BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

BAB IV. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

KPK juga hampir KO di Era SBY

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Revisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli *

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

Laporan Kasus Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

UNDANG-UNDANG TERSENDIRI MENGENAI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT: PERLUKAH? 1

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

Mencapai Tujuan Penerapan Sistem Kamar yang Ideal

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

PENUTUP. Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dapat. Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara independen dalam sistem

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

SISTEM POLITIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

LIMA ARAH PEMBERANTASAN KORUPSI Usulan Agenda Antikorupsi Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Periode

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut beberapa

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat. Dalam demokrasi, rakyat diidealkan memiliki kedaulatan, namun dengan korupsi yang secara signifikan dilakukan oleh para oligarki, idealita tadi seakan menjadi sekadar imaji. Konsiderans huruf a dan b dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan dengan jelas bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan dan perekonomian negara serta menghambat pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana yang dicita-citakan dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sejalan dengan itu, menurut salah seorang anggota Panitia Seleksi KPK Meuthia Ganie Rochman, korupsi juga dipercaya dapat menghancurkan basis ekonomi yang sehat, pelencengan sistem politik, dan menimbulkan disintegrasi dalam masyarakat. 1 Sedangkan menurut Andi Hamzah, korupsi sudah ada sejak manusia bermasyarakat di atas bumi ini, seperti halnya pencurian. 2 Fakta bahwa korupsi sudah berkembang sejak awal peradaban manusia tidak serta-merta menjadikan hal ini dibiarkan berjalan begitu saja. Di Indonesia, pasca 1 Meuthia Ganie Rochman, Memperkuat KPK, http://print.kompas.com/baca/2015/09/10/ Memperkuat KPK, diakses pada 14 April 2016. 2 Andi Hamzah, 2005, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1. 1

2 reformasi, diundangkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). Pasal 43 UU PTPK mengamanatkan untuk dibentuknya suatu Komisi yang bertugas memberantas korupsi. Kemudian dibentuklah dengan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) suatu lembaga yang dinamai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 3 Ditinjau dari Indeks Persepsi Korupsi yang trennya positif dari tahun ke tahun, kinerja KPK sejauh ini dalam mengurangi korupsi di negeri ini cukup signifikan. 4 Zainal Arifin Mochtar menyatakan KPK sudah memberikan warna dan harapan yang cukup menyenangkan bagi republik ini. 5 Namun demikian, masih ada beberapa hal yang menjadi pekerjaan rumah bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam menyempurnakan KPK, baik secara kinerja maupun sistem kelembagaan. Salah satu hal yang menjadi sorotan publik adalah pada mekanisme seleksi pimpinannya. KPK adalah lembaga negara independen, sehingga diidealkan bebas dari campur tangan cabang kekuasaan manapun dan karenanya berada di luar lembaga trias politica yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 6 Selain itu, menurut Bambang Widjojanto, independensi bukan hanya melekat pada lembaganya, melainkan juga melekat pada diri pimpinan KPK sebagai 3 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250. 4 Transparency International, Corruption Perception Index, http://cpi.transparency.org, diakses pada 27 September 2015. 5 Zainal Arifin Mochtar, Pansel KPK dan Pemberantasan Korupsi, http://www.mediaindonesia.com/news/read/3715/pansel-kpk-dan-pemberantasan-korupsi/2015-05- 25, diakses pada 14 April 2016. 6 Zainal Arifin Mochtar dan Iwan Satriawan, Efektivitas Sistem Penyeleksian Pejabat Komisi Negara di Indonesia, Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No. 3, September 2009, hlm. 152.

3 penanggung jawab tertinggi. 7 Cita-cita mengenai independensi ini juga tertulis jelas dalam Pasal 3 UU KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. KPK dipimpin oleh 5 orang pimpinan yang kewenangannya bersifat kolektif kolegial. 8 UU KPK memberikan kewenangan yang besar kepada KPK, yaitu penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, serta fungsi supervisi kepada tindakan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh lembaga lainnya. 9 Pimpinan KPK bertanggung jawab atas setiap langkah-langkah yang diperbuat oleh para anggotanya. Selain itu, Pimpinan KPK berwenang membentuk kebijakan dan tata kerja organisasi, mengangkat dan memberhentikan pejabat dan pegawai di KPK, serta menentukan kriteria penanganan tindak pidana korupsi. 10 Oleh karena itu, jabatan pimpinan menjadi krusial dan strategis dalam agenda besar pemberantasan korupsi di negeri ini. Mekanisme pemilihan Pimpinan KPK ditentukan dalam Pasal 30 dan 31 UU KPK, yaitu dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas usulan dari Presiden. 11 Keberadaan DPR dalam proses seleksi mungkin dimaksudkan sebagai simbol kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh perwakilan, namun perlu disadari bahwa DPR merupakan lembaga politik setiap tindakannya didasari 7 Bambang Widjojanto, dalam Risalah Sidang Perkara Nomor 16/PUU XII/2014 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 terhadap Undang-Undang Dasar, 15 April 2014, hlm. 11. 8 Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250). 9 Ibid., Pasal 6. 10 Ibid., Pasal 25 huruf a, b, dan c. 11 Ibid., Pasal 30 & 31 jo. Pasal 198, 199, dan 200 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.

4 kepentingan (dapat baik atau buruk). Selain itu, rekam jejak anggota DPR yang banyak diwarnai kasus korupsi dapat berpengaruh terhadap kualitas proses seleksi yang dilakukan. Ketika dikontekskan ke dalam perihal memilih pimpinan lembaga negara tertentu, keterlibatan DPR justru dapat menjadi hambatan dalam memilih calon pimpinan yang profesional dan independen. Iwan Satriawan dan Zainal Arifin Mochtar menganalisis mekanisme ini secara kritis dengan mengungkapkan bahwa dinamika perpolitikan di Indonesia cenderung kuat party discipline nya, sehingga orang-orang yang menduduki kursi DPR boleh jadi bukanlah representasi dari rakyat yang diidealkan dalam sistem demokrasi, melainkan oligarki yang berjuang untuk kepentingannya sendiri. 12 Dalam hal menyeleksi, anggota DPR dapat memilih pimpinan KPK yang sesuai dengan kepentingan politiknya, yang belum tentu sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Peran DPR memegang fungsi menyeleksi beberapa jabatan di tingkat nasional barangkali bertujuan untuk mempertegas kedaulatan rakyat. Selain itu, hal tersebut juga diatur dalam Pasal 185 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). 13 Data dari lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa DPR merupakan lembaga dengan jumlah tersangka korupsi yang tinggi. 14 Dari pembacaan mengenai konsep independensi lembaga negara, dapat 12 Zainal Arifin Mochtar dan Iwan Satriawan, Op. Cit., hlm. 157. 13 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568. 14 Laporan Tahunan ICW 2012 menyebutkan ada puluhan elit politik (legislatif atau eksekutif) yang tersangkut kasus korupsi. Para elit tersebut antara lain; 13 kader partai Golkar, 10 orang dari demokrat, 8 orang dari PAN dan 8 dari PDI Perjuangan, 4 dari PKB, 3 dari Gerindra, 2 dari PKS dan 2 dari PPP. Sedangkan di Laporan Tahunan ICW 2014 disebutkan 1 orang anggota DPR menjadi tersangka pada tahun 2014.

5 ditemukan bahwa karakteristik utama dari independensi lembaga negara adalah terbebasnya lembaga tersebut dari pengaruh yang tidak pantas (undue influence) yang membuat kinerja lembaga tersebut tidak sesuai dengan kaidah hukum. Salah satu kriterianya adalah minimnya pengaruh politik. yang mencakup sifat nonpartisan, non-political, dan diselenggarakan secara multi aktor. Pengaturan mengenai pemilihan Pimpinan KPK sudah mengadaptasi bentuk pemilihan yang multi aktor yaitu Presiden dengan menunjuk pansel serta DPR. Namun demikian, pengaturan mengenai pemilihan Pimpinan KPK memberikan rumusan kewenangan yang luas kepada DPR untuk memilih. Berbeda dengan pengaturan mengenai pemilihan anggota KY yang lebih membatasi peran DPR, yaitu mengonfirmasi dari calon yang diajukan oleh pansel. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti mengenai hakikat kewenangan DPR selaku lembaga yang memegang cabang kekuasaan legislatif sekaligus lembaga politik dalam memilih pimpinan KPK. Selain itu, akan dibahas pula mengenai implikasi dari peran DPR dalam memilih Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap independensi KPK selaku lembaga negara independen sekaligus lembaga yang menjalankan fungsi penegakan hukum. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat dalam memilih Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi? 2. Bagaimanakah implikasi kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat memilih Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap sifat independen yang dimiliki KPK?

6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif Penelitian hukum ini dilaksanakan sebagai salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif Tujuan objektif penelitian mengenai Implikasi Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pemilihan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Independensi KPK adalah: a. Untuk menelaah, mengetahui, dan mendapatkan pemahaman mengenai kewenangan DPR dalam melakukan seleksi terhadap Pimpinan Lembaga Negara Independen. b. Untuk menelaah, mengetahui, dan mendapatkan pemahaman mengenai implikasi dari keterlibatan DPR dalam memilih Pimpinan KPK terhadap independensi kelembagaan KPK sebagai lembaga negara independen yang idealnya tidak dipengaruhi cabang kekuasaan lainnya. D. Keaslian Penelitian Menurut Maria Sri Wulani Sumardjono, keaslian penelitian berarti bahwa masalah yang dijadikan objek penelitian belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Apabila sudah pernah, harus dinyatakan secara tegas perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya. 15 15 Maria S.W. Sumardjono, 2001, Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian, Gramedia, Jakarta, hlm. 18.

7 Penelusuran yang penulis lakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum UGM serta beberapa online repository di beberapa universitas di Indonesia, belum ada penelitian yang sama dengan yang penulis lakukan. Adapun penelitian yang memiliki tema berkaitan yaitu Disertasi karya Zainal Arifin Mochtar di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 2012 yang berjudul Penataan Lembaga Negara Independen Setelah Perubahan UUD 1945. 16 Penelitian tersebut berfokus pada pencarian jawaban atas pertanyaan mengapa lembaga negara yang tubuh pasca reformasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 begitu banyak dan tidak teratur. Mochtar meneliti mengenai faktor pendorong lahirnya lembaga negara independen di Indonesia, implikasi dari eksistensi lembaga negara independen terhadap pelaksanaan pemerintahan, serta proposal desain penataannya. Keberadaan lembaga negara independen ini diikuti beberapa masalah seperti redundansi kelembagaan, ketidakjelasan landasan hukum, serta pola rekrutmennya. Berkenaan dengan rekrutmen ini, Mochtar turut membahas pula mengenai peran DPR, namun tidak menjadi fokus. Dalam karya ini dijelaskan pula mengenai usulan hubungan antara DPR, DPD, dan Presiden dalam hal memilih komisioner lembaga negara independen dengan membandingkannya dengan praktik di Amerika Serikat. Disertasi ini menganalisis pula mengenai rekrutmen lembaga negara independen dalam hubungannya dengan independensi, tetapi fokusnya ada pada potensi reduksi independensi yang muncul dari kewenangan presiden. Perbedaan 16 Zainal Arifin Mochtar, 2012, Penataan Lembaga Negara Independen Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Disertasi, Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

8 penelitian disertasi tersebut dengan penelitian penulis adalah lingkup penelitian Penulisan Hukum ini lebih spesifik, yaitu mengenai implikasi dari model kewenangan DPR dalam seleksi Pimpinan KPK dalam rangka mengkaji tingkat independensi proses seleksi tersebut. Selanjutnya adalah disertasi karya Indah Harlina di Universitas Indonesia tahun 2008. Disertasi berjudul Kedudukan dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penegakan Hukum 17 ini memiliki dua rumusan masalah, pertama bagaimanakah kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia? Kedua, apakah Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga permanen? Penelitian ini mendalami latar belakang pembentukan KPK serta kedudukan kelembagaan KPK dalam ketatanegaraan Indonesia. Penelitian ini berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, terutama dalam analisis terhadap identitas independensi dan kedudukan KPK. Namun, penelitian yang penulis lakukan memiliki perbedaan dengan disertasi ini karena dalam penelitian Penulisan Hukum ini, bahasan tidak berhenti sampai menemukan kedudukan lembaga tersebut, melainkan kemudian dianalisis implikasi peran DPR terhadap konsep kelembagaan KPK yang independen. Berdasarkan beberapa karya tulis pada ruang lingkup tema terkait yang telah dipublikasikan dan penting untuk dicantumkan di atas, maka penulis menyatakan bahwa karya ini memiliki nilai pembeda sekaligus merupakan penelitian yang baru dan asli, sehingga hasilnya dapat, setidaknya, melengkapi penelitianpenelitian terdahulu. 17 Indah Harlina, 2008, Kedudukan dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penegakan Hukum, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok.

9 E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan kecil bagi khazanah keilmuan hukum, terutama Hukum Tata Negara. Kebaruan yang ada dalam penelitian ini adalah mengenai implikasi dari eksistensi DPR, yang notabene merupakan lembaga politik dan pemegang kekuasaan negara di cabang legislatif, terhadap KPK selaku lembaga negara independen yang memiliki fungsi penegakan hukum, meskipun bukan merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman. 2. Bagi Praktik Ketatanegaraan Hasil penelitian ini diharapkan akan membuahkan suatu pemahaman bagi pembacanya mengenai alasan dan dampak/implikasi dari keberadaan DPR di dalam proses pemilihan Pimpinan KPK. Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan bacaan bagi perumus peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan proses pemilihan Pimpinan lembaga KPK atau bahkan lebih luas lagi, lembaga negara independen di Indonesia.