BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003). Pekerjaan nelayan adalah pekerjaan yang sangat berat. Mereka yang menjadi nelayan tidak dapat membayangkan pekerjaan yang lain yang lebih mudah, sesuai kemampuan yang mereka miliki, keterampilan sebagai nelayan bersifat amat sederhana dan hampir sepenuhnya dapat dipelajari dari orang tua mereka sejak mereka masih kanak-kanak. Apabila orang tua mampu, mereka pasti akan berusaha menyekolahkan anak setinggi mungkin sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tua mereka. Tetapi dari kasus-kasus keluarga yang diteliti, ternyata kebanyakan mereka tidak mampu membebaskan diri dari profesi nelayan (Mubyarto, 2003). Menurut Mulyadi (2005), sesungguhnya nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: 1. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. 7
8 2. Nelayan juragan adalah nelayan yang memilki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. 3. Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. 2.1.2 Kesejahteraan Kesejahteraan adalah sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, rumah tangga serta masyarakat lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi (Rambe, 2004). Kesejahteraan sebagai suatu bidang kegiatan dan gerakan merupakan suatu gerakan yang memiliki tujuan bahwa masalah-masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh dunia, baik secara global maupun parsial. Oleh sebab itu banyak bermunculan gerakan-gerakan dalam wujud organisasi lokal, regional maupun internasional yang berusaha menangani masalah-masalah kesejahteraan sosial tersebut. Perhatian masyarakat akan taraf hidup yang lebih baik dari warganya diwujudkan dengan penyediaan berbagai bentuk usaha kesejahteraan sosial yang konkret. Usaha kesejahteraan sosial ini mengacu pada program pelayanan dan berbagai kegiatan secara konkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan masyarakatnya. Berdasarkan pernyataan di atas, kesejahteraan sosial tidak akan ada maknanya jika tidak diterapkan dalam bentuk usaha kesejahteraan yang nyata dimana
9 enyangkut kesejahteraan masyarakat. Banyak masalah yang dihadapi masyarakat dewasa ini tidak terlepas dari dampak dari perubahan sosial yang termasuk di dalamnya adalah efek dari urbanisasi dan industrialisasi (http//:digilib.unila.ac.id). Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (UU No 11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2). Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (BKKBN, 1992). Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran, antara lain adalah: 1. Tingkat pendapatan keluarga; 2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non pangan; 3. Tingkat pendidikan keluarga; 4. Tingkat kesehatan keluarga; 5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.
10 Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2007) didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhisesuai dengan tingkat hidup. Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai ruma htangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah. Tabel 3. Indikator Tingkat Kesejahteraan Rakyat Menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2015 No. Indikator Kesejahteraan 1 Kependudukan 2 Kesehatan dan Gizi 3 Pendidikan 4 Ketenagakerjaan 5 Konsumsi Rumah Tangga 6 Perumahan dan Lingkungan 7 Sosial Lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 Tabel 3 menunjukkan bahwa ada 7 indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan rakyat menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2015 diantaranya kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi rumah tangga, perumahan dan lingkungan, dan sosial lainnya. 2.1.3 Pola Pendapatan Upaya peningkatan pendapatan nelayan tidak terlepas dari pola penguasaan unit penangkapan dan pola bagi hasil dalam kegiatan usaha penangkapan ikan, status
11 penguasaan alat seperti perahu biasanya menentukan besarnya bagi hasil yang diterima, baik bagi nelayan maupun oleh pemilik perahu dan alat tangkap (Silaen, 1994). Untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan maka perlu adanya peningkatan pendapatan nelayan melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi penggunaan biaya produksi pada berbagai jenis perahu dan alat tangkap perikanan (Waridin, 2007). Tingkat pendapatan yang diterima serta kontribusi untuk nelayan dengan usaha penangkapan ikan tanpa motor atau lebih dikenal sebagai nelayan tradisional dan nelayan ABK (Anak Buah Kapal), masih lebih rendah dibandingkan apabila kegiatan off-fishing tersebut dilakukan oleh nelayan yang berstatus penangkapan ikan dengan kapal motor (Elfindri, 2002). Menurut Soekartawi (1987) perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi pada tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah, maka pengeluaran rumah tangganya lebih besar dari pendapatannya. Hal ini berarti pengeluaran konsumsi bukan hanya dibiayai oleh pendapatan mereka saja, tetapi juga dari sumber lain seperti tabungan yang dimiliki, penjualan harta benda atau dari pinjaman. Semakin tinggi tingkat pendapatannya maka konsumsi yang dilakukan rumah tangga akan semakin besar pula. Bahkan seringkali dijumpai dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan hanya bertambah akan tetapi kualitas barang yang diminta pun bertambah.
12 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Kesejahteraan Menurut Todaro dan Smith (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat diinterpretasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat ditandai dengan terentaskannya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan tingkat produktivitas masyarakat. Menurut Drewnoski (1974) dalam buku Bintarto (1989), melihat konsep kesejahteraan dari tiga aspek: (1) dengan melihat pada tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup dan sebagainya, (2) dengan melihat pada tingkat mentalnya (educational status), seperti pendidikan, pekerjaan dan sebagainya, (3) dengan melihat pada integrasi dan kedudukan sosial (social status). Kesejahteraan adalah sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, rumah tangga serta masyarakat lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi (Rambe, 2004). Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu (1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (Welfare), (3) Kebabasan (Freedom), (4) Jati diri (Identity).
13 Menurut Kolle (1974) dalam buku Bintarto (1989) kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan: 1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagainya; 2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam dan sebagainya; 3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya dan sebagainya; 4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian dan sebagainya. Mubyarto (1988) menambahkan bahwa indikator kesejahteraan rumah tangga meliputi pendapatan rumah tangga, konsumsi rumah tangga, kesehatan anggota rumah tangga, kemudahan untuk mendapatkan pelayanan KB, mendapatkan fasilitas transportasi, kehidupan beragama, menikmati suasana hari raya keagamaan, rasa aman dari tindak kejahatan, kemudahan dalam memperoleh pekerjaan formal dan kemudahan dalam melakukan olahraga dan rekreasi. Ukuran kesejahteraan lebih kompleks dari kemiskinan. Kesejahteraan dapat diraih jika seseorang dapat mengakses pekerjaan, pendapatan, pangan, pendidikan, tempat tinggal, kesehatan, dan lainnya. Karena itu mengukur kesejahteraan dari sisi fisik atau ekonomi (Zebua, 2010).
14 2.2.2 Pola Pendapatan Faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari modal, jumlah perahu, pengalaman melaut, jarak tempuh dan jumlah tenaga kerja. Dengan demikian pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih terdapat beberapa faktor yang lainnya yang ikut menentukan keberhasilan nelayan yaitu faktor sosial dan ekonomi selain tersebut di atas (Salim, 1999). Pada saat musim kemarau ketika temperatur panas air laut cukup tinggi, ikan sulit diperoleh karena nelayan tidak melakukan penangkapan ikan maka mengakibatkan tingkat penghasilan nelayan turun. Apabila di perairan pantai pesisir sedang tidak musim ikan atau tidak ada penghasilan yang baik nelayan akan melakukan andun (migrasi musiman) ke darat yang dapat memberikan penghasilan yang ada artinya jika tingkat penghasilan yang diperoleh dalam dua atau tiga hari melaut dari masa-masa akhir mereka andun sudah dianggap sedikit berarti mereka harus menyudahi masa andunnya (Kusnadi, 1997). Angin Musim Barat adalah angin yang mengalir dari benua Asia (musim dingin) ke benua Australia (musim panas) dan mengandung banyak curah hujan yang banyak di Indonesia bagian barat, hal ini disebabkan karena angin melewati tempat yang luas seperti perairan dan samudera. Contoh perairan dan samudera yang dilewati adalah laut Cina Selatan dan Samuda Hindia. Angin Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan. Angin ini terjadi pada bulan desember, januari dan februari, maksimal pada bulan januari dengan kecepatan minimum 3 m/s.
15 Sedangkan angin Musim Timur adalah angin yang mengalir dari benua Australia (musim dingin) ke benua Asia (musim panas) dengan sedikit curah hujan (kemarau) di Indonesia bagian timur karena angin melewati celah-celah sempit dan berbagai gurun (Gibson, Australia Besar dan Victoria). Ini yang menyebabkan Indonesia mengalami musim kemarau. Angin ini terjadi pada bulan juni, juli dan agustus, dan maksimal pada bulan juli (http://www.softilmu.com, 2013). Produksi perikanan sangat dipengaruhi oleh musim. Saat Musim Barat yang disebut musim paceklik, nelayan kurang atau bahkan tidak melaut karena besarnya ombak sehingga produksi perikanan pada umumnya menurun. Sebaliknya saat Musim Timur tiba para nelayan sangat bersyukur karena pada musim ini kondisi laut sangat bersahabat, sehingga para nelayan dengan semangat baharinya berbondong-bondong melaut untuk menangkap ikan, sehingga Musim Timur ini juga disebut musim ikan karena produksi ikan sangat melimpah. Musim juga sangat mempengaruhi harga jual produk perikanan, pada saat Musim Barat harga ikan meningkat karena kurangnya aktivitas penangkapan sedangkan pada Musim Timur harga ikan menurun akibat hasil melimpah (repository.unhas.ac.id, 2016). 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Eko Sugiharto (2006) dengan judul penelitian Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan Desa Benua Baru Ilir. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa berdasarkan indikator BPS tahun 2005 diketahui bahwa nelayan di Desa Benua Baru Ilir yang tergolong dalam tingkat
16 kesejahteraan tinggi sebanyak 3 responden (15%) dengan jumlah skor 20. Nelayan yang tergolong dalam tingkat kesejahteraan sedang sebanyak 17 responden (85%) dengan jumlah skor berkisar 17-19. Berdasarkan ketiga indikator tersebut secara umum diketahui bahwa taraf hidup nelayan di Desa Benua Baru Ilir tergolong sejahtera. Penelitian oleh Hendrik (2011) dengan judul penelitian Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Danau Pulau Besar dan Danau Bawah di Kecamatan Duyun Kabupaten Siak Provinsi Riau. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan rumah tangga nelayan baik yang berasal dari sektor perikanan maupun di luar sektor perikanan, menganalisis distribusi pengeluaran rumah tangga nelayan dan menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan dengan menggunakan kriteria UMR, Bappenas dan BPS. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan kapal motor sebanyak 18 orang, mempunyai pendapatan berkisar Rp. 1.500.000- Rp. 3.000.000 dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 2.305.055/bulan dan pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 1.719.000/bulan. Sedangkan pendapatan rumah tangga dengan menggunakan sampan sebanyak 18 orang, berkisar Rp. 1.000.000- Rp. 2.000.000 dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 1.582.833/bulan dan pengeluaran sebesar Rp. 1.328.500/bulan. Berdasarkan kriteria UMR didapatkan seluruh nelayan mempunyai pendapatan di atas UMR, berdasarkan Bappenas sebanyak 4 rumah tangga nelayan tidak sejahtera dan menurut BPS sebanyak 6 rumah tangga responden termasuk ke dalam rumah tangga tidak sejahtera.
17 2.4 Kerangka Pemikiran Nelayan adalah orang yang aktif dalam melakukan kegiatan menangkap ikan di laut. Pendapatan masyarakat nelayan bergantung pada pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang terdapat di lautan. Besarnya penerimaan nelayan dipengaruhi oleh tingginya harga jual ikan yang dilakukan para nelayan. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya. Sementara untuk memenuhi kehidupan sehari-hari mereka harus melakukan pengeluaran rutin dan juga musiman. Adapun pola pendapatan nelayan dapat dilihat dari musim yaitu Musim Barat dan Musim Timur. Musim dapat mempengaruhi pendapatan hasil melaut nelayan. Nelayan yang bekerja menangkap ikan di laut harus memiliki pengetahuan tentang keadaan cuaca. Pada saat Musim Barat (musim badai) biasanya hasil tangkapan ikan jumlahnya lebih sedikit namun harga jual ikan mengalami peningkatan, begitu juga sebaliknya pada saat Musim Timur (keadaan normal) hasil tangkapan ikan jumlahnya lebih banyak namun harga jual ikan lebih rendah dibandingkan pada saat Musim Barat (musim badai). Dengan demikian pendapatan nelayan dapat dilihat berdasarakan pola musimnya apakah rendah, sedang atau tinggi. Secara skematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut ini:
18 NELAYAN PENERIMAAN PENGELUARAN MUSIM BARAT (TINGGI) MUSIM TIMUR (RENDAH) RUTIN MUSIMAN PENDAPATAN RENDAH SEDANG TINGGI Keterangan: : Menyatakan Alur Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran