I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan jaman, yang telah meningkatkan pendapatan penduduk, khususnya di perkotaan dan perubahan pola berbelanja masyarakat yang semakin selektif menjadikan keberadaan bisnis ritel atau eceran di tengah-tengah masyarakat menjadi semakin penting. Bisnis ritel yang semula dipandang hanya sebatas penyedia barang dan jasa telah berkembang menjadi tempat berekreasi dan bersosialisasi, sehingga bisnis ritel mulai berkembang dari yang semula dikelola secara tradisional berubah menjadi bisnis yang semakin inovatif, dinamis dan kompetitif (Solomon, 1996 dalam Suhartanto,2001). Munculnya superstore dan departement store di tahun 1960-an (Sarinah Dept. Store) dan hyperstore menjelang tahun 2000 (Carrerfour dan Continent di tahun 1998) menawarkan banyak kelebihan dibandingkan dengan ritel tradisional, seperti harga pasti, suasana nyaman, lingkungan bersih, relatif aman dari tindakan kriminalitas, variasi barang lengkap, kualitas barang terjamin, pelayanan yang baik, kemudahan dalam bertransaksi, dan lainnya. Kelebihan yang ditawarkan pasar modern tersebut menjadi pendorong utama beralihnya konsumen dari ritel tradisional ke modern. Perubahan pola berbelanja masyarakat terhadap elektronik, tidak secepat yang terjadi pada fashion atau consumer goods umumnya. Sampai sebelum terjadi kerusuhan di tahun 1998, pusat penjualan elektronik di Glodok Jakarta masih tetap menjadi primadona. Beberapa peritel besar yang sudah mengelola
tokonya secara modern seperti AGIS dan Audio Plaza Home Center belum dapat menarik konsumen toko tradisional sebanyak superstore atau department store. Tahun 1998, pasca kerusuhan, pusat perbelanjaan elektronik Jakarta Glodok, hancur, namun minat konsumen terhadap kebutuhan elektronik tidak berkurang. Pada saat itu setiap pameran elektronik yang diadakan selalu diserbu konsumen. Hal inilah yang menjadi inspirasi lahirnya konsep Electronic City. Electronic City, berdiri sebagai peritel elektronik pertama yang menjual produk layaknya pameran, baik tata ruang, display dan line-up produk yang lengkap dari segala macam merek dan model. Selain itu, Electronic City menawarkan banyak kemudahan, baik dalam kemudahan bertransaksi, kemudahan dalam after sales service, kemudahan dalam memperoleh informasi produk dan banyak kemudahan lainnya. Konsep toko elektronik ini ternyata mendapat respon yang sangat bagus dan mampu mengakomodasi keinginan serta trend masyarakat yang lebih mengutamakan kenyamanan, kemudahan, dan keamanan dalam berbelanja elektronik. Gerai Electronic City pertama dibuka dipenghujung tahun 2001, dalam waktu 1 tahun mampu menciptakan growth hampir 100%. Pada akhir tahun 2002 Electronic City membuka gerainya kembali untuk Jakarta (Kelapa Gading) dan Bandung (Bandung Electronic Center). Akhir tahun 2004 membuka masingmasing satu gerai lagi di Jakarta (Puri) dan Bali (Disovery Mall Kuta), dan pada awal Bulan November 2005 telah dibuka 1 lagi gerainya di Jakarta (Lippo Karawaci). Pada awalnya peritel ini berusaha meraih semua segmen pasar. Namun dengan sejalannya waktu, inovasi yang dilakukan dengan peningkatan kualitas 2
servis, penambahan layanan seperti extended warranty (perpanjangan garansi), asuransi terhadap kebakaran, petir, kebanjiran, dan lain-lain secara otomatis telah memposisikan Electronic City untuk target pasar menengah dan menengah ke atas, dimana konsumen bersedia membayar sedikit lebih mahal untuk kenyamanan, kemudahan dan keamanan yang diberikan oleh Electronic City. Pada saat Electronic City berdiri di akhir tahun 2001, persaingan antar peritel elektronik, khususnya di Jakarta, sudah mulai sangat terasa. Beberapa hyperstore yang juga fokus dalam menjual produk elektronik seperti Carrefour (dimana Continent telah merger didalamnya), Giant, Hypermart, mulai menjamur dan menggurita dengan pertambahan jumlah store yang besar setiap tahunnya. Namun dari tahun ke tahun Electronic City mampu bersaing dan dapat menciptakan performance sales yang memuaskan. Lain halnya dengan Jakata, Electronic City Bandung yang berada di lantai 3 Bandung Electronic Center dibuka sebelum hyperstore besar muncul di Bandung. Carrefour dan Giant baru masuk ke Bandung di pertengahan tahun 2003 dan belum lama ini Hypermart sudah pula menyusul. Masuknya peritel besar dengan modal besar ini membuat persaingan peritel elektronik di Bandung dalam memperebutkan konsumen menjadi sangat ketat. Akibat persaingan tersebut, di akhir tahun 2004, superstore elektronik Audio Plaza Home Center menutup 2 tokonya di Bandung, sedangkan Electronic City mengalami penurunan penjualan sebesar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sangat menjadi perhatian bagi manajemen Electronic City, mengingat semua tokonya, kecuali BEC Bandung selalu mengalami sales growth yang positif setiap tahunnya. Oleh karena itu, untuk dapat tetap bertahan dalam persaingan, maka evaluasi terhadap 3
bauran ritel selama ini perlu dilakukan. Identifikasi wilayah perdagangan (trading area), analisis segmentasi dan preferensi konsumen serta analisis kinerja atribut Electronic City BEC Bandung menjadi hal yang penting guna merumuskan suatu strategi bauran ritel yang mampu memahami dan mengakomodasi keinginan konsumen. Dengan demikian diharapkan Electronic City mampu mempertahankan konsumennya di tengah persaingan yang ada. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana bauran ritel yang dilakukan Electronic City BEC Bandung saat ini? 2. Bagaimana penyebaran lokasi tempat tinggal konsumen dan wilayah perdagangan Electronic City? 3. Bagaimana karakteristik demografi dan perilaku konsumen Electronic City? 4. Bagaimana segmentasi dan preferensi konsumen serta kinerja atribut Electronic City BEC Bandung di mata konsumennya? 5. Bagaimana bauran pemasaran ritel yang harus dilakukan Electronic City Bandung ditinjau dari sudut pandang konsumennya? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah ; 1. Mengetahui bauran ritel Electronic City saat ini 2. Identifikasi penyebaran lokasi tempat tinggal konsumen dan wilayah perdagangan Electronic City 3. Mengetahui karakteristik demografi dan perilaku konsumen 4
4. Analisis segmentasi konsumen berdasarkan psikografi, demografi dan perilaku konsumen 5. Analisis kinerja atribut dan preferensi konsumen 6. Merumuskan strategi bauran ritel yang tepat bagi Electronic City Bandung 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam evaluasi strategi pemasaran yang selama ini dilakukan dan masukan bagi manajemen dalam mengambil keputusan dalam penentuan strategi pemasaran selanjutnya. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk belajar mengaplikasikan teori yang diperoleh di dalam perkuliahan dan sebagai sarana memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam menganilisis permasalahan di dalam perusahaan. Penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa, sebagai referensi dalam perkuliahan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya terbatas pada evaluasi bauran ritel melalui identifikasi penyebaran konsumen dan wilayah perdagangan Electronic City, menganalisa segmentasi berdasarkan demografi, psikografi dan perilaku konsumen, mengevaluasi kinerja atribut toko Electronic City serta mengetahui preferensi konsumen. Hasil analisa berupa rumusan alternatif strategi bauran pemasaran ritel yang implementasinya diserahkan pada pihak manajemen Electronic City. 5