I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri penting sebagai penyumbang Gross Domestic Product (GDP) suatu negara dan bagi daerah sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal tersebut mengakibatkan daerah berlombalomba untuk memperkenalkan potensi pariwisata yang dimilikinya, sehingga dapat menarik kunjungan wisata (turis), baik lokal maupun mancanegara. Berkembangnya sektor ini akan membawa dampak yang cukup besar pada industri-industri yang terkait seperti hotel, rumah makan, biro travel dan Usaha Kecil Menengah (UKM) di daerah-daerah kunjungan pariwisata. Dampak positif yang ditimbulkan pariwisata terhadap perekonomian bukan hanya dari pengeluaran/konsumsi wisatawan mancanegara, tetapi juga berasal dari pengeluaran wisatawan nusantara dan pengeluaran wisatawan outbound (wisatawan Indonesia keluar negeri). Investasi yang dilakukan industri pariwisata seperti hotel dan restoran serta pengeluaran pemerintah pusat dan daerah di sektor pariwisata turut memberi dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Pertumbuhan sektor pariwisata juga mendorong laju pertumbuhan sektor-sektor lain termasuk pertanian, perdagangan dan jasa. Dampak pariwisata terhadap ekonomi dapat berupa pembentukan output nasional, Produk Domestik Bruto (PDB), pembayaran upah/gaji, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja. Kepariwisataan Kabupaten Bogor dalam perwilayahan pariwisata Provinsi Jawa Barat ditetapkan sebagai wilayah yang termasuk dalam satu dari sembilan kawasan wisata unggulan Provinsi Jawa Barat, yaitu kawasan wisata alam pegunungan puncak (Disbudpar 2008). Pola pemanfaatan ruang untuk Kawasan Puncak, ditentukan struktur pengembangannya yaitu: (a) Kawasan Puncak didominasi fungsi lindung; (b) Pengembangan prasarana wilayah khususnya jalan raya, relatif terbatas dengan maksud tidak merangsang perkembangan budidaya yang ada; (c) Pola pengelolaan kawasan pariwisata, pengaturan alokasi kawasan wisata harus menunjang fungsi utama Kawasan Puncak sebagai kawasan konservasi air dan alam serta sosial budaya, adat istiadat dan karakteristik fungsi lingkungan setempat; (d) Bangunan yang diperkenankan di kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata hanya bangunan yang berfungsi
2 penunjang kawasan tersebut dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 5% (Disparsenibud 2003). Persoalan lingkungan utama dalam pengembangan pariwisata Puncak adalah telah terjadinya degradasi DAS Ciliwung Hulu yang diperlihatkan dengan penambahan lahan kritis (Sabar 2004) dan peningkatan erosi serta run off (Qodariah et al. 2004, Sawiyo 2005). Hal ini disebabkan antara lain karena peningkatan luas tutupan lahan oleh bangunan. Sebelum tahun 2000 kenaikan tutupan lahan permukiman relatif lambat yaitu dari 3,96% (1992) menjadi 8,49% (2000) atau meningkat sebesar 4,53%. Selanjutnya setelah tahun 2000 kenaikan tutupan lahan relatif lebih cepat selama kurun waktu 6 tahun (2000-2006) dimana tutupan lahan meningkat sebesar 12% (Dewi 2010). Perubahan tutupan lahan tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh daya tarik kawasan sebagai daerah pariwisata. Kontribusi sektor pariwisata terhadap APBD Kabupaten Bogor, berupa pajak dan retribusi menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Nilai pajak dan retribusi yang disumbangkan dari sektor pariwisata meningkat menjadi Rp. 35.509.323.990 pada tahun 2009, dari Rp.17.873.667.000 pada tahun 2005. Dampak aktivitas pariwisata yang nampak terlihat jelas adalah terjadinya kemacetan lalu lintas terutama pada saat-saat akhir minggu atau hari libur. Berdasarkan survey data primer (traffic counting/tc) yang dilakukan oleh DLLAJ pada tahun 2001, volume lalu lintas di jalan raya Puncak rata-rata adalah 28.800 kendaraan per hari atau sekitar 1.200 kendaraan per jam. Pada tahun 2009 dilakukan kembali survey data primer di pos pengamatan Ciawi dengan hasil rata-rata jumlah kendaraan yang melintas adalah sebanyak 39.564 kendaraan per hari atau 1.649 kendaraan per jam. Sebagian besar kendaraan adalah kendaraan ringan (kendaraan penumpang pribadi dan angkutan kota), rata-rata setiap harinya 21.531 kendaraan per hari atau 897 kendaraan per jam, sedangkan bus atau truk jumlahnya 2.094 kendaraan per hari atau 87 kendaraan per jam. Akibat kondisi kemacetan lalu lintas tersebut, 46,67% wisatawan menyatakan tidak menyukai kemacetan dan kondisi ini dapat menurunkan minat wisatawan untuk mengunjungi Kawasan Puncak (Disparsenibud 2003). Peran multifungsi Kawasan Puncak sebagai kawasan konservasi dan pariwisata memerlukan suatu penanganan yang terpadu dan komprehensif antar berbagai sektor, lembaga dan kewenangan untuk bersama-sama merumuskan
3 dan mengelola Kawasan Puncak dengan baik. Pengelolaan lingkungan tersebut meliputi penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan dan pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (UU No. 32 Tahun 2009). Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian diarahkan pada topik Model Kebijakan Pengelolaan Pariwisata yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor, melalui penelitian ini diharapkan pariwisata di Kawasan Puncak dapat berkembang dengan baik, memiliki daya saing dan berkelanjutan sebagai output dari penanganan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan unsur-unsur ekonomi, ekologi, sosial budaya, sarana prasarana, kelembagaan dan hukum. 1.2 Kerangka Pemikiran Pembangunan pariwisata di Kawasan Puncak tidak terlepas dari permintaan, sediaan dan batasan. Prospek permintaan pasar wisata di Kawasan Puncak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Puncak pada tahun 2004 adalah sebanyak 1.102.680 orang, meningkat menjadi 1.347.625 orang pada tahun 2009 (Disbudpar 2009). Penambahan wisatawan dan aktivitas wisata memiliki konsekuensi terhadap penambahan dan pengembangan objek/sarana/prasarana dan atraksi wisata. Selain itu diperlukan pula ketersediaan dan kesiapan pelayanan transportasi bagi wisatawan maupun non wisatawan pengguna akses transportasi tersebut. Pengembangan Kawasan Puncak selain akibat aktivitas wisata juga dipengaruhi oleh pertumbuhan kota besar seperti Jakarta, Bogor dan Bandung, sehingga mempercepat pertumbuhan daerah-daerah di Kawasan Puncak menjadi bersifat kota (Kabupaten Bogor 2003). Kawasan Puncak berdasarkan hidrologis/tata air berada pada hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, seluruh aliran sungai akan mengalir ke arah Utara dan bermuara pada Sungai Ciliwung melewati ke arah Teluk Jakarta, dengan demikian kawasan Puncak mempunyai fungsi eksternal untuk menjaga tata air Kota Jakarta sebagai wilayah hilirnya. Selain itu berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Provinsi Jawa Barat yang telah didasari dengan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 48 tahun 2006, kawasan wisata alam pegunungan Puncak yang mencakup areal wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, ditetapkan sebagai Kawasan Wisata Unggulan (KWU) Provinsi Jawa Barat.
4 Walaupun pengembangan struktur tata ruang untuk Kawasan Puncak sudah dibatasi secara maksimal, namun masih banyaknya bangunan-bangunan fisik yang baru, baik berizin maupun tidak berizin. Sampai dengan tahun 2006 jumlah bangunan yang memiliki IMB dan tidak ber-imb di Kawasan Puncak (Kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung) dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Jumlah bangunan ber-imb dan tidak ber-imb Uraian Jumlah Bangunan Ber-IMB Tidak ber-imb Villa : 1. Kecamatan Ciawi 634 580 54 2. Kecamatan Megamendung 704 402 302 3. Kecamatan Cisarua 1.901 1.335 566 Rumah Tinggal 2.749 2.749 PKL sepanjang Ciawi s/d batas Cianjur 446-446 Jumlah 6.434 5.066 1.368 Sumber : Dinas Cipta Karya, 2006. Berdasarkan jumlah bangunan tersebut, banyak bangunan yang berdiri di atas tanah negara dan tanah perkebunan serta eks perkebunan sulit untuk dikendalikan. Selain itu banyak bangunan yang melebihi ketentuan teknis tutupan bangunan, melanggar garis sempadan atau bangunan yang berubah fungsi dari rumah tinggal menjadi villa, wisma dan hotel. Permasalahan lain adalah bermunculannya PKL di sepanjang jalan Ciawi sampai dengan Cisarua. Permasalahan munculnya bangunan-bangunan tidak berizin tersebut sebagai akibat kurang intensifnya pengendalian dan pengawasan pembangunan fisik di kawasan puncak dalam kaitannya dengan fungsi Kawasan Puncak sebagai kawasan lindung (Kabupaten Bogor 2008). Peningkatan jumlah kunjungan wisata ke kawasan pariwisata Puncak, pertambahan jumlah bangunan, berkurangnya tutupan lahan, peningkatan timbulan sampah, pencemaran lingkungan, kemacetan lalu lintas, berkurangnya estetika karena lingkungan kumuh, peningkatan resiko kejadian longsor merupakan beberapa kondisi yang terjadi di kawasan pariwisata Puncak. Jika kondisi ini tidak ditangani, maka diduga akan mengakibatkan penurunan citra dan daya saing kawasan puncak sebagai kawasan pariwisata andalan. Ciri kawasan wisata akan hilang sebagai akibat adanya pengaruh urbanisasi dari
5 daerah-daerah disekitarnya seperti Kota Bogor, Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Kerangka pikir penelitian ini disajikan pada gambar 1. Pariwisata di Kawasan Puncak Permintaan Sediaan dan Batasan Prospek Permintaan Pasar Wisata Pergerakan Wisatawan Kebutuhan Pelayanan Transportasi Pengaruh Pertumbuhan Kota Besar (Jakarta, Bogor, Ba ndung) Pengembangan Objek, Sarana/Prasar ana dan Atraksi Wisata Prospek Permintaan Pasar Wisata Pergerakan Non Wisatawan Konflik Penggunaan Lahan Pertumbuhan dan Perkembangan bersifat Kota Peran dalam Konstelasi Willayah Kawasan Strategis Nasional (Konservasi air dan Tanah) Kawasan Andalan (Agribisnis, Pariwi sata) Kawasan Khusus Kab. Bogor (Pariwisata, Pertanian) Fungsi Ekologi Pengatur Tata Air Penyedia Air Tanah & Permukaan Keanekaraga man Hayati Penyedia Plasma Nutfah Jasa Lingkungan Keindahan Alam Degradasi Lahan Kapasitas Daya Dukung Kapasitas Sosial, Budaya Ekonomi Masyarakat Lokal Pertumbuhan Sektor Informal Menurunkan Citra dan Daya Saing Pariwisata Pengelolaan Pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan Gambar 1. Kerangka pemikiran pengelolaan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. 1.3 Perumusan Masalah Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsipprinsipnya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi. Berdasarkan hal tersebut maka kondisi Kawasan Puncak perlu ditinjau dari sisi lingkungan, sosial-budaya, ekonomi, infrastruktur, tata ruang, hukum dan kelembagaan. Serangkaian kajian yang dilakukan tersebut dibuat suatu model yang komprehensif dan saling terkait sebagai dasar rekomendasi kebijakan
6 pembangunan pariwisata di Kawasan Puncak yang berdaya saing dan berkelanjutan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka rumusan permasalahan yang perlu dipecahkan adalah: a) Kinerja pembangunan di suatu kawasan atau wilayah akan ditentukan oleh arahan pemanfaatan ruang serta perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah, sehingga perlu dilakukan pengkajian untuk mengevaluasi kembali bentuk-bentuk regulasi pemanfaatan ruang dan perizinan pariwisata yang sudah dilaksanakan di Kawasan Puncak; b) Kawasan Puncak dengan potensi alamnya menjadi andalan bagi Kabupaten Bogor dan Provinsi Jawa Barat sebagai kawasan pariwisata alam pegunungan. Kegiatan pariwisata tersebut dapat berlangsung terus jika dikelola secara berkelanjutan, karenanya perlu dilakukan analisis untuk mengetahui status keberlanjutan kegiatan pariwisata di Kawasan Puncak; c) Pengelolaan pariwisata yang baik, akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi para wisatawan serta memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat lokal maka akan meningkatkan daya saing wisata di kawasan tersebut. Berdasarkan hal tersbut perlu dilakukan kajian untuk mengukur tingkat daya saing pariwisata di Kawasan Puncak; d) Kelembagaan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan suatu program. Pengelolaan pariwisata di suatu kawasan akan dipengaruhi oleh kondisi kelembagaan yang terkait didalamnya. Koordinasi, konsistensi dan tumpang tindih kewenangan sering menjadi permasalahan didalam pengelolaan pariwisata. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan kajian untuk mengetahui kondisi kelembagaan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak; e) Pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak agar berdaya saing dan berkelanjutan harus mempertimbangkan dimensi sosial, budaya, ekologi, ekonomi, hukum dan kelembagaan. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui bagaimana rancangan model pengelolaan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Rumusan permasalahan pengelolaan pariwisata disajikan dalam gambar 2. berikut ini.
7 Pariwisata di Kawasan Puncak Nilai Strategis dalam Konstelasi Regional Jabotabek Kebijakan Makro Ekonomi Sosbud Ekologi Hukum& kelembagaan Sarpras Konflik Antar Fungsi Daya Saing dan Keberlanjutan AnalisisKebijakan Pemanfaatan Ruang dan Perizinan Pariwisata di Kawasan Puncak AnalisisDaya Saing Pariwisata di Kawasan Puncak AnalisisKeberlanjutan Pariwisata di Kawasan Puncak Model KebijakanPengelolaan Pariwisata yang Berdaya Saing& Berkelanjutan di Kawasan Puncak AnalisisKelembagaan Pengelolaan Pariwisata di Kawasan Puncak Gambar 2. Perumusan masalah penelitian. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah merumuskan model kebijakan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak agar memiliki daya saing dan dapat dilaksanakan atau dikelola secara berkelanjutan. Guna mencapai tujuan utama maka dirancang beberapa sub tujuan sebagai berikut: a) Mengetahui performansi wisatawan di Kawasan Puncak; b) Menghasilkan analisis terhadap kebijakan yang mengatur penataan ruang dan pariwisata di Kawasan Puncak; c) Menghasilkan analisis tingkat daya saing pariwisata di Kawasan Puncak; d) Menghasilkan analisis daya dukung lingkungan di Kawasan Puncak; e) Menghasilkan analisis status keberlanjutan kegiatan pariwisata di Kawasan Puncak;
8 f) Menghasilkan analisis kondisi kelembagaan pengelola pariwisata di Kawasan Puncak; g) Menghasilkan model kebijakan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk: a) Memberikan kontribusi positif sebagai koreksi terhadap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pariwisata; b) Sebagai acuan bagi para pelaku usaha pariwisata dalam mengembangkan usaha yang berkelanjutan; c) Sebagai bahan referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pariwisata; d) Sebagai alternatif model bagi pengelolaan pariwisata terutama dalam memadukan unsur konservasi dan pengembangan pariwisata; e) Sebagai acuan untuk penyempurnaan kebijakan penataan ruang, perizinan, pengelolaan lingkungan, pembinaan sosial budaya, hukum dan kelembagaan, ekonomi serta sarana dan prasarana, agar dalam implementasinya dapat berkelanjutan. 1.6 Kebaruan Penelitian (Novelty) Penelitian ini dilakukan di sebuah kawasan wisata yang merupakan Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang dikenal secara nasional. Masalah yang diteliti merupakan masalah aktual dan strategis yaitu tentang kebijakan pembangunan pariwisata di kawasan puncak yang merupakan daerah konservasi penting bagi Propinsi DKI Jakarta selaku ibukota Negara Republik Indonesia. Rekomendasi kebijakan pariwisata yang dihasilkan mempertimbangkan unsur daya saing dan berkelanjutan, sehingga metode yang digunakan harus mampu mengakomodasi dua tujuan tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut maka kebaruan penelitian (novelty) terletak pada upaya untuk memadukan beberapa metode analisis secara komprehensif, yaitu metode pengukuran indeks daya saing dengan memperhitungkan 8 indikator, indeks keberlanjutan (MDS), daya dukung, Travel Cost Method (TCM), analisis kelembagaan, Focus Group Discussion (FGD) dan analisis sistem dinamik, untuk mendapatkan arahan kebijakan agar pariwisata di Kawasan Puncak memiliki daya saing dan berkelanjutan.