I PENDAHULUAN. yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Artinya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1,24 juta jiwa meninggal dunia dan sekitar 50 juta jiwa mengalami luka berat dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Berdasarkan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku

Transkripsi:

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Sepeda motor merupakan jenis transportasi umum yang sering digunakan oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia, baik yang masih berusia anak-anak, remaja, dan dewasa. Hampir setiap rumah di Indonesia memiliki satu kendaraan bermotor bahkan lebih. Menurut Badan Pusat Statistik (dalam Databooks, 2017), pada tahun 2015 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 121,39 juta unit, dari jumlah kendaraan bermotor tersebut yang paling banyak adalah sepeda motor dengan jumlah 98,88 juta unit (81,5 persen). Diikuti mobil pribadi dengan jumlah 13,48 unit (11,11 persen), kemudian mobil pengangkut barang dengan jumlah 6,6 juta unit (5, 45 persen), serta mobil bis dengan jumlah 2,4 juta unit (1,99 persen) dari total kendaraan. Namun sayangnya, banyaknya masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor tidak diikuti dengan kesadaran berkendara yang baik seperti menggunakan helm, tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, dan kapasitas di luar kemampuan berkendara, sehingga mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. Menurut Badan Intelejen Negara (2013), kecelakaan lalu lintas di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dianggap menjadi pembunuh terbesar ke tiga setelah penyakit jantung koroner dan tuberculosis/tbc. Pada tahun 2011, data WHO menyebutkan terdapat kurang lebih 400.000 korban kecelakaan lalu lintas berusia di bawah 25 tahun, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan lalu lintas menjadi penyebab paling utama pada kematian remaja di dunia dengan rentang usia 10-24 tahun. 1

2 Dewasa ini angka kecelakaan lalu lintas semakin meningkat karena masyarakat menempatkan transportasi menjadi kebutuhan hidup sebagai akibat dari aktivitas perekononian, sosial dan sebagainya. Oleh karena itu, kecelakaan dalam dunia transportasi memiliki dampak yang signifikan dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat. Di Indonesia faktor utama penyabab terjadinya peningkatan kecelakaan lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat serta kelalaian masyarakat dalam mengendarai kendaraan bermotor. Menurut Badan Intelejen Negara (2013), dari data kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang, sedangkan pada tahun 2011 terjadi kecelakaan sebanyak 109.776 kasus kecelakaan dengan korban meninggal sebanyak 31.185 orang. Kementrian Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) juga menyebutkan terjadi sebanyak 120.226 kali kecelakaan lalu lintas terutama pengendara sepeda motor dalam setahun ini. Kecelakaan lalu lintas juga bisa disebabkan oleh ketidak taatan pengguna kendaraan bermotor dalam mematuhi aturan berlalu lintas. Menurut Setiawan (2014), salah satu faktor yang paling dominan penyebab terjadinya kecelakan lalu lintas yaitu faktor kesalahan manusia (human error), karena tingkat kesadaran dan kepatuhan yang dimiliki pengendara terhadap peraturan lalu lintas masih sangat rendah. Seperti halnya di kota besar yang sering ditemui banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan, terutama oleh pelajar. Mereka yang melanggar kebanyakann tidak menaati aturan-aturan yang sudah ditetapkan, seperti tidak meiliki SIM, tidak membawa STNK, pelanggaran marka jalan, melanggar rambu-rambu lalu lintas, dan berbonceng tiga orang. Data dari Korps Lalu lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia (2013), selama kurun waktu 2010-2013 menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia banyak

3 terjadi pada kelompok usia 15-25 tahun atau usia remaja. Di Indonesia, batasan remaja dengan mengacu kepada standar BKKBN remaja berada di usia 10-24 tahun (Kemenkes, 2014). Data tersebut menjelaskan mengenai kecelakaan lalu lintas secara umum, sedangkan untuk gambaran mengenai jumlah kendaraan yang paling banyak mengalami kecelakaan menurut jenis kendaraan sesuai dengan data dari Korps Lalu lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia (2013), adalah sepeda motor yang mencapai lebih dari 30.000 kasus kecelakaan dibandingkan dengan kendaraan lainnya, akan tetapi masih disebabkan oleh penyebab umum. Adapun penyebab spesifik pemicu terjadinya kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda motor menurut Korps Lalu lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia (2013), disebabkan oleh tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dalam berkendara hampir 8000 kecelakan. Di posisi kedua disebabkan pengendara tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas dengan jumlah sebanyak 5.000 kecelakaan. Kemudian posisi ketiga disebabkan pengendara melanggar batasan kecepatan maksimum dan minimum dengan jumlah sebanyak 2.000 kecelakan. Selanjutnya, hampir 2000 kecelakaan disebabkan oleh pengemudi yang mengemudikan kendaraan dengan tidak wajar dan pengemudi tidak memberikan isyarat saat akan berpindah lajur ke samping. Pengendara merupakan pemeran yang penting dalam berlalu lintas selain dari pada kendaraan, jalanan serta lingkungan. Menurut Noor (2015), faktor utama yang berperan besar dalam pelanggaran kedisiplinan lalu lintas di dunia adalah pengendara, adapun faktor utama dalam pengendara yang dimaksud yaitu kesalahan pengendara. Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Arianto (2009, seperti dikutip dalam Noor, 2015), menyatakan bahwa terdapat sebanyak 91 persen kecelakaan yang pernah terjadi disebabkan oleh kesalahan pengendara, kemudian 5 persen kecelakaan disebabkan oleh faktor kendaraan, 3 persen disebabkan faktor jalanan, dan 1 persen kecelakaan disebabkan oleh faktor lingkungan.

4 Kesalahan yang dilakukan oleh pengendara menjadi faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas, kesalahan yang dilakukan banyak terjadi karena pengendara tidak mengindahkan kedisiplinan dalam berlalu lintas. Sary & Widodo (2014) mengatakan bahwa kedisiplinan berlalu lintas adalah suatu prilaku yang mematuhi hukum serta aturan yang mengatur gerak atau mudiknya kendaraan dan orang di jalan agar menjadi aman, cepat, lancar, tertib dan teratur. (h. 568). Hary (2008, seperti dikutip dalam Noor, 2015) mengatakan bahwa kedisiplinan berlalu lintas adalah adalah seseorang mematuhi apa yang tidak boleh pada saat berlalu lintas dijalan, baik dalam rambu ataupun tidak, dimana larangan larangan tersebut termuat didalam Undangundang disiplin berlalu lintas. (h. 629). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2009), dijelaskan bahwa perilaku pengguna jalan, baik bermotor maupun tidak harus mematuhi peraturan yang sesuai dengan undang-undang atau peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan. Pada dasarnya remaja yang menggunakan kendaraan bermotor sudah mengetahui tentang peraturan-peraturan berkendara, seperti harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas, memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), mengemudikan kendaraan harus sesuai dengan batas kecepatan maksimum dan minimum dan pengendara harus memberikan isyarat saat akan berpindah lajur ke samping, akan tertapi pengetahuan yang mereka miliki masih berlawanan dengan yang mereka lakukan. Sejalan dengan itu, data yang diperolah dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan beberapa siswa dan siswi di SMA X Kabupaten Bandung telah memberikan sedikit

5 gambaran bahwa banyak dari siswa dan siswi yang telah mengetahui peraturan-peraturan dalam berlalu lintas, seperti mematuhi rambu-rambu lalu lintas, memiliki kelengkapan surat-surat kendaraan, memakai helm dalam berkendara dan lain sebagainya. Sebagian dari siswa dan siswi mengakui bahwa terkadang mereka tidak disiplin dalam berlalu lintas seperti tidak memiliki kelengkapan surat kendaraan, menerobos lampu merah, parkir sembarangan, dan pelanggaranpelanggaran lainnya. Setelah dilakukan wawancara lebih lanjut mengenai alasan siswa dan siswi melakukan pelanggaran tersebut, beberapa dari siswa dan siswi mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan karena mereka merasa sistem penegakan hukum yang ada di Indonesia kurang begitu ketat sehingga membuat mereka berani melakukan pelanggaran dalam berlalu lintas. Hasil dari wawancara juga menyebutkan bahwa siswa dan siswi tersebut mengetahui beberapa dampak dari pelanggaran berlalu lintas yang dilakukan tersebut seperti akan dikenai peringatan dari pihak berwajib atau bahkan mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Hal tersebut menandakan bahwa pengetahuan yang mereka miliki belum diinternalisasikan dengan baik. Internalisasi nilai-nilai berkaitan dengan proses kognitif dan tugas perkembangan. Menurut Suntrock (2003), Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa sebagai masa perkembangan fisik, kognitif, dan sosial-emosional yang memberi tantangan, peluang-peluang dan pertumbuhan yang besar sekali. Disamping itu, remaja juga akan mengalami perkembangan moral seiring dengan luasnya interaksi yang pernah ia alami. Menurut Suntrock (2003), dasar-dasar terbentuknya moral pada diri seseorang berasal dari interaksinya dengan keluarga dan akan menjadi acuan bagi remaja ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya terutama dalam pengambilan suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan.

6 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pada remaja, yakni hambatan waktu dan keterlibatan emosional. Menurut Desmita (2005), pengambilan keputusan pada diri seorang remaja (decision making) merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir, hasil dari perbuatan berpikir tersebut dinamakan keputusan. Masa remaja merupakan masa dimana terjadinya peningkatan perbuatan berpikir guna mendapatkan keputusan-keputusan untuk melakukan suatu tindakan. Dibandingkan dengan anak-anak, remaja lebih kompeten dalam proses pengambilan keputusannya. Dengan demikian, remaja yang lebih tua akan lebih matang dalam pengambilan keputusannya dibandingkan dengan remaja yang lebih muda. Keterampilan pengambilan keputusan pada remaja yang lebih tua dirasa lebih matang dibandingkan dengan remaja yang lebih muda karena pada remaja yang lebih tua proses pemilihan keputusan, pengujian situasi dari berbagai perspektif, pengantisipasian akibat dari sebuah keputusan serta pertimbangan dalam kredibilitas sumber yang akan dijadikan rujukan dirasa lebih mantap sehingga keputusan yang diambipun jauh dari perbuatan menyimpang. Perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh remaja berupa pelanggaran disiplin berlalu lintas dapat mengembangkan lebih banyak lagi peluang pada remaja untuk terlibat dalam jenis pelanggaran-pelanggaran lainnya serta menghasilkan orientasi pandangan yang buruk dari masyarakat. Sehingga tidak jarang remaja mengalami keterpaksaan untuk mengambil keputuhan yang salah oleh karena orientasi masyarakat terhadap remaja dan kegagalannya dalam mendapatkan pilihan-pilihan yang memadai dari masyarakat. Meskipun remaja dirasa sudah bisa mengambil keputusan dengan baik, akan tetapi proses pengawasan terutama dari orang tua dirasa masih sangat diperlukan agar remaja lebih bisa mendapatkan pengarahan terhadap keputusankeputusan yang akan mereka pilih.

7 Bandura (1986, dalam Detert, Trevino & Sweitzer, 2008) mengatakan bahwa people make unethical decisions when moral selfregulatory processes that normally inhibit unethical behavior are deactivated via use of several interrelated cognitive mechanisms collectively labeled moral disengagement (374). Dapat diartikan bahwa orang-orang dapat membuat keputusan yang tidak sesuai dengan etika karena proses regulasi diri moralnya tidak aktif pada saat terjadi penggunaan mekanisme kognitif yang berkaitan secara bersama-sama, ketidak aktifan dari regulasi diri moral ini disebut moral disengagement. Lebih lanjut, Bandura (1986, dalam Detert, Trevino & Sweitzer, 2008) mengatakan bahwa Moral Disengagement expalins why otherwise normal people are able to engage in unethical behavior without apparent guilt or self-cencure. (374). Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa moral disengagement menjelaskan tentang mengapa seseorang yang normal dapat melakukan tingkah laku yang tidak sesuai dengan etika tanpa merasa bersalah. Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui dan meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara Moral Disengagement dengan Disiplin Berlalu Lintas. Maka, peneliti mengambil judul Hubungan Moral Disengagement Dengan Disiplin Berlalu Lintas (Pada Siswa/Siswi Pengendara Sepeda Motor di SMA X Kota Bandung). Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena di atas maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara Moral Disengagement dengan Disiplin Berlalu Lintas? 2. Seberapa besar pengaruh Moral Disengagement terhadap Disiplin Berlalu Lintas? Tujuan Penelitian

8 1. Untuk mengetahui hubungan antara Moral Disengagement dengan Disiplin Berlalu Lintas 2. Untuk mengetahui sebesarapa besar pengaruh Moral Disengagement dengan Disiplin Berlalu Lintas. Kegunaan Penelitian KegunaanTeoretis. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khazanah keilmuan psikologi khususnya untuk psikologi sosial dan disiplin ilmu lainnya. Kegunaan praktis. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber acuan informasi mengenai pentingnya pengetahuan tentang Moral Disengagement bagi siswa kususnya dalam Disiplin Berlalu Lintas, umumnya kedisiplinan dalam berbagai situasi. Dan menjadi informasi tentang pentingnya penanaman moral oleh keluarga dan sekolah kepada siswa agar bisa berkembang menjadi identitas moral mereka.