BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tren penjualan kendaraan roda empat setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, penjualan mobil di Indonesia selama tahun 2013 mencapai 1.229.901 unit. Padahal tiga tahun sebelumnya, jumlah ini tidak sampai menyentuh angka penjualan 1 juta unit di tahun tersebut (Gaikindo, 2013). Bertambahnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia, mengakibatkan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri tahun 2013 mencapai 1,6 juta barel per hari sementara produksi minyaknya hanya sekitar 882.000 barel/hari dan jumlahnya terus menurun (BP Statistical Review, 2014). Melihat kondisi yang ada, pemerintah Indonesia terpaksa melakukan impor BBM untuk menutupi kekurangan tersebut. Sementara cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan akan habis untuk 12 tahun ke depan (Detikcom, 2012). Kondisi demikian akan berdampak pada kendaraan yang banyak digunakan saat ini karena tidak akan bisa sustainable sebagai kendaraan yang dapat digunakan di masa mendatang. Pada saat yang sama, industri otomotif dunia mulai mengarah pada kendaraan yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah Toyota yang mulai mengembangkan teknologi mobil bertenaga listrik, seperti baterai, hybrid, dan fuel cell. Hal ini dikarenakan perlunya menaruh perhatian yang besar untuk menemukan energi alternatif selain BBM. Selain itu, kendaraan juga harus mampu mengurangi emisi CO2 dan polusi udara agar tidak mencemari lingkungan (Toyota-Global.com, 2014). Kendaraan yang ramah lingkungan diperlukan sehingga Indonesia tidak selamanya bergantung pada BBM (Kemenkeu, 2014). Di Indonesia sendiri, perhatian pemerintah pada kendaraan ramah lingkungan telah diwujudkan dengan hadirnya program mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC). Pada program tersebut, pemerintah 1
2 akan memberikan insentif bagi perusahaan yang membuat kendaraan biasa maupun listrik/hybrid. Untuk kategori kendaraan listrik/hybrid, insentif akan diberikan ketika kendaraan memiliki mesin diatas 1.200 cc dengan tingkat efisiensi minimal 28 kilometer/liter. Adapun insentif yang dimaksud berupa bebas pajak impor untuk mesin dan material yang dibuat untuk mengembangkan industri LCGC dalam negeri (IndoPremier, 2012). Rencana pengembangan mobil listrik di Indonesia telah disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012) dalam bentuk roadmap. Dikatakan bahwa pada tahun 2018, Indonesia akan produksi massal mobil listrik sebanyak 10.000 unit/tahun. Kendaraan listrik roda empat di Indonesia masih dikatakan belum siap secara pasar jika melihat kondisi infrastruktur saat ini. Namun, harapan terbentuknya pasar ini masih terbuka lebar di masa mendatang. Apalagi, sejumlah pabrikan otomotif dunia satu per satu mulai memperkenalkan mobil listriknya kepada publik antara lain: Tesla Model S, Nissan Leaf, dan Chevrolet Volt. Melihat besarnya populasi penduduk Indonesia yang jumlahnya kian bertambah, terkandung potensi pasar yang cukup besar. Sebagaimana data dari Badan Pusat Statistik (2013), jumlah penduduk Indonesia di tahun 2010 ada sekitar 240 juta jiwa. Jumlah ini diprediksi akan bertambah menjadi 270 juta jiwa pada tahun 2020. Jika dikelompokkan berdasarkan kemampuan ekonominya, Indonesia memiliki sekitar 9,1 juta jiwa yang termasuk kategori kelas atas, 109,2 juta jiwa digolongkan sebagai kelas menengah, dan 129,9 juta jiwa digolongkan sebagai kelas bawah (BCG, 2013). Pada tahun 2020, masing-masing kelas tersebut jumlahnya akan bertambah menjadi 23,4 juta jiwa, 168 juta jiwa dan 76,2 juta jiwa. Populasi masyarakat kelas atas diyakini akan tumbuh sekitar 15-20% per tahun (Koran Tempo, 2013). Chan (2002) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan pangsa pasar mobil listrik, sebaiknya dimulai dari pasar ceruk (niche) terlebih dahulu. Dengan demikian, pengembangan mobil listrik ini dimulai dari pasar yang terdiri dari sekumpulan masyarakat Indonesia kelas atas yang diprediksi akan bertambah menjadi 19,8 juta jiwa pada tahun 2018. Jumlah tersebut menjadi pasar
3 potensial yang sejalan dengan road map pemerintah untuk produksi massal mobil listrik di tahun tersebut. Masyarakat kelas atas yang termasuk dalam pasar premium ini memiliki karakter yang berbeda dengan pasar lain. Letak keunikkan pasar premium antara lain: memiliki cita rasa yang tinggi, mengutamakan kualitas produk, sangat loyal, dan tidak sensitif terhadap kenaikan harga (Sumitradinata, 2014). 1.2 Rumusan Masalah Melihat tren kendaraan roda empat yang semakin ramah lingkungan serta tumbuhnya jumlah masyarakat Indonesia kelas atas sebagai pasar premium, maka kehadiran mobil listrik akan menjadi era baru dalam dunia otomotif di masa mendatang. Permasalahan yang muncul adalah seperti apa kendaraan yang diinginkan oleh pasar premium tersebut yang dapat memenuhi kebutuhan mereka? Melalui penelitian ini, hasil yang ingin dicapai adalah mendapatkan desain konsep mobil listrik untuk pasar premium. 1.3 Asumsi dan Batasan Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka perlu diberikan asumsi dan batasan masalah yang akan diteliti, yaitu: 1. Desain mobil listrik yang dimaksud adalah untuk pasar premium di Indonesia. 2. Segmentasi pasar premium adalah sekelompok masyarakat kelas atas (upper class) yang membelanjakan uangnya diatas 5 juta Rupiah per bulan (BCG, 2013) atau US $20 per hari (ADB, 2010). 3. Produk mobil listrik yang dipasarkan di Indonesia belum ada, sehingga mobil listrik menjadi produk baru (belum ada pesaing dari dalam negeri). 4. Aspek yang akan diteliti adalah terhadap bagian luar (eksterior) dan bagian dalam (interior) mobil.
4 5. Penelitian ini dimulai dari tahap identifikasi kebutuhan (needs identification) sampai pada tahap pemilihan konsep (concept selection) yang menghasilkan gambar desain industri (industrial design) berupa gambar 2 dan 3 dimensi. 6. Dalam pembuatan desain konsep, pengujian produk belum perlu dilakukan. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan kendaraan yang diinginkan oleh pasar premium dalam bentuk tampilan eksterior, interior, dan spesifikasi mobil listrik yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat dieroleh dari penelitian adalah: 1. Manfaat untuk peneliti a. Mendalami pengetahuan tentang perancangan dan pengembangan produk, mengasah kemampuan menggali customer insight dari calon konsumen, menerjemahkan needs statement ke dalam sebuah produk untuk menghasilkan rancangan desain industri suatu produk. b. Mengaplikasikan ilmu tentang perancangan produk yang didapat di perkuliahan ke dalam praktik lapangan. c. Menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat kelulusan Strata-1 Program Studi Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. 2. Manfaat untuk stakeholder a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan, baik oleh pemerintah maupun swasta, yang tergerak untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam bidang otomotif pada
5 kendaraan roda empat yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya untuk pasar premium. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk penelitian sejenis mengenai perancangan dan pengembangan suatu produk.