BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. penelitian yang bersumber dari acara infotainment talkshow baru pertama kali

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

TINDAK TUTUR DAN PELANGGARAN PRINSIP KESOPANAN DALAM KOLOM KOMENTAR ARTIKEL KOMPASIANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. dilakukan. Beberapa kajian terdahulu yang penulis temukan yang sejenis dan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian

KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM ACARA YUK KEEP SMILE DI TRANS TV (Suatu Kajian Pragmatik)

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang politisi yang menggunakan bahasa lisan dalam berkomunikasi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif

III. METODE PENELITIAN. Dalam metode penelitian ini akan dipaparkan rancangan penelitian, sumber data

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF ANTARA GURU MURID. DI MTs SUNAN KALIJAGA KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU TAMAN KANAK-KANAK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR TK AISYIYAH 29 PADANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

TINDAK TUTUR DAN PRINSIP KESANTUNAN DALAM JUAL BELI ONLINE DI FACEBOOK

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

IMPLIKATUR PERCAKAPAN MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS. Tinjauan Pragmatik. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan alat komunikasi antar

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM TALK SHOW Ada Ada Aja di Global TV: Suatu Pendekatan Pragmatik

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK

KESANTUNAN BERBAHASA GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SMA NEGERI 2 LINTAU BUO

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Oleh: Endah Yuli Kurniawati FakultasKeguruandanIlmuPendidikan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN

TINDAK TUTUR DAN STRATEGI KESANTUNAN DALAM KOMENTAR D ACADEMY ASIA

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia sebagai alat komunikasi, untuk

2015 REALISASI PRINSIP RELEVANSI PADA ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut...

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN KESANTUNAN NEGATIF DALAM REALITY SHOW MINTA TOLONG DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Penelitian mengenai pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur sudah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

Oleh: Wenny Setiyawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhamadiyah Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNANLEECH DALAM DIALOG FILM MY STUPID BOSSKARYA UPI AVIANTODAN RELEVANSINYATERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM RUBRIK URUN REMBUK DI SURAT KABAR RADAR JOGJA JAWA POS. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya maupun

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DAN STRATEGI KESANTUNAN BERBAHASA DALAM DIALOG BERITA BEDAH EDITORIAL MEDIA INDONESIA DI METRO TV

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

Jurnal Cakrawala ISSN , Volume 7, November 2013 TINDAK TUTUR PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA

TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL LELAKI YANG MENGGENGGAM AYAT-AYAT TUHAN KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY E JURNAL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Austin (dalam Nadar, 2009: 11) pada dasarnya pada saat seseorang

TINDAK TUTUR PERLOKUSI PADA PERCAKAPAN PARA TOKOH OPERA VAN JAVA DI TRANS7. Naskah Publikasi Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adi Dwi Prasetio, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah arsip sosial yang menangkap jiwa zaman (zeitgeist) saat itu.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam tuturannya (Chaer dan Leoni. 1995:65).

BAB 2 IKHWAL PRAGMATIK, TINDAK TUTUR, PRINSIP KERJA SAMA, DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN

III. METODE PENELITIAN. Dalam setiap melakukan penelitian dibutuhkan suatu metode yang tepat sehingga

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk dapat berkomunikasi dan

BAB III PENDEKATAN, METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA BAK TRUK SEBAGAI ALTERNATIF MATERI AJAR PRAGMATIK

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai prinsip kesantunan dan implikatur yang menggunakan pendekatan pragmatik sudah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian yang bersumber dari acara infotainment talkshow baru pertama kali dilakukan. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Sarah (2011) dari Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia dengan judul penelitian Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantunan dalam Facebook. Penelitian tersebut membahas mengenai pematuhan prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan dalam facebook, pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan dalam facebook, pelanggaran prinsip kerja sama manakah yang paling banyak ditemukan, pelanggaran prinsip kesantunan manakah yang paling banyak ditemukan, serta bagaimana hubungan alat kohesi terhadap pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan dalam facebook. Penelitian tersebut menggunakan metode studi kasus. Data penelitian tersebut adalah status dan wall facebook mahasiswa sastra Indonesia angkatan 2007. Data penelitian tersebut merupakan data primer. Teknik penelitian ini menggunakan teknik pengamatan langsung. Hasil penelitian ini adalah maksim yang paling banyak banyak dilanggar adalah maksim kuantitas, sedangkan maksim yang paling banyak dipatuhi adalah maksim relevansi. Pada prinsip 9

10 kesantunan, maksim yang paling banyak dilanggar adalah maksim kerendahan hati, sedangkan maksim yang paling banyak dipatuhi adalah maksim kearifan. Alat kohesi gramatikal yang paling sering muncul ialah referensi persona gue dan loe, sedangkan alat kohesi leksikal yang paling sering muncul adalah repetisi. Ardiansyam (2012) dari Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret yang menulis skripsi Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Kolom Komentar Artikel Kompasiana.. Penelitian ini mengangkat mengenai realisasi tindak tutur dan pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara kolom komentar artikel Kompasiana. Penelitian tersebut termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pragmatik. Sumber data penelitian ini adalah laman web Kompasiana yang dapat diakses melalui www.kompasiana.com. Adapun data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan ilokusi pada kolom komentar artikel Kompasiana yang dipublikasikan antara bulan Mei 2011 sampai April 2012 beserta konteks yang melingkupinya. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis padan pragmatik dan teknik analisis kontekstual. Teknik penyajian analisis dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian formal dan informal. Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terdapat 5 jenis tindak tutur ilokusi dalam penelitian ini yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan rogatif. Pelanggaran terhadap maksim kesantunan terdiri atas maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, dan maksim kesepakatan. Widyaningrum (2013) dari Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dengan judul penelitian Tindak 10

11 Tutur Ekspresif dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan Pembawa Acara Insert Trans Tv. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana menentukan tindak tutur ekspresif, bagaimana menentukan pelanggaran prinsip kesantunan serta bagaimana menentukan implikatur percakapan pembawa acara Trans Tv. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis kontekstual dan teknik cara tujuan (mean-end). Dari analisis tersebut dapat disimpulkan beberapa hal antara lain: Pertama, dalam tindak tutur pembawa acara Insert Transtv terdapat tindak tutur ekspresif yang meliputi memuji, menyalahkan, menyetujui, mengucapkan selamat, mengeluh, mengungkapkan simpati, berterima kasih, meminta maaf, mendukung, mengungkapkan duka cita, dan menyayangkan. Tindak tutur ekspresif yang paling sering digunakan oleh pembawa acara Insert adalah tindak tutur ekspresif memuji. Kedua tuturan pembawa acara Insert melanggar prinsip kesantunan yang terdiri dari maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian. Pelanggaran prinsip kesantunan yang paling banyak digunakan oleh pembawa acara Insert adalah pelanggaran prinsip kesantunan maksim pujian. Ketiga, implikatur percakapan timbul akibat terjadinya pelanggaran prinsip kesantunan, sehingga ditemukan adanya implikatur percakapan dalam tuturan pembawa acara Insert Transtv, yaitu implikatur percakapan menolak, menyindir, tidak setuju, menyatakan pemberitahuan, mengejek, menyombongkan diri, dan menyuruh. Data implikatur percakapan yang paling banyak adalah tidak setuju. 11

12 Nurhayati (2014) dari Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul penelitian Kesantunan dan Implikatur Percakapan dalam Acara Yuk Keep Smile Trans Tv. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah bentuk pematuhan prinsip kesantunan dalam acara Yuk Keep Smile Trans Tv? (2) bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara Yuk Keep Smile Transtv? (3) bagaimana bentuk implikatur percakapan yang digunakan untuk menciptakan kelucuan dalam acara Yuk Keep Smile Trans Tv?. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah percakapan atau dialog dalam tayangan humor YKS di Trans TV. Data dalam penelitian ini adalah tuturan beserta konteks yang mengandung prinsip kesantuanan dan implikatur percakapan dalam acara Yuk Keep Smile pada bulan Januari 2014. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simak, dengan beberapa teknik lanjutannya yakni teknik simak libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan menggunakan analisis cara-tujuan dan metode analisis kontekstual. Penelitian ini menghasilkan bahwa dalam acara Yuk Keep Smile pematuhan maksim kesantunan yan paling sering digunakan adalah maksim pujian untuk menyenangkan perasaan dari mitra tutur agar humor tidak terkesan selalu menyinggung perasaan. Bentuk pelanggaran yang paling sering dilakukan adalah pada pelanggaran maksim pujian dan maksim kearifan. Penutur cenderung melakukan kecaman, hinaan, dan celaan terhadap mitra tutur sebagai bahan lelucon atau humor. Wijayanti (2014) dengan judul penelitian Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur Percakapan dalam Talkshow Ada-Ada Aja di Global 12

13 Tv. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana wujud pelanggaran prinsip kesantunan dalam talkshow Ada-Ada Aja di Global Tv dan (2) Bagaimana wujud implikatur percakapan dalam talkshow Ada-Ada Aja di Global TV. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah media internet youtube yang menayangkan talkshow Ada- Ada Aja di Global Tv episode dari bulan Agustus sampai bulan Oktober 2014. Data dalam penelitian ini adalah tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan implikatur percakapan dalam takshow Ada-Ada Aja di Global Tv. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis yang digunakan adalah metode padan pragmatik dan kontekstual. Penelitian ini menghasilkan bahwa dalam acara Ada-Ada Aja terdapat pelanggaran maksim kearifan sebanyak 16 data, maksim pujian 11 data, maksim kerendahan hati 8 data, maksim kesepakatan 7 data, maksim kedermawanan 7 data, dan yang terakhir maksim simpati 2 data. Terdapat pula implikatur yang sering muncul yaitu implikatur menghina sebanyak 21 data, implikatur sindiran 13 data, implikatur menyuruh 13 data, implikatur kecewa 7 data, implikatur keraguan 7 data 6 data, serta implikatur ketidaksetujuan dan implikatur ketidakpercayaan sebanyak 2 data. Penelitian Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Biang Rumpi No Secret Trans Tv ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas terletak pada objek yang diteliti. Objek penelitian ini adalah pematuhan prinsip kerjasama, pelanggaran prinsip kerjasama, dan implikatur dalam acara BRNS Trans Tv. 13

14 Penelitian mengenai prinsip kesantunan dan implikatur memang pernah dilakukan, namun tidak sama dengan penelitian ini. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Julia Sarah meneliti prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan serta menyertakan pembahasan mengenai alat kohesi yang muncul dalam pematuhan maupun pelanggaran prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Perbedaan dengan penelitian ini adalaha dari segi teori yang digunakan, data dan sumber datanya, teknik pengumpulan data, dan teknik analisisnya. Selain itu terdapat pula penelitian Hendry Ardiansyam mengenai tindak tutur dan prinsip kesantuan serta implikatur dalam kolom kompasiana. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dari segi teori yang digunakan, penelitian ini tidak memasukkan pembahasan mengenai tindak tutur dan penelitian ini menggunakan data lisan, bukan data tulis. Selain itu penelitian oleh Maria Ana Widyanigrum juga berbeda dengan penelitian ini. Penelitian ini dengan penelitian Ana samasama menggunakan data lisan namun berbeda dari segi teori yang digunakan. Selain tidak membahas mengenai tindak tutur, peneliti melakukan penelitian terhadap pematuhan prinsip kesantunan yang tidak dilakukan oleh Maria. Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ratna Nurhayati yang membahas mengenai kesantunan dan implikatur dalam acara Yuk Keep Smile. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna dapat dilihat dari objek dan metode yang digunakan. Objek penelitian yang dilakukan oleh Ratna adalah pematuhan, pelanggaran maksim kesantunan, dan implikatur dalam acara komedi Yuk Keep Smile. Meskipun rumusan masalahnya sama, namun hasilnya akan berbeda terutama terletak pada alasan dibalik penggunaan pematuhan, pelanggaran, dan implikatur karena acara yang diteliti sangat berbeda 14

15 yaitu infotainment talkshow. Selain itu, teknik analisis yang digunakan juga berbeda, penelitian ini menggunakan teknik analisis heuristik, teknik analisis caratujuan dan teknik analisis kontekstual. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Reni Wijayanti yang meneliti mengenai kesantunan dan implikatur dalam acara talkshow. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Reni terletak pada masalah yang diangkat. Penelitian ini juga membahas mengenai pematuhan maksim kesantunan yang tidak dibahas dalam penelitian yang dilakukan oleh Reni. Selain itu metode yang digunakan juga berbeda. B. Landasan Teori 1. Pragmatik Pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik mulai berkembang dalam perkembangan linguistik di Amerika sejak tahun 1970-an. Pragmatik semakin berkembang dengan banyaknya teori-teori yang dikeluarkan oleh para ahli linguistik. Istilah linguistik sudah dikenal sejak masa hidupnya seorang filsuf terkenal bernama Charles Morris (dalam Rahardi, 2005: 45). Charles Morris membagi ilmu tanda dan ilmu lambang itu ke tiga dalam cabang ilmu yaitu (a) Sintaktika (Syntactic) studi relasi formal tanda-tanda, (2) semantika (semantic) studi relasi tanda-tanda dengan objeknya, (3) pragmatika (pragmatic) studi relasi antara tanda-tanda dengan penafsirannya. (dalam Rahardi, 2005: 47). Leech mendefinisikan pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situsi ujar (speech situations). Leech melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari 15

16 semantik; dan komplementarisme, yaitu melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi (2011: 8). George Yule menyebutkan empat definisi pragmatik antara lain pragmatik sebagai studi tentang maksud penutur, pragmatik sebagai studi tentang makna kontekstual, pragmatik sebagai studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, serta pragmatik sebagai studi tentang ungkapan dari jarak hubungan (Yule, 1996: 4). Menurut I Dewa Putu Wijana, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi. Jadi, makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Pragmatik dapat dimanfaatkan oleh setiap penutur untuk memahami maksud lawan tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaatkan pengalaman bersama (background knowledge) untuk memudahkan pengertian bersama (Wijana, 1996: 1-2). Asim Gunarwan berpendapat, pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna atau daya (force) ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yaitu untuk apa suatu ujaran ini dibuat atau diujarkan (1994: 83-84). 2. Situasi Tutur Situasi tutur dalam suatu tuturan sangat diperhitungkan. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat didefinisikan melaui situasi tutur yang mendukungnya. Leech menjelaskan bahwa pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situai-situasi ujar (speech situation) (Leech, 2011: 19). 16

17 Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan, pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya (Rustono, 1999: 26). Leech menjelaskan mengenai aspek-aspek ujar untuk mengetahui apakah suatu percakapan tersebut merupakan fenomena atau sistematis (2011: 19-21). Berikut ini adalah aspek situasi ujar menurut Leech: a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa) Orang yang menyapa akan diberi simbol n penutur, orang yang disapa diberi simbol t petutur. Simbol-simbol ini merupakan singkatan untuk penutur/penulis dan petutur/pembaca. Jadi penggunaan penutur dan petutur tidak membatasi pragmatik pada bahasa lisan saja. Istilah penerima (orang yang menerima atau menafsirkan pesan) dan yang disapa (orang yang seharusnya menerima dan menjadi sasaran pesan) juga perlu dibedakan. Si penerima bisa saja seorang yang kebetulan lewat dan pendengar pesan, dan bukan orang yang disapa. b. Konteks sebuah tuturan Konteks diartikan sebagai aspek-aspek yang menyangkut dengan lingkungan fisik dan sosial sebagai tuturan. Leech (2011: 20) mengartikan konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan membantu petutur menafsirkan makna tuturan. c. Tujuan sebuah tuturan Tujuan sebuah tuturan adalah tujuan atau fungsi daripada makna yang dimaksud atau maksud penutur mengucapkan sesuatu. Istilah tujuan dianggap lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani 17

18 pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi tujuan. d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak ujar. Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performasiperformasi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa. e. Tuturan sebagai produk tindakan verbal Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal itu sendiri, dalam pragmatik kata tuturan dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu sebagai produk suatu tindak verbal (sentence-instance) atau tanda kalimat (sentence-token), tetapi bukanlah sebuah kalimat. Dalam artian yang kedua ini tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan. 3. Tindak Tutur Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard, pada tahun 1959. Teori yang berasal dari materi kuliah ini kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to Do Things with Word? Teori tersebut baru menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philoshopy of Language (Wijana, 1996:50). 18

19 Rustono berpendapat, tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral. Tindak tutur bersifat pokok di dalam pragmatik. Mengujarkan sebuah tuturan tertentu bisa dipandang sebagai melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh) di samping memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu (Rustono, 1999: 31). Menurut I Dewa Putu Wijana, tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Wijana, 1996: 50). Austin dan Searle mengemukakan bahwa setidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu), dan tindak ilokusi (melakukan tindakan dalam megatakan sesuatu), dan tindak perlokusi (melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu) (Leech, 2011: 316). Searle membagi tindak tutur menjadi lima jenis (Searle, 1996: 147-149), yaitu: a. Asertif (Assertives) Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran preposisi atas hal yang dikatakannya. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur menyatakan, melaporkan, mempredikisi, menunjukkan, dan menyebutkan. b. Direktif (Directives) Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan 19

20 tindakan yang disebutkan dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan sesuatu. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya tindak tutur menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, memerintah, meminta, dan menantang. c. Komisif (Commisives) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya pada suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah berjanji, bersumpah, berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan mengancam. d. Ekspresif (Expressive) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah memuji, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, mengucapkan selamat, mengkritik, dan mengeluh. e. Deklarasi (Declaration) Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya). Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak 20

21 tutur ini adalah memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengangkat. 4. Prinsip Kesantunan Beberapa pakar yang membahas kesantunan berbahasa antara lain Lakoff (1972), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978), serta Leech (1983). Teori keempat pakar tersebut beranjak dari pengamatan yang sama, yaitu bahwa di dalam komunikasi yang sebenarnya, penutur tidak selalu mematuhi prinsip kerja sama Grice (Gunarwan, 1994:87). Lakoff berpendapat bahwa ada tiga kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu santun, yaitu formalitas, ketidaktegasan, dan persamaan atau kesekawanan. Kaidah formalitas maksudnya jangan memaksa atau jangan angkuh. Kaidah ketidaktegasan maksudnya buatlah sedemikian buatlah sedemikian buatlah sedemikian rupa sehingga mitra tutur dapat menentukan pilihan. Kaidah persamaan atau kiesekawanan maksudnya penutur hendaklah membuat mitra tutur merasa senang (dalam Gunarwan, 1994: 87-88) Fraser lebih mendasarkan konsep kesantunannya atas dasar strategi, namun tidak merinci bentuk dan strategi kesantunannya. Fraser membedakan kesantunan dari penghormatan. Menurutnya, kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran, dan menurut pendengar si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya. Di antara hak-hak penutur di dalam sebuah interaksi adalah hak untuk bertanya. Sementara itu, di antara kewajiban-kewajiban pendengar atau lawan bicara adalah kewajiban menjawab. Di samping itu, ada hak dan kewajiban penutur-pendengar yaitu menyangkut apa yang boleh diujarkan serta cara bagaimana mengujarkannya. 21

22 Dari sini dapat diketahui, bahwa pembedaan kesantunan dari penghormatan seperti yang dibuat oleh Fraser sebenarnya terlalu dicari-cari, karena kewajiban seorang penyerta percakapan dapat saja mencakup juga kewajiban untuk menunjukan penghormatan (Gunarwan, 1994: 88-89). Brown Levinson merumuskan prinsip kesantunan berkisar atas nosi muka, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya, diakui orang sebagai sesuatu hal yang baik, menyenangkan, dan patut dihaurgai. Sementara itu, muka negatif adalah muka yang mengacu pada citra diri setiap orang (yang rasional) yang berkeinginan agar dia dapat dihargai dengan jalan membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu (dalam Gunarwan, 1994:90). Menurut Brown dan Levinson, sebuah tindak tutur dapat mengancam muka mitra tuturnya. Tindak tutur tersebut disebut sebagai face-threatening act (FTA). Untuk mengurangi ancaman terhadap muka mitra, maka penutur hendaknya menggunakan prinsip kesantunan. Karena ada dua sisi muka yang terancam yaitu muka negatif dan muka positif, maka kesantunan pun dibagi dua, yaitu kesantunan negatif (untuk menjaga muka negatif) dan kesantunan positif (untuk menjaga muka positif). Berkenaan dengan hal tersebut, Brown dan Levinson mengusulkan tesis dasar yaitu bahwa penutur menghitung derajat keterancaman sebuah tindak tutur (yang akan dituturkan) dengan mempertimbangkan jarak sosial, kekuasaan, satus relatif jenis tindak tutur di dalam kebudayaan yang bersangkutan (dalam Gunarwan, 1994:90). 22

23 Brown dan Levinson kemudian mengemukakan strategi-strategi yang dapat digunakan oleh penutur antara lain, melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi prinsip kerja sama Grice, melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan positif, melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif, melakukan tindak tutur secara off record (berkata dengan tuturan tidak langsung), tidak melakukan tindak tutur atau diam saja (Levinson, 1987:66). Berbeda dengan Brown dan Levinson yang mendasarkan kesantunannya pada nosi muka, Geoffrey Leech mendasarkan konsep kesantunannya pada empat nosi yaitu biaya, keuntungan, kesetujuan, pujian, dan simpati/antipati (Gunarwan, 1994: 91). Leech juga mengemukakan bahwa prinsip kesantunan itu berhubungan dengan dua pihak, yaitu diri dan lain. Diri adalah penutur, dan lain adalah mitra tutur atau juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga, baik yang hadir maupun yang tidak hadir dalam situasi tutur (Leech, 2011: 206). Leech mengungkapkan skala pengukur tingkat kesantunan sebuah tuturan (dalam Rahadi, 2005: 66), antara lain: a. Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santun lah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Begitupula sebaliknya apabila dilihat dari kacamata si mitra tutur. 23

24 b. Optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan (option) yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin petuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila petuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. c. Inderectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya. Semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. d. Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk pada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam petuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat sosial status sosial antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu. e. Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah petuturan. Ada kecenderungan bahwa 24

25 semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Dengan kata lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan. Leech merumuskan prinsip kesantunan ke dalam enam maksim, sebagai berikut: a. Maksim Kearifan (Tact Maxim) Maksim kearifan menasihatkan peserta tutur untuk (1) membuat kerugian orang lain sekecil mungkin, dan (2) membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin (Leech, 2011:206). b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) Maksim kedermawanaan menasihatkan peserta tutur untuk saling menghormati dengan (1) membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin, dan (2) membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin (Leech, 2011: 206). c. Maksim Pujian (Approbation Maxim) Maksim pujian menasihatkan peserta tutur untuk (1) mengecam orang lain sedikit mungkin, dan (2) memuji orang lain sebanyak mungkin (Leech, 2011: 207). d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) 25

26 Maksim kerendahan hati menasihatkan peserta tutur untuk (1) memuji diri sendiri sedikit mungkin, dan (2) mengecam diri sendiri sebanyak mungkin (Leech, 2011: 207). e. Maksim Kesepakatan Maksim kesepakatan menasihatkan peserta tutur untuk (1) mengusahakan agar ketidaksepatkan antara diri dan orang lain terjadi sesedikit mungkin, dan (2) mengusahakan agar kesepakatan antara diri dan orang lain terjadi sebanyak mungkin (Leech, 2011: 207). f. Maksim Simpati Maksim simpati menasihatkan peserta tutur untuk (1) mengurangi rasa antipati antara diri dengan orang lain hingga sekecil mungkin, dan (2) meningkatkan rasa simpati sebanyakbanyaknya antara diri dengan orang lain (Leech, 2011: 207). 5. Implikatur Implikatur adalah preposisi yang terimplikasi dalam suatu ujaran meskipun preposisi tersebut bukan merupakan bagian atau akibat dari apa yang dikatakan. Grize membedakan implikatur menjadi dua, yaitu implikatur conventional dan implikatur conversational. Implikatur konvensional adalah implikatur yang bersifat umum, sehingga maksud atau pengertian mengenai suatu hal tertentu berdasarkan konvensi yang telah ada. Implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang terdapat di dalam percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Implikatur percakapan adalah 26

27 adalah preposisi atau pernyataan implikatif yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan (dalam Gadzar, 1979:49). Nadar dalam bukunya Pragmatik dan Penelitian Pragmatik mengartikan implikatur sebagai sesuatu yang diimplikasikan dalam suatu percakapan (2009: 60). Sementara itu, Mey menyatakan bahwa implikatur implicature berasal dari kata kerja to imply, sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja itu berasal dari bahasa Latin plicare yang berarti to fold melipat sehingga untuk mengerti apa yang dilipat atau disimpan harus dilakukan dengan cara membukanya. Artinya. Untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh penutur, mitra tutur harus melakukan interpretasi terhadap tuturan-tuturannya (dalam Nadar, 2009: 60). Ahli lain Levinson, menyatakan bahwa implikatur merupakan salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik. Adapun salah satu alasan penting yang diberikan Levinson ialah bahwa implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan (dalam Nadar, 2009: 61). C. Kerangka Pikir Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka pikir yang terkait dalam penelitian ini secara garis besar dilukiskan pada bagan di bawah ini. 27

28 Biang Rumpi No Secret Trans Tv Tuturan Biang Rumpi dan Anabel Tujuan 1. Mendiskripsikan realisasi pematuhan prinsip kesantunan 2. Mendiskripsikan realisasi pelanggaran prinsip kesantunan dan implikatur Prinsip Kesantunan 1. Maksim Kearifan 2. Maksim Kedermawanan 3. Maksim Pujian 4. Maksim Kerendahan Hati 5. Maksim Kesepakatan 6. Maksim Simpati Pematuhan Kesantunan Pelanggaran Kesantunan Implikatur Hasil Analisis: 1. Realisasi pematuhan prinsip kesantunan dalam Biang Rumpi No Secret Trans Tv 2. Realisasi pelanggaran prinsip kesantunan dan implikatur dalam Biang Rumpi No Secret Trans Tv 28

29 Bagan di atas menggambarkan bahwa sumber data pada penelitian ini adalah acara BRNS Trans Tv. Data dalam penelitian ini adalah percakapan atau dialog antara Biang Rumpi dan Anabel dalam acara tersebut. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah realisasi pematuhan prinsip kesantunan, pelanggaran prinsip kesantunan, dan implikatur yang merupakan akibat dari realisasi pelanggaran prinsip kesantunan yang dituturkan oleh Biang Rumpi dan Anabel dalam acara BRNS Trans Tv. Tuturan yang disampaikan oleh penutur memiliki tujuan tertentu. Tujuan tersebut disampaikan melalui tuturan yang disadari maupun tidak mengandung nilai-nilai yang menguntugkan mitra tutur, merendahkan mitra tutur, maupun merugikan mitra tutur. Berdasarkan hal tersebut tuturan dapat diklasifikasikan ke dalam pematuhan dan pelanggaran maksim kesantunan. Pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan dapat dipahami dengan memperhitungkan konteks yang melingkupinya. Begitu pula tuturan yang mengandung pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan oleh Biang Rumpi dan Anabel BRNS dapat dipahami dan diketahui alasan di balik penggunaannya dengan memahami konteks tuturan dalam acara tersebut. Oleh karena itu, tuturantuturan tersebut akan dianalisis secara mendasar dengan memperhitungkan dan mengaitkan dengan konteks yang ada sehingga akan diketahui pula tujuan penggunaan pematuhan maupun pelanggaran prinsip kesantunan tersebut. Selain memahami bentuk atau realisasi pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, 29

30 akan dipahami pula realisasi implikatur sebagai akibat dari penggunaan tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan. 30